Dark and Bright [Chapter XIII Part 1]

Aug 26, 2010 21:47



-Hyemin POV-

Sudah beberapa hari Taemin benar-benar tidak bicara padaku. Ia benar-benar serius dengan kata-katanya malam itu. Sekalinya kami bicara, lagi-lagi ujungnya dia menyalahkanku soal IU. Dan akhirnya aku tahu dari mulutnya sendiri bahwa semua ini berawal karena IU ditolak oleh Hyukjae pergi ke ulangtahun Yoona bersama-sama. Tentu saja karena Hyukjae sudah memilihku.

“Dia lagi labil, itu aja. Masa sih dia bisa musuhin kakaknya sendiri?” kata Jiyeon menenangkanku ketika ia berkunjung ke rumahku sore ini dan menyaksikan bagaimana Taemin tidak menganggapku ada, Bahkan tidak menoleh saat kupanggil.

“Kau tidak tahu dia dan posisinya,” keluhku putus asa. “Dia sangat menyayangi IU sejak lama, tapi IU selalu hanya menganggapnya adik. Makanya satu-satunya jalan agar ia bisa memberikan perasaannya pada IU  adalah dengan menjaga kebahagiaan IU. Taemin pernah bilang padaku kebahagiaan IU adalah yang terpenting untuknya. Ia tidak akan membiarkan siapapun merusaknya.”

“Tapi kan bukan salahmu Hyukjae memilihmu,” kata Jiyeon lagi.

“Aku tahu, aku sudah berkali-kali mengatakan hal itu pada diriku sendiri, tapi tetap saja, Jiyeon. Aku dan Taemin tak pernah bertengkar sebelum ini, kami sangat dekat. Dan keadaan seperti ini menyiksaku.”

“Lalu kau mau apa?” tanya Jiyeon. “Kalau kau mengurungkan pergi dengan Hyukjae gara-gara ini, aku yang akan marah denganmu.”


“Lalu aku harus bagaimana lagi, Jiyeon-ah?” balasku gusar. “Jika kebahagiaan IU adalah yang terpenting untuk Taemin, maka yang terpenting bagiku adalah kebahagiaan Taemin. Lagipula kan tidak seharusnya aku datang ke ulangtahunnya Yoona. Aku kan netral, mana boleh datang ke pesta anak Dark.”

“Hyemin-ah!” seru Jiyeon protes. Wajahnya mengernyit sebal.

Aku mengibaskan telapak tanganku, menyuruh Jiyeon berhenti membahas masalah ini. Aku sudah terlalu pusing dan sedang tidak ingin mendengarkan pendapatnya.

*****

-Hyukjae POV-

Aku duduk di sofa di ruang tengah rumahku sambil menonton film box office yang sedang diputar di salah satu channel tv kabel ku. Ada Donghae di sebelahku yang sedang serius browsing internet dengan laptopnya.

“Yang ini bagus ngga?” tanya Donghae tiba-tiba. Ia menunjukkan sebuah setelan baju pria di layar laptopnya kepadaku. Ia memang sedang mencari paduan baju yang cocok untuknya datang ke pesta ulangtahun Yoona nanti.

“Hmmm,” gumamku tak jelas. Mataku masih serius menonton film di tv. Donghae beberapa kali lagi menunjukkan beberapa setelan baju pria untuknya tapi aku sama sekali tidak menggubrisnya, sampai...

“Hyukkie, yang ini bagus untukmu!” seru Donghae bersemangat.

Akhirnya aku menoleh ke arahnya, “Donghae, ulangtahun Yoona masih 3 hari lagi, kenapa kau begitu repot sih?”

“Hey, memangnya kau tidak mau tampil baik? Terutama kau, Hyukjae, kau kan leader Dark!” jawab Donghae.

“Tak ada hubungannya,” balasku seraya memalingkan perhatianku kembali ke televisi. “Aku tidak perduli.”

