Dark and Bright [CHAPTER XXVI Part 1]

Mar 21, 2011 22:44



-Hyemin POV-

Bel pulang sekolah berbunyi. Aku melangkah keluar kelas sendirian. Sudah 3 hari ini Jiyeon tidak masuk sekolah dan tidak bisa dihubungi. Aku berjalan menuju gerbang sekolah dan tak lama kemudian aku bertemu dengan IU dan Hyukjae yang sama-sama berjalan menuju gerbang dari arah yang berlainan denganku. IU melambai padaku dan aku balas melambai padanya. Tapi Hyukjae tidak memandangku sama sekali.

"Donghae mana?" Tanyaku saat aku sudah berjalan bergabung dengan Hyukjae dan IU. Aku bertanya pada Hyukjae, tapi ia seolah tidak menggubrisku. Ia berjalan sambil membuang mukanya dariku.

"Dia tidak masuk," IU yang menjawab. "Entah kenapa."

Aku mengangguk. Aku dapat menyimpulkan ketidak hadiran Jiyeon dan Donghae di sekolah didasarkan oleh alasan yang sama. Aku memperhatikan Hyukjae yang masih tidak memandangku. Ia berjalan menunduk. Tapi aku berusaha tidak mempermasalahkannya.

Kami bertiga sampai di gerbang sekolah dan IU sudah akan berpamitan denganku yang akan pulang dengan Hyukjae seperti biasanya ketika tiba-tiba Hyukjae berkata, "Hari ini kau pulang dengan Jieun saja, Hyemin."


"Apa?" Tanya IU bingung.

Aku diam saja dan hanya memandangnya dengan penuh tanya. Aku tahu ada yang tidak beres dengannya.

Hyukjae akhirnya mengangkat kepalanya-masih tidak memandangku, "Aku ada urusan. Kau pulang dengan Jieun saja."

"Hyukjae, rumah Hyemin tidak searah denganku. Memang kau ada urusan apa? Apa susahnya sih kau mengantar pacarmu sebentar?" Tanya IU dengan nada protes. Ia tidak terima Hyukjae memperlakukanku seperti itu.

Tapi bukan itu yang aku perhatikan sekarang. Setelah Hyukjae mengangkat wajahnya, aku langsung menyadarinya. Ujung bibirnya berdarah.

Aku mengangkat tanganku hendak menyentuh bibirnya, "Hyukjae, kau terluk..."

"Cuma luka kecil," balasnya singkat. Dia menepis tanganku.

Aku tertegun. Begitupun IU. Hyukjae menepis tanganku. Sesuatu yang tidak mungkin terjadi jika tidak ada yang tidak beres.

"Aku duluan ya," lanjut Hyukjae lagi. "Hati-hati di jalan."

Lalu ia pergi begitu saja.

Tadinya aku memang tidak ingin mempermasalahkannya. Tapi ini memang masalah. Ada yang tidak beres dengannya. Aku diam memandang punggung Hyukjae yang berjalan menjauh menuju parkiran mobilnya.

"Astaga," gumam IU. Ia terdengar kesal. "Apa yang dipikirkan orang itu?"

Aku menggigit bibirku dengan gugup, "Mungkin dia sedang memikirkan Donghae," tebakku. Bagaimanapun juga aku pernah merasa diabaikan seperti ini juga ketika IU hilang. Aku berusaha tenang. Tapi sepertinya nada suaraku terlalu datar untuk sebuah suara tenang. "Mungkin ada sesuatu serius yang terjadi pada Donghae."

IU menghela nafas lalu merangkul pundakku, ia tahu aku tidak tenang, "Ya sudahlah. Dia memang terkadang sangat random. Ayo kita pulang."

Aku tersenyum tipis. IU merangkulku dan kami berdua berjalan menuju halte bus.

