Title : My Beautiful Thief (2/?)
Cast : Jinguji Yuta, Iwahashi Genki, Miyachika Kaito (Semua Johnny’s Jr)
Genre : Fluff, Romance, Shounen-Ai, nyerempet(?) Yaoi
Rating : G
A/N : Di akhir chapter ini akan muncul satu tokoh lagi. Penasaran? Baca aja ya~ ^O^
WARNING! Fanfic ini mengandung unsur Shounen-Ai dari awal hingga akhir.
Don't like, don't read
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
~ CHAPTER 2 ~
“Kau sudah tahu kan, Jinguji? Dia itu mantanku,”
Sontak suhu di sekitar mereka terasa lebih dingin sepuluh derajat. Jinguji membatu di tempatnya, Genki pun begitu. Miyachika justru tersenyum sinis dan menaruh telapak tangan kanannya di puncak kepala Genki dan mengacak rambutnya.
“Kau… Jadi waktu itu kau-“
“Ya, Jinguji Yuta-kun. Ketika aku bertemu denganmu tempo hari itu, aku bersungguh-sungguh. Kau kira ini hanya sekedar candaan renyah tak berharga? Tidak. Aku bersungguh-sungguh,” ucap Miyachika menyela kalimat Jinguji. Genki sontak membelalakkan matanya.
“Jadi kalian sudah pernah bertemu sebelumnya?” tanya Genki lirih. “Miyacchi, hanase,” lanjut Genki.
“Nande, Gen-chan? Apa kau jadi canggung karena sudah lama tidak kupeluk?” tanya Miyachika. Matanya menatap tajam pada Jinguji. Jinguji─yang kemarahannya sudah mencapai ubun-ubun─langsung menarik pergelangan tangan Genki dan membuatnya lepas dari tangan Miyachika.
“Maaf, Miyachika Kaito-kun, tapi Iwahashi Genki sekarang adalah milikku,” tanpa sadar, Jinguji mencengkeram pergelangan tangan Genki dengan agak keras. Genki langsung membelai pundak Jinguji untuk menenangkannya.
“Jin-chan…”
“Hh.. Baiklah kalau begitu. Aku pulang saja,” Miyachika meraih tasnya yang ada di atas meja belajar Genki dan menyampirkannya di pundak. Sebelum ia melewati pintu kamar Genki, ia berhenti. “Tapi bukan berarti kau bisa bernafas lega, Jinguji-kun,”
Langkah kaki Miyachika terdengar semakin menjauh ketika akhirnya Jinguji jatuh terduduk di lantai kamar Genki. Ia menunduk dengan masih mencengkeram pergelangan tangan Genki. Pemuda berparas manis itu pun berlutut di sebelah Jinguji dan mengusap punggungnya.
“Puu, jangan dipikirkan ya? Aku di sini untuk Puu kok. Aku milik Puu. Jangan dibuat pikiran. Ne?” Genki memiringkan kepalanya sehingga bisa menatap wajah Jinguji yang tengah tertunduk. Ia tersenyum manis, membuat kekasihnya itu akhirnya ikut tersenyum.
“Lain kali jangan dekat-dekat Miyachika lagi ya, Gen-chan,” Jinguji mengangkat kepalanya dan mengecup kening pemuda cantik di depannya perlahan. Genki memejamkan matanya, menikmati setiap kasih sayang yang Jinguji curahkan untuknya.
Hari itu, sepasang kekasih tersebut berjalan-jalan ke taman bermain. Jinguji beralasan bahwa ia suntuk berada di rumahnya, padahal sebenarnya ia ingin meredakan emosinya yang membuncah karena melihat Miyachika tadi pagi.
Genki berlari menuju Jinguji yang tengah menunggunya di salah satu meja di dekat wahana komedi putar. Pemuda manis itu berlari sembari membawa dua gula kapas serta mengenakan bando kuping kucing di kepalanya. Jinguji yang melihat itu langsung terdiam, bahkan ia bergeming saat Genki mengulurkan satu gula kapas padanya.
“Puu? Puu kenapa?” Genki melambai-lambaikan tangannya di depan wajah pemuda berambut cokelat itu. Jinguji pun tersadar dan mendongak.
