Fanfic: One Thing

Mar 07, 2014 10:58

Title: One Thing
Author: yamapi_0409
Genre : Comedy...maybe?
Pairing: Harrry 1D x Horikita Maki, YamaKi
Language: Indonesia
Summary: 1D is in a tour to Japan, sometimes you feel lonely and bored doing the same thing over and over, just like Harry feels. But suddenly, Harry finds something that makes him interested and feel like his tour will be different this time.

-HARRY-
Touchdown Tokyo. Gila, setelah sekian lama pergi kesana-sini naik pesawat pun, masih aja jet lag gini. Mana habis ini langsung gelar presss conference lagi, gila gak bisa napas gue. Tapi didepan publik ya masih aja gue pasang muka cool kayak abis liburan dari Bali. Haahh, andai aja disini ada sesuatu yang bisa bikin gue sedikit bisa napas, apapun deh.
“Eh, Hazza, mau kemana lo?Bentar lagi acara kita mulai kali…”, si Liam narik gue naik mobil menuju tempat press conference. “Capek gue yam”, kata gue ke Liam.
“Yah, segitu aja capek lo, kerjaan kita masih banyak tau.”
Itu juga gue tahu kali, gak perlu lo jelasin. Tapi apa ngeluh dikit aja gak boleh?
Si Niall sama Louis masih aja semangat, malah over excited tuh. Kelakuan mereka masih aja kayak bocah, udah jadi artis juga masih norak. Ckckck. Sementara Zayn, masih tidur sambil nutupin mukanya pake bantal. Doi lagi sakit tuh, tapi malah digangguin sama si Niall dan Louis.
“Wiiih, Zayn!Liat tuh, gila ada TV segede gaban di gedung!Wah, apaan tuh?Boyband juga ya yang lagi ditayangin disitu?”, teriak Niall, tepat didepan kuping Zayn.
“Bisa diem gak lu Niall?Gak liat apa gue lagi tidur juga?!”, Zayn yang jarang marah aja sampai marah gitu, emang si Niall keterlaluan.
“Look, Niall, Pokemon tuh!”, teriak Louis pula. Niall pun jadi hiper excited dan keributan terus terjadi sampai kami tiba di lokasi presss-con.
Sumpah, kepala gue masih pusing sampai sekarang, saat gue dan the boys didepan berpuluh-puluh kamera dan blitz yang gak henti-hentinya membuat mata gue silau. Sukses kepala gue makin pusing. Ini orang Jepang pada ngomong apaan juga gue gak ngerti. Pas si penerjemah ngomong baru gue ngerti. Dan saat itulah, saat dimana gue bukannya bisa napas, malah tambah gak bisa napas(nggak bengek juga tapinya). I mean, napas gue serasa berhenti saat gue lihat sepasang mata yang mendekat ke arah panggung.
Cewek mungil berkimono, dan dimata gue, dia perfect. Perfect banget.
****
-MAKI-
Kimono sudah dipasang rapi, bunga sudah ditangan, dan akhirnya pembaca acara memanggil namaku.
Sebenarnya aku masih gugup jika berhadapan dengan orang asing, apalagi artis kelas dunia seperti orang yang akan aku temui kali ini. Semoga semuanya berjalan lancar.
Aku kenal semua orang ini, yang dikiri sekali namanya Harry Styles, disampingnya Niall Horan, dan ada Zayn Malik, Louis-something, aku lupa nama keluarganya-, dan Liam Payne.
Aku tahu nama mereka karena aku juga mengikuti lagu mereka. Aku lumayan sering mendengarkan lagu-lagu barat, selain karena Pi juga sedang belajar English lebih dalam, aku juga suka belajar hal yang baru.
Ah, bicara soal Pi, sedang apa dia sekarang ya?Katanya hari ini dia ada waktu untuk bertemu. Sudah lama juga kami tidak berkumpul bersama. Eh, kenapa aku malah tidak fokus begini?Fokus, Maki!
Pembawa acara menanyakan beberapa pertanyaan padaku, apakah aku suka One Direction, dan berbagai pertanyaan lainnya. Dan akhirnya aku bersama Boyband yang sedang naik daun itu berfoto bersama.
Jujur saja, setelah melihat mereka dari dekat begini, menurutku yang paling tampan adalah Liam. Tapi karena dia lebih memilih mencukur habis rambutnya seperti itu, Louis-siapa tadi namanya, entahlah-yang menduduki peringkat satu.
Ah, kenapa aku membuat ranking untuk mereka? Sudahlah, tugasku sudah selesai. Lebih baik aku menghubungi Pi dan Toma. Aku rindu juga pada mereka.
**********
-HARRY-
Dia sedang mengutak-atik ponselnya dan sebuah earphone menyumbat sebelah telinganya, saat gue dan the boys kembali ke belakang, hendak melihat keadaan Zayn yang tadi hanya ikut sebentar di pers-con dan memilih istirahat di rest room. The boys langsung menuju ke tempat Zayn, sementara gue dan Liam memilih duduk sambil minum secangkir kopi di dekat dia. Buset, ini pertama kalinya gue gak tahu mau ngomong apa sama cewek yang gue taksir. Secara ini pertama kalinya juga gue terpesona sama cewek Asia. Mau ngomong apa coba? Bahasa Jepang gue cuma tahu Ganbarimasu, sama konnichiwa doang. Bahasa Inggris? Dia yang gak bakal ngerti. Suffer deh kalo naksir sama cewek beda benua.
Agaknya dia baru sadar dengan keberadaan gue dan Liam. Buktinya dia ngelepas earphonenya dan mengangguk ke arah kami. Gue dan Liam membalas anggukan dia. Dan tiba-tiba…
“Maki-san, can you speak English?”
What the Hell lo yam?!Kok lo dengan mudahnya nanya sama dia sih?!
“Ano…chotto(sedikit)…just a little”, jawabnya sambil tersenyum malu.
“Do you know about us? Me, and him….name?”
Buset lo yam, gak gitu-gitu juga kali ngomong sama dia mentang-mentang dia bilang cuma bisa sedikit, lo jadi kayak ngomong bahasa isyarat gitu sama dia.
“Haii..eto…Liam-san, and Harry-san”, ujarnya sambil tertawa kecil. Ah, cewek Asia emang beda.
“Eh, how old are you, Maki-san?”
Liaaaaaammm!Lo nanya mulu, kapan giliran gue hah?!Gue sumpal juga mulut nih anak!Gak sopan lagi nanya-nanya umur gitu!

“Em..24..”, jawabnya sambil mengacungkan jari membentuk angka 2 dan 4.
But…hah?!24?Kok bisa?Imut gitu udah 24?Glek. Seketika gue menelan ludah. Kemarin pas sama Taylor umur kita beda jauh, sekarang sama aja dong?
Eh, wait deh, siapa bilang gue dan dia bakal jalan bareng?Huh…
“Ano…Harry-san…”
Shit!Gue keselek kopi!Kok tiba-tiba dia jalan kearah gue dan manggil gue dengan lembut gitu sih?
“Ya?”, gue masih aja sok cool, padahal gue yakin muka gue udah merah banget. Terbukti dengan tawa riang gembira di muka si Liam yang pengen banget gue gampar sekarang.
Lalu dia ngeluarin sebuah dvd kita, Take Me Home.
“I have a niece who really adore you, would you like to sign this for her?”
Hehe, lucu banget dengar dia ngomong bahasa Inggris terbata-bata gitu sebenarnya, jujur gue mau ketawa tapi gak enak. Apalagi cara dia ngomong ‘r’, kok jadi L gitu.
“Uhhm, Okay…Who’s her name?”, tanya gue seraya mengambil dvd itu dari tangannya.
