Title : My Beautiful Thief (1/?)
Cast : Jinguji Yuta, Iwahashi Genki, Miyachika Kaito (Semua Johnny's Jr)
Genre : Fluff, Romance, Shounen-Ai
Rating : G
WARNING! Fanfic ini mengandung unsur Shounen-Ai dari awal hingga akhir.
Don't like, don't read
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
~ CHAPTER 1 ~
Jinguji membanting pintu kamarnya hingga menutup. Ia melempar tasnya ke sudut kamar lalu menjatuhkan tubuhnya ke atas tempat tidur. Wajahnya tampak sangat frustasi.
Tiba-tiba ponsel Jinguji berdering. Ia merogoh saku celananya dan mengambil ponselnya. Tanpa melihat layar, ia langsung mengangkat telepon itu.
“Doushita no, Jingu?”
Jinguji langsung bangkit dan menoleh ke jendela kamarnya. Rumah keluarga Jinguji bersebelahan dengan rumah keluarga Iwahashi. Rumah kedua keluarga itu hanya dibatasi oleh sebuah taman kecil. Tepat di seberang kamar Jinguji, ada seorang anak laki-laki yang melambai dari sebuah kamar di lantai dua rumah Iwahashi.
“Doushita no, Jingu?”
Lagi-lagi terdengar pertanyaan yang sama dari ponsel Jinguji. Jinguji segera menempelkan ponsel itu di telinganya, sementara badannya menghadap ke jendela kamarnya. Ia menatap anak laki-laki yang ada di seberang sana.
“Nande mo nai. Daijoubu yo, Genki,” sahut Jinguji sambil tersenyum.
“Hontou?” tanya Genki. Sama-samar Jinguji melihat bahwa raut wajah Genki tampak khawatir.
“Hontou desu yo. Sudahlah, kau tidur saja sana. Ini sudah larut malam, Genki. Aku juga mau tidur. Ngantuk,” ujar Jinguji sambil tersenyum.
“Iya deh, iya. Aku tidur dulu kalau gitu. Oyasumi, Jingu,”
“Oyasumi, Gen-chan,”
Jinguji mematikan teleponnya. Ia terus memandang ke kamar Genki hingga akhirnya anak laki-laki bernama Genki itu mematikan lampu kamarnya dan pergi tidur. Jinguji menghela nafasnya dengan keras. Bagaimana mungkin ia memberitahu Genki tentang apa yang ia temui tadi?
Anak laki-laki itu bernama Iwahashi Genki. Ia adalah teman sekolah Jinguji Yuta. Selama dua tahun mereka terus berada di kelas yang sama, namun di tahun terakhir SMA mereka justru tak lagi sekelas. Genki adalah anak yang sangat pendiam ketika ia pertama masuk sekolah. Ia bahkan baru bicara dengan Jinguji ketika mereka naik ke kelas dua. Sejak saat itulah mereka akhirnya dekat dan menjadi teman baik. Bahkan lebih.
Lebih?
Ya. Mereka telah menjalin hubungan sejak empat bulan yang lalu. Ketika itu, mereka pergi bersama ke sebuah kafe dengan maksud mengerjakan pr bersama. Jinguji memesan minuman untuk mereka berdua, namun diam-diam dia juga memesan sebuah cupcake yang bisa ditulisi menggunakan cokelat pasta. Jinguji menghampiri kasir untuk mengambil sendiri pesanannya. Saat itulah ia menulis sebuah kalimat di atas cupcake yang pada akhirnya ia berikan pada Genki. Genki seketika terkesiap. Ia lalu mengangguk untuk mengiyakan ajakan Jinguji. Sejak saat itulah mereka menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih.
Malam itu Jinguji tampak gelisah. Ia terus membalikkan tubuhnya di atas tempat tidur tanpa mengganti pakaiannya terlebih dahulu. Tapi ia tidak tahu bahwa apa yang ditakutinya hari ini tidak lebih buruk dari apa yang akan ditakutinya esok hari.
ᴥᴥᴥᴥᴥ
“Miyachika Kaito desu. Yoroshiku onegaishimasu,”
Genki tersentak. Matanya terbelalak ketika seseorang bernama Miyachika Kaito masuk ke dalam kelas dan memperkenalkan dirinya.