“Nggak apa-apa. Cuma… kamu manis banget,”
Blush
Genki menjejalkan batang gula kapas itu ke tangan Jinguji sehingga Jinguji pun langsung memegangnya. Genki duduk di kursi di depan Jinguji dan langsung menyembunyikan wajahnya di balik gula kapas miliknya. Ia mengambil gula kapas itu sedikit demi sedikit lalu memakannya tanpa menatap Jinguji. Jinguji yang mengerti bahwa kekasihnya itu sedang tersipu pun akhirnya tertawa.
Kedua sejoli yang masih duduk di bangku SMA itu mencoba berbagai permainan. Mulai dari arena cangkir putar, komedi putar, rumah kaca, bianglala, dan rumah hantu. Genki menolak mentah-mentah ketika Jinguji menawarinya naik roller coaster dan akhirnya menyeret Jinguji untuk masuk ke rumah hantu.
Di dalam rumah kaca, Genki-lah yang memimpin. Ia berjalan di depan dengan gaya seperti bos sementara Jinguji mengikuti dari belakang. Tapi sialnya, pemuda cantik itu akhirnya salah melangkah dan menabrak kaca. Dahinya terantuk kaca dengan lumayan keras. Jinguji pun langsung menghampiri kekasihnya dan mengusap dahi Genki. Ia lalu mengecup kening Genki singkat, berharap itu bisa meredakan sakitnya.
Sementara di dalam bianglala, Genki dan Jinguji menikmati waktu mereka. Mereka mengambil beberapa foto selfie dengan beberapa pose. Foto yang paling mereka sukai adalah ketika mereka bergantian mengecup pipi masing-masing. Genki memejamkan mata dengan senyuman menghiasi wajahnya ketika Jinguji mengecup pipinya.
Ketika mereka menyusuri rumah hantu, lagi-lagi Genki-lah yang memimpin. Ia menggenggam tangan Jinguji yang berjalan di belakangnya. Genki memang menolak mentah-mentah tawaran naik roller coaster, tapi entah kenapa ia justru berani masuk rumah hantu. Ketika mereka hampir tiba di pintu keluar, tiba-tiba seseorang menepuk pundak Jinguji. Dalam keadaan gelap gulita, Jinguji berteriak ketakutan. Tanpa disangka, orang tadi memisahkan genggaman tangan Jinguji dan Genki. Orang itu lalu menggenggam tangan Genki dan menariknya keluar dari rumah hantu. Dengan seluruh kekuatannya, Jinguji bangkit dan berlari menyusul Genki. Namun yang menyambutnya kembali membuatnya emosi karna yang ia lihat adalah─
─Miyachika Kaito.
“Apa yang kau lakukan di sini?!” Jinguji menghardik keras. Ia berjalan dengan marah menuju Miyachika yang langsung menarik Genki. Ia memeluk pemuda berlesung pipi itu dari belakang dengan lengan yang berada di luar lengan Genki dan tangannya yang menggenggam kedua tangan Genki.
“Menemani tuan putriku,” ucap Miyachika dalam senyuman. Ia menatap pemuda berambut cokelat di depannya itu dengan tatapan menantang.
“Lepaskan Genki sekarang juga!”
Begitu Jinguji selesai menghardik, Miyachika justru melesat dengan tetap menggenggam tangan kanan Genki. Ia menyeruak di antara kerumunan pengunjung sehingga Jinguji tidak mudah meraih mereka. Pemuda berwajah pucat itu membawa Genki yang berusaha melawan─dan ternyata sia-sia saja─ke celah antara dua gedung yang tidak banyak dilewati orang. Secepat kilat Miyachika langsung memerangkap Genki di antara kedua tangannya dan dinding di belakang Genki.
“Miyacchi, apa sih maksudm─”
Suara Genki menghilang tepat ketika Miyachika membungkamnya dengan bibirnya. Miyachika memejamkan matanya sembari mencium Genki dalam diam. Detik berikutnya, ia bergerak mengulum bibir Genki dua kali sebelum akhirnya Genki tersadar dan mendorong Miyachika menjauh.
Apa yang dilakukan oleh Miyachika membuat pemuda itu terdiam, namun matanya membulat dan mengatakan banyak hal. Bibirnya terkatup, mungkin tidak tahu ingin mengucapkan apa.
