[Fanfic] May I Say I Love You? (Sato Shori x OC)

May 23, 2012 22:36


Title : May I say I love you?
Cast : Sato Shori (Sexy Zone), Morimoto Ryutaro , Sakurai Namiho (OC)
Genre : Romance
Type : Oneshoot
Rating : G

Summary : Shori tidak mempermasalahkan jika ia kalah. Tapi ia tidak rela kalah dalam satu hal penting.

A/N 1 : Kesengsem ama tawanya Shori XD *gelindingan di Johnny’s Jr Land*
A/N 2 : Minna, coba bayangkan sekolah di sini adalah Horikoshi Gakuen ya (sama seperti keadaan aslinya, Shori kelas 1, Ryuu kelas 2). Aulanya juga aula Horikoshi ya (megah banget kan tuh). Tapi peraturannya bukan peraturan Horikoshi. Mana bisa jadi cerita kalo peraturannya dari Horikoshi?
A/N 3 : Kaoru numpang lewat ya. Bayangkan saja dia seumuran dengan Shori (Bisa?)

###########################################################################



Seragam cewek :




Seragam cowok :



(Yang dipakai Matsushima Sou, bayangkan saja warnanya lebih biru tua)

++++++++++

Shori melangkah masuk ke halaman sekolah barunya. Ia mencoba menenangkan dirinya dengan menghembuskan nafas perlahan. Setelah ia merasa tenang, ia mendongakkan kepalanya dan memandang sekeliling.

‘Ini adalah hari pertamaku. Aku akan berusaha untuk menjadi siswa SMA yang berguna,’ batin Shori sembari tersenyum.

“Yosh, ganbarimasu,” Shori kembali berjalan, menuju kelas 1-B yang akan menjadi kelasnya selama setahun mendatang.

Shori berlari menuju aula sekolah untuk upacara penerimaan siswa baru. Tadi ia sedang ada di dalam toilet, jadi ia tidak tahu bila siswa lainnya sudah pergi ke aula sekolah. Shori merutuki dirinya sendiri yang gugup sejak tadi sehingga akhirnya dia harus berlari ke aula sekolah.

Shori sampai di aula dan merasa lega karena upacara belum dimulai. Ia segera berjalan menuju barisan yang sebagian besar diisi anak laki-laki. Ia langsung duduk ketika menemukan kursi kosong di barisan itu.

Setelah satu jam, upacara selesai. Shori bersama seluruh siswa keluar dari aula menuju kelas mereka masing-masing. Saat ia keluar dari aula, ia melihat sebuah keitai putih dengan gantungan berbentuk kura-kura tergeletak di lantai dekat pintu. Shori memungut keitai itu.

‘Mungkin terjatuh. Aku akan memberikannya pada guru,’ pikir Shori selagi ia memasukkan keitai itu ke dalam sakunya.

Shori dalam perjalanan ke kantor guru saat ia mendengar suara seorang perempuan di balik tikungan koridor. Suaranya terdengar panik. Shori mencoba mendekati suara itu dan berhenti tepat sebelum belokan.

“Dimana aku meletakkannya? Aku yakin tadi ada di saku blazer. Kenapa sekarang keitai-ku tidak ada?”

“Apa keitai ini milikmu?” Shori keluar dari balik dinding. Ia mengulurkan keitai putih yang ia temukan pada seorang gadis dengan rambut panjang yang diikat dua.

“Eh? Ini milikku,” gadis itu mengambil keitai putih dari tangan Shori dan tersenyum senang. “Dimana kau menemukannya?”

“Kau menjatuhkannya di dekat aula. Tadi aku ingin membawanya ke kantor guru. Tapi ternyata aku lebih dulu menemukan pemiliknya,” Shori tersenyum.

“Oh, arigatou gozaimashita. Hontou ni arigatou gozaimashita. Mm...Watashi wa Sakurai Namiho desu. Anata wa?” gadis itu mengulurkan tangannya.

“Sato Shori desu,” Shori menyambut tangan Namiho dan tersenyum.

Setelah perkenalan singkat itu, Shori kembali ke kelasnya. Ia duduk di kursinya yang terletak di samping jendela. Ia menoleh ke jendela di sebelahnya. Beberapa saat kemudian ia tersenyum.

