Dark and Bright [CHAPTER XXVII]

Mar 25, 2011 12:18


 CHAPTER XXVII
-Nichkhun POV-

Aku sedang duduk di meja belajarku menghadapi tugas-tugas sekolahku ketika ponselku yang berada tak jauh dari jangkauanku berbunyi tanda pesan singkat masuk. Aku meraih ponselku dan membaca pesan itu.

From: Lee Hyukjae
Aku sudah puas bermain dengan tuan puterimu seharian ini. Jemput dia di akuarium COEX mall. Kau urus saja dia. Aku lelah sekali dengan kelakuannya.

Aku terpaku membaca pesan singkat itu. Aku tahu tuan puteri yang dimaksudnya adalah Lee Hyemin. Sejenak aku menimbang apakah aku harus benar-benar kesana atau tidak. Tapi aku benar-benar tidak sanggup membayangkan Hyemin sendirian disana. Aku bangkit dari kursiku lalu memakai mantelku dan keluar dari kamarku.

*****

-Hyemin POV-

Tanganku masih dipegang erat oleh Nichkhun. Ia membawaku ke parkiran COEX mall dan terus berjalan membawaku berjalan ke motornya. Aku masih tidak bisa berpikir. Aku tidak mengerti harus berbuat apa semenjak ditinggal di akuarium itu. Yang aku ingat hanya Hyukjae menyuruhku untuk menuruti orang yang menemuiku setelahnya, dan aku mematuhinya. Aku membiarkan Nichkhun menarikku hingga akhirnya kami berhenti di samping motornya.

"Naiklah," ujar Nichkhun. "Aku antar kau pulang."

Masih tidak tahu apa yang harus aku lakukan, aku menerima helm yang diberikan Nichkhun dan memakainya. Nichkhun menaiki motornya dan tanpa menyadari apa yang aku lakukan, aku naik di belakangnya tanpa bicara. Nichkun mulai mengendarai motornya keluar dari COEX mall.

Sepanjang perjalanan keluar dari mall itu, aku masih belum bisa membenahi otakku. Pandanganku kosong. Kepalaku seolah baru saja terbentur oleh benda yang begitu keras dan seolah aku kehilangan semua isinya.

Dan tiba-tiba wajah orang itu muncul di otakku. Ekspresi wajahnya saat pertama bertemu aku, saat aku menanyakan arah kelas padanya. Ekspresinya saat menyelamatkan aku dari geng yang hampir mencelakaiku sepulang sekolah. Ekspresinya ketika ia bernyanyi untukku di pesta ulangtahun Yoona. Ekspresinya ketika pertama kalinya dia menyatakan perasaannya di malam itu juga. Eskpresinya ketika memberikan kalung penguin padaku. Ekspresinya yang begitu bahagia di kebun binatang tadi siang. Ekspresinya setelah memelukku di akuarium tadi...

"Berjanjilah padaku kau tidak akan pergi kemana-mana, dan kau harus mempercayai ucapan orang yang akan kau temui pertama kali setelah ini. Apapun yang dia katakan kau harus mempercayainya dan kau harus menurutinya,"

Kata-katanya masih terngiang di telingaku. Orang yang pertama kali kutemui setelahnya ada Nichkhun. Jadi aku harus menuruti Nichkhun? Apa Hyukjae sudah mengaturnya? Astaga Hyukjae, permainan apa ini?

Aku menangis di balik helm yang kupakai. Aku tahu Nichkun merasakan guncangan tubuhku akibat tangisanku karena ia menoleh sekilas sebelum kembali lagi memandang kedepan.

Aku berusaha menjernihkan pikiranku. Dari ekspresi Hyukjae terakhir tadi aku tahu pasti ada yang tidak beres. Aku dapat melihat seolah ia sedang melakukan hal yang paling tidak ingin dan tidak bisa dilakukannya. Tapi aku tidak mengerti mengapa Hyukjae melakukan itu...

"Kau akan berjanji padaku, kau tidak akan melepaskannya dan akan selalu berjuang bersamanya kan?" Tiba-tiba suara lain muncul di kepalaku.