“Terhadap Hyemin juga kau tidak perduli?” kata Donghae lagi. Dari suaranya saja ia terdengar jelas sedang mengejekku.

“Kenapa jadi Hyemin?” aku menoleh lagi kearah Donghae yang sekarang sedang cengar-cengir.

“Tidak apa-apa. Pikir saja sendiri,” jawab Donghae lalu dia memalingwan wajahnya kembali ke laptop.

Aish, anak ini. Tapi sepertinya benar juga ya, aku kan harus tampil baik di depan Hyemin. Apalagi Hyemin adalah teman kencanku di pesta nanti. Umm, tapi ngomong-ngomong teman kencan...

“Jieun kemana ya? Sudah 3 hari ini dia tidak masuk sekolah kan?” tanyaku pada Donghae. Jujur aku khawatir pada gadis itu, terutama karena pertemuan terakhirku dengannya tidak berlangsung baik.

“Sakit,” jawab Donghae singkat.

Aku terdiam sejenak, “Sakit....apa?”

Donghae mengangkat bahunya. Tapi aku tahu gerak-geriknya, ia sepertinya tahu sesuatu tapi ia menutupinya dariku.

“Bukan karena itu kan?” tanyaku lagi.

Donghae menarik nafasnya, “Aku sudah pernah bilang kan, tidak seharusnya kau menyebut nama Hyemin di depan IU. Hargai dia.”

“Lalu aku harus bagaimana?” balasku gusar. “Aku kan memang sudah punya Hyemin sebagai teman kencan ke ultah Yoona. Masa aku harus menerima Jieun juga sebagai teman kencanku?”

“Ya paling tidak kan kau bisa mengatakan alasan lain. Aku kasihan pada IU,” jawab Donghae.

“Kau ini sebenarnya berpihak kemana? Bukannya kau yang menyuruhku pergi dengan Hyemin? Sekarang kau menyuruhku pergi dengan Jieun?” tanyaku tak sabar.

“Aku tak menyuruhmu pergi dengan IU!” balas Donghae tak sabar. “Hanya kau harus bisa menjaga perasaan IU. Bagaimanapun juga dia wanita, dia sahabatmu dan dia mempunyai perasaan terhadapmu.”

“Sudah kubilang, Donghae, aku bukan playboy sepertimu,” sahutku.

“Dan sudah kubilang, mengerti wanita bukan berarti playb...”

Aku tak memperhatikan kata-kata Donghae lagi. Ponselku bergetar tanda telepon masuk, dan aku kaget setengah mati membaca nama kontaknya. Aku mengacung-acungkan ponselku pada Donghae, “Hyemin nelfon! Gimana dong?”

Donghae terpaku sejenak membaca caller ID di layar ponselku lalu ikutam berseru, “Cepat angkat, bodoh!”

Perlahan, dengan masih tak percaya memandang layar ponselku, aku menjawab telfon itu, “Y-yoboseyo?”

“Lee Hyukjae?”

Jantungku serasa akan mental keluar dari tempatnya. Aku mendengar suara bidadari. Dan sekali lagi aku menjawab, “N-ne?”

Hening sejenak, sebelum akhirnya suara gadis itu terdengar lagi di telingaku, “Be-besok, aku ingin bicara denganmu di sekolah. Bisa?”

Aku termenung sejenak mendengar suara indah itu, “Bisa. Memangnya ada apa?”

“Aku ingin bicara,” ulang Hyemin menegaskan. “Tapi besok.”

“Oh, yaudah. Waktu istirahat?” tanyaku sekasual mungkin.

“Ne. Temui aku di ujung koridor lantai 3 dekat kelasku,” balas Hyemin lagi.

“Okay,” jawabku. Jantungku berdetak semakin cepat.