“Name?Oh, Aya…Her name is Aya”, jawabnya terbata.
Kawaii(gitu kan kalo orang Jepang bilang ‘cute’?). I can see her nervous, haha.
“Okay, this is for her. Maki-san…you don’t want too?”, kata gue sambil menunjuk dvd bertandatangan gue tadi. Dia terdiam sebentar.
“Hei, Maki-san. You don’t want my autograph too?I will be jealous you know…”, si Liam memotong omongan gue yang belum dijawab dia. Monyet, kebo, ayam. Sialan lo, yam.
“Eh?Gomennasai…”, jawabnya sambil membungkukkan badan dan menyerahkan dvd tadi ke Liam.
“Liam-san too..”, katanya dengan wajah cemas.
“Haha, just kidding Maki-san. I’ll go get the other member’s sign too, just wait here Maki-san”, kata Liam sambil pergi berlalu.
Gue masih meneguk kopi gue. Dan dia duduk didepan gue.
Atmosfernya gak banget deh. Kalo aja ada Louis atau Niall disini pasti bakalan rusuh nih. Gue mencoba memecah keheningan ini dengan bertanya basa-basi.
“Maki-san, can you tell me where are the most interesting place if we want to see around here?”
Dan gue, sama halnya dengan Liam, dengan bodohnya bicara dengan berbagai gerakan tangan dengan dia. Bisa nggak sekarang gue hantamkan kepala gue ke dinding?Bego banget!
“Emm…How about Shibuya?”, katanya sambil tersenyum.
“Oh, we went there before..but it sure an interesting place”, kata gue, tidak lagi dengan bahasa isyarat, karena tampaknya dia mengerti apa yang gue sampaikan.
“Um…Roppongi?”, ujarnya lagi. Lalu dia melanjutkan kalimatnya.
“There are…ice cream, shop, and bars…and many more..”, katanya sambil tertawa. Ah, lagi-lagi…kawaii.
Lalu Liam dan the boys mendatangi kami, lengkap dengan Zayn yang tampangnya kacau banget.
“Here, Maki-san”, kata Liam sambil menyerahkan dvd bertanda tangan lengkap semua member.
Dia bilang terima kasih sambil membungkukkan badan.
“Wow, Maki-san, you are like Shizuka!Really!”
Tuh kan, Niall mulai ngaco. Zayn menggeplak kepala Niall(bagus, Zayn!).
Dia hanya tertawa dan bilang “Arigatou”.
Saat mereka lagi ngobrol, gue teringat sesuatu dan keluar dari ruangan tersebut, menuju rest room tempat Zayn istirahat tadi. Gue ingat kalo masih ada beberapa dvd yang bertanda tangan, gue kasih aja ke dia. Gue tiba-tiba semangat dan sedikit berlari kembali kesana. Tapi yang gue temukan adalah anak-anak lagi duduk santai, dan Zayn malahan sudah berkemas mau pergi dari sana. Dan disana sudah tidak ada dia.
“Mana Maki-san?”, tanya gue sama Louis.
“Udah pulang. Tadi dia ditelpon, terus katanya harus pulang,”jawab Louis sedikit heran setelah melihat raut wajah kecewa gue.
***********
-YAMAPI-
Maki lama sekali. Aku sudah menunggu disini hampir 30 menit. Untung disini ada Toma. Dia memaksa minta jemput sih sebenarnya. Nah, itu dia.
“Gomen, gomen!Aku tadi selesai kerja langsung kesini…Gomen ne..”, katanya dengan wajah menyesal dan napas yang masih tidak teratur.
“Buat apa minta maaf Maki?Satu jam juga bakal kita tunggu kok. Ya, kan Pi?”, ujar Toma sambil tertawa, seperti biasanya.
Aku hanya mengangguk. “Un, ikuzo(ayo pergi)”, ujarku kemudian.
Rencananya malam ini kami akan berkumpul bersama lagi. Aku juga sudah mengundang Ryo-chan, Jin, dan Shun. Akhirnya kami sampai.
Ryo-chan dan yang lain sudah tiba duluan disana. Malam ini kami memilih untuk pergi ke bar yang tidak terlalu mencolok agar kami bisa leluasa ngobrol semalaman.
“Horikittyyyy!”, teriak Shun saat melihat Maki datang bersama kami dan melebarkan tangannya. Maki pun mendatanginya dan memeluknya. Kedua sahabat itu sudah lama tidak bertemu. Dan rupanya Jin juga mengajak Meisa. Yah, setelah menikah, dia sering mengajak Meisa berkumpul bersama kami. Apalagi kali ini ada Maki, teman baik Meisa.
Aku memilih duduk di samping Maki. Dan Toma di sebelah kiriku. Malam ini aku tidak berani minum banyak, karena harus mengantar Maki pulang, dan tak lupa Toma juga.
Tampaknya Ryo-chan sedang ada masalah dengan Yui, terlihat dari cara minumnya yang gila malam ini. Jin pun sampai berkata “Wow-wow, take it easy man…Apa yang terjadi padamu, Ryo-chan?”
“Betsuni(tidak apa-apa)…aku hanya merasa pusing dengan semuanya…Hehe, aku ke toilet dulu..”, jawab Ryo-chan sambil berdiri sempoyongan. Toma hendak membantunya berdiri tapi malah ditolak olehnya.
“Aku bisa jalan sendiri…Sankyuu”, ujarnya sambil berlalu. Dan saat itu Ryo-chan menabrak serombongan orang asing yang sedang berjalan didepannya.
“Oh, gomen-gomen…”
Pria asing itu menatap Ryo-chan lama, Shun dan Jin pun langsung berdiri mendatangi mereka. Aku dan Toma mengisyaratkan agar Maki dan Meisa tetap ditempat dan kami berdua mengikuti Jin dan Shun dari belakang.
************
-HARRY-
Apa yang menyenangkan ketika berada di Tokyo?Hiburan malam, man!Kita bisa bebas malam ini!Yuhuuuuu, akhirnya!
Kita memutuskan, sebelum konser kita mesti senang-senang dulu. Sayangnya Zayn gak bisa ikut, doi masih sakit tuh, parah banget. Tadi kita sudah tanya ke salah seorang staff, kira-kira dimana kita bisa main dan dimana sih daerah gaul lainnya selain di Shibuya yang mainstream?
Dan disinilah kita, di Roppongi. Kami pergi ke salah satu bar yang kelihatannya gak begitu mencolok. Kata si Liam mending kita pergi ketempat yang seperti ini daripada yang terlihat oleh orang banyak. Sebenarnya si Niall ngajak kita ke Kabaret Club, penasaran katanya, haha. Gue capek juga nih, tadi abis nemenin si Louis sama Niall nyari action figure Pokemon dan apalah itu banyak banget gak hapal gue. Dan saat gue lagi jalan, tiba-tiba ada sesosok cowok Jepang yang nabrak gue.
“Oh, gomen-gomen…”, katanya sambil mendongakkan kepalanya melihat gue. Sepertinya sih dia mabuk nih. Tapi kayaknya juga masih sober nih orang.
Lalu ada dua orang cowok yang buset, tinggi juga nih 2 orang Jepang, yang mendatangi gue. Eh, orang Jepang bukan sih mereka?Tumben ada orang Jepang yang tinggi gini, atau…gue aja yang emang gak tahu kalo orang Jepang emang gak pendek-pendek lagi?Uuuh, ngomong apa gue ini.
Gue tersadar saat orang yang menabrak gue tadi tiba-tiba menarik kerah baju gue dan berteriak dalam bahasa Jepang. Oh, man, ternyata dia mabuk beneran.
