Title: do you really love her?
Pairing:ryoxtatsuya, ryoxueda?
Genre: angst, romance
Rating: PG
Summary:Tatsuya loves ryo, but ryo loves, Ueda?
Disclaimer : I don't own anybody
Besoknya Tatsuya telah bersiap menuju restoran tempat janjiannya dengan Haruna. Dia memastikan penampilannya rapi dan menarik, kakaknya adalah tipikal orang yang perfeksionis dan menuntut orang-orang terdekatnya juga selalu tampil elegan.
Lima menit sebelum jam delapan dia sudah sampai di depan restoran. Seorang pelayan restoran menunjukkan meja yang dibooking kakaknya. Dia segera mengenali kakaknya yang duduk di depan meja bersama seorang laki-laki. Tatsuya penasaran ingin segera mengetahui siapa pria yang telah menaklukkan hati kakaknya itu.
Pria itu sedang menunduk membaca menu makanan sehingga Tatsuya tidak bisa melihat dengan jelas wajahnya. Tetapi ketika pria itu mengangkat wajahnya untuk berbicara dengan waiter, Tatsuya terkejut dan langsung terpaku di tempatnya yang berjarak beberapa meter dari tempat duduk kakaknya.
Pria yang duduk di hadapan kakaknya itu tak lain dan tak bukan adalah the Sexy Osaka Man Nishikido Ryo, orang yang membuatnya tidak bisa tidur nyenyak selama ini. Tatsuya merasakan air mata mulai menggenang di pelupuk matanya, dadanya terasa sesak dan lantai yang diinjaknya terasa bergetar.
Tatsuya tidak tahan lagi, dia segera berlari keluar dari restoran menuju mobilnya di tempat parkir. Segera setelah pintu mobil ditutup, Tatsuya langsung menangis sesenggukan. Kedua tangannya menutup wajahnya untuk menahan isak tangisan yang tidak dapat dibendungnya lagi.
Tatsuya tidak pernah membayangkan kalau orang yang selama ini dicintainya justru berpacaran dengan kakaknya. Bagaimana nanti dia akan menghadapi mereka tanpa memperlihatkan kesedihannya. Terlebih lagi jika mereka benar-benar serius dan memutuskan untuk menikah. Itu berarti Tatsuya harus seumur hidup menyaksikan kehidupan rumah tangga kakaknya bersama cinta sejatinya.
Tatsuya merasakan hatinya hancur berkeping-keping. Dunia serasa gelap gulita dan dirinya bagaikan berada di sebuah padang yang gersang dan tak berujung pangkal. Dia tak tahu harus ke mana, harus meminta tolong kepada siapa. Orang terdekatnya sendiri telah menjadi penyebab hatiny terluka begitu dalam.
Ponsel Tatsuya berbunyi dan dia segera mengetahui kalau kakaknya yang menelpon. Pasti untuk menanyakan kenapa dia terlambat. Tatsuya menarik napas panjang dan berusaha menenangkan diri sebelum mengangkat teleponnya.
“Moshi-moshi” Tatsuya sadar kalau suaranya terdengar serak, tetapi bagaimanapun juga dia harus menjawab panggilan kakaknya.
“Tatchan kamu di mana, ini sudah lewat jam delapan” Haruna terdengar jengkel di telepon, dia sangat tidak suka dengan orang yang tidak tepat waktu.
“Neechan gomenne. Sepertinya aku tidak bisa datang. Tadi siang aku lupa makan dan sekarang jadi tidak enak badan” Tatsuya berdoa dalam hati semoga kakaknya percaya dengan perkataannya dan tidak bertanya macam-macam.
“Apa? Kenapa kamu tidak bilang dari tadi? Tapi kamu tidak apa-apa kan, apa perlu neechan ke apartemen kamu?” Tatchan jadi panik sendiri. Dia tidak mau kalau sampai kakaknya melihatnya dalam kondisi seperti itu.
“Eeee, Neechan tidak perlu ke sini. Aku sudah agak baikan, hanya perlu istirahat saja” Tatsuya menggigit bibirnya dengan kuat, berharap kakaknya segera mengakhiri pembicaraannya.
“Kamu yakin? Neechan bisa ke sana sekarang kalau kamu membutuhkan sesuatu”
“Ti-tidak perlu. Aku betul-betul sudah baikan, hanya butuh istirahat. Besok pagi pasti sudah sembuh” Tatsuya memejamkan matanya sambil berkomat-kamit memohon agar kakaknya segera menutup teleponnya.
“Baiklah kalau begitu, segera hubungi Neechan kalau kamu butuh sesuatu”
“Hai Neechan. Ja ne” Tatsuya segera menutup teleponnya tanpa menunggu balasan dari Haruna. Dia menghela napas panjang dan menatap ke depan dengan tatapan kosong.
Setelah beberapa menit berdiam di dalam mobil, Tatsuya akhirnya memutuskan untuk pulang ke apartemennya.