Ya. Astaga Lee Hyemin. Kenapa kau begitu bodoh dengan menuruti saja kemauannya? Kau dapat mengetahui dia sedang mengalami masa-masa berat dari raut wajahnya. Tetapi kenapa kau meninggalkannya dan malah pergi dengan laki-laki ini?

"Turunkan aku," ujarku pada Nichkhun.

"Apa?" Tanya Nichkhun kaget, ia berusaha menoleh melihatku tapi tetap menjaga pandangannya ke depan.

"Turunkan aku!" Kali ini aku berseru.

"Tapi kau harus pul..."

"Turunkan aku atau aku loncat sekarang!!!" Jeritku. Aku sudah kehilangan akal sehatku. Aku hanya ingin bersama Hyukjae.

Nichkhun akhirnya menurutiku. Ia menghentikan motornya di pinggir jalan saat itu juga. Aku meloncat dari motor Nichkhun lalu mencopot helm di kepalaku dan menjejalkannya ke pangkuan Nichkhun. Kemudian aku berjalan. Sejujurnya aku tidak tahu harus kemana, tapi yang aku mau hanya bersama Hyukjae sekarang. Aku harus menemuinya.

"Lee Hyemin, kau mau kemana?" Seru Nichkhun. Aku tidak menggubrisnya dan terus berjalan.

Sesaat kemudian seseorang memegang pergelangan tanganku.

"Lepaskan aku!" Seruku sambil menggeliat melepaskan tanganku, tapi pegangan itu terlalu kuat.

"Katakan padaku, kau mau kemana?" Tanya orang itu yang tak lain adalah Nichkhun. Saking kuatnya ia mencengkeram tanganku ia berhasil membuatku berhenti berjalan.

"Sakit," ujarku pelan. Aku memandang tanganku yang dipegangnya.

Nichkhun tidak menggubrisku, "Kau mau kemana?" Desaknya.

"Memangnya itu urusanmu?? Lepaskan aku!!!" Balasku. Sesaat aku mengingat pesan Hyukjae bahwa aku harus menuruti orang ini. Tapi aku tidak mau. Yang aku mau hanya Hyukjae.

"Kau memang urusanku!" Balas Nichkhun. "Kau pikir aku akan mebiarkanmu begitu saja berjalan di tengah kota malam hari begini???"

"Aku bisa mengurusi diriku sendiri!" Aku masih berusaha melepaskan diri dari cengkeramannya. Pergelangan tanganku benar-benar sakit sekarang.

"Aku tidak akan membiarkanmu pergi apalagi jika untuk menemui orang itu," sahut Nichkhun dingin. Ia sudah dapat menebak pikiranku.

"Sudah kubilang bukan urusanmu!"

"Jelas urusanku karena bajingan itu sudah memberikanmu padaku!" Seru Nichkhun keras. Aku dapat membaca amarah di mata nya saat ia menyebut 'bajingan itu'.

"Ada hak apa kau bicara begitu?!" Tanyaku kaget sekaligus marah.

"Dia bilang dia sudah bosan bermain-main denganmu. Dia tidak pernah serius denganmu, bahkan dia menyebutmu dengan kata yang sama sekali tidak pantas untukumu. Aku masih tidak punya hak itu menyebut dia bajingan???" Seru Nichkhun. Ia benar-benar marah, dan aku dapat membaca ia sedang tidak berbohong.

Aku terdiam sejenak, "Kau bohong. Kau mengatakan itu hanya karena kau membenci Lee Hyukjae, iya kan???" Balasku. Aku meneteskan air mataku. Sesungguhnya aku amat takut jika yang dikatakan Nichkhun itu benar. Aku tidak pernah bisa menebak Hyukjae, dan tidak menutup kemungkinan bahwa Nichkhun sedang berkata jujur.

"Kau butuh bukti?" Tanya Nichkhun. Akhirnya ia melepas tanganku. Tanganku menggantung lunglai di samping tubuhku.

'Tidak, aku tidak ingin bukti,' jeritku dalam hati. Aku takut omongan Nichkhun itu benar.