Jauh di ujung celah, seorang pemuda berperawakan kurus tengah berdiri diam menatap dua insan yang berdiri agak jauh darinya. Ia melihat semuanya, tentu saja, ia datang tepat ketika Miyachika mencium kekasihnya, Iwahashi Genki. Ia tidak mengerti kenapa Genki tidak langsung memberontak seperti kebiasaannya dan justru terdiam.
Genki mendorong tubuh Miyachika agar lebih jauh darinya. Ia lalu melangkah menjauhi tempat itu setelah sebelumnya menggamit tangan Jinguji. Miyachika tidak mengejar dan hanya menatap kosong ke arah perginya Genki. Tangannya terangkat dan menyentuh bibirnya yang beberapa menit yang lalu sempat menyentuh bibir Genki.
Ketika mereka tiba di dekat wahana bianglala, Jinguji menghentikan langkahnya. Sontak Genki yang masih menggenggam tangan Jinguji pun ikut berhenti. Jinguji lalu merogoh ke dalam sakunya dan mengeluarkan sebuah sapu tangan. Ia berjalan menuju kran air di dekatnya dan sedikit membasahi sapu tangan itu, kemudian kembali menuju Genki dan mengusap bibir merah muda Genki dengan sapu tangannya.
“Aku nggak mau ada jejak lain di bibir pacarku selain jejak dariku sendiri,” Jinguji mengusapkan sapu tangannya sekali lagi kemudian membuang sapu tangan itu ke tempat sampah.
“Kok dibuang?”
“Ada aura Miyachika di sana. Aku nggak suka,”
Genki sontak tertawa geli. Ia tidak menyangka bahwa pemuda yang jauh lebih muda darinya itu akan bereaksi demikian, padahal ia pikir Jinguji akan marah dan mendiamkannya selama sehari penuh, karena itu yang dilakukannya ketika ia marah pada Jinguji.
“Apaan sih? Jangan ketawa,” Jinguji tiba-tiba mencubit kedua pipi lembut Genki. Tak mau kalah, Genki pun langsung memasang wajah memelas serta puppy eyes, dan benar saja, Jinguji melepaskan pipi Genki dan memalingkan wajah pada detik berikutnya.
“Puu kawaii,” Genki berjinjit dan memeluk leher Jinguji. Yang dipeluk hanya tersenyum dan mencubit pipi Genki yang sekarang berada di samping pipinya.
ᴥᴥᴥᴥᴥ
Langkah kaki Genki terhenti ketika sudut matanya menangkap beberapa sosok manusia yang tengah berkerumun di dekat pintu kelas. Ia berlari menghampiri teman-temannya itu dan menyeruak agar bisa melihat apa yang ia lihat.
‘Daftar Kelompok Tugas Drama’
Jemari putih Genki menelusuri setiap daftar kelompok untuk mencari namanya, namun kemudian matanya membulat ketika melihat sebuah nama tercantum tepat di bawah namanya.
“Eeh? Kapan kalian bahas ini? Kok aku nggak tahu sih?” Genki menegakkan badannya seraya memprotes. Ia merasa tidak terima karena tidak ikut berdiskusi.
“Tadi malam, di grup line. Kamu nggak aktif sih tadi malam,”
Genki langsung mengurungkan niatnya untuk memprotes lagi. Tadi malam… Ya bagaimana dia mau online kalau tadi malam ia terus bermain bersama Jinguji di kamarnya?
Dengan pundak yang turun, Genki melangkah gontai menuju bangkunya. Tak bisa dipungkiri, ia merasa akan ada bahaya yang datang.
Di saat jam pelajaran bahasa Jepang, guru pengajar memberikan waktunya kepada murid-murid untuk mendiskusikan kisah yang akan mereka buat menjadi drama. Kisah itu harus ditulis oleh mereka sendiri dan boleh sedikit mencontek cerita yang telah ada. Boleh tentang apa saja asalkan tidak berhubungan dengan SARA dan sex.
Dengan sedikit malas, Genki duduk bersama teman-teman satu kelompoknya, dan─entah disengaja atau tidak─Miyachika mengambil tempat di samping dirinya. Genki menghembuskan nafas sebal dan membuang muka.