“Sorry, he’s just..you know...drunk. Sorry, really..”, kata salah satu cowok tinggi yang mendatangi gue tadi, tampangnya bisa dibilang cakep, tapi bisa dibilang cantik juga(hah?), dan gue gak akan nyangka dia orang Jepang kalo matanya gak sipit gitu, dengan susah payah dia menenangkan temannya yang mabuk itu. Satu orang Jepang yang tinggi lainnya dan dengan suara berat itu juga berusaha menenangkan temannya yang sekarang mulai berteriak gak jelas dan meronta-ronta didepan gue.
Teman-teman gue yang berjalan dibelakang gue pun bingung melihat kejadian ini.
“Hei, apaan nih Harry?”, tanya Louis sambil memegang pundak gue.
Lalu ada dua orang cowok Jepang lagi yang mendatangi kami. Mereka nampaknya juga teman orang yang menabrak gue tadi. Yang satu berpenampakan rambut hitam, mata besar, hidung mancung dan kulit pucat. Dan yang satu lagi, berambut coklat kehitaman, mata hitam pekat yang besar dan….uh..gue benci mengatakan ini, tapi dia terlihat cool.
Dan saat itu, gue melihat seseorang….
“Ah, Maki-san!”
Shit, lo Niall!Gue baru aja mau cerita kaliiiiii, arrggh!
Dia melangkah berjalan, perlahan dan anggun menuju ke arah gue(oke, sekarang menurut gue hanya ada gue dan dia disini, yang lain ke laut aja) berdiri. Penampilannya beda dari saat gue bertemu dia tadi. Rambutnya yang sebahu dibiarkan terurai, dan dia memakai one piece terusan berwarna hitam yang makin membuat dia bak putri di mata gue.
Dia nampak terkejut ketika melihat kami. Rupanya tadi dia gak mengenali bahwa orang yang ditabrak temannya itu adalah gue. Cowok cool(shit, mulut gue belom disekolahin) berambut coklat kehitaman itu berbisik sesuatu pada dia. Gue rada risih melihatnya. Wait, ini jealous?Gak mungkin.
Dan setelah temannya itu ditenangkan dan gue bilang semuanya gak apa-apa, take it easy dan sebagainya, si cowok jangkung yang gue suppose blasteran itu menawarkan agar kita duduknya digabung aja, secara Maki kenal sama kami dan katanya anggap aja permintaan maaf dia karena ulah temannya tadi. Gue sih gak begitu yakin mau gabung, tapi setelah teman-teman gue mengiyakan dan kelihatan banget excited mau ngobrol sama orang sini, yaudah deh.
Maki duduk didepan gue. Dan disebelahnya ada cowok nyebelin tadi.
“I heard about you all, and you’re really rockin’ Hollywood, don’t cha?”, kata cowok blasteran yang belakangan gue tahu namanya Jin. Bahasa Inggrisnya bagus nih orang, apa karena dia blasteran?Liam menanggapi setiap obrolan sementara gue hanya diam, minum minuman yang ada ditangan gue, dan sekali-kali melirik orang didepan gue ini.
“Uhm, how is Simon now?Is he doing well?”, tanya Jin lagi. Dan kita semua bengong. Kita gak tahu siapa orang ini dan ternyata dia kenal Uncle Simon. Oh shit, gue baru aja inget!Dia ini Jin Akanishi, orang yang dibilang Uncle waktu pesta dulu itu, Uncle bilang ada orang Jepang yang berpotensi bisa jadi artis Hollywood, penyanyi dan aktor, dan abis itu gue gak dengar kabarnya lagi. Gue menjelaskan semua itu sama teman-teman dan menjawab pertanyaan Jin kalau Uncle baik-baik aja dan malah penasaran sama kabarnya dia.
“Hahaha, I have two girls here so I think I wanna live here with them”, ujar Jin setelah bercerita mengapa ia kembali ke Jepang, sambil tertawa memeluk istrinya(and actually, he’s lucky for having such a sexy wife).
“Oi, Yamapi…why are you so silent there?You said you need to practice your English more, now there are a lot of native speaker here, why don’t you try to talk here?”, ujar Jin menyebut nama cowok nyebelin tadi.
Dan Niall yang innocent pun menanyakan hal ini:
“Hei, I thought his name is Yamaha?Why did you call him Yamapi?”
Wrong question, Niall.
Gue melihat orang bernama Yamapi itu menatap Niall tajam, dan gue tahu orang itu the most unfriendly diantara teman-temannya ini.
“Haha, it’s Yamashita though, but we all call him Yamapi because something in the past…”, kata Jin sambil menahan tawa.
“Why?”, tambah Louis.
Louis, jangan ikut campur kenapa?Aduh…
Lalu Jin dengan riang bercerita kalau dulu si Yamapi ini waktu kecil pernah salah kostum dan dia sendiri yang pakai warna pink, jadi setelah itu dia dipanggil Pi-pi-pi, singkatnya begitu.
Gue yakin ekspresi bête si Mr. Yamapi ini sekarang 1000 kali lebih bête daripada saat pertama gue melihat dia. Buktinya dia langsung berdiri dari meja dan meninggalkan kami. Dan seperti dugaan gue, dia menyusulnya. Gue curiga ada sesuatu antara dia dan Mr. Yamapi itu.
Dan tanpa gue sadari gue bertanya pada Jin apakah mereka jadian atau tidak. Ternyata…..SAFE!Mereka cuma temenan. Tapi gue tetap yakin mereka gak hanya sekedar itu.
Dia dan Mr.Cool itu kembali ke meja kami setelah selama 15 menit menghilang. Sesaat setelah mereka kembali, Jin mengajak kami bermain sebuah game. Game aneh dan sederhana, beberapa sumpit di letakkan dalam sebuah cangkir, dan seseorang akan mengguncang cangkir tersebut sehingga letaknya berantakan. Setelah itu kami diminta mengambilnya masing-masing satu buah, dan siapa yang mendapat sumpit yang ujungnya berbeda berarti dia adalah raja dan berhak meminta satu permintaan. What a childish game, tapi lumayan menghibur karena gue belum pernah main beginian sebelumnya. Permintaan mereka pun aneh-aneh. Dan sampai pada saat gue yang jadi raja.
Gue iseng bertanya pada Jin:”Anything is fine?”, kata gue sambil nyengir. Jin menjawab: “Fine. Anything but don’t make it hard…Hahaha…”
Sekalian gue isengin aja kali ya, “Okay, I wanna…”, ujar gue sambil menatap orang didepan gue ini.
“Kidnap her for a day”, kata gue akhirnya.
Dia terkejut. Oh no, gak hanya dia. Semua orang di meja ini terdiam termasuk teman-teman gue pun ikut membatu. Gue pun bisa merasakan hawa membunuh dari sisi depan gue, dari orang di samping Maki yang sekarang sedang menatap gue seolah-olah gue ini hama pengganggu yang harus dimusnahkan sekarang juga.
“Ahahahaha, why are you so serious?It’s just a joke, calm down, man!”, kata gue berusaha memecah kesunyian yang awkward ini. Walaupun sebenarnya that wish adalah jeritan hati gue sekarang ini.
“Okay, okay, Harry have a nice joke then…Hahaha,” ujar Jin sambil menatap sekeliling. Diikuti tawa semua orang. Dan gue lagi-lagi mengintervensi tawa mereka.
“But if I say I want her number, it’s fine, isn’t it?”, tanya gue sambil menatap mata dia. Wajah dia memerah, dan tangannya mengepal.
Tapi lalu dia bilang “Okay…”
See?It’s not that hard to get what you want if you’re brave enough to ask for it.
Dia pun memberikan nomor ponsel dia pada gue. Bodoh amat sama hawa pembunuh disamping dia itu. Yang penting gue harus menyelesaikan rasa penasaran gue disini. Rasa penasaran gue sama cewek satu ini. Titik.
