Bahasa Indonesia (One Shot) Langit Biru

Dec 21, 2014 17:30

Title : Langit Biru
Author : arindika
Pairing : OC (Randi x Arika)
Rating : G
Disclaimer : None
Summary : Dimana Arika benci hujan, tapi Randi berencana untuk mengubah hal tersebut.
Nb: for my best friend Rina. This is not perfect but I wrote this for you as a reminder that no matter what happen we will always be there for you like a sunshine that always set at the exact time everyday.
Happy birthday dear... (^_^)

Hujan. Sesuatu yang paling aku benci di dunia ini. Aku tidak mengerti kenapa orang-orang terlihat sangat menantikan datangnya hujan. Hujan itu basah, dingin, dan becek. Dan, aku paling benci ketiga hal tersebut.

Aku lebih suka cuaca cerah, langit biru dan udara hangat pagi hari. Aku sangat suka angin sepoi-sepoi meniup lembut rambutku dan kehangatan sang surya meyentuh kulitku.

Karena itulah aku benar-benar tidak mengerti kenapa idiot di sana itu terlihat sangat menikmati butiran-butiran air hujan yang membasahi tubuhnya.

Tidakkah dia merasa dingin?

Hmm ... Aku pernah dengar orang idiot tidak akan kena flu, mungkin juga kali ya?

Seharusnya sejak sore tadi aku sudah berada dirumah, menyelesaikan tugas kuliah dan bersiap-siap untuk mengisi energi untuk hari esok. Tetapi gara-gara hujan yang menyebalkan ini, aku harus terjebak di kampus bersama idiot yang tidak bisa membaca situasi. Tidakkah dia tahu aku sedang dalam mood yang jelek dan tidak ingin diganggu?

“Hey, Arika, ke sini dong. Ayo main hujan-hujanan.” Orang idiot itu malah dengan gembiranya malambaikan tangan ke arahku dari tempatnya berdiri di tengah lapangan sambil merentangkan tangannya sejauh yang dia bisa, seolah-olah dia ingin menampung semua air yang jatuh dari langit.

Sampai Neraka dinginpun, aku ogah main hujan-hujanan. Terima kasih banyak.

“Randi, Ayo kita pulang, Udah malem nie. Kesini deh, kamu udah basah tuh. Nanti sakit baru tahu rasa lho. Tidakkah kamu ngerasa dingin?” Kataku sambil menahan rasa jengkel. Aku benar-benar perlu pulang sekarang. Tapi hujan sialan ini rasa-rasanya tidak akan berhenti dalam waktu dekat.

“Arika, ayolah. Kita bisa pulang sambil hujan-hujanan lagi. Jangan kayak nenek-nenek punya bisul gitu ah.” Dia masih saja cengengesan kayak anak kecil yang nemu mainan favoritnya. Aku hanya bisa menghela nafas panjang melihat kelakuannya yang seperti itu.

Kena sial apa sey aku hari ini, bisa-bisanya aku terjebak di tengah hujan yang aku benci dengan cowok yang paling tidak sensitif di dunia. Sekarang sudah hampir jam delapan malam dan yang paling aku inginkan sekarang adalah pulang dan meringkuk dalam kehangatan selimutku. Segelas susu coklat hangat terdengar nikmat, aku tidak akan menolak bila mama membuatkan satu untukku.

“Aku bukan ingin menggerutu, aku hanya ingin pulang. Randi berhenti main-main deh. Ke sini, berteduh di sebelahku. Kamu bisa kena flu tahu kalau basah-basahan kayak gitu.”

Dia idiot sih, apapun yang aku larang, pasti akan dia lakukan. Bukannya berteduh di sampingku, dia malah nenarikku ke dalam terpaan hujan lebat dan membuatku sebasah dirinya. Berdua kami menari bagaikan pasangan boneka canggung, di mana dia dengan antusiannya menikmati kegilaan ini, sedangkan aku mencoba sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari cengkraman tangannya.

Tidak berhasil, well bisa banyangkan bagaimana kesalnya diriku? Aku serasa ingin memukul kepalanya dan membuatnya sadar bahwa tidak semua orang menyukai hal yang menurut dia menyenangkan. Mungkin kami berbeda tapi aku ingin dia menghormati keputusanku untuk tidak menyukai hujan.

“Ayolah nona penggerutu, tidak bisakah kau merasakan kesegarannya menyelubungi tubuhmu?” Randi berkata sambil terseyum lebar padaku. Sama sekali tidak memperdulikan ekpresi kesal di wajahku. Tanganku sudah gatal ingin menghapus senyum itu dari wajahnya.

“Satu-satunya yang aku rasakan hanyalah dingin. Aku ingin berteduh sekarang dan kamu juga butuh tempat yang kering. Tidak boleh lagi main basah-basahan.” Aku berkata tegas padanya, tanpa meghiraukan rasa tidak senang di wajahnya. Aku manariknya kembali ke tempatku semula. Tempat duduk di bawah perlindungan atap yang kokoh yang dapat menahan terpaan hujan walau tidak dengan hawa dinginnya.

