Title : Heroine Complex ~初恋~ (Heroine Complex ~First Love~)
Genre : Romance
Cast : AranxOC
Type : Chaptered (1 0f ?)
Please enjoy x
Aran adalah teman pertamaku.
Pertama kali kami bertemu adalah ketika usiaku 5 tahun. Saat itu hari pertama masuk taman kanak-kanak. Semua anak menangis tidak mau ditinggal orangtua.
Berisik.
Anak-anak ini membuatku takut.
Seorang anak menabrakku hingga aku terjatuh membentur lantai. Dia kelihatan menyesal. Minta maaf dengan gugup dan mata merah.
Aku bilang tidak apa-apa.
Tapi kuberikan daun semanggi berdaun empat.
Ini jimat! Semoga kau beruntung.” Aku bilang begitu. Itu harusnya jadi jimatku. Kakakku yang memberikannya tadi pagi.
Aku tidak tahu kenapa aku memberikannya pada anak itu.
Tapi kemudian dia tersenyum dengan senyuman secerah bunga matahari.
Dan saat itu aku tahu kami sudah menjadi teman.
*****
“Araaaaan~ ohayou!” Aran mendengar suara gadis yang dengan riang memanggil namanya. Ia berbalik dan mendapati gadis dengan seragam SMP yang sama dengannya melambai sambil berlari ke arahnya.
“Akame,” Aran membalas sapaan gadis itu. Tersenyum. “Ohayou!” Dia mengacak-acak rambut gadis itu. “Pita yang bagus.” Pujinya. Tapi mengabaikan fakta bahwa dia telah merusak tatanan rambut gadis yang kini mencak-mencak tak karuan.
“Menyebalkan. Jangan kacaukan rambut yang kutata dengan susah payah pagi ini dong.” Gerutunya. Aran Cuma tertawa, menulikan telinga dari omelan panjang lebar gadis itu mengenai bad hair day.
Dua sahabat itu berjalan beriringan menuju sekolah.
“Sudah mengerjakan PR matematika?”
“Ah~ lupa!!”
“Dasar. Kau tidak boleh salin punyaku.”
“Sekali ini saja deh.”
“Gak mauuu!”
“Akame~~~”
Dan mungkin selamanya akan seperti ini.
*****
Saat kelas 6 SD, teman-teman mulai membicarakan anak-anak cowok. Mana yang paling tampan, mana yang paling populer dan disukai. Aku tidak terlalu peduli sampai mereka membicarakan Aran.
“Kalau dilihat, di kelas ini yang paling tampan Aran kan!”
“Benar, keren!”
Saat itu pelajaran olahraga, anak-anak cowok bermain baseball dan anak cewek Cuma duduk-duduk menonton. Dari sisi lapangan aku melihat Aran yang berkonsentrasi memegang pemukul. Bersiap memukul bola yang dilemparkan kakak kelas yang menjadi pitcher.
Keren? Anak cengeng itu? Bagaimana mungkin?
Bola memantul jauh. Aran berlari sekuat tenaga.
Sampai ke base terakhir. Tim kelas kami kembali mencetak angka.
Aran melompat girang. Menatap ke arahku. Menyunggingkan senyum cerahnya. Matahari memantulkan butiran keringat yang menggantung di ujung rambutnya yang hampir setengahnya tertutup topi.
Aku mengacungkan ibu jariku.
Pipiku memerah, perwujudan dari berbagai perasaan yang kini berkecamuk di dadaku. Bangga. Senang. Dan ada perasaan lain.
Berdebar-debar. Dadaku sakit seperti mau meledak.
Siang itu pelajaran olahraga di kelas 6, aku sadar bahwa sahabatku ini bukanlah teman kecilku yang dulu lagi.
Dia bukan lagi anak cengeng yang menerima semanggi berdaun empatku dengan girang.
Dia sudah menjadi anak laki-laki.
Dan aku rasa aku jatuh cinta pada anak ini.
*****
“Ah~ Aran itu keren sekali ya.” Akame menghentikan kegiatannya merapikan buku pelajaran. Ia menoleh ke belakang. Bergabung dengan obrolan teman-teman sekelasnya. “Apa Akame juga melihatnya begitu?” Tanya mereka. Akame Cuma tertawa.
“Benar-benar seperti pangeran, ne?”
“Aku membayangkan gadis seperti apa yang disukainya.”
Akame mencondongkan tubuhnya. Mulai tertarik dengan pembicaraan anak-anak cewek ini.
“Tentu saja tipe heroine di Shoujo manga kan?”
“Ah, iya juga.”
“Memangnya gadis seperti itu ada di dunia nyata?”
Gadis-gadis itu tertawa.
Aku bertekad untuk menjadi heroine.
Menjelma menjadi cinderella yang merebut hati sang pangeran.
*****
“Aran ohayou!” Akame menyapa pemuda 16 tahun yang sedang mengunci pagar rumahnya dengan manis. “Kalau tidak cepat-cepat nanti terlambat loh.” Dia mengingatkan.
“Ah, un.”Aran mengangguk seadanya. “Kuncinya macet lagi. Uh...” Dia sedikit mengeluh. Berkutat dengan kunci dan gemboknya tanpa melihat ke arah gadis itu.
Akame terlihat ragu-ragu. “Kalau begitu, aku duluan ya...”
“Iya.”