*****

-IU POV-

Aku memaksakan diri ke sekolah hari ini. Sudah 3 hari aku tidak ke sekolah. Aku mengaku pada semua orang termasuk ibuku bahwa aku tidak enak badan. Sepertinya hanya Tuhan yang tahu bahwa sebenarnya hanya hatiku yang sakit. Dan bahwa satu-satunya alasanku tidak masuk sekolah adalah karena aku tidak ingin bertemu Lee Hyukjae.

-FLASHBACK-

“Oppa, kau diundang ke ulangtahunnya anak kelas 1 itu ngga?” tanyaku.

“Maksudmu Yoona? Iya, aku diundang,” jawab Hyukjae. Ia duduk di sebelahku di salah satu meja kantin sambil memakan makan siangnya. Donghae ada di depan kami.

“Dia mewajibkan undangannya membawa pasangan kan,” kataku sambil menarik nafasku. Aku tidak tahu harus darimana memulai pembicaraan ini.

“Iya,” jawabnya singkat.

“Aku...” ujarku pelan. “Tidak tahu harus pergi dengan siapa.”

“Loh kenapa? Kau punya banyak teman laki-laki kan?” balasnya lagi. Ia tidak terlalu memperhatikanku, dan masih menekuni makan siangnya.

“Aku ingin datang denganmu, oppa,” kataku akhirnya. Ya Tuhan, akhirnya aku mengatakannya.

Hyukjae akhirnya menoleh kearahku, “Tapi...aku akan datang dengan Hyemin...”

Aku terdiam. Hatiku perih.

-FLASHBACK END-

Itu terjadi 4 hari yang lalu. Dan sejak saat itu aku berusaha menghilangkan diri dari Hyukjae. Melihatnya saja membuat hatiku sakit.

Beban di dadaku sedikit lebih ringan ketika sorenya aku menceritakan itu semua kepada Taemin. Sejak dulu hanya kepada Taemin aku menceritakan semua perasaanku pada Hyukjae. Walaupun sekarang kakak Taemin adalah penyebab sakit hatiku dan aku merasa tidak enak pada Taemin, tetapi hanya Taeminlah tempat dimana aku bisa menceritakan semuanya. Aku merasa hanya Taemin yang bisa mengerti aku.

Aku menghela nafasku dengan berat sambil melangkah pelan menuju toilet di dekat tangga. Aku memang sudah berusaha mengikhlaskan Hyukjae dengan Hyemin. Aku berusaha mendoktrin pikiranku bahwa jika Hyukjae bahagia maka aku akan bahagia. Tapi aku manusia biasa, dan aku tidak dapat menyembunyikan rasa dalam hati kecilku. Taemin dapat menebak dengan jelas bahwa masih ada rasa cemburu di hatiku pada kakaknya.

Aku berbelok menuju toilet dan aku terhenti disana. Mataku terpaku pada sosok dua orang yang berdiri di dekat tangga. Lee Hyukjae sedang memegang tangan Lee Hyemin dengan pancaran mata yang nyaris tak pernah aku lihat sebelumnya. Pancaran mata itu hanya pernah aku lihat saat Hyukjae membicarakan orangtuanya. Pancaran mata rindu dan penuh kasih sayang.

Aku mencengkeram dadaku. Dalamnya terasa perih. Mataku juga terasa panas. Aku berbalik dan  segera pergi dari tempat itu sebelum dua orang itu menyadari kehadiranku.

*****

-Hyukjae POV-

Aku duduk di pangkal tangga sambil bersenandung menghilangkan rasa gugupku menunggu Hyemin. Dan akhirnya gadis itu datang. Aku bangkit dari dudukku.

“Anyeong,” sapanya dengan senyum.

Aku menarik nafas, mengagumi senyumnya dalam hati, “Anyeong.”

Selama beberapa saat kami berdua diam dan hanya berpandangan canggung. Hyemin menggigit bibirnya. Aku meremas-remas kedua tanganku di belakang punggungku.

“Kau ingin bicara apa?” tanyaku akhirnya.

