Ego Kebebasan

Jul 22, 2013 18:28

Akhir-akhir ini saya sadar, betapa saya berbahagia menjadi young lady yang masih single. Kenapa? Karena setiap saya melihat ibu-ibu di kereta, di angkot, atau di transportasi umum lain dengan membawa anaknya yang masih kecil, saya merasa ... waw.

Berat ya, menjadi seorang ibu. Nggak boleh egois; harus anak nomor satu. Naik transportasi umum--baik perjalanan panjang maupun pendek--pasti banyak nggak nyamannya, dan ketidaknyamanan itu mesti ditambah dengan kerepotan mengurus anak kecilnya yang rewel. Belum lagi kalau tuh anak masih bayi ... dan lebih berat lagi kalau anak-anak kecil itu nggak cuma satu.

Saya salut, dan tanpa sadar langsung bersyukur karena saya belum harus mempunyai tanggungan seperti itu. Saya masih bisa bepergian bebas ke mana-mana sendiri, nggak ada "buntut"-nya. Ngurus segalanya masih hanya untuk diri sendiri--itu pun terkadang masih rempong abis.

Nggak kebayang, gimana ya rasanya transisi dari seorang gadis merdeka menjadi seorang istri dan ibu? Yang tadinya terbiasa apa-apa sendiri, lalu tahu-tahu harus berbagi kehidupan dengan orang-orang lain. Yang biasanya bebas lepas mau ke mana-mana atau ngapa-ngapain, tahu-tahu nggak bisa sembarangan begitu lagi.

Dari kacamata saya--yang notabene adalah perempuan yang sudah sangat terbiasa hidup sendiri--fase kehidupan itu rasanya agak menakutkan juga kalau dibayangkan. Saya cinta kebebasan, terbiasa memutuskan segala sesuatunya sendiri dan nggak terbiasa harus minta izin ini-itu kalau mau melakukan sesuatu yang dikehendaki. Saya biasa melakukan perjalanan sendirian, nonton bioskop sendirian, jalan-jalan ke toko buku sendirian .... Beneran, nggak kebayang kalau kebiasaan-kebiasaan itu kelak harus diubah.

Tapi saya juga paham, suatu saat nanti saya juga harus menjadi istri dan ibu. Saya juga akan menjalani kehidupan ketika apa-apa harus memikirkan suami dan anak, nggak bisa seenaknya seperti ketika masih gadis lajang kayak gini. Mungkin suatu saat saya juga harus menyusui di kereta, atau memangku anak di angkot yang panas dan berdesakan ....

(Kecuali kalau dapat suami kaya yang punya mobil dan sopir pribadi, haha. Aamiiin deh.)

That's why, saya yang sekarang ini nggak punya kesiapan sama sekali untuk menikah. Maka dari itu pula, saya sangat jengkel kalau obrolan teman-teman seringnya menyerempet ke nikah, nikah, dan nikah melulu.

Menikah memang satu-satunya jalan untuk menghalalkan hubungan lelaki dan perempuan, TAPI menikah kan bukan cuma itu? Ada banyak aspek yang perlu dipikirkan matang-matang sebelum memutuskan untuk menikah, terutama tentang kesiapan. Salah satunya ya yang saya uraikan di atas.

Mungkin saya terdengar sangat skeptis. Terus apa? Saya muslimah yang realistis dan perempuan yang tidak romantis. Saat ini ego saya akan kebebasan memang masih sangat besar. Barangkali kelak, seiring saya tumbuh dewasa, saya akan menulis lagi di sini tentang transisi itu--dari gadis muda yang tidak siap membangun rumah tangga menjadi wanita matang yang siap lahir batin menjadi istri dan ibu. Tapi tentu saja kalau sudah mengalaminya, haha.

me

Previous post Next post
Up