Jul 16, 2011 19:00
Pemuda 18 tahun itu memacu kaki-kakinya cepat menuruni tangga. Dibawah terlihat siluet ayahnya yang sedang duduk dengan berbagai tumpukan dokumen penting mengelilinginya. Ryosuke-pemuda itu, lewat begitu saja, seolah tidak ada eksistensi lain di ruangan maha besar tersebut. Dan hal itu membuat sang ayah geram.
“Mau kemana kau?!” serunya ketika melihat Ryosuke sudah menjangkau gagang pintu. Pemuda itu menoleh malas-malasan.
“Bukan urusanmu. Jangan bertindak seolah-olah selama ini kau peduli padaku!” jawabnya cepat sebelum akhirnya sosoknya menghilang di balik pintu. Yamada Tsukasa seketika terduduk lemas di sofa. Matanya bergulir, memandangi sosok cantik istrinya dalam pigura yang terparkir rapi di meja.
“Lihat Tsukushi, putramu itu. Apa lagi yang harus kulakukan?” Ujarnya pelan.
~0~0~0~
“Ryosuke?!”
2 bola mata Ryosuke langsung bergulir cepat mendengar namanya dipanggil. Ditambah lagi suara pemanggil tersebut sangat-sangat dikenalnya.
“Mirai-chan?” tanyanya pura-pura kaget dengan penampakan sosok di depannya. Gadis itu tersenyum kecil.
“Apa yang kau lakukan disini? Jarang-jarang kau keluar rumah sendirian…” Balas Mirai. Sedikit aneh menemukan seorang Yamada Ryosuke berjalan sendirian di kawasan perbelanjaan Shibuya tanpa bodyguard, pengawal, atau apapun yang diutus ayahnya. Ryosuke sendiri hanya tersenyum manis.
“Betsuni~ aku hanya sekedar lewat…”
“Bohong kan?” Mirai tersenyum lembut. “ katakan. Kau bertengkar lagi dengan ayahmu?”
Pemuda itu tidak menjawab.
“Maafkan Ayahmu Ryosuke… dia masih sedih…”
“Tapi ini sudah 10 tahun!” Ryosuke setengah berteriak. Mirai masih saja menatapnya lembut, membuat emosinya kembali reda. “Aku mengerti, Mirai-chan. Aku juga merasakan yang sama. Mungkin memang lebih baik kalau kami seperti ini terus.” Pemuda itu berhenti bicara. Mirai sendiri tidak sedikitpun mengalihkan matanya dari Ryosuke. Dia tahu apa yang dirasakan sahabatnya yang satu ini, dia tahu rasa sakitnya. Hanya saja dia tidak mampu berbuat apa-apa. Ryosuke sendiri kembali terdiam.
“Ryosuke, gomen ne. aku tidak bisa berbuat apa-apa…”
“Apa yang kau katakan? Mirai-chan, selama 10 tahun ini hanya kau, Yuto, Chii, dan Daichan yang benar-benar ada disampingku. Aku sangat bersyukur karena memiliki kalian sebagai sahabatku. Terlebih kamu, Mirai. Kau sudah seperti ibuku sendiri. Aku seharusnya berterima kasih, bukannya menerima maaf darimu…” Ujar Ryosuke lembut sambil tersenyum, membuat gadis di depannya melakukan hal yang sama. “Saa, lupakan itu. Kau kesini pasti mau belanja kan? Ayo! Biar kutemani…”
Mirai kembali tersenyum.
“Boleh! Aku ingin beli sesuatu untuk Yuto. Lusa dia ada pertandingan basket, jadi aku mau carikan jimat. Menurutmu aku harus beli apa?”Jawab Mirai bersemangat. Ryosuke seketika terdiam. Wajahnya berubah Muram ketika Mirai menyebut nama Yuto. Hatinya sakit, dia cemburu. Yuto ternyata sebegitu pentingnya untuk Mirai.
Terdiamnya Ryosuke membuat Mirai sedikit heran. Gadis itu menepuk bahu Ryosuke pelan. “Ryosuke?! Oi, kau kenapa?” serunya cepat. Ryosuke tersadar dan langsung tersenyum.
“Tidak. Aku tidak apa-apa kok.” Jawabnya agak gugup. “Un, katanya mau nyari kado untuk Yuto. Kenapa tidak kita mulai saja?”
Mirai mengangguk semangat, sama sekali tidak menyadari bagaimana perasaan pemuda itu sebenarnya. Keduanya lalu bergerak, menyusuri berbagai sisi Shibuya, memasuki toko demi toko. Butuh waktu 2 jam lebih sampai kedua remaja itu menemukan apa yang mereka cari untuk Yuto. Sebuah handband putih mahal bermerk dengan symbol yang cukup langka. Benda yang tentunya tidak dapat ditemukan di sembarang pasar dan oleh sembarang orang. Namun, secara kedua manusia yang membeli tadi adalah penghuni puncak piramida kasta penduduk Jepang, mendapatkan benda berharga tinggi macam itu hanya semudah membalikan telapak tangan.