Hyemin terlihat berpikir sejenak, mungkin menyusun kalimat yang cocok, lalu akhirnya berkata, “Aku tidak ingin pergi denganmu ke pesta ulangtahun Yoona nanti.”

Aku menatap Hyemin tak berkedip. Aku salah dengar kan? “A-apa?” tanyaku.

“Aku tidak ingin pergi denganmu,” ulang Hyemin lagi. Kali ini lebih cepat tetapi dengan volume lebih pelan.

“T-tapi...” aku masih mencerna kata-kata Hyemin di otakku. “La-lalu kau akan pergi dengan siapa?”

“Aku tidak akan pergi. Itu pesta anak Dark kan? Aku kan bukan anak Dark,” jawabnya lagi.

Aku diam, memandangnya tak percaya. Aku tak mempercayai pendengaranku.

“Aku hanya ingin bicara itu. Permi...”

Aku menahannya pergi. Aku menggenggam tangan mungilnya seerat mungkin, “Kau tidak pergi hanya karena kau bukan anak Dark?”

Hyemin tak menjawab.

“Lalu kalau aku melepas jabatanku sebagai leader Dark, apa kau akan pergi denganku?” tanyaku lagi. Aku mulai kehilangan akal sehatku. Ini jalanku untuk mendekatinya dan aku akan kehilangan ini begitu saja? Aku tidak bisa membiarkannya.

Hyemin memandangku kaget, “Kau tidak menganggap pesta ini segitu pentingnya kan, sampai kau harus melepas jabatanmu?”

“Bukan pesta ini yang penting untukku,” ujarku. Kau yang penting untukku! Aku menjerit dalam hati tapi, sial, lidahku kelu saat ingin mengatakannya.

“Lalu lepaskan aku,” balas Hyemin setelah mendengar jawabanku. “Dan jangan dekat-dekat denganku lagi.”

Aku semakin tak mengerti, “Kenapa kau tiba-tiba begini? Apa aku ada salah padamu?”

“Kau banyak salah padaku,” jawab Hyemin sungguh-sungguh. “Tidak ingat? Kita sejak dulu kan tidak pernah akur.”

“Lee Hyemin, aku serius.”

“Aku juga serius, Lee Hyukjae,” tukasnya. Tapi kali ini ia terdengar tidak begitu yakin. “Jangan dekati aku lagi. Aku tidak bisa bergaul dengan anak Dark.”

Aku mendengus, “Kalau alasanmu adalah soal golongan, asal kau tahu, aku bisa melepasnya sekarang juga. Lagipula kau bergaul dengan Jiyeon. Dia juga anak Dark kan?”

Hyemin tidak menjawab.

“Kau tetap harus pergi ke pesta Yoona denganku. Kau tidak boleh menjauh dariku,” ujarku tegas. Ia memandangku dengan ekspresi aneh, namun aku tahu dia setuju. Aku memegang tangannya yang masih berada dalam genggamanku lebih erat.

****

-Hyemin POV-

Aku berdiri di depan Hyukjae. Aku hendak pergi tapi tangannya menahanku. Aku bersumpah seolah ada aliran listrik yang mengalir di dalam tubuhku ketika ia memegang tanganku.

Aku tahu alasanku untuknya tidak masuk akal. Aku tidak mungkin memberitahukan alasanku untuk menjauh darinya sebenarnya adalah karena tidak ingin melihat Taemin sakit melihat orang yang disayanginya tersakiti olehku. Seharusnya aku bisa membuat alasan yang lebih masuk akal. Tapi aku kehilangan akal sehatku dibawah tatapannya. Aku tahu aku tidak bisa meninggalkannya. Aku tahu aku ingin melewatkan pesta ulangtahun Yoona dengannya. Bagaimanapun juga itu akan menjadi momen penting untukku.

“Kau tetap harus pergi ke pesta Yoona denganku. Kau tidak boleh menjauh dariku,” ia berkata sambil memandangku dengan tegas. Aku terdiam. Tapi aku yakin dia bisa menangkap bahwa aku menyetujui pernyataannya.