*****

-Hyemin POV-

Pukul 11 malam. Aku masih saja bergulingan di atas kasur tak bisa tidur. Siapapun yang mengenalku pasti tahu mengapa aku tidak bisa tidur. Ya, aku memikirkan dia.

Aku menjulurkan tanganku mengambil ponsel di meja sebelah ranjangku. Aku mengarahkan kursor ke sebuah kontak bernama "Pacar" dan sudah memencet tombol hijaunya. Tetapi belum sampai ada nada sambung aku langsung memencet lagi tombol merahnya. Berkali-kali.

Aku berbaring tengkurap menenggelamkan kepalaku di bantal. Kalaupun memang akan menelfon aku tidak tahu harus bicara apa dengannya. Akhirnya aku mengirimkan sebuah pesan singkat kepada seseorang yang sangat mengenal Hyukjae dan pasti tahu Hyukjae harus diapakan jika seperti ini.

"Eonni, aku mau bicara dengan Hyukjae. Tapi aku tidak tahu harus bicara apa."

Pesan kukirim ke nomor IU. Awalnya aku takut dia sudah terlelap. Tapi ternyata ia membalas cukup cepat.

"Teleponlah. Katakan saja kau kangen padanya dengan nada sungguh-sungguh. Dia itu tergila-gila padamu, tidak mungkin dia tidak luluh mendengar suaramu. Lalu perlahan tanyakan dia kenapa."

Aku menarik nafas dan membalas kembali.

"Tapi aku takut dia akan tetap seperti tadi siang :( Kau tidak tahu dia kenapa?"

IU membalas cukup cepat sehingga membuatku dapat menilai bahwa dia tidak bohong dengan jawabannya.

"Aku tidak tahu. Tapi aku yakin masalahnya bukan kamu, kau tidak melakukan kesalahan apapun kan? Tadi aku sempat bertanya padanya tapi dia tidak menjawab. Donghae pun masih tidak bisa dihubungi.. Teleponlah Hyukjae. Aku yakin dia tidak akan seperti tadi lagi."

Aku ragu. Benarkah Hyukjae akan langsung luluh? Aku masih membaca sms IU berkali-kali sampai akhirnya datang satu sms lagi darinya.

"Ingat, telepon dengan suara semanis mungkin. Dia tidak mungkin tahan mengabaikan suaramu. ;)"

Aku mendengus tertawa. IU berkata seperti itu seolah-olah Hyukjae menganggap suaraku adalah sesuatu yang amat berharga baginya. Tapi toh, apa salahnya mencoba? Akhirnya aku menelepon kontak bernama 'Pacar' di ponselku.

Ada nada sambung. Beberapa kali. Dan aku terkejut ketika tiba-tiba nada sambung itu putus. Panggilanku ditolaknya.

Aku masih belum percaya bahwa panggilanku ditolaknya. Aku berpikir mungkin ia tidak sengaja memencetnya. Aku kembali menghubungi nomornya. Aku mendengarkan nada sambungnya. Kali ini memang tidak ditolak. Tapi juga tidak diangkat.

Aku menarik nafas mulai gelisah. Ia tidak mau menerima teleponku. Apa salahku? Aku mengingat-ingat kemarin-kemarin apakah aku pernah membuat kesalahan padanya sambil tidak sadar aku kembali meneleponnya. Tidak, kemarin-kemarin aku baik-baik saja dengannya. Aku tidak membuat kesalahan apapun dan ia tidak kenapa-kenapa denganku.

Lalu kenapa dia tiba-tiba seperti ini?

Aku disadarkan oleh nada tulalit yang menandakan dia tidak mengangkat teleponku lagi. Dia bisa mereject ku di telepon pertama, artinya dia ada di dekat ponselnya kan? Lalu kenapa teleponku tidak diangkat?

Aku menghubunginya sekali lagi, masih penasaran. Jika yang ini tidak diangkat juga, baru aku menyerah. Aku menggigit bibirku cemas sambil mendengarkan nada sambungnya.