“Teman pertamaku di SMA,”

++++++++++

Hari ini hujan turun sangat deras. Shori tinggal lebih lama di kelas karena ia harus menyelesaikan tugas bahasanya lebih dulu. Setelah ia meletakkan tugas itu di kantor guru, ia memutuskan untuk segera pulang. Shori berjalan menuju lemari lokernya untuk mengganti sepatu dan mengambil payung.

“Eh, Sakurai-san, kau belum pulang?” Shori menghampiri Namiho yang masih berdiri di dekat pintu masuk gedung sekolah.

“Belum, Sato-san. Aku lupa untuk membawa payung. Aku juga tidak bisa berlari untuk pulang karena jarak sekolah dan stasiun butuh waktu 10 menit,” ujar Namiho. Ia memandang keluar dengan sebal.

“Bagaimana kalau kau pergi ke stasiun bersamaku? Jarak dari stasiun ke rumahku 10 menit, dan aku membawa payung,” Shori memperlihatkan payung yang dibawanya. Setelah beberapa saat diam, Namiho mengangguk.

Shori dan Namiho berjalan bersama di bawah payung Shori. Hujan deras yang mengguyur kota Tokyo membuat mereka berdua harus saling berdekatan. Dan karena itu pula, tangan Shori ada di lengan Namiho untuk menjaga Namiho tetap dekat dan tidak basah.

Shori dan Namiho sampai di stasiun. Shori melepas tangannya dari lengan Namiho dan menurunkan payung.

“Arigatou ne, Sato-san,” Namiho tersenyum.

“Iie, daijoubu. Mm...Kalau begitu aku pulang dulu, ya,” Shori tersenyum manis pada Namiho sebelum kembali memakai payung untuk pulang ke rumah.

“Sayonara, Sato-san,” Namiho melambai pada Shori.

Sesampainya di rumah, Shori langsung masuk ke kamarnya. Tanpa mengganti pakaiannya lebih dulu, Shori merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur. Cukup lama ia terdiam sambil menatap langit-langit kamarnya. Suara guyuran hujan dapat terdengar dengan jelas di dalam kamarnya.

Tanpa Shori sadari, ia tersenyum.

++++++++++

SMA tempat Shori dan Namiho bersekolah mengadakan lomba lari maraton dalam rangka memperingati ulang tahun sekolah. Semua siswa boleh mengikuti lomba itu. Dengan keputusan yang matang, Shori mendaftar dalam lomba maraton yang akan diadakan minggu depan.

“Kau yakin mau ikut, Sato-san?” tanya Namiho.

Namiho dan Shori sedang ada di kantin pada jam makan siang. Beberapa saat sebelum Namiho bertanya, Shori memberitahu Namiho bahwa ia akan ikut serta dalam lomba maraton sekolah.

“Aku yakin, Sakurai-san,” jawab Shori setelah menelan roti yang ia makan.

“Apa kau mengincar juara 1? Bagaimana jika kau kalah?” Namiho menaruh gelas berisi jus stroberi saat ia bertanya lagi.

“Aku tidak peduli jika aku kalah. Jika aku bisa menjadi juara 1, itu bagus. Tapi jika hanya sebagai peringkat 2 atau malah jauh di belakang, itu tidak masalah. Yang penting aku sudah berusaha dengan sekuat tenaga,” Shori mengambil botol minumannya dan meneguknya sampai habis.

“Waw, aku tidak percaya. Apa benar itu kata-kata dari seorang anak laki-laki berumur 15 tahun? Bagus sekali,” Namiho tertawa. Tawa kecil yang membuat Shori ikut tertawa.

Satu minggu telah berlalu. Dalam waktu seminggu, Shori terus berlatih. Pagi-pagi sekali ia berlari mengitari kompleks rumahnya. Ia tidak pernah absen berlatih. Ia ingin memberikan yang terbaik. Ia yakin ia bisa.

Kini Shori sedang berdiri di depan garis start bersama para peserta lomba maraton. Ia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Kepalanya menoleh ke samping kanan kiri. Tak berapa lama kemudian ia menemukan Namiho yang tengah melambai padanya dan berkali-kali berteriak ‘Ganbatte’.