Nichkhun mengambil ponselnya dan sesaat ia memencet beberapa tombolnya sebelum ia menunjukkan layarnya padaku.

Aku sudah puas bermain dengan tuan puterimu seharian ini. Jemput dia di akuarium COEX mall. Kau urus saja dia. Aku lelah sekali dengan kelakuannya.

Hatiku mencelos. Aku bisa membaca pesan singkat itu dikirim dari nomor Lee Hyukjae. Aku tidak mampu lagi menahan airmataku. Lututku terasa begitu lemas, dan sebelum aku jatuh, Nichkhun menangkap tubuhku.

"Itulah mengapa kau adalah urusanku, Lee Hyemin," ujar Nichkhun pelan. Gerakan tubuhnya seakan mau memeluk dan mengelus kepalaku, tapi ia ragu-ragu.

Aku sesenggukan. Aku tidak percaya Hyukjae seperti itu. Aku tidak percaya...

"Jangan pernah mencari bajingan itu lagi. Aku tidak mau kau menyakiti dirimu sendiri," lanjut Nichkun lagi.

Aku menangis semakin keras dan Nichkhun sudah tidak tahan untuk tidak memelukku. Ia mengelus kepalaku, "Tenanglah... Aku tahu aku tidak bisa menjanjikan apa-apa padamu. Tapi aku tidak akan mebiarkanmu menderita."

*****

-Hyukjae POV-

Aku duduk di meja makan rumah Donghae sambil tersenyum melihat keluarga Donghae yang sudah kembali seperti sediakala. Itu adalah malam pertama ayah Donghae kembali ke rumah dan berkumpul kembali dengan keluarganya setelah 1 minggu lebih ditahan di kantor polisi. Tuntutan kepada perusahaannya resmi dicabut setelah aku menjamin ayahku bahwa aku sudah tidak ada hubungan dengan Hyemin. Ayahku langsung mengabari XO Group dan mereka mencabut bersih semua tuntutan untuk ayah Donghae.

Malam ini adalah perayaan kembalinya ayah Donghae ke rumah. Aku, Jiyeon dan tunangan kakaknya Donghae diundang ke makan malam kecil di rumah mereka.

"Untuk kembalinya ayah ke rumah kita," ujar Donghwa-kakak Donghae-sambil mengangkat gelas wine nya.

Seluruh orang yang duduk mengelilingi meja makan itu juga mengangkat gelasnya. Semua terlihat tersenyum amat bahagia. Aku memaksakan ikut tersenyum, walaupun aku masih bisa merasakan ada bagian yang masih terasa perih di hatiku. Aku kehilangan penguinku.

Aku minta pamit keluar ke halaman belakang dengan dalih mencari hawa segar ketika makan malam sudah selesai. Aku butuh waktu untuk tidak berpura-pura tersenyum selama beberapa saat. Aku duduk di bangku teras belakang rumah Donghae. Aku menopang kepalaku dengan kedua tangan yang bertumpu pada lututku.

"Hyukkie,"

Aku mendongak. Donghae. Aku tersenyum padanya. Sejak pacaran dengan Jiyeon dia tidak pernah lagi memanggilku seperti itu.

"Donghae-ah," balasku.

Donghae balas tersenyum dan ia duduk di sebelahku, "Maafkan aku."

"Maaf untuk apa?" Tanyaku.

"Maaf karena aku marah padamu padahal ini bukan salahmu. Maaf aku berhari-hari tidak bicara padamu," jawab Donghae.

Aku tersenyum sambil menepuk-nepuk punggungnya, "Kau tidak salah apa-apa."

"Bagaimana ayahmu bisa mencabut semua tuntutannya begitu saja?" Tanya Donghae.

Aku terdiam sejenak. Membahas ini luka di hatiku terasa nyeri, "Ayahku memberi satu syarat untukku dan aku melakukannya."

"Syarat? Apa?" Tanya Donghae lagi.

"Kau banyak tanya sekali," balasku bercanda.

Donghae mencebil dan aku tertawa.

"Kau tidak perlu tahu syarat itu. Tidak penting," lanjutku sungguh-sungguh.