"Yoboseyo,"

Akhirnya dia menjawab. Tapi jawaban ini seperti bukan datang darinya. Dia biasanya selalu menyebut namaku jika aku telepon.

"H-hyukjae..." Ujarku pelan.

"Ya?" Sahutnya. Aku menyadari suaranya sangat tidak bersahabat.

"Kau belum tidur?"

"Belum," jawabnya. "Bagaimana aku bisa tidur jika ada yang meneleponku?"

Aku menahan nafas. Nada suara ini pernah aku dengar sebelumnya saat kami pertama bertemu. tapi yang sekarang ini justru lebih dingin. Kenapa dia seperti ini lagi kepadaku? Apa salahku?

"Yoboseyo?" Ujar Hyukjae, mengecek apakah aku masih tersambung dengannya.

"Hyukjae..." Panggilku pelan.

Dia menggumam menyahutiku.

"Aku...kangen kamu," kataku akhirnya. Tanpa sadar airmataku jatuh. Aku menangis karena aku bingung harus apa.

Lama, tidak ada jawaban. Suara ku memang amat pelan tadi. Mungkin saja dia tidak mendengarku. Tapi entah kenapa perasaanku mengatakan justru karena tidak ada jawaban aku tahu dia mendengarku. Aku menahan airmataku untuk jatuh lagi dan kali ini berusaha menguatkan suaraku.

"Aku kangen kamu," ujarku. "Apa aku tidak boleh menghubungimu?"

Kali ini suaraku cukup keras dan jelas. Tapi masih saja tidak ada jawaban dari seberang sana.

"Lee Hyukjae?" Panggilku.

"Hye..." Sesaat aku mendengar nada suara Hyukjae yang biasanya, bahkan lebih lemah. Tapi sepersekian detik kemudian suara itu sudah hilang berganti suara dinginnya lagi. "Hyemin, sudah malam. Tidurlah."

Aku menahan airmataku, "Hyukjae, kau dengar aku bicara kan?"

"Aku dengar," jawabnya tak sabar. "Lalu memangnya aku harus apa?"

Aku tak menjawab. Mataku sudah tidak bisa lagi membendung airnya dan nafasku mulai sesenggukan. Dan lagi-lagi perasaanku mengatakan Hyukjae menyadari aku menangis, itulah sebabnya ia kembali terdiam.

"Lee Hyemin tidurlah," kata Hyukjae lagi. "Sampai bertemu di sekolah."

Dan teleponku diputusnya. Aku menurunkan ponselku dari telinga. Aku menutupi wajahku dengan guling dan menangis sejadinya.

*****

-Hyemin POV-

"Benarkah???" Tanya IU tak percaya ketika aku menceritakan kronologi aku menelepon Hyukjae tadi malam. "Dia sama sekali tidak menanggapi setelah kau bilang kau kangen padanya???"

Aku menggeleng. Aku menelungkupkan kepalaku diatas lenganku yang kulipat diatas meja kantin itu. Hanya kami berdua yang duduk di meja yang biasa kami duduki berlima itu. Jiyeon dan Donghae masih tidak masuk sekolah. Sedangkan Hyukjae, untuk alasan yang tidak aku ketahui, dia makan di meja lain dengan teman-temannya.

"Aish anak itu," gumam IU sambil memandang Hyukjae yang duduk tak jauh dari kami dengan wajah kesal. "Apa yang dipikirkannya?"

"Dia sudah tidak menyukai aku lagi, eonni," aku yang menjawab.

IU menjitak kepalaku, "Bodoh! Bagaimana mungkin dia tidak menyukaimu lagi? Bukan tanpa alasan dia memberimu kalung itu kan?"

Aku menegakkan kembali kepalaku dan memandang IU sambil memegang kalung penguin di dadaku, "Ah mungkin saja dia hanya iseng. Dia kan orang kaya. Dia bisa membelikanku apa saja sesuka hatinya."