Perlombaan dimulai. Para peserta lomba langsung berlari dan akhirnya menghilang di gerbang sekolah. Cukup lama Namiho dan yang lainnya menunggu. Terang saja karena jarak yang mereka tempuh adalah 5 km. Namiho terus memandang gerbang sekolah dengan penuh harap.

“Sacchan, bukankah itu Sato Shori?” gadis di samping Namiho menepuk pundak Namiho. Namiho langsung menoleh ke gerbang sekolah.

Beberapa peserta sudah mulai tampak. Mereka sudah sampai di gerbang sekolah dan sebentar lagi menyentuh garis finish. Di antaranya adalah Shori.

Namiho mulai kembali berteriak untuk menyemangati Shori. Ia terus berteriak memberi semangat sampai akhirnya Shori melewati garis finish.

“Bagaimana rasanya?” Namiho duduk di samping Shori yang sedang beristirahat.

“Maji kimochi. Walaupun aku hanya mendapat peringkat tiga, tapi aku senang,” Shori tersenyum.

“Hanya? Menjadi peringkat tiga itu sudah bagus, Sato-san. Kau hebat,” Namiho tersenyum senang dan sesaat kemudian Shori tertawa.

“Bagaimana kalau aku memotretmu? Bukti bahwa kau telah melakukan yang terbaik untuk lomba hari ini,” Namiho mengambil keitai putih dengan gantungan berbentuk kura-kura dari dalam saku blazernya. Shori berdiri.

“Siap?” Namiho mengangkat keitai-nya dan mengarahkannya pada Shori.

“Siap,”




“Di sini kau rupanya,” seseorang datang dan menaruh telapak tangannya di atas kepala Namiho. Namiho mendongak dan ia tersenyum lebar.

“Ryuu-kun,” Namiho memeluk pemuda yang ada di belakangnya. Shori hanya bisa menatap mereka berdua dengan wajah tanpa ekspresi.

“Sato-san, ini Morimoto Ryutaro. Ryuu-kun, ini Sato Shori,” Namiho memperkenalkan Shori dan Ryutaro. Shori dan Ryutaro saling berjabat tangan.

“Saa, Mihocchi, mau pulang sekarang?” Ryutaro memandang Namiho yang lebih pendek darinya.

“Iya, ayo pulang. Sato-san, aku pulang dulu ya. Sayonara,” Namiho berbalik dan berjalan menjauh bersama Ryutaro. Beberapa saat kemudian Namiho memukul lengan Ryutaro.

Shori terdiam. Matanya terus mengikuti sosok Namiho dan Ryutaro yang semakin jauh. Begitu Namiho dan Ryutaro hilang dari pandangan, ia berjalan pelan menuju lemari lokernya.

Kamar Shori gelap. Ia menutup gorden dan mematikan lampu. Sementara itu, Shori tampak lemas. Pipinya menempel di atas meja belajar. Pandangannya kosong. Ia mengangkat tangannya dan meletakannya di dadanya.

‘Nani kore? Kenapa aku langsung lemas melihat Morimoto dengan Namiho? Kenapa aku merasa kecewa ketika tadi Namiho mengirim email padaku kalau ia tidak bisa belajar bersama denganku hari ini?’ batin Shori. Ia terus memegang dadanya. Jantungnya berdetak normal. Tapi ia merasa ada yang beda.

Shori pindah ke atas tempat tidur. Ia menatap langit-langit kamarnya. Hal ini membuat Shori bingung. Semua ini membingungkan. Shori masih berumur 15 tahun, siswa kelas 1 SMA, dan belum pernah merasakan apa itu cinta.

Tunggu dulu. Cinta?

++++++++++

Shori berjalan sendiri menuju kantin. Ia mencari Namiho di kelasnya. Tapi kata teman Namiho, Namiho sudah pamit ke kantin duluan.

Shori terdiam ketika ia memasuki kantin. Ia melihat Namiho dan Ryutaro duduk di meja yang sama. Ada beberapa buku yang ditumpuk di sebelah jus stroberi favorit Namiho. Tampaknya Ryutaro tengah mengajari Namiho beberapa pelajaran.

“Well, sepertinya mereka sedang belajar” ucap Shori. Ia pergi memesan roti lalu berjalan menuju meja Namiho.

“Sakurai-san, Morimoto-san, konnichiwa. Boleh aku duduk di sini?” tanya Shori. Namiho dan Ryutaro mendongak.