Sesampainya di apartemen, Tatsuya langsung menuju kamar tidurnya dan membuka lemari. Dia mengeluarkan tumpukan majalah, poster dan gambar-gambar Ryo yang selama ini disimpannya.
Dia membawa barang-barang itu ke dapur lalu membakarnya satu persatu. Air matanya mengalir tiada hentinya menyaksikan wajah Ryo di dalam gambar yang terbakar sedikit demi sedikit dan akhirnya menjadi abu.
Dia sudah memutuskan akan melupakan Ryo untuk selamanya. Dia tidak ingin menghancurkan kebahagiaan kakak satu-satunya yang dia miliki. Walaupun sakit, tapi dia harus bisa berkorban. Dia juga harus bisa menerima kenyataan kalau orang yang dicintai Ryo adalah kakaknya, bukan dirinya, dan mungkin nantinya akan menjadi kakak iparnya.
Tatsuya membayangkan dirinya berada di sebuah acara pernikahan dimana yang jadi pengantin prianya adalah Ryo dan pengantin wanitanya adalah kakaknya. Air matanya semakin deras bercucuran dan membuat pandangannya kabur. Dia tak sanggup lagi berdiri dan menjatuhkan dirinya di lantai dapur yang sudah penuh abu bekas gambar-gambar Ryo yang habis terbakar. Dia berbaring di lantai dengan menekuk tubuhnya dan memeluk dirinya. Tubuhnya gemetaran akibat tangisannya yang tidak mau berhenti.
Esoknya Tatsuya terbangun dengan wajah yang sembab. Seluruh tubuhnya terasa sakit karena tidur dilantai. Kepalanya juga sakit karena menangis semalaman. Tetapi yang paling sakit adalah hatinya, setelah mengetahui bahwa kakaknya dan Ryo adalah sepasang kekasih.
Dia masuk ke kamar mandi untuk mencuci mukanya. Dia memandang wajahnya di cermin kamar mandi. Yang dia saksikan di sana adalah sebuah wajah yang sangat menyedihkan, pucat, dengan mata sembab dan merah, rambut acak-acakan tidak karuan. Tatsuya tidak ingin siapapun melihatnya dalam keadaan seperti itu.
Dia lalu melangkah ke kamarnya mencari ponselnya. Dia menarik napas sebelum menekan tombol untuk menelpon dan menunggu hingga orang yang ditelponnya menjawab.
“Moshi-moshi Tatchan” Dia mendengar suara Kazuya di seberang sana.
“Kame, sepertinya hari ini aku tidak bisa masuk. Aku kurang enak badan” Tatsuya berharap suaranya yang serak bisa membantu meyankinkan Kazuya bahwa dia memang sedang sakit.
“Tatchan kamu sakit apa, apa perlu aku antar ke rumah sakit?” Suara Kazuya mulai terdengar cemas. Inilah yang ditakutkan Tatsuya, tetapi bagaimanapun juga dia tidak boleh membiarkan siapapun menemuinya sekarang.
“A-aku tidak apa-apa, hanya sedikit pusing. Setelah beristirahat pasti akan sembuh” Tatsuya berdoa semoga Kazuya bisa mengerti bahwa dirinya sedang tidak ingin diganggu.
“Baiklah kalau begitu, akan kuberitahu Manajer kita kalau kamu lagi sakit. Kamu istirahatlah”
Tatsuya menarik napas lega mendengar jawaban Kazuya. Dia tahu Kazuya pasti bisa mengerti.
“Thanks Kame” setelah itu Tatsuya menutup telpon dan membaringkan tubuhnya di tempat tidur.
Dia menoleh ke sebelah dimana tergeletak boneka kesayangannya. Dia meraih boneka itu dan memandangnya beberapa saat. Ketika dia merasakan air matanya mulai keluar lagi, segera dia bergegas membawa boneka itu menuju gudang tempatnya menyimpan barang-barang yang tidak terpakai. Dia melemparkan boneka tak berdosa itu ke dalam ruangan yang gelap dan berdebu lalu menutup pintu dan berjalan kembali ke kamarnya.
Dia kembali menjatuhkan badannya dan membenamkan wajahnya yang sudah penuh air mata di bantal. Dia hanya membiarkan air matanya mengalir deras dan tidak berusaha mengusapnya. Dia berharap, setelah air matanya kering rasa sakit hatinya dapat berkurang. Dia terus menangis seharian sampai tidak sanggup lagi mengeluarkan air mata dan akhirnya tertidur.
Semenjak hari itu Tatsuya jadi bertingkah aneh. Dia semakin banyak diam dan menyendiri. Ketika teman-temannya bertanya dia hanya tersenyum kecil dan mengatakan tidak ada apa-apa. Dia tahu mereka tidak mempercayainya, tetapi tak satupun yang berani memaksanya bicara.
Setiap kali dia berjumpa dengan Ryo, dia akan menatapnya dengan penuh kebencian dan jadi uring-uringan. Terkadang teman-teman satu grupnya harus menghadapi amarahnya yang meledak-ledak tanpa alasan sama sekali.