“Yuto pasti akan senang sekali menerima ini…” Ryosuke memandang handband yang baru saja berpindah ke tangan Mirai dari penjaga kasir tersebut. Sempat terbayang, seandainya Mirai memberikan hadiah seperti ini untuknya. Tentunya ia akan sangaaaat senang, mungkin melebihi tensi kesenangan Yuto ketika menerima ini lusa nanti.
“Un!”Mirai mengangguk antusias. “Ah, Ryosuke. Aku mau pulang naik bus. Kitagawa-san ku suruh libur dulu hari ini.*ceritanya opa Jojon jadi supir gituu XD XD*. Kau mau ikut?” ajak Mirai. Ryosuke sedikit kebingungan, karena selama 18 tahun hidupnya ini, pemuda itu tidak pernah sekalipun naik bus. Melihat kendaraan besar segi empat itu saja jarang. Tapi karena yang mengajak ini adalah seorang Shida Mirai, gadis yang selama ini menjadi bunga-bunga mimpinya, Ryosuke langsung mengangguk setuju.
~0~0~0~
Yamada Ryosuke memang kebingungan. Wajahnya agak enggan menoleh-takut tergoda. Tapi mau tidak mau ditolehkan wajahnya menatap gadis yang tertidur cukup pulas di sampingnya dengan kepala bersandar manis dipundaknya itu.
“Mirai? Mirai..?” pemuda itu menepuk-nepuk bahu Mirai pelan. Tapi tetap saja, gadis itu enggan membuka mata. Ryosuke stress. Senang gadis pujaannya ini tertidur lelap di sampingnya tapi juga tidak enak karena gadis ini milik sahabat terdekatnya. Apalagi sekarang keduanya tinggal sendirian di bangku penumpang. Godaan bisa saja datang tanpa dicegah deshou?.
Gerakan Ryosuke akhirnya terhenti. Matanya menatap wajah Mirai lekat-lekat. Cantik. Sangat cantik. Terlalu cantik baginya. Apalagi dengan pose tertidur yang lugu itu. Ia ingin memiliki Mirai, sangat ingin. Dan entah darimana datangnya keinginan itu, Ryosuke lalu lepas kontrol. Pelan-pelan didekatkan wajahnya ke wajah Mirai lalu mengecup bibir gadis itu lembut.
“Daisuki na, Mirai-chan…” bisiknya setelah wajahnya ditarik menjauh. “seandainya saja kau bukan milik Yuto…“
Pemuda itu tidak sadar, tindakan beraninya barusan membuat Mirai bangun. Gadis itu kaget, namun tetap diam karena tidak ingin Ryosuke jadi merasa bersalah. Ia hanya mendengarkan, dan menyimpan semua sendiri. Sesuatu yang aneh bergejolak dalam hatinya.
Sekarang Mirai tahu, Ryosuke juga menyukainya.
~0~0~0~
Ting tong!
“Ryutaro, buka pintunyaaa!!” Umika berteriak dengan volume semaksimal mungkin, memanggil satu-satunya adik laki-laki yg dimilikinya untuk membuka pintu. Namun, beberapa menit berlalu, masih tidak ada respon. Gadis itu menggerut kesal.
“RYUUU!! AKU SEDANG BELAJAR NIH! TOLONG BUKAKAN-“
“NEE-CHAN!!” kata-kata Umika seketika terhenti ketika sang adik yang dipanggil tadi secara mistis muncul di depan pintu kamarnya yang terbuka dengan wajah super pucat-seperti dilapisi bedak 5 senti dan nafas ngosh-ngosan.
“Hee? Kau kenapa?!” Tanya gadis itu panic. Ryutaro menggeleng.
“Nee-Neechan.. I-itu di depan…”
“YO!” penampakan mistis terjadi lagi. Kali ini dari satu sosok manusia tampan yang tertampan dan yang paling tampan yang tiba-tiba sudah berada di belakang Ryutaro. Umika terbelalak. Kaget, bagaimana bisa manusia yang satu itu berdiri di depan kamarnya.
“YAMADA RYOSUKE?!” dan gadis itu menjerit histeris akhirnya. “Ke-kenapa kau bisa ada di sini?”
“Un! Aku cari alamatmu lewat data sekolah.” Jawab pemuda itu polos. Umika langsung menggeleng.