Tuhan, aku juga tidak mau jauh darinya. Oke, maaf Taemin, tapi sepertinya aku juga perlu memikirkan kebahagiaanku sendiri.

*****

-Jiyeon POV-

“Sudah jangan terlalu dipikirkan,” kata Donghae yang duduk disebelahku di bangku kelasku sementara aku bercerita kepadanya tentang Hyemin dan rencananya untuk menjauh dari Hyukjae karena Taemin. “Mereka pasti tak akan terpisahkan. Percaya padaku.”

“Kenapa kau begitu yakin?” tanyaku cemas.

“Aku tahu Hyukjae. Dia saja tidak mudah melepaskan benda kesayangannya, apalagi melepaskan Hyemin. Dia sudah mulai merasa memiliki Hyemin, jadi aku jamin dia tidak akan melepaskannya begitu saja, apalagi dengan alasan Hyemin seperti itu,” ujar Donghae.

“Aku juga tak yakin Hyemin akan benar-benar berani melepaskan Hyukjae oppa. Dia kelihatannya mulai menaruh perasaan terhadap Hyukjae oppa,” tambahku.

“Nah,” kata Donghae sambil tersenyum dan menjentikkan jarinya. “Jadi kita tidak perlu cemas!”

Aku mengangguk-angguk setuju.

“Yang perlu kita cemaskan adalah ini,” kata Donghae tiba-tiba. Ia menunjuk ponselku yang berada diatas meja diantara siku kami. Aku mengambilnya, Yoo Seungho dari kelas XI memanggilku.

“Yoboseyo?” jawabku.

“Jiyeon-ah!” seru Seungho dari seberang telepon. “Kau sekolah kan? Nanti pulang bareng ya?”

“Pulang bareng?” ulangku. Aku merasa disebelahku Donghae memasang muka masam sambil menopang dagunya.

“Iya,” jawab Seungho lagi. “Mau ya?”

“Yaudah. Tunggu di halte ya,” balasku. Seungho menyahut menyetujui lalu memutus telponnya. Aku menaruh kembali ponselku diatas meja.

“Pulang bareng sama anak Bright itu lagi?” tanya Donghae. Nada suaranya terdengar sedikit kesal.

Aku mengangguk.

“Kenapa harus dia sih? Dan kalian kan beda golongan!” kata Donghae.

Aku tak tahu harus menjawab apa. Aku hanya nyengir tak jelas tujuannya.

“Sudah beberapa kali kau pulang dengannya. Kau tahu, kau sudah melanggar aturan Dark dan Bright. Kau kan tidak boleh sering-sering bergaul dengan anak Bright, apalagi pulang bareng,” tambah Donghae lagi.

Aku tersenyum merayunya dengan puppy eyes ku, “Tapi kau akan melindungiku dari aturan itu kan, oppa?”

Donghae merengut, “Aku melindungimu, bukan dia, ya. Dan aku tidak bisa terus-terusan melindungimu jika kau terus-terusan pulang dengannya.”

“Lalu aku harus bagaimana? Dia kan tetangga rumahku. Aku tidak punya alasan untuk menolak pulang bersamanya,” jawabku. Aku mengerucutkan bibirku.

“Jadi aku harus pindah ke sebelah rumahmu, ya, untuk mengantarmu pulang?”

“Hah?” tanyaku tak mengerti.

“Sudahlah, aku mau ke kelas,” sahut Donghae seraya bangkit dari duduknya. “Kabari aku jika ada perkembangan dari Hyukjae dan Hyemin.”

Aku mengangguk, lalu memandang punggung Donghae yang berjalan keluar kelasku. Ini perasaanku saja atu apa ya? Benarkah Donghae sedikit kesal ketika membicarakan Seungho?

*****

-Jiyeon POV-

Aku berjalan di samping Seungho dari halte bus menuju rumah kami yang bersebelahan.

