Ku benci angst tapi mencoba menulis angst untuk pertama kalinya :') semoga masih bisa menikmati ke uwuan Yamachii ya :')
Title: Vanished
Cast: Yamada Ryosuke X Chinen Yuri
Genre: Angst
Rating : G
“People come and go,
But the memories remain forever
It's not about your existence only
It's about you as a part of my life”
Yamada Ryosuke melihat jam dinding untuk kesekian kalinya hari ini, pukul 18.30, ia menghela nafas panjang sambil melanjutkan mengepak barang-barang ke dalam tasnya.
Sebentar lagi….apa keputusanku ini tepat?
“Ryosuke” seseorang memanggil namanya, Yabu, seseorang yang ia anggap seperti kakak laki-laki selama ini.
“Apa kau yakin dapat melakukannya? Maksudku kita bisa menemanimu sehingga kau tidak perlu sendirian di sana.” Ternyata Yabu tidak sendiri dia membawa 7 orang lain yang sekarang menatapnya dengan penuh khawatir.
Ryosuke tersenyum melihat wajah sahabatnya, ia ingin sekali menjawab ‘iya’ terhadap tawaran Yabu, tapi hati kecilnya berkata tidak. Ia tidak ingin terlihat lemah di depan mereka, terutama apa yang sudah mereka lakukan selama 1 tahun terakhir ini, ia tidak ingin lagi menyusahkan orang yang berharga baginya.
“Terimakasih Kota dan kalian semua, tapi tenang saja aku bisa pergi sendiri. Lagipula, tempat itu adalah tempat berharga bagi aku dan dia”
“Tolong telepon segera kalau kau membutuhkan kita, ingat Yama-chan kita adalah keluarga” pesan Hikaru sambil membantu Ryosuke membereskan barang agar ia bisa selesai lebih cepat.
“Aku mengerti, baiklah lebih baik aku pergi sekarang sebelum hujan turun lebih deras.”
Kenapa harus turun hujan di saat seperti ini? Apa ini pertanda jika aku tidak boleh pergi? Tapi aku sudah berjanji pada diriku sendiri dan dia untuk kembali ke sana pada hari ini.
Ryosuke berjalan dengan cepat berusaha menghindari air hujan yang mulai turun dengan deras. Dulu ia terbiasa berjalan dibawah payung berdua sehingga mereka harus merapatkan badan, terkadang sambil bercanda dan mendorong satu sama lain namun tetap terasa hangat. Sekarang meskipun payung yang ia bawa cukup besar dan cukup untuk melindungi dirinya sendiri tanpa perlu beradu dengan orang lain, hanya kedinginan dan kehampaan yang menemani langkah Ryosuke hingga ia tiba di tujuan. Tidak ada lagi mereka, tidak ada lagi tawa riang,dan tidak ada lagi langkah kecil yang biasa ia kejar di tengah hujan.
Entah karena udara dingin atau perasaan yang tidak menentu, tangan Ryosuke bergetar hebat saat akan membuka pintu apartmen di depannya. Ia bahkan tidak bisa memasukkan kunci karena serangan panik itu kembali.
Belum terlambat jika aku ingin mundur sekarang
Entah mengapa tiba-tiba kenangan itu muncul kembali, saat mereka pulang kerumah bersama-sama, Yuri selalu berlari mendahuluinya untuk membukakan pintu. Ia tidak pernah tahu alasan kenapa Yuri selalu bertingkah konyol seperti anak kecil yang kompetitif hanya untuk hal kecil seperti membuka pintu apartmen. Sambil mengingat hal itu ia berhasil membuka kunci pintu apartmennya dan melangkah ke dalam.
Aku pulang..Yuri
“Tadaima~”
Gelap, Ia tidak dapat melihat apapun saat pertama kali melangkahkan kakinya masuk ke apartmen. Perlahan ia melepas sepatu dan meletakkan payung sebelum menyalakan lampu. Hanya dalam hitungan detik ketika lampu apartmen menyala semua kenangan muncul satu persatu di kepalanya. Tanpa ia sadari, di langkah kedua ia memasuki lorong apartmen, air matanya sudah menetes.
“Okaeri, ryosuke!”
Entah apakah yang ia dengar di kepalanya nyata atau tidak, suara Yuri yang menyambutnya terdengar dengan jelas. Persis seperti yang biasa ia dengar beberapa tahun yang lalu.
Tidak ada yang berubah. Apartmen mereka masih sama seperti dulu, tata letak, perabotan yang mereka beli bersama, warna lampu hingga wangi di dalam rumah itu. Ternyata benar kalau sahabat-sahabatnya selalu membersihkan dan merawat apartmen ini sejak hari itu, mereka ingin menjaga apa yang seharusnya Ia dan Yuri miliki.