“Bukan itu! Maksudku apa yang kau lakukan disini?” tanyanya lagi. Ryosuke menunduk perlahan.
“Ne, Itu…ada yang ingin kubicarakan…” jawabnya pelan. Umika seketika menangkap maksud pemuda di depannya ini.
“Baiklah. Ayo masuk!” Umika mempersilahkan Ryosuke masuk ke kamarnya. Namun belum sempat Ryosuke melangkah, Ryutaro sudah menghentikannya dengan sebuah teriakan.
“Nee-chan!” teriaknya sambil memberi kakak perempuannya tatapan Apa-Yang-Mau-Kau-Lakukan-Hah?. Umika memincingkan matanya.
“Apa?”Tanya gadis itu tidak mengerti. Sang adik yang hanya lebih muda setahun darinya itu tidak menjawab. Tidak enak, soalnya si topic pembicaraan-yang saudara-saudara ketahui adalah seorang Yamada Ryosuke-saat ini sedang berdiri manis dan tenang disampingnya. Tidak mendapatkan reaksi dari Ryutaro membuat Umika kesal.
“Kau aneh ih, Ryuu!” serunya, lalu gantian memandang Ryosuke. “Masuklah Yamada. Anak itu mungkin terpesona melihatmu…”.
Ryosuke nyengir lebar, lalu dengan entengnya masuk ke dalam kamar Umika, menyisakan Ryuu yang hanya bisa ternganga menyaksikan pemandangan barusan. Pemuda 16 tahun itu makin panic.
“Demo, Nee-chan!!”
“Panggil aku kalau Tou-chan dan Kaa-chan pulang ya..” pesan umika asal sebelum akhirnya pintu di banting di depan Ryutaro. Pemuda itu mengacak rambut belakangnya frustrasi.
“Nee-chan baka! Cowok sama cewek kalo sendirian dalam kamar kan bahaya!” bisiknya khawatir. Sementara di dalam kamar sudah lain cerita. Ryosuke sudah menempati salah satu sisi tempat tidur Umika. Lalu gadis itu sendiri memilih kembali ke tempat duduknya semula , kursi di depan meja belajar. Hanya saja arahnya berlawanan, supaya dia bisa dengan sangat jelas melihat wajah Ryosuke.
“Jadi apa yang-“belum selesai Umika mengajukan pertanyaan, Ryosuke sudah memotongnya dengan pertanyaan lain yang membuat gadis itu ingin melemparinya dengan apapun yang bisa dijangkaunya.
“Kamarmu kecil sekali? Kau bisa hidup ditempat seperti ini?”
“Bukan urusanmu!” jawabnya kesal, membuat Ryosuke mau tidak mau tertawa ngakak.
“Gomen… aku cuma bicara jujur kok…” balas pemuda itu polos. Sekali lagi, Umika nyaris mengambil kamus bahasa inggris ratusan halaman yang sedang terparkir rapi di meja belajarnya dan melemparkannya ke wajah sempurna Ryosuke, kalau bisa sampai lebam-lebam.
‘orang ini!’ pikirnya. “Jadi ada apa dengan Shida? Kau kesini pasti ingin menceritakan seuatu tentangnya kan? Atau…tentang kalian?” Tanya Umika lagi setelah pertanyaan sebelumnya terpotong oleh Ryosuke. Pemuda 18 tahun itu langsung teringat tujuannya mengunjungi Umika. Ia butuh seseorang untuk mendengarkannya, seseorang yang bisa dipercaya. Dan seperti pertama kali melihatnya, ada keyakinan dalam diri Ryosuke kalau Umika adalah orang yang pantas untuk itu. Lagipula dari pengamatannya sendiri, dia tahu Umika bukan tipe gadis-gadis ember yang akan dengan mudahnya membocorkan apapun yang dia ketahui.
“tadi…” Ryosuke mulai bicara. “Aku…”
“hmm…?”
“tadi aku mencium Mirai…”
“ooh…APA?!” Umika sontak menjerit. Ryosuke langsung menutup kedua telinganya dengan tangan.
“Kawashima, suaramu bising sekali!”
“Aah, Gomen! Gomen! Uhm, jadi kau betul mencium Mirai?”. Ryosuke mengangguk.
“mencium…dengan bibir? Kissu?”Ryosuke kembali mengangguk.
“DENGAN BIBIR?!” Umika menjerit lagi, hanya saja kali ini sambil menyentuh kedua bibirnya. Ryosuke menggaruk-garuk kepalanya agak kesal.
“Iya ah! Memang kau tidak pernah ciuman sebelumnya?” Ryosuke setengah berteriak. Kesal juga dengan pertanyaan rada blo’on gadis didepannya ini. Umika sendiri langsung terdiam, secara kata-kata Ryosuke barusan menohok sekali. Melihat Umika langsung terdiam, Ryosuke lalu mengerti.