“Ah, Sato-san. Mochiron. Kau kan selalu duduk bersamaku,” ujar Namiho sambil tersenyum. Ryutaro juga ikut tersenyum.

Shori pun duduk di meja itu. Ia memakan rotinya dalam diam. Sesekali ia melirik ke arah Namiho dan Ryutaro yang masih sibuk belajar. Ia tidak mau mengganggu mereka. Setelah rotinya habis, Shori diam. Ia tidak tahu harus melakukan apa sementara dua orang di depannya mempunyai kesibukan sendiri.

“Hei, Sato-san. Apa kau tahu kalau Mihocchi ini mudah berteman dengan anak laki-laki? Bahkan saat kecil dulu temannya laki-laki. Tapi entah kenapa saat besar jadi lembut begini,” Ryutaro menjulurkan lidahnya pada Namiho.

“Haruskah kau menceritakan rahasiaku? Lagipula jangan memanggilku begitu donk,” Namiho memukul lengan Ryutaro dan Ryutaro hanya tertawa. Matanya menjadi sipit di balik kacamatanya itu.

“Kalau kau mudah berteman dengan anak laki-laki, kenapa sampai sekarang belum punya pacar ya? Aah, kau menunggu pangeranmu datang untuk menjemputmu ya?” Ryutaro menyeringai ke Namiho sementara Namiho memukulnya habis-habisan.

“Aku menunggu orang yang menyukaiku tanpa memandang penampilanku. Kalian kan tahu kalau aku tidak secantik teman-teman. Tapi kalau dilihat dari apa yang dialami teman-temanku, sepertinya sekarang masih belum ada orang yang seperti itu,” Namiho menyangga kepalanya dengan tangan dan memandang lurus ke atas. Ia tersenyum. Semua terdiam. Beberapa detik kemudian, Namiho langsung menutup mulutnya.

“Ah...Aku terlalu banyak bicara,” ucap Namiho. Ryutaro hanya tertawa sambil mengacak rambut Namiho.

Sesaat kemudian Shori pamit pergi ke kelas karena ada sesuatu yang harus ia kerjakan. Tapi setelah ia sudah jauh, ia tidak pergi ke kelas. Kakinya melangkah membawanya ke atap sekolah.

Angin bertiup cukup kencang di atap sekolah. Shori memilih duduk di bangku di tepi bangunan. Ia menaruh dagunya di atas kedua tangannya yang ia tempelken di dinding pembatas. Wajahnya campuran antara hampa dan senang.

Shori mengambil keitai biru miliknya dan mengetik sesuatu. Sesaat kemudian, seorang pemuda yang seumuran dengan Shori, bernama Kuramoto Kaoru, datang dan duduk di samping Shori.

“Memang benar kok, itu cinta. Kau merasakannya,” ucap Kaoru setelah Shori bercerita tentang apa yang selama ini ia herankan. Helai rambut Kaoru berkibar ditiup angin.

“Eh, Nani? Ai? Demo...Arienai. Namiho wa ore no tomodachi,” Shori memandang Kaoru dengan wajah tidak percaya.

“Shori-chan...Jangan menyangkal. Omae wa Namiho ga suki dayo. Hora, kau merasa sakit saat melihat Namiho bersama Ryutaro. Kau juga merasa lebih nyaman saat kau bersama Namiho. Bahkan saat pertandingan maraton kau melupakanku dan memilih bersama Namiho,” Kaoru menggembungkan pipinya setelah ia selesai mengatakan semua itu. Yang diajak bicara hanya menyeringai dengan wajah tak berdosa.

“Dan kau bilang, Namiho belum punya pacar. Namiho ingin ada orang yang menyayanginya tanpa melihat penampilannya,” ucap Kaoru. “Memang benar sih dia tidak secantik teman-teman satu gengnya. Tapi tawanya terlihat tulus,” lanjut Kaoru lirih.

“Hei, apa kau bilang?” Shori menjitak kepala Kaoru tanpa belas kasihan. Kaoru langsung meringis sambil memegang kepalanya.

“Tuh kan, terbukti. Kau menyukainya. Kau tidak mau aku berkomentar tentang penampilannya,” ujar Kaoru. Ia mengelus kepalanya yang terasa nyeri.

Shori kembali diam. Ia berpikir sejenak, lalu tersenyum.