“Hai. Kalau begitu, kau bisa duduk di bangku nomor 2 dari belakang yang kosong itu, Miyachika-san. Hai, di sebelah bangku yang ditempati anak laki-laki yang memakai gelang cokelat itu,”
Setelah Makoto-sensei memberitahu tempat duduknya, Miyachika segera berjalan menuju bangkunya, yang ternyata berada tepat di sebelah bangku Genki. Begitu ia duduk, ia segera menolehkan kepalanya pada Genki. Untuk sesaat, ia tersenyum penuh arti.
“Halo, Genki. Senang bertemu denganmu lagi,” ucap Miyachika setengah berbisik. Genki balik memandang Miyachika dan kemudian tersenyum.
“Hai. Lama tak jumpa, Miyacchi,”
ᴥᴥᴥᴥᴥ
Ketika bel istirahat berbunyi, Jinguji segera bangkit dan berjalan menuju kelas 3-B, kelas dimana Genki berada. Ia bermaksud mengajak Genki ke kantin bersama. Namun begitu ia baru saja menginjakkan kaki memasuki kelas 3-B, ia berhenti. Ia terpaku melihat seorang anak laki-laki yang duduk di samping Genki. Anak laki-laki yang tak ingin ia temui. Anak laki-laki yang ditemuinya kemarin. Anak laki-laki yang ditakutinya.
Setelah lama menimbang-nimbang, Jinguji pun melangkahkan kakinya menghampiri Genki yang tampak asyik mengobrol dengan Miyachika. Ia menepuk pundak Genki begitu ia sudah berada di belakangnya dan Genki pun mendongak memandang Jinguji.
“Kantin?” tanya Jinguji. Namun kemudian, justru Miyachika yang bangkit dari tempat duduknya.
“Kami ada tugas yang harus segera diselesaikan. Harus dikumpulkan hari ini juga. Dan aku membawa bekal makanan yang bisa kubagi dengan Genki. Jadi, kami permisi dulu,” tanpa basa basi lagi, Miyachika langsung menarik lengan Genki dan membawanya keluar kelas. Jinguji hanya terpaku di tempatnya. Ia mendongakkan kepalanya dan memandang ke arah Genki menghilang bersama Miyachika. Wajahnya tampak sangat geram.
Sementara itu, Genki yang kini tengah berada di perpustakaan masih merasa keheranan dengan apa yang dilakukan Miyachika tadi. Namun ia menepis segala prasangka buruk karena ia tidak mau merusak segala suasana, terutama karena Miyachika yang kini ada di perpustakaan bersamanya adalah temannya dari kecil yang sudah dua tahun tidak ia temui. Genki bersahabat baik dengan Miyachika, bahkan jauh sebelum Genki mengenal Jinguji Yuta dan mulai berteman dengannya.
ᴥᴥᴥᴥᴥ
“Siapa dia?” tanya Jinguji.
Jinguji dan Genki sedang dalam perjalanan menuju rumah mereka. Mereka baru saja selesai les di tempat yang sama. Sambil memakan es krim yang dibeli Jinguji untuk mereka berdua, mereka membicarakan banyak hal. Di tengah obrolan mereka yang tampak mengasyikkan, Jinguji mendadak menanyakan perihal Miyachika pada Genki.
“Teman lama. Kami selalu sekelas dari SD sampai SMP, sampai akhirnya aku harus pindah ke sini karena ayahku dimutasi,” jawab Genki santai sambil memakan es krimnya sedikit demi sedikit.
“Jadi, sudah lama kenal? Teman dekat?” tanya Jinguji lagi. Ia berusaha membuat kalimatnya terasa normal dengan sekuat tenaga.
“Memang. Dia teman pertamaku saat SD, jadi mulai saat itu aku bersahabat dengannya,” hening sesaat. “Kenapa?” tambah Genki.
“Tidak kenapa-kenapa,” jawab Jinguji cepat.
“Hmmm, cemburu yaa?” tanya Genki dengan nada jahil sambil mengayun-ayunkan batang es krim nya ke arah Jinguji.
“Ih, ngapain cemburu,” sahut Jinguji cepat tanpa menoleh sedikit pun pada Genki. Genki yang segera paham langsung tertawa kecil dan segera merangkul Jinguji yang hanya lebih tinggi beberapa senti darinya.
“Main ke rumahku yuk, sekalian bantuin aku ngerjain pr,” ajak Genki dengan nada manja. Jinguji menimbang sejenak, lalu ia segera mengangguk.