Tiba-tiba si assassin itu berdiri dari tempat duduknya.
“Jin, I wanna go home.”
Oh, ternyata bisa ngomong juga nih makhluk. Dari tadi diam aja kayak patung soalnya. Jin cuma mengangguk dan si assassin itu berlalu meninggalkan kami tanpa babibu diikuti oleh Toma-temannya itu dan Maki yang memberi salam pada kami dengan cepat sebelum mengejar assassin tanpa ekspresi itu.
***********************
-YAMAPI-
Apa-apaan sih orang itu?Dia pikir dia siapa?Aku tahu dia sengaja berbuat begitu didepanku. Tsk, mau cari masalah di Negara orang. Sana, pulang ke Inggris sana!Huh, menyebalkan!
Kepalaku masih panas rasanya bila mengingat cara dia memandang Maki sepanjang malam ini. Apa-apaan juga dia itu, baru kenal saja sudah berani begitu. Ahhh, aku kesal sekali!
“Apa?”, ujarku akhirnya setelah memergoki Maki yang terus memandangiku sedari tadi. Sekarang hanya ada aku yang mengendarai mobil dan Maki yang ada disampingku. Toma sudah ku antar duluan, dan kini aku dalam perjalanan mengantar Maki. Dan sejak aku keluar dari bar itu, masuk ke mobil, dan sampai di jalan sekarang pun aku tidak mengeluarkan sepatah kata. Aku ingat apa yang Toma katakan sebelum dia pulang tadi: “Smile, Pi. Nanti cepat tua lho kalo ngambek terus.”
Tsk, dasar Toma.
Maki hanya diam setelah melihatku begitu. Lalu menarik napas dalam. Aku tidak tahu apa yang dipikirkannya sekarang.
*************
-MAKI-
Aku tak pernah bisa menebak pikiran orang yang ada disampingku ini. Dia selalu bersamaku, tapi aku tak pernah benar-benar mengerti apa yang dilakukannya. Seperti tadi, saat Jin menceritakan perihal namanya, dia marah dan pergi begitu saja dari sana. Aku mengejarnya sampai ke depan bar.
“Chotto(tunggu), Pi…mau kemana?”, tanyaku saat dia berjalan menjauhi semua orang.
Ia hanya diam. Wajahnya kesal. Aku tahu dia tidak suka orang asing (bukan karena mereka turis) tiba-tiba masuk ke lingkungannya, dan dia lebih tidak suka lagi kalau dirinya dijadikan bulan-bulanan seperti tadi.
Aku membujuknya untuk duduk didepan bar tersebut. Dia pun menurut dan ikut duduk disampingku. Dia masih diam, mengerutkan dahinya. Mood-nya jelek sekali.
“Hei, Pi...kira-kira..setelah kita punya hidup masing-masing nanti..apa kita masih bisa seperti sekarang ya?”, ujarku sambil tetap memandang langit malam.
“Maksudmu?”, akhirnya ia bicara dan menatapku.
“Ya..kalau kita sudah punya keluarga sendiri, apa kita dan teman-teman masih akan tetap seperti ini?”, tanyaku lagi.
Dia hanya diam, ikut menatap langit sepertiku. Lalu tiba-tiba tanganku terasa hangat. Tangannya menggenggam tanganku dengan lembut.
“Aku…ingin selamanya begini..”, ujarnya kemudian. Napasku sesak. Apa kamu memang serius mengatakannya Pi?
Aku tidak tahu. Sampai sekarang aku tidak tahu apa maksud perkataanmu. Begitu juga marahmu tadi, saat Harry meminta nomor ponselku. Aku tidak mengerti Pi…
********************
-HARRY-
‘Sorry if I insist to ask your phone number, Maki-san. Good night, Harry.’
Yeah, gue sudah memberanikan diri sms dia. Sekarang let’s see apakah dia akan mengindahkan sms gue atau dia lebih memilih cuek. Dan ternyata, gak lama kemudian ponsel gue bunyi. Gue sedikit menarik napas lesu sebelum melihat pesan apa dan dari siapa itu.
Ternyata dari dia. Bunyinya gini:
‘It’s ok Harry-san. Good night, oyasumi.’
Udah gitu aja?Yah gue mau ngarep apa juga sih?Hahaha.
Besok kami mulai rehearsal buat konser lusanya. I’m on fire!!!!!
********************
-MAKI-
Hari ini sungguh melelahkan. Bukan hanya fisikku yang lelah, tapi hatiku juga lelah. Aku memutuskan untuk tidak berpikir tentang dia, apalagi bertemu dia untuk sementara waktu. Aku pikir semuanya akan lebih bagiku dan dia jika kami tidak bertemu, paling tidak aku bisa bernapas sejenak. Melepaskan diri dari pikiranku yang terus melayang kepadanya. Aku hanya lelah. Aku tidak bilang kalau aku lelah mengharapkannya, apalagi lelah menyukainya, hanya saja…aku lelah selalu tak mengerti. Aku lelah dengan kesibukanku mengartikan setiap tindakannya. Setidaknya hari ini aku lebih memilih menyibukkan diri dengan segala pekerjaanku dan tak menjawab pesannya. Maafkan aku Pi, tapi kurasa aku harus menjauh darimu untuk sementara.
Aku baru saja hendak pulang namun terhenti begitu aku mendengar seseorang memanggil namaku.
“Konbanwa, Maki-san.”
Aku menoleh kearah sumber suara, dan menemukan si pemilik suara yang berdiri satu meter jauhnya dariku. Aku terkejut melihat sosoknya disitu.
“Harry-san?Sedang apa disini?”, jawabku gugup sampai lupa kalau aku bicara menggunakan bahasa Ibuku.
“Hm?Are you asking me why I’m here?”, jawabnya sambil tersenyum.
“Eh..yes..”, jawabku pula.
“I was wondering to call my only friend here, if she wants to go on a date with me tonight…”
Wajahku memerah saat kudengar apa yang dikatakannya itu. Aku tahu kalau yang dia maksud ‘she’ adalah aku. Tapi aku masih pura-pura tak mengerti dan bertanya padanya.
“So…why won’t you ask her now?”, ujarku terbata. Bukan hanya karena kemampuan berbahasa Inggrisku yang masih jauh dari bagus, tapi ditambah aku sedikit gemetar saat menanyakannya.
“Ok..i ask her now. Would you go on a date with me tonight, Maki-san?”
Wajahnya saat mengatakan semua itu tetap sama: tersenyum dan terlihat sekali bahwa ia begitu percaya diri. Seakan tahu kalau aku akan mengatakan ‘iya’ padanya apapun yang terjadi.
“Yes, it’s you Maki-san, my only friend..”, katanya sambil tergelak. Aku tak tahu kenapa kemarin aku tidak merasa kalau senyumannya bisa semanis itu.
Aku baru sadar kalau dia menunggu jawaban dariku, sementara aku hanya diam mematung didepannya.
“O…Ok..”, jawabku tak yakin. Tapi entah kenapa kata itu bisa meluncur dari mulutku.

-HARRY-
YES!She just say YES!
God, you’re really on my side tonight, don’t you?Haha.
Jadi kesinilah gue dan dia pergi. Gue hanya mengajak dia makan malam di suatu restoran. Standar sih ya, gue tahu itu. Tapi setelah melihat muka dia yang kecapekan, kayaknya pas deh kalo gue bawa dia kesini. Gue tadi tanya ke dia, restoran mana yang bagus dan yang menurut dia nyaman. Lalu dia bilang dia pengen kesini. Sebuah restoran Italia, lumayan besar tapi gak mewah, disini juga ada sebuah band indie yang lagi nge-jam, mereka nyanyi lagu Western kayak lagu Boyzone(yeah, nostalgic isn’t it) dan lagu lama lainnya walaupun pronounciationnya berantakan abis.