++++++++++

Shori segera membereskan buku-bukunya dan keluar dari kelas setelah Yabu-sensei mengakhiri pelajaran hari ini. Dengan semangat yang diberikan Kaoru, Shori berjalan menuju kelas 1-H, kelas Namiho.

‘Kau jangan jadi pemalu donk. Sejak SMP kau selalu jadi pemalu. Kau bahkan terlalu malu menerima cokelat di hari valentine. Hei, kau hanya menerimanya,’ ucapan Kaoru itu masih terngiang di telinga Shori. Ia tersenyum mengingat kalau Kaoru masih mencela sikap malunya.

Shori sampai di depan kelas 1-H. Matanya menjelajah seluruh isi kelas, tapi ia tidak menemukan sosok Namiho. Shori mengerutkan keningnya. Ia melangkah pergi dari kelas 1-H dan berencana mencari Namiho.

Saat Shori berjalan di dekat kantin, Shori melihat sosok Namiho dari sudut matanya. Namiho, Yuki (teman sekelas Namiho), Michiyo (teman sekelas Namiho), dan...Morimoto Ryutaro. Shori bersembunyi di balik dinding. Ia mengintip sedikit.

Ia melihat Ryutaro memberikan setangkai bunga mawar pada Namiho. Namiho menerimanya dengan senang dan langsung memeluk Ryutaro. Reflek Ryutaro mengacak rambut Namiho.

Shori terkesiap. Ia langsung berbalik dan berjalan pulang. Ia ingin pulang. Secepatnya.

“Ne, Sacchan. Otanjoubi omedetou,” Yuki memeluk Namiho setelah Namiho melepas Ryutaro.

“Otanjoubi omedetou, Sacchan. Tak kusangka kita masih bisa merayakan ulang tahunmu di sekolah. Kukira kita akan berpisah sekolah setelah lulus SMP,” Michiyo ikut memeluk Namiho.

“Arigatou ne. Aku senang,” Namiho memeluk erat kedua sahabatnya itu.

“Kalau begitu, kami pulang dulu ya. Ikou, Mihocchi,” Ryutaro merangkul Namiho dan mereka berdua berjalan pulang.

++++++++++

Shori terdiam di depan televisi yang terus menyala sedari tadi. Ia terus mengganti saluran televisi. Mulai dari Asahi TV, Nihon Terebi, sampai NHK. Bahkan saluran Fuji TV berkali-kali muncul di layar televisi.

~Mitsuketanda chiisana hikari mirai e. With you with you kono te wa mou hanashitari shinai~

Shori mengambil keitai yang ada di sebelahnya. Email dari Namiho.

Dari : namihosa@yahoo.co.jp
Subjek : Belajar bersama

Sato-san, hari ini jadi belajar bersama, kan? Maaf kalau beberapa hari yang lalu aku tidak bisa. Hari ini kita belajar lagi, oke?

^-Sacchan-^

Shori menghela nafas. Ia bergegas menuju kamar mandi.

Kini Shori ada di rumah keluarga Sakurai. Ia dan Namiho sering belajar bersama di kamar Namiho. Orang tua Namiho sudah mengenal Shori dengan baik dan mereka senang karena ada yang membantu Namiho belajar.

Ibu Namiho baru saja keluar dari kamar Namiho setelah memberikan camilan pada Shori dan Namiho. Dengan antusias Namiho mengambil satu camilan dan memakannya.

Sementara Namiho membuka buku pelajarannya,  Shori melihat ke atas laci buku Namiho. Ada setangkai bunga mawar merah di atasnya. Shori menelan ludah ketika melihat bunga itu. Ia mengalihkan pandangan dari bunga itu.

“Mm....Sakurai-san,” panggil Shori sambil mengambil satu camilan.

“Mm? Doushita no?” Namiho mendongak menatap Shori.

“Aku mau tanya...” ucap Shori lirih.

“Eh? Nani?” Namiho meletakkan pensilnya.

“Bunga mawar itu dari Morimoto, kan? Apa kalian...pacaran?” Shori membuat suaranya tidak naik turun, tapi tidak berhasil.

Namiho menoleh ke laci bukunya. Kemudian ia tertawa. Tawa yang cukup lama. Shori memandang Namiho tak mengerti.