Genki dan Jingu pun berjalan beriringan menuju rumah keluarga Iwahashi─yang sebenarnya berada tepat di samping rumah keluarga Jinguji─. Mereka tergelak bersama, entah menertawakan apa. Kebahagiaan nampak di raut wajah mereka. Namun tawa itu perlahan meredam ketika mereka menemukan seseorang tengah duduk di ruang tamu rumah Genki bersama nyonya Iwahashi.
“Ah, okaeri, Genki,” ujar nyonya Iwahashi ketika melihat anak semata wayangnya pulang. Pemuda yang berada di hadapan nyonya Iwahashi ikut menoleh, kemudian tersenyum pada Genki.
“Yo! Gen-chan!” sapa Miyachika Kaito dengan riang.
Genki terpaku di tempatnya berada. Namun sepertinya itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan respon Jinguji ketika melihat Miyachika. Raut wajahnya mengeras.
“Miyachika ke sini karena ingin menginap. Ia kehilangan kunci rumahnya, padahal orang tuanya baru pulang dari luar kota besok siang. Di sini dia hanya mengenalmu, makanya dia memutuskan untuk menginap di sini,” nyonya Iwahashi langsung bercerita panjang lebar tepat ketika Genki akan membuka mulut untuk menanyakan kedatangan Miyachika.
“Kau tidur di kamar Genki saja, Miyachika. Anggap saja rumah sendiri. Dulu kau kan juga sering menginap di rumah kami sebelum kami pindah,” nyonya Iwahashi langsung berpaling pada Miyachika yang terus memasang senyum. Nada bicara nyonya Iwahashi terdengar sangat riang.
“Miyacchi tidur di kamarku, kaasan?” tanya Genki. Nyonya Iwahashi sontak menoleh.
“Memang mau tidur dimana lagi? Bukannya dulu kalian juga sering tidur bersama?”
Raut wajah Jinguji sontak menjadi lebih keras ketika mendengar kalimat ibu Genki. Ia menatap Miyachika cukup lama─yang dibalas juga oleh Miyachika─sebelum akhirnya berdeham pelan.
“Ano, aku baru ingat kalau malam ini mau diajak neechan ke bioskop. Aku permisi dulu, tante,” pamit Jinguji sebelum kemudian membungkukkan diri dan berjalan keluar dari rumah Genki.
“Eh? Kalau begitu hati-hati, Yuta-kun!” teriak nyonya Iwahashi sembari melambaikan tangan, berharap Jinguji masih bisa mendengarnya. Genki sudah hendak menyusul Jinguji ketika ibunya berkata,”Genki, antar Miyachika ke kamarmu sana. Kasihan dia, dia bahkan belum ganti baju. Pinjami bajumu dulu ya,”
Genki mengurungkan niatnya untuk menyusul Jinguji. Ia akhirnya berbalik memandang Miyachika dan berkata, “Ayo,”
Miyachika dan Genki melangkah naik ke kamar Genki. Sesampainya di kamar, Genki langsung merebahkan dirinya ke atas tempat tidur. Ia menaruh tangannya ke atas kepala untuk menutupi kedua matanya. Saat ini ia merasa pusing.
Miyachika yang sedari tadi berjalan di belakang Genki lebih memilih untuk menjelajahi kamar Genki. Ia berjalan mengitari kamar Genki, meneliti setiap barang yang ada di rak maupun meja belajar Genki. Genki tidak berkomentar apapun karena ia tidak tahu kalau Miyachika sedang meneliti kamarnya. Sampai akhirnya Miyachika menemukan sebuah foto yang terselip di antara buku-buku di atas meja belajar. Ia mengambil foto itu dan memandanginya sejenak sebelum berjalan menuju Genki dan duduk di atas tempat tidur Genki.
“Ini kau dan Jinguji Yuta kan?”
Pertanyaan sederhana dari Miyachika berhasil membuat Genki membuka matanya. Begitu melihat apa yang sedang dibawa Miyachika, Genki langsung bangkit dan merebut foto itu. Fotonya bersama Jinguji.
“Kenapa? Aku sudah tahu kok,” ujar Miyachika enteng─yang secara mengejutkan membuat Genki membelalakkan kedua manik matanya─.
“A-apa?” Genki gugup. Sungguh, ia gugup setengah mati.