Dan dia, entah sedang dimana pikirannya. Karena sedari tadi yang gue lihat, dia cuma memainkan garpunya, melilit-lilit spaghetti di piringnya, tapi gak pernah benar-benar memakannya. Apakah dia sedang banyak pikiran?Diet?Atau dia gak suka jalan sama gue?Glek. That’s the worst possibility and I don’t wanna think about it. Dan gue punya akal untuk membuat dia melupakan masalahnya itu.
“Maki-san, I learn about Japanese language a little”, kata gue sambil tersenyum.
“Eh?Really?”, jawabnya sambil tertawa. Yah, paling nggak gue tahu kalo dia gak pura-pura ketawa.
“Okay. Here we go..”, ujar gue memulai. Dia menunggu sambil tersenyum.
“Watashi wa Harry Styles desu. Watashi wa Nippon ga suki desu. Nihon no onna wa kirei desu,” ujar gue penuh percaya diri. Gak tahu deh benar apa salah omongan gue, soalnya gue cuma kursus kilat bahasa Jepang sebentar sama staff disini pas rehearsal tadi.
Dan benar aja, dia tertawa!Yeah, good job Harry!YOU make HER smile!Tawa yang gak muncul sejak gue dan dia tiba di tempat ini.
“Sugoi ne..Harry-san..”, ujarnya sambil tertawa lepas. Ya, gue suka senyum itu. She has that ‘one thing’ yang selama ini gue cari pada pacar-pacar gue dulu.
“Eh, sugoi?”, tanya gue bingung.
“Sugoi means ‘Great’, Harry-san..I wish you could speak Japanese more..”, katanya, masih sambil tertawa.
“So, you should teach me then, Maki-san”, kata gue sambil menatap mata dia dalam.
Dan dia terhenyak. Mungkin dia tahu gue suka dia. Ya, masa sih dia gak sadar juga sama perhatian gue yang ketebak banget ini. Dan gue senang aja kalo emang dia tahu gue suka dia dan dia gak nolak ajakan kencan gue malam ini. Berarti ada secercah harapan kan buat gue?Hehe.
Dan the awkwardness antara kita hilang seiring berjalannya waktu dan gue yang ngajak ngobrol dia lebih banyak. Dan gue jadi tahu, apa makanan kesukaan dia, kalo dia pelihara anjing poodle dirumahnya, warna kesukaan dia, sifat dia yang mulai terlihat. Gue jadi tahu kalo dia malu dia cenderung membenarkan posisi rambutnya dan menyelipkan sebelah kanan rambutnya kebelakang telinganya. Atau saat dia berusaha mengalihkan pembicaraan saat gue tanya apa dia dekat dengan seseorang atau tidak sekarang, karena gue tahu banget siapa yang paling dekat sama dia sekarang, ya, si assassin itu. Shit banget sebenarnya si assassin itu, saat dia gak disini pun, bayangannya masih aja gangguin gue dan Maki.
Akhirnya, pas jam 11 malam, gue antar dia pulang. Awalnya sih dia nolak gue antar, tapi gue bilang gak banget gue ngajak cewek kencan terus pulangnya sendiri-sendiri. Akhirnya dia mengiyakan juga.
Sekarang gue udah sampai didepan apartemennya.
“Thank you for tonight, Harry-san”, katanya sambil tersenyum. Dia sedang melepas seatbeltnya saat itu, dan gue mungkin sedikit agresif dan..i grab her hands, and kissing her, on her lips. Dia kaget. Gue juga kaget sebenarnya. Tapi dia gak nolak. It’s just a short kiss. Gue sadar dan segera melepaskan dia dari genggaman gue. Dia masih terkejut, terlihat dari mukanya dan posisi badannya yang masih kaku.
“Harry-san…”, cuma itu kata-kata yang diucapkannya. Gue yang bingung harus bilang apa akhirnya bicara sembarangan.
“It’s just…a greet in England. Goodbye, kiss Maki-san..I’m sorry if it bothers you, I forgot that I’m in Japan, not England…”, kata gue beralasan panjang.
“It’s Ok, Harry-san…I…I just..surprised, coz Japanese don’t do things like that..”, katanya sambil membuang pandangannya dari muka gue. Mukanya merah.
“Good night, Harry-san.”
Dia keluar dari mobil gue dan langsung berjalan memasuki apartemennya.
Dan gue menenggelamkan wajah gue dengan kedua tangan gue.
Shit, Harry, what are you doing?!
************
-YAMAPI-
Ada saat dimana kamu merindukan sesuatu, padahal kamu tahu kamu baru saja melihatnya kemarin. Tapi begitu esoknya tiba, kamu ingin melihatnya lagi. Seperti sebuah keharusan untuk melihatnya meski hanya sebentar. Begitulah yang aku rasakan. Aku merasa aku harus melihat Maki sekarang. Sebenarnya aku sudah menghubunginya sejak tadi pagi. Tapi telponku tak pernah dijawab, dan pesanku tak pernah dibalas. Apa ada sesuatu yang terjadi padanya?Semalam waktu aku mengantarnya pulang, yang kutahu dia masih tersenyum padaku dan melambaikan tangannya saat aku perlahan menjauh. Memang sebelumnya dia diam sepanjang perjalanan pulang itu. Tapi apa yang dipikirkannya?
Kenapa tiba-tiba ia ingin menjauhiku?
Aku harus menemuinya sekarang. Kalau dia tidak mau bicara padaku, aku akan bertanya padanya apa salahku dan aku akan berusaha memperbaikinya sebisa mungkin. Karena Maki, aku sudah menderita dengan kau abaikan begini, apalagi jika kau tidak ingin menemuiku lagi.
Lalu aku melihat sebuah mobil hitam berhenti didepan apartemen Maki. Aku sengaja memarkir mobilku disisi seberang jalan agar mudah melihat jika Maki sudah pulang. Maki memang pulang saat itu, tapi aku tak pernah mengharapkan caranya pulang seperti itu.
Dia, si bule brengsek itu mencium Maki didepan mata kepalaku, dan aku hanya bisa menyaksikannya dengan bisu. Pantas saja dia mengabaikanku. Pantas saja dia tidak peduli padaku lagi.
Sekarang aku tahu bahwa apa yang dikatakan orang itu memang benar.
Kau tak akan pernah tahu betapa berharganya sesuatu, sampai kau kehilangan dia.
****************
-MAKI-
Aku terus berjalan menaiki tangga demi tangga menuju keapartemenku walaupun aku tahu ada lift yang bisa mengantarku kesana lebih cepat. Tapi tubuhku bergerak dengan sendirinya, dan otakku tak bisa melawan. Sesampainya di apartemen, aku hanya berdiri bersandar membelakangi pintu, dan perlahan terduduk sambil memegangi bibirku. Apa yang terjadi begitu cepat sampai aku tak bisa mencerna semuanya. Harry-san…orang yang baru kukenal 2 hari terakhir ini sudah menciumku dan aku hanya diam?
Normalnya aku akan marah jika ada orang yang berbuat seperti itu padaku. Tapi kenapa..pada Harry-san, aku…
Entahlah, aku sudah tidak bisa berpikir lagi. Maki, apa yang kau pikirkan?
Aku memutuskan untuk melupakan kejadian tadi. Mungkin mandi air hangat akan menjernihkan pikiranku. Dan setelah aku keluar dari kamar mandi, aku menghidupkan ponselku yang lupa kuhidupkan sedari tadi.
Tebak apa yang terjadi. Ada banyak panggilan dari dia. Ya, Pi. Seseorang yang saat ini paling tidak ingin kuingat.