"Lalu kau pikir kenapa dia tidak memberikan kalung itu padaku sekalian?" Tanya IU.

Sebenarnya kata-kata IU ada benarnya, tapi... "Dia memberimu rumah. Dia memberimu biaya hidup. Dia bisa melakukan apa saja semau dia kan?" Balasku.

IU memandangku jengkel, "Itu berbeda."

"Apa yang beda? Dia sama-sama memberi kita barang," jawabku tak perduli.

IU menghela nafasnya, "Oke kalau begitu jangan bandingkan denganku. Tapi asal kau tahu, kalung yang kau pakai itu hanya ada satu di dunia. Dia sendiri yang merancangnya beberapa tahun lalu. Dia yang bilang dia hanya akan memberikan kalung itu pada orang yang diyakininya akan menjadi pendamping hidupnya selamanya."

Aku memandang IU dengan sedikit berpikir, "Benarkah?"

IU mengangguk, "Dan buktinya dia memberikan itu kepadamu kan, bukan kepadaku?"

Aku diam sejenak. Lalu kembali menelungkupkan kepalaku dengan pasrah, "Lalu apa salahku..."

IU tidak segera menjawab. Sepertinya ia sedang berpikir. Aku sendiri terlalu lelah untuk berpikir karena semalaman sudah tidak tidur dan terus berpikir.

"Kau harus terus mengejarnya, Hyemin," kata IU.

Aku kembali mengangkat kepalaku, "Apa?"

"Aku yakin dia begini bukan karena kesalahanmu. Coba ajak dia kencan! Kau tidak pernah mengajaknya kencan duluan kan?" Ujar IU.

'Hmm. Kencan...?' Pikirku.

"Hyemin, kau sudah berjanji padaku kau tidak akan meninggalkan dia apapun yang terjadi kan?"

Aku menghela nafas. Sepertinya memang aku harus mencobanya.

*****

-Hyemin POV-

Aku berjalan menuju sebuah taman tempat dimana aku dan Hyukjae berjanji bertemu. Awalnya aku tidak menyangka dia akan setuju untuk bertemu denganku karena sikapnya itu. Dan sekarang yang aku khawatirkan adalah apakah dia benar-benar datang atau tidak karena setelah aku ajak pun sikapnya masih sama dinginnya.

Tapi ternyata dia datang.

Lee Hyukjae sudah duduk di bangku taman ketika aku datang. Aku melirik jam tanganku. Jam 10.20. Kami berjanji bertemu pukul 11 dan bahkan jam segini dia sudah ada di taman itu. Aku pikir aku yang akan menunggunya.

Satu kejutan lagi bagiku ketika ia menyambutku dengan senyumnya saat aku berjalan kearahnya. Dia tidak seramah ini kemarin-kemarin. Orang ini sungguh aneh.

"Sudah lama?" Tanyaku saat aku sudah berada didepannya.

Ia tersenyum sambil menggeleng, "Aku baru saja datang."

"Kita kan janjian jam 11," ujarku. "Kenapa kau datang secepat ini?"

"Aku tidak ingin kau menungguku," jawabnya masih dengan senyum yang sama. Aku sungguh merindukan senyum itu. Dia mengulurkan tangannya dan memegang tanganku. "Dan keputusanku benar kan? Kau juga datang sangat cepat."

Jantungku berdebar. Orang ini, beberapa hari ini dia sangat dingin padaku, bahkan seolah menganggapku tidak ada, tapi sekarang dia bersikap semanis ini padaku? Aku tidak tahu apa yang ada di otaknya.

"Kita mau kemana?" Tanyanya sambil menggoyang-goyangkan tanganku dengan riang.

Aku berpikir sejenak, sebenarnya aku belum punya rencana. Aku sudah sangat pesimis menganggap bahwa dia tidak akan datang, "Tidak tahu."

