Jodoh, Prioritas, Komitmen

Jun 28, 2014 18:59

Sudah mau lulus, yang kerap memenuhi pikiran hanya satu hal: Habis ini, mau kerja apa, di mana?

Berbagai kemungkinan membentang; bercabang-cabang. Terlalu banyak rencana, terlalu banyak probabilitas. Bingung? Pasti. Terombang-ambing antara idealisme dan realitas, ditarik sana-sini antara keinginan untuk mengabdi atau memenuhi tuntutan dan kewajiban sosial untuk menghidupi plus balas budi.

Saya sering melihat-lihat iklan lowongan kerja, terlepas dari masih bingungnya saya akan hal itu. Di Twitter pun mulai follow akun-akun loker, juga mulai daftar situs-situs penyedia pekerjaan. Banyak sekali iklan yang menarik, tapi belum bisa mencoba karena belum resmi menyandang gelar. Sering kali saya merasa sayang, gemas, dan kecewa sendiri karena harus melepas peluang-peluang itu.

Tapi ... sebagai orang bergolongan darah B yang memang tidak terlalu bisa multitasking, dari dulu saya belajar untuk menyusun prioritas. Persis seperti kata teman saya, "Setiap orang punya prioritasnya masing-masing." Terlalu banyak yang dipertaruhkan untuk suatu kerakusan sehingga saya selalu memilih fokus pada satu hal daripada semuanya berantakan. Saat ini prioritas saya adalah memperoleh gelar S.Hum. secepatnya dan birrul walidain--berbakti pada keluarga di rumah. Itulah kenapa saya sekuat tenaga menahan diri untuk nggak kerja dulu meski punya waktu luang, sebab saya tahu betul kerja bisa menjadi distraksi yang bikin stres. Lima semester kuliah nyambi kerja sudah cukup menjadi pengalaman. Kerja butuh komitmen tinggi, dan saat ini saya belum bisa memberikannya.

Jadilah saya hanya dapat menelan ludah, menggeleng sedih dan mengucapkan good bye pada lowongan-lowongan dan tawaran-tawaran yang menggiurkan itu. Harus ditambah lagi stok kesabarannya, setelah sedikit kecewa karena gagal memenuhi target untuk bisa wisuda Agustus.

Anyway, setelah dipikir lagi (punya waktu luang membuat saya punya banyak waktu untuk memikirkan banyak hal), saya merasa bodoh karena kecewa. Kenapa saya lupa bahwa Allah selalu punya rencana yang indah, di luar ekspektasi hamba-Nya? Sangat mungkin saya dilamakan sedikit lulusnya karena masalah pekerjaan. Mungkin memang saya disuruh menunggu sejenak karena kelak akan dipertemukan dengan pekerjaan yang benar-benar sesuai dengan yang saya inginkan dan harapkan.

Saya penonton setia drama-drama DAAI TV, dan dalam drama-drama itu mereka sering menyebut istilah "jalinan jodoh" untuk segala hal. Si A bertemu si B yang menjadi penolong dalam hidupnya, lalu si B mengajak A bergabung di Tzu Chi dan A pun menjadi relawan Tzu Chi. Itu berarti si A berjodoh dengan si B dan berjodoh dengan Tzu Chi. Saya bukan orang Buddha, tapi saya suka frasa "jalinan jodoh" itu. Bagi saya, hidup kita memang dijalin seperti itu. Ada titik-titik pertemuan, garis-garis yang bersilangan--bukan dengan orang saja, melainkan juga dengan instansi, pekerjaan, tempat dan sebagainya.

Saya masuk universitas dan jurusan yang sekarang karena saya berjodoh dengan mereka. Dulu, ketika kelas XII, saya sama bingungnya dengan sekarang. Pengin masuk jurusan ini, jurusan itu. Universitas ini, universitas itu. Tapi diri kita kan cuma satu, jadi ya cuma bisa masuk satu. Pada akhirnya saya berjodoh di sini, di kota ini. Dan pada titik ini, saya bisa mensyukuri kenapa akhirnya saya berada di sini.

Begitu pun dengan pekerjaan saya kemarin sebagai penerjemah. Pada tes pertama saya nggak lulus, padahal novel yang menjadi tes pertama saya itu jilidnya lebih banyak dan lebih tebal. Kalau bicara honor penerjemahan, tentu serial yang saya terjemahkan nggak ada apa-apanya dibanding novel yang untuk tes pertama itu. Tapi kini saya bisa dengan bangga mengatakan bahwa saya memang berjodoh dengan trilogi yang pada akhirnya menjadi my privilege itu. Ada sesuatu yang bikin "klik"--saya cocok dengan gaya bahasanya, ceritanya, emosinya ... segalanya. Dan sepertinya trilogi itu memang ditakdirkan untuk berjodoh dengan saya. Bukannya sombong, tapi mungkin akan lain kalau trilogi itu diterjemahkan orang lain.

Jadi ... sekali lagi, dan akan terus saya ulangi, saya harus selalu tegaskan pada diri sendiri untuk ikhlas dan lapang dada melepas semua lowongan dan tawaran kerja yang menggiurkan itu. Saya belum berjodoh dengan mereka; mereka bukan takdir saya. Akan ada pekerjaan lain yang pasti sudah Allah siapkan agar kelak berjodoh dengan saya. Saya hanya harus yakin akan hal itu, dan kembali ke prioritas serta komitmen saya saat ini.

28 06 14
18.58
Semoga tulisan ini bisa sedikit menginspirasi teman-teman yang merasakan kebimbangan yang sama dengan saya. :)

like, me

Previous post Next post
Up