****
-HARRY-
Gila, gue gak bisa tidur sepanjang malam. Padahal hari ini gue dan the boys harus konser.
“Hei, Hazza, apa yang lo bengongin sih?Bentar lagi kita naik nih”, ujar Liam sambil menepuk pundak gue. Gue hanya tersenyum. Dan gue masih berani ngirim pesan ke dia.
Percaya diri banget gue masih mengharap dia datang ke konser ini. Ya, gue semalam ngasih dia tiket konser kita, berharap dia mau datang. Tapi setelah kelakuan bodoh gue semalam, gak mungkin banget dia mau datang. Jangan-jangan tuh tiket udah dia robek, dibakar sampe jadi abu, dan abunya dibuang ke sungai paling dalam. Huh, menyedihkan banget.
“Okay, Guys, kita akan menaklukkan Tokyo hari ini!YEAH!”, teriak Liam menyemangati kita. Kita berlima berpelukan membentuk lingkaran, dan satu tangan kita disatukan ditengah. Kita biasa menyemangati diri sendiri seperti ini sebelum konser.
“YEAH!”, gue, Louis, Zayn, dan Niall menjawab sama semangatnya sama Liam. Dan kita berlima naik ke panggung dengan semangat. Penontonnya padet, man!Adrenalin kita terpacu.
Semuanya berteriak meneriakkan nama kita dengan semangat. Gue selalu suka teriakan mereka. Membuat gue semangat kembali. Dan lagu ‘One Thing’ pun membuka konser ini. Saat itu, saat itu gue melihat ‘one girl’, only one girl who has that ‘one thing’, ada disana, diantara penonton dan melambai kepada gue.
Gue mengucek mata gue, mastiin kalo apa yang gue lihat ini nyata atau nggak. Dan dia masih ada disana!Ini nyata?!Ini nyata?Gila…mimpi apa gue semalam?
***********
-MAKI-
Entah apa yang membuatku melangkahkan kaki kesini. Tadinya aku berniat untuk istirahat dirumah, tapi keponakanku Aya memaksaku untuk ikut kesini. Aku tidak bisa menolaknya, dan lagipula itu tidak berarti aku menolak bertemu dia. Aku hanya takut setelah kejadian semalam, hanya tidak tahu bagaimana harus bersikap nantinya.
Banyak sekali orang disini. Semua meneriakkan satu nama, menunggu yang ditungu-tunggu untuk keluar. Dan begitu kelima orang yang ditunggu keluar, semua orang disini semakin histeris berteriak. Aku ada diantara mereka. Aya pun meneriakkan nama seseorang yang aku kenal. Kebetulan aku dan Aya mendapat tiket dibarisan kedua, jadi kami beruntung bisa melihat panggung dengan jelas. Ok, aku akui ini bukan kebetulan karena Harry-san yang memberiku dua tiket semalam. Dan saat itu aku melihat matanya bertemu dengan mataku. Aku sedikit terkejut, karena dari tadi aku melihatnya mencari-cari sesuatu. Aku tahu ini terdengar arogan, tapi…apakah sedari tadi dia mencariku?
Aku tak tahu harus bagaimana, jadi aku memutuskan untuk melambaikan tanganku dan tersenyum padanya. Dia membalas senyumku.
“Kyaaaa!!!!Harry-kun tersenyum padaku, neechan!Harry-kun melihatku!”, teriak Aya disampingku. Aku hanya tersenyum padanya.
Akhirnya konser selesai, Aya mengeluh karena dia sudah mengantuk. Maklum saja, dia baru 6 tahun dan tidak biasa berdesakan seperti tadi, apalagi tadi dia terlalu bersemangat sampai tertidur begini.
Aku baru saja hendak menghidupkan mesin mobilku saat tersadar ada orang aneh yang mengetuk kaca mobilku. Awalnya aku enggan membuka kaca mobilku, tapi orang itu terus memaksa, jadi aku hanya membuka setengah kaca mobilku. Orang itu memakai topi dan masker, serta sebuah jaket berkapuchon yang menutupi mukanya. Mencurigakan, bukan?
“Hei, it’s me” ujarnya setelah membuka maskernya. Aku terperanjat dan berkata, “Harry-san?!”
************
-HARRY-
Gue bergegas berlari setelah konser selesai. Mengambil beberapa atribut untuk menutupi identitas gue. The boys sedang sibuk istirahat di rest room, sementara gue yang sudah siap dengan kostum penyamaran gue, celingak-celinguk mengawasi apakah ada security atau tidak, dan setelah gue rasa cukup aman gue berlari keluar dari gedung itu menuju parkiran.
Jangan tanya gue gimana caranya gue bisa menemukan mobil dia(jawaban sebenarnya: karena gue punya radar cinta buat nyariin dia *yang gak setuju silahkan siapin kantong buat muntah). Dia gak mau buka kaca mobilnya lagi, dia kira gue orang gila kali ya soalnya. Tapi akhirnya dia mau buka tuh kaca mobil.
“Hei, it’s me,” kata gue sambil membuka masker gue. Dia terkejut dan bilang, “Harry-san?!”
Gue gak mempedulikannya dan langsung membuka pintu depan mobil dia dan duduk disampingnya. Dia lagi-lagi bertanya, “What are you doing, Harry-san?!”, katanya panik.
“I’ll take you on another date today,” kata gue nyengir. Muka dia bingung, kayaknya dia gak tahu harus ngomong apa ke gue.
“Ok, just go for now, Maki-san”, kata gue, nyuruh dia jalanin mobil. Dan dia ajaibnya nurut aja sama gue tanpa nanya-nanya lagi. Akhirnya mobil jalan menjauhi hall tempat kita konser, dan shit, gue lupa ngasih tahu the boys. Gue akhirnya cuma bisa email si Liam, dia kan paling bisa diandelin kalo masalah ginian. Gue ngelirik dia, dia masih diam sambil nyetir. Dan gue terkejut begitu melihat seseorang sedang tidur di kursi belakang.
Dia melihat gue yang setengah kaget, lalu menjelaskan kalo yang lagi tidur itu adalah keponakannya yang minta tandatangan gue waktu itu.
“She’s cute…”, kata gue sambil memperhatikan Aya yang lagi tidur.
“Oh, you’re not gonna say it when she wakes up..”, katanya sambil tertawa. Gue pun tertawa dan menanggapi dengan “Really?She looks cute just like her auntie next to me.”
Lalu dia tertawa lagi. “Which one do you think is cuter?Me or Aya?”
Gimana gue harus menjawab pertanyaan dia yang mengejutkan gue ini?Dia gak pernah se-cheerful ini sebelumnya.
“Mm…”, gue bingung sendiri.
“Joudan desu yo…Ahahaha,” dia tergelak sambil mengibaskan satu tangannya kearah gue. Gue bingung apa maksudnya.
“I’m just kidding, Haryy-san..Hahaha, why so serious?”, katanya lagi.
“Just Harry, don’t add -san. Can you call me like that, just ‘Harry’?”, ujarku serius.
Dia terdiam sebentar, menatap lurus jalan didepan. Lalu menepikan mobilnya.
“Okay, Harry. Where do we go now?”
“Beach. I wanna take you to a beach.”
Dia memanggil nama gue. Gue bahagia. Tapi pertanyaan dia tadi itu, sebenarnya adalah pertanyaan gue. Where do we go now, Maki?
Friend zone?Or another zone?