Diskusi ditutup setelah mereka memutuskan untuk membuat kisah bertema moral dan sosial. Dalam cerita itu akan diceritakan tentang seorang anak yang di-bully oleh beberapa temannya dan hanya ada satu orang yang membelanya. Anak itu tidak bisa membela dirinya sendiri hingga ia selalu dilindungi oleh satu-satunya teman yang ia miliki. Suatu hari, orang-orang yang biasa mem-bully-nya mengalami kesulitan. Pada awalnya, anak korban bullying itu membiarkannya, namun setelah dipaksa oleh sahabatnya, ia pun menolong orang-orang yang suka mem-bully-nya tersebut. Sejak saat itu, ia tidak pernah lagi diganggu oleh orang-orang itu, bahkan anak itu mulai belajar untuk bisa mempertahankan dirinya sendiri.
Mungkin kalian mau tahu siapa yang memerankan tokoh sang korban bullying? Ah, aku yakin kalian sudah tahu jawabannya. Ya, Iwahashi Genki.
Genki cepat-cepat membereskan buku-bukunya dan berlari keluar kelas ketika bel tanda pulang sekolah berbunyi. Rambutnya berkibar ketika ia berlari menuju kelas Jinguji dimana Jinguji telah menunggunya di depan pintu kelas. Jinguji menyambut Genki dengan senyuman lalu menggandeng tangan Genki dan berjalan pulang bersama.
“Puu tahu gak? Masa aku dapet peran jadi korban bullying di tugas drama nanti,” Genki mengerucutkan bibirnya ketika ia bercerita pada Jinguji. Jinguji melirik kekasihnya sekilas lalu kembali memandang ke depan sembari tersenyum.
“Nggak apa-apa. Aktingmu pasti bagus kok,” Jinguji mengeratkan genggamannya pada jemari Genki. “Dan tolong jangan cemberut gitu, Genki. Aku jadi ingin menciummu, kau tahu,”
Sontak Genki memukul pelan lengan Jinguji. “Baka,”
“Tapi, Puu, aku takut. Miyachika satu kelompok denganku,” lanjut Genki. Raut wajah Jinguji tiba-tiba mengeras dan ia kembali mempererat genggaman tangannya.
“Genki, aku mau untuk lain kali kamu lebih tegas lagi ya. Jauhi Miyachika. Aku mohon,” ucap Jinguji lirih.
Pemuda berlesung pipi itu mendongak menatap wajah kekasihnya. Ia tersenyum tipis. Pikirannya menerawang jauh, mengingat masa-masa ketika ia belum bertemu Jinguji. Dulu hanya ada Miyachika Kaito dalam hidupnya, bahkan saat ia merasakan hari-hari terburuknya di SMP. Ia tidak memungkirinya saat ada yang bertanya apakah dulu ia menjalin hubungan dengan Miyachika. Tapi jika harus mengakuinya, ia akan mengakui bahwa ia jauh lebih mencintai Jinguji Yuta.
Dengan segala kemampuannya, Genki akan mengakui bahwa Jinguji Yuta adalah hidupnya. Ia akan merasa lebih aman jika Jinguji ada di sisinya. Ia tidak ingin Jinguji pergi, bahkan untuk sekejap saja. Ia pun tidak bisa melihat Jinguji dengan orang lain, sekalipun itu hanyalah teman Jinguji. Mungkin terasa posesif, tapi memang begitulah yang ia rasakan.
Namun kini sepertinya kekuatan cinta mereka tengah diuji.
“Ah, Jin-chan!”
Sepasang kekasih itu berhenti dan menoleh ke seberang jalan. Di sana, mereka melihat seorang pemuda berambut hitam lurus yang tengah berlari menyeberang jalan menuju mereka. Pemuda itu tersenyum manis hingga matanya menyipit.
“Haa. Reia. Hisashiburi,”
Jinguji tersenyum pada pemuda yang baru saja tiba di hadapannya. Genki menatap pemuda yang dipanggil Reia tersebut dengan seksama. Ia menunduk memandang tangan Jinguji yang masih menggenggam tangannya, kemudian balik menatap pemuda yang tengah tersenyum manis di hadapannya.
Kenapa?
::: TO BE CONTINUED :::