“Hey, kamu ingin pulang kan? Kita kan sudah basah, kenapa tidak pulang sekarang saja. Percuma juga kita menunggu di sini tidak tahu sampai kapan hujan berhenti.”

Aku menoleh ke arahnya dan menatapnya tidak percaya, seraya menggelengkan kepala. Benar-benar ide yang bodoh dan tidak berguna. Tidak mungkin kita berdua pulang kerumah dalam kondisi basah seperti ini. Lagipula ingin naik apa untuk pulang. Jika berlari tetap saja membutuhkan waktu hampir setengah jam untuk sampai ke rumah. Dan, si bodoh satu ini tidak mengendarai motornya pagi ini. Jadi, kita berdua tidak memiliki pilihan lain selain menunggu hujan reda.

Tapi, ya ampun. Kapan sih hujan ini berhenti.

Waktu bergulir tanpa terasa bila tidak ada komunikasi yang berarti dia ntara kami berdua. Aku sibuk mengeringkan baju basahku dengan tisu dalam diam. Sedangkan Randi dengan riang bersiul di sebelahku. Yang terdengar hanyalah suara guyuran hujan tanpa henti dari langit.

Sepi.

Tentu saja, mungkin hanya ada kami berdua yang masih bertahan menunggu hujan sampai larut malam. Teman-temanku yang lain pasti sudah pulang.

Betapa beruntungnya mereka yang mempunyai kendaraan pribadi.

“Hey Arika, tahu ga kenapa aku suka sama hujan”. Suara Randi di sebelah kiriku mengejutkanku. Aku menoleh dan menjawab. “Apa? Emm … Entahlah?”

Aku sedang tidak ingin bermain tebak-tebakan sekarang. Aku basah dan kedingingan.

“Tebak dong.” Randi menatapku dengan tatapan yang lembut dan tersenyum simpul.

“Aku tidak tahu. Bukannya karena kamu bodoh ya?” Jawabku asal-asalan.

“Kamu tidak seru deh. Aku kasi tahu ya kenapa aku suka hujan, karena tidak perduli seberapa lebat dan deras hujan turun, pada akhirnya sinar matahari yang cerah selalu muncul dan menggantikannya. Aku suka hujan karena aku menantikan hari yang cerah dan hangat di mana aku bisa menghabiskan waktuku bersamamu.” Randi menatapku dan mengucapkan semua itu dengan sungguh-sungguh. Aku bisa merasakan ketulusan hatinya saat dia melakukan itu. Ini adalah pertama kalinya ia mengucapkan sesuatu yang manis seperti ini, walau terdengar gombal dan picisan. Tapi, tanpa sadar aku tersenyum padanya.

Sedetik yang lalu aku kedinginan, tetapi setelah mendengar kata-katanya, rasa dingin itu digantikan dengan kehangatan di dalam dadaku. Cowok ini mungkin cowok paling tidak sensitif yang aku kenal, dan juga idiot. Tapi, aku rasa dengan ketidaksensitifan dan kenaifannya itu lah dia dapat mengucapkan hal memalukan seperti itu tanpa ragu sedikitpun.

Senyumku berubah menjadi tawa saat dia melihatku dengan tatapan lembutnya itu. Bila cowok lain yang mengucapkannya, pasti sudah aku gampar saat itu juga.

“Kok ketawa? Tidak sopan nenek tua.” Randi berpura-pura cemberut dan mencubit kedua pipiku dengan maksud membuatku berhenti tertawa.

“Itu karena kau sudah mengucapkan hal yang bodoh dan tidak berguna.” Aku berkata seraya melepaskan tangannya dari pipiku. Kemudian dia menjawab.

“Tapi itu beneran. Aku tidak keberatan melakukan hal yang bodoh untukmu, asalkan aku dapat melihat seyum indahmu. Karena senyummu mengingatkanku pada hari cerah, Arika.”

Dia memberiku senyum yang begitu mempesona, membuatku sejenak melupakan kebodohannya.

Well, Aku rasa aku sudah terjebak masuk ke dalam dunia Randi yang penuh dengan kenaifan dan ketulusan, karena aku menikmatinya. Aku menyukai caranya memandangku di mana hanya ada aku yang paling penting di dunia. Caranya melihat keseluruhan diriku, bukan hanya aku yang sebagai cewek introvet dan galak, yang hanya memiliki duniaku untuk diriku sendiri.

Dan aku membiarkannya menarikku dalam guyuran hujan, kami berlari, dengan tangan saling tertaut satu sama lain. Randi menggenggam tanganku dengan erat dan aku tidak ingin melepaskannya. Salah satu bukti bukti di mana kata-katanya mempengaruhiku lebih dalam dari yang aku kira. Aku masih benci hujan tapi Randi membuatku merasa semua akan baik-baik saja.

Randi benar dalam satu hal. Kenapa aku menyukai langit cerah dan udara hangat pagi hari. Karena tidak peduli seberapa gelap dan sepinya malam. Esok hari yang cerah selalu meyambut hariku dan membuat perasaanku menjadi lebih baik.

-end-

one shot, oc

Previous post Next post
Up