****************
-YAMAPI-
Bir tidak bisa membuatku mabuk. Scotch atau tequila mungkin bisa membantuku menghapus kejadian tadi malam dari otakku. Lima gelas tequila sudah kuteguk semuanya, tapi anehnya aku justru mengingatnya, sejelas mungkin. Wajahnya saat itu, aku melihat jelas tak ada perlawanan dari dia. Itu berarti dia tidak keberatan kalau bule brengsek itu menciumnya kan?Ternyata dia memang suka pada bule itu. Dan aku hanyalah seorang teman lamanya yang sudah tidak diperlukan lagi. Peranku sudah habis saat dia mendapat penggantiku. Heh?Siapa aku?Kenapa aku bisa bicara kalau bule itu adalah penggantiku?
Aku bahkan memang bukan siapa-siapa dari awal. Haha, lucu sekali aku bisa bicara begitu.
“Pi…sudah cukup..mau sampai kapan kamu minum?”, ujar Toma sambil menarik gelas tequila keenam dari tanganku. “Chotto…kamu…kamu temanku kan, Toma?”
“Iya Pi..aku temanmu, makanya aku minta kamu berhenti melakukan ini. Sebenarnya ini semua untuk siapa Pi?”
Mataku mulai berair. Mungkin alkohol memang bisa membuat seseorang menjadi cengeng.
“Aku tidak mengerti, Toma…Aku tidak mengerti…”, hanya kata itu yang bisa keluar dari mulutku.
Toma hanya diam melihatku yang sekarang ambruk, menjatuhkan badanku kedepan meja. Menyenderkan kepalaku diatas meja. Mataku basah. Aku tak tahu dari mana ini datang. Aku hanya tak mengerti.
Ya, aku memang tak pernah mengerti.
**************
-MAKI-
Dia suka pantai. Dia bilang menyenangkan melihat matahari terbit dan tenggelam disini. Dia sering bilang ingin mengajakku ke pantai. Tapi kenapa yang ada disampingku sekarang malah bukan dia?
“Maki..are you crying?”, tanya orang yang sedang duduk disampingku. Aku memang diam sejak tiba disini. Tapi aku tidak menangis. Kenapa dia tahu rasanya aku ingin menangis?
“Ah, no..i’m fine,” ujarku bohong.
“Liar.”
Aku menoleh. Bohong?Bagaimana dia…?
“I know you’re lying. I knew coz I always watching you.”
Aku hanya menunduk. Aku baru mengenalnya tidak lebih dari 3 hari, dan dia sudah tahu semuanya.
“I love you, Maki.”
*********
-HARRY-
There I just said it. What would you say now, princess?
***********
-MAKI-
Aku ingin mendengar kata itu sejak dulu. Tapi bukan kamu orangnya, Harry.
Maaf…
************
-HARRY-
“I love you, Maki. From the first time I met you, I knew you’re the girl I wanna be with Maki..”
Dia hanya diam, menatap mata gue. Gue juga gak tahu dari man ague dapat kekuatan untuk mengatakan ini, tapi akhirnya gue katakan juga. Gue gak punya waktu banyak. Jadi gue harus mengatakan semuanya.
“I knew you love him. But you deserve better than him, I don’t say that I’m better than him, but at least I have the guts to speak that words to you, Maki. That I love you and I wanna be with you”, ujar gue serius.
Dia menarik napas dalam. Matanya berkaca-kaca. Gue tahu gue jahat banget. Gue tahu dia sedang menarik diri dari si Yamapi-cowok bodoh yang gak tahu diuntung itu-tapi gue harus menuntaskan ini semua.
“You know Maki, I’ll back to London tomorrow, but I’ll wait for your answer till tomorrow.”
******
-MAKI-
Aku tahu tidak seharusnya aku berpikir kalau yang ada didepanku sekarang, yang mengatakan kata-kata itu adalah Pi. Karena yang ada disini sekarang bukanlah dia, tapi Harry. Harry yang tiga hari ini bisa membuatku tertawa, membuatku sedikit lebih bisa bernapas dan melupakan Pi untuk sejenak.
Tapi kenapa air mata ini masih saja ingin keluar?
Lalu dia menggenggam tanganku lembut.
“You don’t have to push yourself. I’ll wait for your answer”, ujarnya sambil tersenyum dan kemudian melepaskan tanganku.
“Okay, now…let’s just having fun here. Forget what I said for a while..’Kay?”
Dia tersenyum padaku dan berdiri.
“Harry-kunnnnn!Kyaaaaa!”
Aya yang rupanya sudah bangun dari tidurnya pun berlari dan memeluk Harry. Harry menangkapnya dan menggendongnya layaknya seorang ayah.
Mungkin aku bisa senyaman ini saat bersamanya adalah dirinya yang berbeda 180 derajat dengan Pi. Dengan Harry aku selalu dibuat terkejut oleh sikapnya yang terang-terangan dan selalu bisa membaca pikiranku.
Aku penasaran, bisakah dia membuatku bahagia jika tiga hari bersamanya saja aku bisa sedikit melupakan perasaan yang sudah kupendam bertahun-tahun ini?
************
-HARRY-
Jam tangan gue sudah menunjukkan pukul 9 malam saat gue mengantar Maki pulang. Dia sudah bersikap seperti biasa, dan gue pun begitu.
“Today was fun. Thanks, Harry”, katanya sambil tersenyum menatap gue.
“You know what..”, kata gue tiba-tiba.
“I love watching you like this. Watching you talk, though the way you talk English is rather funny, but it quite amusing”, kata gue sambil tertawa.
“Is it a compliment or..”, dia berkata begitu sambil tertawa.
“Really, Maki. I wish I could meet you everyday and watching you talk like this,”kata gue serius, menghentikan tawa dia.
Lalu dia diam, dan gue pun diam.
“Maki,” panggil gue. Dia pun menoleh.
Lalu gue menunjuk kearah depan kaca mobil. Maki terkejut dan menoleh ke gue.
“Just go. I already know what your answer is”, kata gue, berupaya terdengar setegar mungkin.
Mata Maki berair, lalu dia bilang “Sorry, Harry…Sorry..”
Setelah Maki pergi, perlahan menjauh dari gue, gue mengutuk diri gue sendiri. Mengutuk bahwa betapa bodohnya gue, nyerah gitu aja. Padahal gue tahu dia bisa tertawa karena gue, mungkin aja…ah, sudahlah. Gue memang bego.
*************
-YAMAPI-
Aku menunggu Maki disini. Apapun yang terjadi, walaupun dia pulang dengan pacar bulenya itu, aku masih akan menunggunya disini dan membuatnya melihatku. Tapi yang terjadi malah Maki turun dari mobil si bule itu dengan mata berkaca-kaca.
Aku setengah berlari, segera menghampiri Maki.
“Doushite(kenapa), Maki?!”, tanyaku panik. Maki masih diam, air matanya sekarang benar-benar jatuh. Kurang ajar si bule itu!
“Apa dia yang membuatmu menangis?!”, tanyaku marah. Aku segera berjalan menjauhi Maki. Tapi tangan Maki menangkap tanganku. Dan tiba-tiba Maki memelukku dari belakang, membuatku berhenti berjalan. Dia memelukku erat sehingga aku tak bisa bergerak.
“Jangan pergi…”
Hanya itu katanya. Lagi-lagi aku tak tahu harus bagaimana, harus bicara apa padanya. Aku memang bodoh, bagaimana bisa sekarang aku diam mematung seperti ini?Sementara sejak kemarin banyak sekali yang ingin kukatakan padanya, banyak sekali kata maaf yang ingin kukatakan padanya.
Dia terus menangis tanpa aku tahu apa sebabnya. Tuhan, bagaimana mestinya aku bersikap?Aku tak ingin menyakitinya lagi…
“Maki,” aku memanggilnya. Dia hanya diam, masih menenggelamkan wajahnya dibahuku.
Sebenarnya aku juga tak menginginkan jawaban darinya, aku hanya ingin mengatakan isi hatiku selama ini.