"Tapi syarat itu tidak meyusahkanmu kan?" Donghae mendesakku. Aku tahu aku sulit untuk berbohong dengannya. Dari raut mukaku saja ia sudah pasti bisa menebak aku sedang mengalami masa sulit.

Aku tersenyum, "Tidak ada yang menyusahkanku selama kau disampingku, Lee Donghae."

Donghae tertawa sambil meninju lenganku. Aku ikut tertawa bersamanya. Tapi hatiku tidak bisa ikut tertawa.

Tuhan, yakinkan aku bahwa aku memilih jalan yang tepat untuk mengorbankan hidupku demi kebahagiaan orang terpentingku…

*****

-Hyemin POV-

Bel istirahat berbunyi. Aku diam di bangkuku tanpa niat sama sekali untuk pergi ke kantin.

"Ayo?" Ajak Jiyeon yang sudah berdiri, siap menggandengku pergi ke kantin.

Aku menggeleng, "Kau saja duluan."

"Aku duluan bagaimana?!" Balas Jiyeon kesal. "Lihat dirimu. Mata bengkak, wajah pucat, dan sekarang kau tidak mau makan?"

"Aku kan sudah bilang aku tidak apa-apa Jiyeon," jawabku lemah.

"Oke kalau kau tidak mau bilang kenapa matamu bisa sampai sebengkak itu, tapi kau harus makan! Ayo!" Jiyeon menarik tanganku agar aku berdiri dan dia berhasil. Akhirnya aku digandengnya ke kantin.

Sebenarnya bukannya aku tidak mau makan. Aku hanya tidak sanggup bertemu orang itu.

Dan benar dia memang ada disana. Dia sudah duduk di bangku kami yang biasanya bersama Donghae dan IU. Kami bertatap mata sekilas setelah ia menyadari kedatanganku ke kantin tapi kemudian ia membuang wajahnya begitu saja. Ekspresinya terlihat begitu dingin. Aku memegang dadaku. Luka di hatiku terasa semakin menganga.

Jiyeon menarikku duduk di tempat itu. Hyukjae berada tepat di depanku tapi seolah ia tidak menganggapku ada. Ia serius memakan makanannya. Donghae dan IU menyapaku dan aku hanya membalasnya dengan senyuman tipis. Aku hanya terus memandangi Hyukjae dengan mataku yang sedikit demi sedikit mulai basah. Benarkah apa yang dikatakan Nichkhun tentangnya?

"Kau tidak punya kerjaan lain selain memandangiku?" Desisnya pelan. Terlalu pelan untuk didengar Donghae dan Jiyeon yang sedang bersemangat menceritakan kegiatan mereka tadi di kelas, juga terlalu pelan untuk IU yang duduk di ujung sisi lain meja itu.

Tapi cukup jelas di pendengaranku. Aku diam saja, masih memandangnya dengan airmata yang mati-matian aku tahan.

"Aku ke kelas duluan ya," ujar Hyukjae yang tiba-tiba berdiri berpamitan pada Donghae, Jiyeon dan IU. "Aku sudah tidak napsu mak..."

Hyukjae berhenti bicara karena tiba-tiba seseorang menarikku keluar dari meja itu. Aku sendiri kaget karena tiba-tiba seseorang memegang tanganku. Tapi aku kenal dengan caranya memegangku. Aku mendongak memandangnya.

"Ayo makan di mejaku," ajaknya. Nichkhun menarikku bangkit dan tanpa daya aku mengikutinya.

*****

-Hyukjae POV-

Dia datang, batinku. Aku harus apa?

Aku sempat bertemu pandang dengannya tapi aku langsung membuang mukaku. Aku tidak sanggup memandangnya. Ketika melihat wajahnya yang sedih, matanya yang sembab dan wajahnya yang pucat yang aku tahu adalah akibat perbuatanku, yang ingin aku lakukan hanya memeluknya erat-erat dan berjanji tidak akan meninggalkannya lagi.

Tapi aku tidak akan bisa melakukan itu. Tidak akan pernah bisa lagi.

