Standar, Ketetapan, dan Gengsi. 3 hal yang menyebalkan.

May 08, 2011 22:02

Biarkan saya mengungkapkan rasa kekecewaan saya terhadap manusia disini, ini adalah post yang serius, yang jika memungkinkan, saya ingin semua orang membacanya.

Jika anda orang berpendidikan, saya sarankan hindari post ini, karena post ini hanya untuk orang-orang yang merasa pikirannya dikubur di tengah keramaian ilmu dunia ini. Dengan kata lain, penulis bukanlah orang pintar.
Standar, ketetapan, dan gengsi. Mungkin 3 hal tersebut tidak ada hubungannya, tapi sebenarnya ada sedikit relasi antar 3 kata tersebut. Standar yang saya maksud adalah semacam kesepakatan yang mempunyai batas minimal tertentu terhadap hal-hal teknis. Bingung? Intinya standar itu bisa seperti selera atau batas kesukaan seseorang, sebagai contoh saya ambil seorang pelajar. Pelajar tersebut punya standar dimana jika dia mempunyai hasil nilai studinya di bawah 7, maka dalam pikirannya dia merasa gagal. Dengan kata lain, itulah contoh standar yang saya maksud, jika ada sebuah hal yang berada di bawah standar tersebut maka bisa dikatakan, tidak berhasil.

Ketetapan yang saya maksud adalah, sebuah kesepakatan yang sudah disetujui hampir secara universal sehingga ini sudah menjadi standar publik. Bingung? Katakanlah ada ketetapan untuk wajib belajar 9 tahun, itu contoh paling sederhana. Dan saya rasa ketetapan ini juga berhubungan dengan standar, karena jika tidak mengikuti ketetapan yang berlaku, level kita ada di bawah standar.

Gengsi yang saya maksud adalah...saya rasa ini tidak sulit untuk dijelaskan, namun supaya berhubungan dengan 2 kata di atas, inilah yang saya maksud. Gengsi adalah rasa ketidakpercayadirian saat ada sebuah hal dalam hidup kita tidak mengikuti ketetapan yang berlaku dan berada di bawah standar. Contohnya, untuk beberapa orang, mungkin gengsi jika tidak menyelesaikan wajib belajar 9 tahun, sekalipun buat saya tidak masalah. Itulah contoh gengsi paling sederhana.

Nah, lalu apa hubungannya dengan kekecewaan saya? Sederhana saja, manusia, pada umumnya membuat standar dan ketetapan sendiri tanpa memikirkan banyak aspek. Dan tahukah kamu? Secara tidak langsung, kita hidup dengan berada di ambang batas kebebasan manusia pada umumnya. Karena apa? Karena standar dan ketetapan yang entah terjadi sejak kapan, itu mengambil beberapa hak kita pada umumnya, jika kamu sadar.

Inilah pengalaman saya menyangkut beberapa hal tersebut.
Ini terjadi saat saya di usia SMP.
Dia    : "Nanti mau lanjutin SMA kemana?"
Saya    : "SMA xxx!"
Dia    : "Oh itu lumayan bagus juga, kenapa gak ke SMA yyy aja? Sayang nilainya kalo ke SMA xxx mah."
Saya    : "Soalnya ada jurusan bahasa, saya gak mau IPA ato IPS."
Dia    : "Loh, jurusan bahasa mah *isi komentar negatif disini yang intinya berkata kalo IPA ato bahkan IPS lebih baik daripada bahasa*"
Saya    : .....................

Pikiran anak-anak saya membuat saya memilih sekolah lain, yaitu SMK.
Jujur, hari ini saya menyesal dengan pilihan saya, saya tahu itu salah.

Selanjutnya.
Dia    : "Ntar lulus SMK mau kerja atau kuliah?"
Saya    : "Masih bingung, tapi kayaknya kerja aja."
Dia    : "Mending juga kuliah, soalnya nanti ntar kalo langsung kerja juga ga akan dapet gaji segede orang kuliah!"
Saya    : "Oh gitu yah? Kalo gitu SMK SMA sama aja dong."
Dia    : "Yah tetep aja harus kuliah juga."
Saya    : ................................