“Aku tahu selama ini aku selalu seenaknya, keras kepala, egois, malah kekanak-kanakan. Aku selalu menyakitimu tanpa aku sadari. Gomen, Maki. Aku sungguh minta maaf”, ujarku akhirnya. Kemudian aku menghirup napas dalam. Aku sendiri juga tidak mengerti kenapa selama ini sulit sekali mengatakan semua ini.
“Aku selalu takut untuk mengatakan semuanya padamu. Takut jika aku katakan semuanya, kita tak akan bisa seperti ini lagi. Takut kalau kamu akan terluka karena aku..”, kata-kataku terputus. Aku tak bisa mengatakannya…
“Kenapa?”, tiba-tiba Maki bersuara. “Kenapa kau takut aku akan terluka?”
Aku berbalik menatapnya. Kami diam sesaat. Hanya saling berpandangan. Matanya yang hitam menatap mataku.
“Karena aku ingin bersamamu, Maki. Aku tahu ini terdengar egois, tapi aku cinta kamu, Maki. Semuanya takkan mudah kalau kamu memilih bersamaku, aku tak ingin kalau nanti kita akan berpisah hanya karena profesi kita, dan kita tak bisa kembali seperti ini…”, akhirnya aku mengatakannya. Akhirnya aku mengatakan semua ketakutanku padanya.
“Aku lebih terluka kalau kamu tak mengatakan semua ini, Pi. Apa kamu lupa apa yang mempertemukan kita?Pekerjaan ini, Pi. Aku tak peduli bagaimana nantinya, aku hanya peduli sekarang, Pi. Sekarang, bahwa kenyataannya kita bersama. Aku juga ingin bersamamu..”
Lalu Maki memelukku, air matanya kembali terurai. Aku memeluknya erat.
Dia benar. Aku membutuhkannya, dan dia membutuhkanku. Untuk saat ini, itu semua sudah cukup bagi kami.
**************
-HARRY-
Untuk sementara waktu, kayaknya gue bakal takut ke Jepang lagi. Gimana kalo gue jatuh cinta lagi sama cewek disini, terus gue berakhir patah hati lagi?
Hehe, nggak. Maksud gue, kalo gue kesini dalam waktu dekat, gue pasti bakal keinget lagi kenangan patah hati gue ini. My ‘one girl’ yang sukses bikin gue patah hati. Patah hati itu parah, sakit man, sakit!Gue gak mau lagi rasanya jatuh cinta kalo ujung-ujungnya gue ditolak juga. Eh, kidding deh, amit-amit kalo gue jadi bujangan sampai tua!Hiii!
“Oi, Harry!Bengong aja lo!”, teriak Zayn mengejutkan gue.
“Eh, mentang-mentang udah sehat aja lo bisa teriak-teriak!”, bales gue sambil teriak juga ke Zayn. Zayn cuma nyengir-nyegir gak jelas.
Bentar lagi kita boarding, dan gue akan segera melupakan kenangan pahit disini. Gue akan mencari cewek lain yang punya ‘that one thing’ yang gue cari selama ini. Walaupun tadinya gue udah nemuin itu di Maki, tapi ternyata dia bukan buat gue. Dia ternyata buat si Assasin clueless-bego-gak tahu diuntung itu. Heeeh!
“Okay, yok kita pulang, pesawat kita bentar lagi tuh”, kata Niall mengajak kita semua buat siap-siap.
Dan saat itu, ponsel gue tiba-tiba bunyi. “Bentar guys, gue ada telpon nih”, kata gue ke the boys. The boys cuma ngangguk aja dan gue sedikit menjauh dari keramaian buat ngangkat telepon itu.
“Hello?”, suara gue agak serak karena gue tahu siapa yang nelpon. Udah ketebak kan siapa?Iya, Maki.
“Hello, Harry.”
Ada jeda sebentar. Cukup awkward bagi kita berdua saat ini. Gue patah hati karena dia, dan dia pasti gak enak sama gue. Gue memutuskan untuk menghilangkan keawkward-an ini dengan ngomong apa aja sama dia.
“The day is sunny, huh?I think it’s a great day to go home, hehe.”
Okay, gue tahu ini gak membantu. Tapi gue bener-bener gak tahu mau ngomong apa.
Dia tertawa mendengar gue ngomong begitu. “Arigatou, Harry. Arigatou for everything. I…I’ll miss you.”
Dia bakal merindukan gue?Serius?Andai kata-kata dia itu berarti dia ingin gue dan dia bersama. London dan Tokyo gak jauh kan?(ya nggak kalo gue udah cinta mati sama dia, gue bakal lakuin apa aja buat ketemu dia. Sejak kapan uang jadi masalah, kan?)
“Mm…you..with that assassin…”, gue mencoba cari tahu apa yang terjadi semalam.
“Eh?”, kayaknya dia heran mendengar apa yang gue katakan. Gue lupa kalo gue nyebut si lucky bastard itu dengan sebutan assassin hanya di alam pikiran gue sendiri.
“I mean…you and him…”, kata gue sengaja gak nyebut merk. Dia tentunya tahu kan siapa yang gue maksud. Dia diam sebentar.
“We’re together now. ..Thanks to you, Harry.”
Apa gue bilang?!Mereka beneran jadian semalam. Dan itu semua berkat GUE!
GUE adalah cupid Maki dan si assassin itu!GUE ditakdirkan kemari hanya untuk menyatukan mereka!Shit, kenapa Tuhan tega begini sama gue?!
Gue menelan ludah saat dia bilang dia udah jadian sama si assassin itu. Tahu gak kamu Maki kalo berat banget bagi gue untuk tetap mendengar itu dan pura-pura tertawa garing walaupun hanya di telpon begini?
“Congratulation for both of you. I hope you’re happy with him, forever. I..”, gue gak bisa meneruskan kata-kata gue.
“Harry…”, agaknya dia khawatir dengar suara gue yang parau.
Ah, kenapa gue payah banget sih?Kok rasanya mau nangis begini sih?For God’s sake, gue cowok dan masa iya gue nangis cuma gara-gara cewek?
“I have the best date with you. I’m glad I met you, my only friend here,”kata gue akhirnya.
“Um,” dia hanya membalas begitu.
“So…if you come again to Japan…please call your only friend, and she will take you on a date..”, lanjutnya.
Lalu gue tertawa. Dia memang punya ‘that one thing’. Dia bisa buat gue tertawa. Dia bisa buat gue jatuh cinta, patah hati dan gak nyesal karena itu. Karena gue bersyukur gue bisa ketemu dia, walaupun dia bukan untuk gue. Bukan jodoh gue.
“Okay, I’ll call her and kidnap her for a day when I come here again,” kata gua sambil tertawa.
Guepun masih tertawa saat gue menutup telpon dari dia. Teman-teman gue bingung melihat gue yang tertawa sendiri saat gue mendatangi mereka.
“Apa sih yang lucu, Hazza?”, tanya Liam ke gue.
“No..gue cuma lagi mikir…Japan is so Great!”, kata gue sambil teriak pas nyebut ‘Japan is so Great.’
“Ah, I see…The woman IS so great…”, kata Louis menggoda gue. Louis tahu kalau gue patah hati. Semalam gue pulang dan dia masih bangun, bertanya apa yang terjadi sampai muka gue kusut begitu. Dan gue cerita semuanya sama dia. Semuanya, tentang 4 hari gue dan dia.
“Yeah, the woman is great”, kata gue seraya tertawa.

-------One Thing's end-----------

Well, ini fanfic pertama yang saya post di lj ini. And it's so...random, i know. Kalo mau baca fanfic lain, bisa langsung ke blog saya yang lama:

fanfic

Previous post Next post
Up