Aku sungguh meratapi nasibku ketika Hyemin ternyata duduk di depanku dan terus memandangi aku yang berpura-pura sangat tertarik dengan makananku. Aku ingin sekali mengangkat wajahku, memandang matanya dan melarangnya untuk sedih karena aku juga ingin menangis. Aku tidak sanggup menerima tatapan macam ini...

"Kau tidak punya kerjaan lain selain memandangiku?" Tanyaku akhirnya. Aku berkata begitu pelan karena sesungguhnya aku ragu apakah aku harus mengatakannya.

Hyemin diam saja. Aku tahu dia semakin sakit hati olehku. Mungkin ini baik untukku karena ia pasti tidak akan mau lagi mendekatiku dan ayahku serta XO Group tidak akan kembali mengancam keluarga Donghae. Ah, aku ralat, ini baik untuk Donghae.

Hyemin masih memandangiku. Aku menyadari matanya sudah tergenang oleh airmata. Aku tidak sanggup lebih lama lagi disitu.

"Aku ke kelas duluan ya," pamitku pada Donghae, Jiyeon dan IU. Aku berdiri seolah tidak memperdulikan ada Hyemin disitu. "Aku sudah tidak napsu mak..."

Aku terhenti. Seseorang dengan bros bintang putih di dadanya tiba-tiba menarik tangan Hyemin hingga gadis itu berdiri.

"Ayo makan di mejaku," kata Nichkhun dan ia membawa Hyemin pergi dari mejaku. Keluar dari kawasan meja kantin golongan Dark.

Aku mematung. Aku mengepalkan tanganku kuat-kuat hingga aku merasa kuku-kuku ku menancap di telapak tanganku.

*****

-Hyemin POV-

Nichkhun sudah gila. Ia mengajakku duduk bersama teman-temannya anak-anak Bright. Yang jelas salah satunya adalah Victoria. Masih jelas di ingatanku ketika Victoria nyaris membunuhku dengan keroyokan dari kelompoknya dan sekarang aku harus semeja dengannya?

Victoria memandangku seolah aku adalah alien dari planet asing ketika Nichkhun menyuruhku duduk di meja itu. Terlebih lagi karena tadi Nichkhun memegang tanganku sebelum akhirnya menyuruhku duduk.

Pandangan-pandangan anak-anak Bright lain juga sangat membuatku merasa tidak nyaman.

"Kalau ada yang keberatan dia disini tolong langsung bicara padaku," ujar Nichkhun keras. Semua anak Bright kembali mengalihkan pandangannya dariku. Kecuali Victoria.

"Khunnie..." rengeknya.

"Kalau kau pacarku, kau pasti percaya padaku kan?" Tanya Nichkhun. Ia memandang Victoria yang duduk di sebelahnya.

Victoria diam. Entah kenapa aku merasa dia memang banyak berubah. Tidak sebrutal dan secongkak saat aku baru masuk sekolah ini dulu. Ia membiarkan Nichkhun menemaniku mengambil makananku di kounter dan membiarkanku makan dengan tenang di meja itu. Satu hal lagi yang membuatku sedikit kaget, ia membiarkan Nichkhun mengantarku sampai kelas.

"Kau tidak perlu sampai seperti ini," ujarku saat Nichkhun dan aku sudah berdiri di depan kelasku. "Aku tidak enak dengan Victoria."

Nichkhun tersenyum, "Aku akan menjelaskannya nanti dan dia pasti akan mengerti."

Aku mengangguk pelan, "Tapi sungguh kau tidak perlu sampai seperti ini. Sejahat-jahatnya orang itu dia tidak akan tiba-tiba menyerangku walaupun aku sendirian di sekolah kan."

Nichkhun tertawa, "Tapi aku ingin menjagamu sebisaku."

Aku terdiam. Sepertinya sejak dulu ia masih belum sepenuhnya melepaskanku.

"Aku cuma ingin memastikan kau baik-baik saja," lanjut Nichkhun lagi.

Ia tersenyum lalu mengusap-usap kepalaku, "Jaga dirimu ya," lalu ia melangkah kembali ke kelasnya.

*****

fanfiction, dark and bright

Previous post Next post
Up