“Kita tidak boleh sering-sering pulang berdua, tau. Kita kan beda golongan,” kataku tiba-tiba, teringat perkataan Donghae.

Seungho menoleh memandangku, “Memang ada yang tahu kita pulang berdua?”

Aku mengernyit memandangnya, “Menurutmu bagaimana? Kita kan ketemuan di halte depan sekolah, dan disitu masih banyak anak SMA  Haneul.”

Seungho tertawa, “Biarkan saja lah. Aku punya back up-an kok.”

“Back up-an?” ulangku bertanya.

Seungho mengangguk, “Leader Bright. Aku yakin dia tidak akan membiarkanku kena sanksi apapun.”

Aku membulatkan mulutku tanda mengerti, “Memangnya kau dekat dengan Nichkhun?”

“Cukup dekat,” jawab Seungho. “Aku juga bisa memback up-mu kalau kau mau.”

“Aku juga sudah punya orang yang akan mem-back up-ku,” jawabku.

“Siapa?” tanya Seungho ingin tahu.

“Lee Donghae,”

Seungho mengernyit, “Sekutunya Lee Hyukjae itu? Kalian dekat ya?”

“Cukup dekat,” balasku dengan nada yang sama dengan jawaban Seungho. “Dan tolong jangan bicarakan leaderku dengan nada seperti itu.”

“Maaf,” sahut Seungho tapi tak ada nada menyesal dalam suaranya. “Aku sebal melihat gayanya. Lagipula dia yang sudah merebut pujaan hati Nichkhun.”

Sekarang aku yang mengernyit, “Pujaan hati Nichkhun? Sejak kapan Hyukjae dekat dengan Victoria?”

Seungho menutup mulutnya dengan shock. Aku menahan tawaku. Aku tahu dia keceplosan mengatakan sesuatu yang tidak seharusnya dia katakan.

“Sudah, katakan saja. Aku juga tidak akan memberitahukannya pada siapapun,” ujarku.

Seungho terlihat menimbang-nimbang, lalu akhirnya dia berkata, “Memang bukan Victoria.”

Aku mati-matian menahan tawaku. Cowok ini benar-benar gampang dipancing, “Lalu siapa?”

“Temanmu, Lee Hyemin,” jawab Seungho.

Aku tercengang, “Nichkhun masih menyukainya?”

Seungho mengangguk, “Sangat. Sekalipun dia bilang dia sudah menjauhi Hyemin, dia selalu memperhatikan Hyemin dari jauh selama ini. Dia tahu Hyemin sekarang dekat dengan Hyukjae.”

“Tapi kan Nichkhun punya Victoria?” ujarku lagi. Aku benar-benar penasaran dengan perasaan Nichkhun sebenarnya.

“Ia tidak sepenuhnya untuk Victoria. Ada sesuatu yang membuatnya harus terus bertahan dengan Victoria,” jawab Seungho. Kemudian ia terhenti sejenak. “Sudah jangan tanya lagi.”

Aku tersenyum geli. Jelas terlihat Seungho tidak mau membeberkan rahasia Nichkhun karena mulut besarnya.

“Yang jelas Nichkhun sangat suka pada Hyemin,” kata Seungho lagi. “Dan aku kasihan melihat Nichkhun tertekan melihat pujaan hatinya dekat dengan orang lain sementara ia tidak bisa berbuat apa-apa.”

Aku terdiam memikirkan hubungan Hyukjae dan Hyemin. Semoga Nichkhun tidak berbuat macam-macam. Karena akan semakin berat perjuangan yang harus mereka hadapi. Dan semakin berat pula perjuangan aku dan Donghae menyatukan mereka.

“Dan aku juga tidak suka melihat kau dekat dengan sekutunya, si Lee Donghae itu,” tambah Seungho.

Aku meliriknya sekilas sambil mendengus. Memangnya aku perduli kalau kau tidak suka dengan Donghae?

*****

fanfiction, dark and bright

Previous post Next post
Up