“Jadi…kau tidak pernah ciuman?”tanyanya spontan. Umika mengangguk perlahan.
“WAHAHAHAH! Umurmu berapa sekarang? 18 kan? Masa ciuman saja tidak per-“
“Aku masih 17 tahun! Lagipula ciuman itu harus dengan orang yang disukai. Memangnya kau? Baru ciuman sekali ini!” Umika balas meledek.
“Biar saja! Dari pada kau, tidak pernah ciuman..” Ryosuke membalas lagi, mengakibatkan pertengkaran level anak SD antara dia dan Umika bisa terus berlanjut kalau saja Umika tidak mengalah dan mengembalikan topic pembicaraan ke bahan diskusi mereka sebelumnya.
“Sudahlah Yamada! Kalau begini terus kita bisa saling jotos! Sekarang ceritakan lagi tentang ciuman itu. Bagaimana reaksi Mirai ketika kau menciumnya?”
Ryosuke terdiam. Wajahnya kembali serius.
“tidak ada. Aku menciumnya ketika dia tertidur di bahuku…”
“HEH?!” Umika berteriak histeris-lagi! Membuat Ryosuke melakukan tindakan yang sama seperti sebelumnya, menutup kedua telinga dengan tangan. “Itu penyerangan dong! Shida tidak meninjumu atau apa gitu?” sambungnya.
“Tidak. Kan dia tidur!” balas Ryosuke. Umika mengangguk mengerti.
“lalu bagaimana perasaanmu. Kau tahu-biasanya setelah ciuman, hatimu pasti merasakan sesuatu kan?” Umika bertanya lagi. Wajah Ryosuke sedikit memerah.
“Entahlah Kawashima. Tapi rasanya seperti…Mirai sudah jadi milikku…”
Umika kembali mengangguk. “Aku tidak begitu mengerti begaimana dengan perasaanmu, tapi berpura-puralah aku ini expert dalam hal begituan, jadi lebih mudah untukmu menceritakannya…^^” Umika tersenyum ramah. Ryosuke bisa melihat, senyuman gadis di depannya ini tulus. Pemuda itu balas tersenyum, senyuman lembut yang sama persis seperti sebelumnya. Dan entah kenapa seperti waktu itu juga, jantung Umika kembali berdetak kencang.
“Arigatou na, Umika…ehh, tak apa kan kalau aku memanggilmu Umika? Kau juga boleh panggil aku Ryosuke!” seru Ryosuke senang, tetapi seketika menyadari perubahan raut wajah umika. “Heh? Kau kenapa? Tidak suka kupanggil Umika?”
“Betsuni~” jawab Umika gugup. Ryosuke langsung tersenyum manis, lalu kemudian menepuk-nepuk pundaknya seperti kelelahan. Umika langsung menyadari seuatu.
“Kulihat dari tadi tadi kau menepuk-nepuk pundakmu terus. Sakit ya?” Ryosuke menggeleng.
“Tidak. Hanya saja tadi aku naik bus,makanya punggungku jadi sakit…”
“HA?! Naik bus saja punggungmu sakit?”
“Habis~itu kan pertama kalinya aku naik bus..” jawab Ryosuke polos.
“Heh?! Kau baru sekali naik bus? HAHAHA, umurmu berapa sekarang? 18 kan? Aku yang setiap hari pulang-pergi naik bus saja tidak kenapa-kenapa kok!” seru Umika memplagiat kalimat ejekan Ryosuke sebelumnya. Ryosuke otomatis tertawa ngakak mendengar bagaimana gadis ini menirunya. “Ehm, punggungmu sakit kan? Biar ku pijat deh!” lanjut Umika lalu berjalan menjangkau lemari dan mengambil kotak P3K yang terparkir aman disana. Ryosuke sedikit heran melihat gadis itu mulai mengeluarkan sebuah botol asing berukuran mini berisi cairan agak bening di dalamnya.
“Apa itu?” tanyanya kemudian.
“Ini minyak gosok. Kau mau dipijat tidak?” jawab umika sembari berusaha membuka botol mini yang ternyata lumayan sulit dilepas tutupnya itu.
“Pijat?!” Tanya Ryosuke lagi, masih dengan wajah keheranan.
“Iya, pijat. Sekarang buka bajumu!”
Chapter 3 end~ continue to chapter 4
kawashima umika,
hsj/chinen yuri,
genre: romance,
chaptered,
hsj/ yamada ryosuke,
fanfiction,
hsj/yabu kota,
hsj/ryutaro morimoto,
shida mirai,
hsj/daiki arioka,
hsj/ yuto nakajima