Tatsuya tahu dia tidak bersikap dewasa dengan melakukan hal-hal tersebut, tetapi dia tidak bisa menahan diri. Setiap kali melihat Ryo, jantungnya seperti diiris-iris, sakit sekali. Dan dia berusaha melampiaskan rasa sakit hatinya itu dengan merah-marah kepada siapapun yang ada di dekatnya. Ejekan dan cemoohan yang dilontarkan Ryo kepadanya juga memperburuk suasana hatinya, sehingga dia semakin stres dan depresi.
Tatsuya jadi tidak bisa beristirahat dengan tenang, dan tidak bisa berkonsentrasi dalam pekerjaannya. Tapi dia tidak bisa menyalahkan Ryo. Ryo tidak tahu akan perasaannya, dan Ryo bebas memilih siapa saja untuk dicintainya.
Haruna sering menelpon untuk menanyakan kondisinya. Dia selalu bisa meyakinkan kakaknya itu bahwa dia baik-baik saja. Bila Haruna mengatakan akan mengunjunginya dia segera mencari alasan dan mengatakan ada acara dengan teman di luar jadi akan pulang larut malam. Dan jika Haruna menyinggung tentang rencananya mempertemukan Tatsuya dengan kekasihnya, dia langsung mengatakan belum punya waktu luang karena sangat sibuk.
Sejujurnya dia belum siap menghadapi kenyataan bahwa Ryo adalah kekasih kakaknya. Dia belum siap bertemu Ryo dan kakaknya saat suasana hatinya masih kacau.
Andai saja dia bisa memilih, dia tidak ingin berada di dunia ini lagi, dia ingin mati saja. Tetapi dia tidak bisa melakukan hal egois seperti bunuh diri, karena itu akan menghacurkan karir teman-temannya di KATTUN.
Sore itu, kemarahan Tatsuya sudah mencapai puncaknya sehingga dia memukul Ryo. Tetapi kemudian dia merasa bersalah karena tidak seharusnya dia seperti itu. Ryo telah menghancurkan hatinya, tetapi itu dia lakukan tanpa sengaja. Jadi dia tidak berhak menghukum Ryo seperti itu.
Tatsuya memutuskan akan lebih bijak dalam menghadapi masalahnya dan tidak bertingkah kekanak-kanakan lagi.
End of flashback
Tatsuya kemudian bangkit dari sofa menuju kamar. Di sana dia segera membuka pakaiannya lalu masuk kamar mandi untuk membersihkan diri.
Setelah mandi dan berpakaian Tatsuya mengecek mesin penjawab teleponnya. Setelah menekan tombol dia pun duduk di sofa sambil mengeringkan rambutnya yang masih basah dengan handuk.
“Tatchan ini aku Haruna” Tatsuya segera berhenti menggosok kepalanya setelah mendengar suara dari mesin.
“Neechan tadi menelpon di ponsel kamu tapi tidak diangkat. Kamu tidak apa-apa kan?”
“Ne, besok malam kamu ada waktu? Neechan ingin makan malam bersama di apartemen Neechan. Kamu bisa kan? Telpon Neechan secepatnya setelah mendengar ini” Setelah itu mesin itu berhenti.
Tatsuya bangkit untuk mengecek ponselnya. Benar saja ada tiga panggilan tak terjawab dan semuanya dari Haruna.
Dia tahu saat yang dia takutkan cepat atau lambat akan datang dan dia harus menghadapinya. Tatsuya memejamkan mata dan menarik napas panjang lalu memencet tombol untuk menelpon.
“Moshi-moshi Tatchan” Suara Haruna terdengar gembira menerima telepon darinya.
“Neechan, jam berapa besok aku harus ada di apartemen Neechan” Tatsuya berusaha menenangkan jantungnya yang berdegup kencang tak karuan.
“Acaranya dimulai jam tujuh, tapi Neechan ingin kamu di sini jam enam. Kamu bisa kan?” Tatsuya tahu dia tidak bisa mengelak lagi.
“Baiklah, kebetulan jadwalku besok hanya sampai jam lima, jadi aku bisa ada di sana jam enam”
“Bagus kalau begitu, aku tunggu besok ya. Jangan sampai tidak datang lagi”
“Hai, ja ne” Tatsuya menutup teleponnya dan menghela napas panjang.
“Sudah saatnya aku melepaskanmu Ryo”
Tatsuya membaringkan tubuhnya di tempat tidur dan memejamkan matanya. Tetapi kedua matanya sepertinya menolak untuk tertidur. Dia gelisah, dia memikirkan apa yang akan terjadi besok malam. Bagaimana dia akan menghadapi Ryo dan kakaknya. Apakah Ryo masih marah karena tadi dia memukulnya? Setelah membalikkan badan berkali-kali akhirnya Tatsuya pun tertidur.
A/N Waaaa aku senang banget bisa nulis sampai sejauh ini. Berikutnya adalah bagian terakhir.
Semoga aku bisa menyelesaikannya dengan cepat.
Doakan saya pemirsa. Hi hi hi..........