“Mereka bahkan tetap memasang difuser dengan aroma lavender favoritmu. Kita dikelilingi sahabat yang luar biasa bukan Chi?”
Ia berjalan ke arah ruang tamu. Ryosuke menjatuhkan tubuhnya ke satu-satunya sofa di ruang tamu itu dan memejamkan matanya untuk sekedar menikmati kenangan dan suara-suara dalam kepalanya.
“Hari ini aku yang akan memilih film nya!” Yuri merebut remote tv dari tangan Ryosuke saat mereka memutuskan menonton film bersama.
“Tidak mau! Kau pasti akan memilih film horror. Ayolah Chi, aku sudah menonton film horror 2 hari berturut-turut karena pilihanmu dan itu membuatku mimpi buruk!”
“Yama-chan kau sudah 26 tahun dan kau tahu kalau tidak ada yang namanya hantu di dunia ini. Lagipula apa asiknya menonton drama romantis?”
“Karena itu bisa mengembangkan mood di antara kita, Chii, aku bisa mencium dan memelukmu kalau kita menonton drama. Tapi kalau horror? Aku hanya akan bersembunyi di belakangmu :(“
“Tidak perlu menonton drama kalau kau hanya ingin memeluk dan menciumku, lagipula Ryo-chan apa kau tahu? Setiap kau bermimpi buruk kau selalu memelukku dengan erat sambil mengigau. Itulah mengapa aku selalu memilih film horor” Pria imut di hadapannya berkata dengan wajah usil yang membuat Ryosuke kehilangan kata-kata.
“Eh, dasar kau sadis!” Ryosuke mulai menggelitik Yuri hingga membuat tubuh kecilnya terjatuh di sofa. Ia tahu kelemahan Yuri dan selalu menggunakan itu untuk menghukum tingkah laku usilnya. Ryosuke kini berada di atas tubuh Yuri, ia mendekatkan wajahnya dan mencuri ciuman dari bibir mungil itu.
Meskipun aktivitas mereka sederhana seperti menonton film bersama, bertukar cerita di ruang tamu, atau menemani Yuri membaca buku favoritnya, di saat itulah Ryosuke merasa menjadi orang paling bahagia di dunia.
Ia baru berada di apartmen selama 10 menit namun air matanyaa tidak bisa berhenti, saat ia mulai membuka matanya kembali ia tersadar, tidak ada lagi sosok Chinen Yuri duduk di sampingnya.
Ryosuke memaksakan diri untuk bangkit dari sofa dan menuju ke ruangan lain, ia harus sampai di tujuan utama dia kembali pulang ke apartmen itu.
Chi, mungkin kau akan menertawakanku karena aku masih percaya akan keberadaan hantu di usia 27 tahun ini. Tapi aku tidak takut karena aku ingin bertemu dan berbicara denganmu seperti biasanya, apa aku salah Chii?
Ryosuke membuka pintu salah satu ruangan, ruangan untuk bermain game, karena memiliki hobi yang sama mereka berdua sepakat untuk menjadikan salah satu kamar di apartmen itu menjadi ruang khusus bermain game. Biasanya Ia dan Chii akan menghabiskan waktu berjam-jam di ruangan itu di hari libur mereka. Karena kekasihnya benci kekalahan terkadang Ryosuke sengaja mengalah di satu game, namun Chinen menyadari itu dan membenci tindakannya.
“Ryosuke, sudah aku bilang beberapa kali kalau kau tidak perlu mengalah agar aku jadi juara pertama!” Chinen membalik kursinya ke arah Yamada untuk mendapatkan penjelasan.
“Aku tidak sengaja mengalah, lawan kita tadi memang menemukanku terlebih dahulu sehingga dia bisa menyerang” Bela Ryosuke
“Tidak mungkin seorang Ryosuke Yamada dengan level Master di game ini mudah ditemukan begitu saja oleh lawan kita yang noob! Aku memang ingin mendapatkan rank 1 tapi aku tidak ingin dikasihani olehmu” Chinen merajuk dan membuang muka, Yamada melihat tingkah laku chinen yang seperti itu lucu sehingga ia sering melakukan hal yang sama berulang kali. Pada akhirnya Chinen akan berhenti marah karena Yamada selalu memuji permainannya di akhir sesi permainan.
Pandangan ryosuke terhenti di satu sudut meja milik Yuri yang berwarna pink. Ia bisa melihat sosok Yuri yang sedang duduk disana, mengenakan headphone dan terkadang menoleh ke arah mejanya untuk mendapatkan pujian.