Saya ingat betul orang yang sama juga ngajak saya untuk tidak kuliah waktu awal masuk SMK.
Saya bingung harus bilang apa.

Kemudian, yang teradi baru-baru ini.
Dia    : "Jadi ga kuliahnya? Kalo jadi trus kerja gimana?"
Saya    : "Kayaknya sih jadi, tapi liat dulu deh soalnya dari dulu pengen kuliah bahasa juga."
Dia    : "Kuliah bahasa mau jadi apa? Bukannya *masukkan nama jurusan terkenal yang dimana orang mudah cari kerja disini* aja lebih enak?"
Saya    : ............................

Jujur saya emosi benar, tidak bisakah saya melanjutkan hidup dengan mempelajari apa yang saya suka untuk hidup saya?

Sungguh jika mau bilang kecewa, saya bisa berkata sangat banyak, hanya saja beberapa poin penting yang ingin saya bilang adalah:
  • Saya tidak suka hidup dengan standar orang lain. Sukses menurut anda, dan sukses menurut saya punya definisi yang berbeda. Kaya itu penting tapi tidak segalanya, saya ingin memilih apa yang terbaik untuk saya dan saya tahu apa yang terbaik itu, apa yang menurut anda gagal, belum tentu gagal di mata saya.
  • Batas kewajaran manusia berbeda-beda, sama halnya dengan standar. Saya tidak ingin mengikuti ketetapan yang saya tidak setuju, kita semua sama-sama belajar, tahu mana yang benar dan salah, tapi mengapa seseorang bisa memaksakan idenya terhadap orang lain? Bukankah setiap orang punya hak sebagai warga negara mengemukakan pendapat?
  • Banyak orang bisa berhasil dengan membuang rasa gengsinya, tapi mengapa, saat saya mengambil pilihan yang berbeda dengan orang lain, lebih banyak yang menentang? Sekalipun saya gagal, saya masih bangga dengan pilihan saya.
  • Saat kamu tahu, saya mengambil pilihan yang berbeda, mengapa kamu tidak mendukung saya sama sekali? dan malah meninggalkan saya? Dimanakah kasih yang dimaksud itu?
Dan jawaban klise yang selalu saya dengar adalah, "Saya cuma menyarankan yang terbaik untuk kamu." Ketahuilah, yang terbaik menurut anda belum tentu terbaik buat saya. Daripada mengajar saya supaya sukses, lebih baik ajar saya supaya saya bertanggung jawab atas pilihan-pilihan dalam hidup saya.

Itulah bentuk kekesalan saya dalm sebuah tulisan singkat yang mungkin tidak satu orang pun peduli, yang penting saya bisa menyatakan kekecewaan saya dan tidak membawanya kemana-mana, sedikit lega.

Berikut adalah beberapa contoh dialog lain yang menyebalkan, sebagai bonus.

A : "Kamu main terus kapan belajarnya?"
B : "Bisa diatur liat aja hasil-hasilnya ntar."
A : *terdiam karena si B nilainya memang tidak ada yang dibawah rata-rata dan cukup bagus*

Saya rasa, selama kata-kata itu bisa dipertanggungjawabkan, pertanyaan si A itu tidak diperlukan, dan bila ditanyakan berulang-ulang, itu sangat menjengkelkan.

A : "Kamu ngapain sih tiap hari online gitu-gitu doang? Liat berita lagu, artis, kayak pengamat aja."
B : "Yah namanya juga kesukaan, biarin dong, orang lain aja ada yang lebih parah."
A : "Terserahlah."

Kadang seseorang tidak pernah sadar jika dirinya sedang tertarik pada sesuatu hal, dan mereka akan sadar ketika melihat orang lain yang sebenarnya sejenisnya, melakukan kegiatan yang sama berhari-hari. Jadi saya rasa pertanyaan ini menyebalkan.

Cukup sekian untuk post ini.

not important, about me, someone is mad, daily life, no1curr, bad mood

Previous post Next post
Up