“Kau lihat, ya? Ya ampun, apa aku belum bilang kalau Ryutaro itu kakak sepupuku? Hari ini aku ulang tahun, dan dia memberiku hadiah sesuai tradisi keluarga. Jika ada kerabat yang ulang tahun, harus memberi bunga mawar. Lalu disimpan di kamar agar permohonannya terkabul. Dia bukan pacarku, dia kakak sepupuku, Sato-kun,” jelas Namiho setelah ia selesai tertawa. Ia tersenyum menatap Shori. Tak lama kemudian ia menunduk.




Shori kaget. Bahkan camilan yang ada di tangannya sampai terjatuh.

‘Ryutaro...Sepupunya? Chotto, apa tadi dia memanggilku? Sato-kun?’

“Hontou desu ka?” tanya Shori. Ia ingin meyakinkan apa yang ia dengar.

“Hai. Aku dan Ryuu-kun selalu seperti itu. Dia sangat sayang padaku,” jawab Namiho. Ia tersenyum. “Doushita no, Sato-kun? Kau cemburu ya?” Namiho tersenyum dan menyipitkan matanya.

“Nani? Tidak kok. Aku tidak cemburu,” Shori langsung menunduk, berusaha menyembunyikan wajah salah tingkah. Ia tidak bisa menahan senyumnya untuk muncul. Sesaat kemudian, ia mendongak menatap Namiho.

“Sakurai-san, aku mau mengatakan sesuatu. Sebenarnya aku tidak berani. Tapi...Ada yang mengatakan padaku bahwa aku harus melakukannya sebelum semua terlambat,” Shori menutup bukunya dan meletakkan pensil.

“Mm...Nani?” Namiho menatap Shori sambil menggigit bibir bawahnya. Terlihat manis.

“Mm...Bolehkah...Boleh kubilang kalau aku mencintaimu?” seketika rona merah muncul di pipi Shori. Ia menatap Namiho, menunggu jawaban.

Namiho melirik ke samping, tampak berpikir. Ia mengambil keitai-nya dan mendekati Shori. Ia membuka keitai flip miliknya dan memperlihatkannya pada Shori. Shori terbelalak. Fotonya menjadi wallpaper keitai Namiho. Ia menatap Namiho.

“Apa ini cukup memberi jawaban?” Namiho tersenyum. Senyumnya yang paling indah.

Shori langsung memeluk Namiho erat. Ia menaruh dagunya di pundak Namiho. Namiho pun membalas pelukan Shori.

“Kau tahu aku tidak mempermasalahkan jika aku kalah. Tapi aku tidak mau kalah dalam hal menyayangimu,” bisik Shori lembut di telinga Namiho. Ia yakin saat ini Namiho sedang tersenyum.

Tiba-tiba pintu menjeblak terbuka. Shori dan Namiho langsung memisahkan diri.

“Cieee, adik kecil sudah punya pacar. Waah, ternyata permohonanmu terkabul dengan cepat ya. Atau jangan-jangan kau memakai jampi-jampi pada Shori?” Ryutaro berdiri di pintu kamar Namiho. Ia bersender pada kusen pintu dan menatap Shori dan Namiho dengan menyeringai.

“Niichan!!” Namiho langsung berlari mengejar Ryutaro yang langsung menghindar.

“Huwaa!! Nenek lampir mengejarku!!”

“Siapa yang nenek lampir?!”

Shori tertawa melihat tingkah Namiho dan Ryutaro yang berkejaran sampai keluar dari kamar. Tawanya bahagia. Ia bisa memiliki seseorang yang ia suka. Seseorang yang tidak ia lihat dari penampilannya, tapi dari dalam hati. Semua orang bilang kalau menyukai seorang perempuan dari hatinya itu adalah munafik. Tapi tidak untuk Shori. Ia selalu menganggap Namiho cantik dengan caranya sendiri.

Shori tidak peduli jika ia kalah. Tapi ia tidak mau kalah dalam satu hal penting. Yaitu mencintai seseorang dengan jujur.

~Owari~

Bonus

Senyum Shori yang aku kagumi XD



sato shori, morimoto ryutaro, kuramoto kaoru, fanfic, fanfic : romance, hey!say!jump fanfiction, sexy zone fanfiction, indonesian fanfiction, one-shot fanfic

Previous post Next post
Up