“Ne, permainanku hari ini hebat kan, Ryo-chan?” tanyanya sambil tersenyum lebar
Apa aku mulai gila karena kini aku bisa membayangkan sosokmu dan tawamu dengan nyata ada di depan mataku.
Ryosuke mengunci pintu ruangan itu sebelum pikirannya sendiri mengambil alih kesadarannya. Ia pergi ke dapur untuk mengambil segelas air, namun suara itu datang lagi begitu ia menghabiskan gelas pertamanya.
“Ryo-chan apa yang kau masak hari ini?” Seperti biasa Chinen akan menganggu Yamada yang sedang menyiapkan makanan untuk mereka.
“Hari ini makanan favoritmu, hamburger!” Mendengar hamburger yang akan menjadi menu makan malam mereka mata Chinen berbinar-binar dan menatap Yamada dengan semangat.
“Ada yang bisa aku bantu? Memotong bawang? Menggiling daging? Atau menggoreng telur?” Chinen menawarkan diri untuk membantu
“Chii terakhir kali kau membantuku memotong bawang kau hampir melukai diri sendiri dan saat kau membantuku menggoreng sesuatu kau hampir membakar apartmen kita, jadi tunggulah di meja makan dengan tenang.”
“Akan kutunjukkan suatu hari nanti kalau aku bisa membuat hamburger yang lebih enak daripada buatanmu, huh!” Meskipun kesal tapi Chinen tetap membantu Ryosuke dengan menyiapkan alat makan di meja. Seperti itulah kerjasama mereka berdua dalam urusan dapur, Ryosuke memasak dan Chinen akan menyiapkan peralatan makan. Setelah makan mereka akan mencuci piring bersama-sama. Rutinitas yang sama yang telah mereka lakukan bertahun-tahun membuat Ryosuke merasa asing di dapurnya sendiri karena Yuri tidak ada di sana.
“Kau tahu? Makanan favoritku di dunia ini adalah masakan Ryo-chan!” Chinen selalu mengucapkan kalimat itu saat menikmati masakan Yamada. Tentu saja dengan memamerkan senyum terbaiknya.
Apa kau merindukan masakanku disana Chi? Apakah kau merindukanku?
Ryosuke berdiri di depan satu pintu, pintu yang jadi tujuan utama dia pulang kembali ke rumah ini. Hari ini, tepat 1 tahun kepergian kekasihnya, di hari yang sama dia pergi meninggalkan rumah yang penuh kenangan ini.
“Ryosuke, aku meninggalkan pesan terakhir untukmu di kamar kita. Kau boleh membacanya besok, lusa, bulan depan, tahun depan atau kapanpun saat kau sudah bisa merelakanku. Kau akan menemukan dan membaca pesan itu apapun yang terjadi, janji ya Ryo-chan?”
Itu adalah pesan terakhir Yuri sebelum ia menghembuskan nafas terakhirnya. 3 bulan, hanya dalam waktu 3 bulan kehidupan Yamada Ryosuke berubah. Hanya dalam 3 bulan penyakit itu mengalahkan Yuri yang paling lincah dan aktif menjadi terbaring tak berdaya. Hanya dalam 3 bulan senyuman Yuri yang menjadi pengantar tidurnya berubah menjadi mimpi buruknya.
Butuh waktu cukup lama bagi Ryosuke menerima kenyataan bahwa Chinen Yuri tidak lagi ada di dunia ini, sahabatnya terus membantu agar Ryosuke dapat bangkit kembali dan melanjutkan hidupnya. 1 minggu pertama Ryosuke hanya bisa diam dan tidak merespon apapun, pandangan matanya kosong dan tidak mau memakan apapun. Khawatir melihat perilaku aneh dan tubuh yang mulai melemah, Inoo & Keito membawa Ryosuke ke Psikiater dan ia menjalani perawatan selama hampir 1 bulan. Saat kondisinya membaik, 7 orang bergantian menjaga Ryosuke di tempat barunya agar tidak sendiri saat terbangun di tengah malam. Kini, dengan dukungan sahabat-sahabatnya Ia harus menepati janji terakhirnya untuk membaca pesan terakhir Yuri.
Ia masuk ke dalam kamar tersebut, melihat sekeliling dan menemukan apa yang ia cari. Chinen Yuri punya kebiasaan unik meninggalkan pesan untuk Ryosuke di dalam amplop dan meletakkan di bawah bantal miliknya. Ryosuke duduk di atas ranjang dan mulai membuka amplop itu.