Gadis itu berjalan meninggalkan anak laki-laki itu. Ia memegang puncak kepalanya, menyentuh pita rambut yang disematkannya di poninya yang dijepit ke atas.
Pitaku bagus kan?
Pagi itu gadis itu berjalan sendirian. Seperti pagi-pagi sebelumnya sejak upacara kelulusan di SMP.
Semuanya telah berubah.
Persahabatan itu memang tidak selamanya kan.
*****
“Ohayou..” Akame menyapa teman-temannya begitu gadis itu memasuki ruang kelas. Ia menghampiri bangku yang dikerumuni gadis-gadis yang merupakan sahabat baiknya. “Ohayou,” Akame mengucapkannya sekali lagi.
“Ah, Akame-chan! ohayou!” Mereka membalas sapaan Akame riang. Memberi tempat bagi gadis itu untuk duduk di kursinya.
“Lihat apa?” Akame mengintip majalah yang terbuka lebar. Terlihat gadis-gadis imut dengan pakaian lucu disana. “Model baru?” Tanyanya sambil menunjuk salah satu gadis.
“Un, dia baru menang miss seventeen tahun ini. Kawaii deshou?” Jawab Akari, salah satu dari temannya dengan bersemangat. “Tapi menurutku lebih cantik Akame.” Katanya sambil tertawa. “Benar kan?” Tanyanya meminta persetujuan.
Semua mengangguk.
Akame tertawa. Mereka terlalu berlebihan.
“Ohayou.” Obrolan mereka terhenti sebentar oleh suara anak laki-laki yang baru saja memasukki kelas.
“Ohayou Aran-kun!” Akari menyapa ramah ketika pemuda itu melewati meja mereka. Yang disapa Cuma mengangguk dengan senyuman singkat.
“Kakkoii~~” Pekik Akari setelah dirasanya Aran sudah menjauh. “Akame beruntung sekali punya teman kecil sepertinya.” Katanya. Akame Cuma menyunggingkan senyuman manisnya.
Ya aku beruntung ya?
“Bukankah Akame cocok sekali dengan Aran?” Tanya Waka sedikit menggoda Akame. “pangeran dan sang puteri.” Lanjut Waka. Tak ayal membuat semburat merah muncul di pipi gadis itu.
“Kalian ini bicara apa sih?” Seru Akame gugup. “Kami Cuma teman. Dari dulu begitu.” Elaknya buru-buru.
“Benarkah?” Akari ikut menggoda Akame. “Ne, Aran-kun. Apa benar kalian Cuma teman? Punya teman kecil secantik ini apa kau tidak menyukainya?” Dia berbalik. Bertanya main-main pada Aran yang duduk di barisan depan.
Seketika kelas menjadi ramai oleh sorakan anak-anak yang menggoda Aran dan Akame.
Brak.
“Memuakkan.” Geram Aran. Kemudian pemuda itu berjalan keluar tanpa memandang Akame ataupun anak-anak di kelas itu.
“....jahat.....” Akari akhirnya memecah keheningan dengan suara bergetar.
“Kamu juga sih,” Akame tertawa. “Sudahlah, kalian sudah belajar untuk tes kimia nanti? Jam pertama loh~”
Ucapan Akame barusan mengubah suasana tegang di kelas itu menjadi kepanikkan anak-anak yang kini ribut ngebut menghafalkan sederetan baris molekul.
“AKAMEEEEE KENAPA TIDAK BILANG DARI TADI???”
*****
Jam istirahat.
Akame menolak ajakan teman-temannya untuk makan siang di kelas. Gadis itu justru merebahkan tubuhnya di lantai ruang senam yang dingin. Menghabiskan waktunya sendirian.
“Hah~ memuakkan ya..” Gumamnya. Ia menoleh ke samping. Memandangi wajahnya yang terpantul dari cermin yang melapisi ruangan itu. Ia bangkit dari posisi rebahnya. Duduk bersila menghadap cermin.
Apa yang salah dari dirinya.
Akame memperhatikan gadis 16 tahun yang balas memandangnya.
Ia memegang rambutnya. Yang membingkai wajahnya dengan sempurna. Riasan wajahnya sempurna. Dan dia berusaha semaksimal mungkin agar pakaian yang dikenakannya tidak ketinggalan zaman.
Gadis itu berdiri. Memandangi pantulan tubuhnya yang terbalut seragam sekolah. Tidak gendut.
Dia cantik. Akame tahu, semua orang tahu.
Dia juga yakin tes kimianya tadi mendapat nilai sempurna. Tentu saja. dia belajar dari seminggu yang lalu demi tes ini.
Dia juga berusaha membuat dirinya pintar. Selalu menempatkan dirinya di peringkat atas.
Dan gadis itu selalu menjaga sikapnya. Bertingkah sopan dan selalu tersenyum.
Apa yang salah?
Sosok yang sempurna. Heroine yang dikagumi semua orang.
Gadis itu berpaling. Menolak untuk memandangi pantulan dirinya lebih lama. Ia menjatuhkan dirinya, membenamkan wajahnya diantara kedua lututnya yang dipeluk erat-erat. Seerat dirinya yang menahan air matanya yang akan jatuh.
Aku ini Heroine yang menyedihkan.
Jam istirahat, siang itu. Sang Cinderella menangisi sepatu kaca yang dengan sengaja dipecahkan pangeran sebelum menyentuh kakinya.