“Ah, sudahlah. Aku tidak ingin membahasnya sekarang,” ujar Miyachika dengan ringan. Ia lalu mengambil ponsel milik Genki dan membukanya. Ia tertegun ketika melihat salah satu foto di galeri ponsel Genki. “Kau masih menyimpan foto ini?” Miyachika memperlihatkan layar ponsel Genki. Ada fotonya bersama Genki bertahun-tahun yang lalu.
“Aku selalu menyimpannya. Kau teman lamaku, bagaimana aku bisa lupa?” ujar Genki tanpa memandang Miyachika. Miyachika memandang Genki dengan sudut matanya. Ekspresinya sulit ditebak.
Kemudian keheningan menyergap mereka berdua. Untuk beberapa waktu yang terasa lama, tak ada satu pun di antara mereka bicara. Sampai akhirnya Miyachika mengalihkan perhatiannya dari ponsel Genki dan mendongak.
“Hei,”
Genki menoleh dan sebuah bantal dengan telak menghantam wajahnya. Genki terhuyung sebelum menoleh pada Genki yang sedang nyengir lebar.
“Wajahmu jelek kalau diam begitu,” ujar Miyachika. Genki yang mendengarnya langsung melempar bantal itu kembali ke Miyachika.
“Enak aja bilang aku jelek. Ikemen kaya gini mana mungkin kelihatan jelek,” ujar Genki dengan cengiran di wajahnya.
Miyachika pun langsung melemparkan dua bantal sekaligus pada Genki, yang dibalas Genki dengan dua bantal juga. Perang bantal pun terjadi di kamar Genki antara Miyachika dan Genki hingga mereka berdua tergelak bersama. Tanpa mereka sadari, sepasang mata tengah memicing memperhatikan mereka berdua dari kejauhan.
Miyachika dan Genki terus baru tidur ketika jarum jam dinding di kamar Genki menunjukkan pukul setengah satu pagi. Itu pun sebenarnya tidak sengaja. Mereka sedang mengerjakan pekerjaan rumah bersama ketika akhirnya Genki terkantuk-kantuk dan tertidur di atas meja. Miyachika pun akhirnya ikut terlelap di meja yang sama.
Pagi harinya ketika Genki terbangun, ia langsung mencium aroma susu cokelat hangat di dekatnya. Sembari menguap, ia menoleh ke arah datangnya bau, dimana ia melihat dua gelas susu cokelat hangat dan Miyachika yang tengah memandangnya dengan antusias.
“Ibumu membuatkan kita susu cokelat. Kata ibumu, ia harus pergi untuk menghadiri pertemuan apa gitu,” ujar Miyachika yang tampaknya bisa membaca pikiran Genki karena tadi Genki sudah berniat untuk menanyakan tentang susu cokelat itu.
“Pertemuan? Paling juga ketemu temen-temen SMA-nya,” Genki meregangkan tubuhnya sebelum menoleh pada Miyachika dan meraih segelas susu cokelat.
Tiba-tiba Miyachika mendengar suara Jinguji yang tampaknya sedang berkunjung dan hendak menuju kamar Genki. Genki sedang sibuk dengan susu cokelatnya sehingga ia tidak mendengar apa yang didengar Miyachika. Miyachika terus mendengarkan suara langkah kaki Jinguji. Tepat sebelum Jinguji membuka pintu kamar Genki, Miyachika langsung beranjak dan berlutut tepat di belakang Genki. Ia kemudian langsung memeluk Genki dari belakang ketika Jinguji membuka pintu kamar Genki.
Jinguji segera membatu begitu melihat Miyachika tengah memeluk Genki. Begitu pula Genki. Ia langsung tersedak minumannya dan terbatuk-batuk.
“Miyacchi hanase!” bentak Genki. Wajah Jinguji tampak sangat murka. Ia melangkah masuk ke dalam kamar Genki. Namun sebelum ia mencapai Genki, Miyachika angkat bicara.
“Aku ingin merebut kembali hartaku yang sempat hilang,” ujar Miyachika. Langkah Jinguji sontak terhenti.
“Jangan bilang kalau…”
“Miyacchi, apa sih maksud-“
“Aku ingin merebut Genki darimu,” sela Miyachika enteng. Ia semakin mempererat pelukannya. Ia lalu menempelkan pipi kanannya ke pipi kiri Genki. “Kau sudah tahu kan, Jinguji? Dia itu mantanku,”
::: TO BE CONTINUED :::