Dear Ryosuke,
Ryo-chan, kalau kau membaca ini berarti aku sudah tidak ada di dunia ini, aku bertaruh pada diriku sendiri saat menulis ini kalau kau akan membacanya 1 tahun setelah aku pergi, benar kan?
Karena kau tahu aku butuh waktu 1 tahun untuk kembali ke sini kan?
Maafkan aku harus meninggalkanmu sendirian, ini semua terjadi begitu cepat bukan? Bahkan aku belum sempat menunjukkan kepadamu kalau aku berhasil membuat hamburger yang lebih enak daripada milikmu hahhaha.
Baka, dia masih memikirkan ambisinya untuk membuat hamburger yang bisa mengalahkan buatanku bahkan di saat terakhirnya
Ryo-chan aku sangat bahagia bisa hidup bersama denganmu selama 9 tahun ini, kau ingat saat pertama kali kita bertemu? Kau mengejek aku anak SD karena tinggi badanku padahal kita sebaya. Dan lihatlah sekarang, selisih tinggi kita hanya 5 cm, aku rasa ini karma untukmu 😊
Aku tidak mengenal istilah “cinta pada pandangan pertama” karena semakin mengenalmu aku semakin menyukaimu. Aku menyukai Ryosuke yang selalu bekerja keras untuk meraih sesuatu, aku menyukai Ryosuke yang selalu berkata apa adanya, aku menyukai Ryosuke yang pandai memasak, aku menyukai ryosuke yang takut akan ketinggian dan film horror, aku menyukai Ryosuke yang menangis saat naik Roller coaster, aku menyukai……ah bodoh aku menyukai semua yang ada pada dirimu Yamada Ryosuke.
Aku juga, aku menyukaimu yang pandai berolahrga, aku menyukaimu yang malu-malu ketika harus berbicara dengan orang asing, aku menyukaimu yang takut akan binatang, aku menyukaimu yang tidak mau kalah. Aku mencintaimu Chinen Yuri
Ryo-chan, mungkin kau bertanya-tanya kenapa aku selalu berlari mendahuluimu saat kita pulang ke rumah, tidak ada alasan khusus tentang itu. Aku hanya ingin menjadi orang pertama yang mengucapkan “Okaerinasai / Otsukare” saat kau membuka pintu, karena aku tahu Ryo-chan benci rumah yang kosong kan? Untuk itu aku berusaha agar setiap kau mengucapkan “Tadaima!” akan ada suara yang menyambutmu dengan hangat sehingga kau tidak merasa kesepian.
Maafkan aku kalau aku tidak bisa melakukan itu lagi secara langsung setelah ini, tapi percayalah, setiap kali Ryo-chan mengatakan “Tadaima!” aku akan selalu menjadi orang pertama yang menjawab.
3 hal yang menjadi favoritku di dunia ini adalah:
- Masakan Ryosuke
- Ciuman & Pelukan Ryosuke
- Senyuman Ryosuke
Aku tidak akan bisa merasakan masakanmu lagi, aku juga tidak bisa merasakan kehangatan pelukan & ciuman manismu lagi, tapi aku yakin aku masih bisa melihat senyuman manismu ya kan?
Bagaimana caraku agar bisa tersenyum tanpa ada sosokmu di sampingku Yuri?
Ryo-chan, berjanjilah padaku kau akan melanjutkan hidup tanpa kehadiranku. Mungkin raga ku tidak ada lagi di sisimu tapi aku akan selalu hidup dalam hatimu bersama kenangan-kenangan kita.
Terimakasih telah mencintaiku selama 9 tahun ini, selalu memberikan yang terbaik dan menempatkan kebahagiaanku menjadi prioritas pertamamu. Kau berhak untuk bahagia dengan atapun tanpaku Ryosuke.
Love,
Chinen Yuri
Ryosuke tidak bisa berhenti menangis selama membaca surat itu hingga ia tidak menyadari bahwa kini ia tidak sendirian di ruangan itu. Ketujuh temannya ada disitu dan berlari memeluknya.
“Yama-chan kau boleh menangis sepuasnya , kau boleh mengeluarkan apa yang kau tahan selama ini di hadapan kita, tidak apa-apa kita ada disini dan kita tidak akan meninggalkanmu!” Takaki mengusap-usap kepala Yamada yang kini menangis di pelukan Yuto.
Terimakasih telah mengisi hidupku Yuri, aku janji aku akan melanjutkan hidup sambil tersenyum karena aku tidak sendirian. Aku memiliki sahabat yang luar biasa dan dirimu yang tetap hidup dalam hidupku~