Hyukjae bangkit dari duduknya. Tangannya masih belum lepas dari tanganku, seolah-olah ia memang tidak akan melepaskannya sampai kapanpun, "Baiklah. Kemanapun saja boleh. Hari ini aku milikmu sepenuhnya."

Aku diam saja. Masih sedikit terkejut dengan perubahan sikapnya itu.

Hyukjae menarik tanganku dan kami berjalan keluar dari taman itu, "Hari ini aku tidak membawa kendaraan. Jadi kita jalan-jalan naik kendaraan umum saja ya?"

Aku mengangguk dan tersenyum kecil membalasnya.

Sungguh, rasanya bahagia sekali walaupun kami masih berjalan tanpa tujuan yang jelas seperti ini. Hyukjae terus memegang tanganku dan senyum selalu terukir di bibirnya. Aku, yang memang sangat menyukai senyumnya, tidak bisa tidak ikut tersenyum saat melihatnya.

"Sebenarnya kamu kenapa?" Tanyaku saat kami berjalan beriringan memasuki stasiun subway terdekat.

"Hmm?" Balas Hyukjae tanpa memandangku tapi tangannya masih memegang erat tanganku. Ia menarikku melihat papan rute di stasiun itu. "Kenapa apanya?"

"Kenapa kamu seperti itu kemarin-kemarin?" Tanyaku lagi.

"Seperti itu bagaimana?" Jawab Hyukjae, pandangannya masih menyusuri rute-rute yang ada di hadapannya.

Aku menghela nafas, "Kau begitu dingin. Seolah-olah kau tidak kenal padaku. Aku lewat kau tidak pernah menyapa bahkan waktu itu aku telfo..."

"Kita ke kebun binatang yuk!" Ajak Hyukjae bersemangat. Ia memandangku dengan mata berbinar-binar.

"Eh..." Seketika aku lupa tadi aku harus bicara apa karena sinar mata itu.

"Kasihanilah aku, sudah sebesar ini aku belum pernah ke kebun binatang," ujar Hyukjae sambil mengayunkan tanganku dengan manja. "Aku mau ke kebun binatang."

"Eh iya, iya baiklah..." Jawabku.

Hyukjae tersenyum lebar. Persis seperti anak kecil yang baru diberi mainan favoritnya. Ia menarikku ke subway yang menuju kebun binatang dan aku mengikutinya.

"Aku baru kali ini naik subway yang penuh seperti ini," keluh Hyukjae saat subway yang kami masuki ternyata memang penuh.

Aku tertawa, "Kau benar-benar tidak punya pengalaman hidup."

"Tidak apa-apa," jawab Hyukjae. "Justru akan lebih berharga bagiku jika aku mengalami semua yang 'pertama' denganmu."

Wajahku memanas. Hyukjae tertawa kecil.

Subway mulai berjalan dan semakin lama aku semakin terhimpit oleh beberapa pria yang berbadan lebih besar daripada aku. Hyukjae mengernyit memperhatikanku yang juga meringis berusaha menahan berat orang-orang yang menghimpitku.

Tiba-tiba Hyukjae menggeser tubuhku merapat ke dinding. Ia kemudian melingkarkan satu tangannya di sekeliling leherku dan tangan lainnya di sekeliling pinggangku. Ia menjaga agar aku bisa tetap bernafas dengan kedua tangannya bertumpu pada dinding subway di belakangku. Tapi sepertinya tidak berpengaruh apa-apa, aku justru semakin tidak bisa bernafas karena jantungku berdebar terlalu cepat.

"Lain kali kau tidak boleh naik subway yang penuh seperti ini," bisik Hyukjae keatas kepalaku. Dalam posisi seperti ini aku memang hanya dapat melihat dada Hyukjae dan dia hanya bisa leluasa melihat atas kepalaku.

*****

fanfiction, dark and bright

Previous post Next post
Up