Mar 19, 2011 00:37
Title: a Little Bit More
Author: Dhy
Pairing: Yamada Ryosuke, Shida Mirai
Genre : angst
Discl. : YamaShi milik Tuhan dan Ortunya. Ceritanya milik saya!
Warning: ga ada yang perlu dikhawatirkan! Aman..
A Little bit More
Saat itu..
Wajah itu masih menyuggingkan senyum manisnya padaku..
Tangannya masih menggengam tanganku lembut. Memelukku..
Dan kini, aku harus melihatnya diam! Membeku! Tertutup tumpukan tanah!
Tak bernyawa..
Kita sudah berjanji akan selalu bersama kan?
Apa aku harus menyusulmu juga?
______________________________________
Shida Mirai’s POV
Wajah itu memandangku serius sekarang. Ia berdiri tegak sambil sesekali mengatur nafasnya. Ia ingin mengatakan sesuatu. Dan aku tahu itu. Namun aku tidak mau berharap. Tidak berani lebih tepatnya. Gadis seperti aku ini tidak mungkin…
“Suki desu!”. Jantungku berhenti sesaat.
“EHH???” aku sontak berteriak. Kaget! Juga tidak menyangka.
“suki desu, Mirai-chan…”
“tapi aku…sakit!”
___________________________________________
Yamada berlari kecil menyusuri lorong rumah sakit. Matanya dengan jeli membaca papan-papan nomor yang terpajang di setiap pintu kamar. Dan akhirnya kaki-kaki itu berhenti di depan sebuah kamar bernomor 095. senyum yang memang sehari-hari selalu ditunjukannya kembali dikeluarkan seiring dengan masuknya ia ke kamar itu.
“ohayoo..” serunya melihat si penghuni kamar sedang asyik dengan sebuah buku dalam genggamannya.
“yama-chan? Heh? Kamu nggak sekolah..?” teriaknya cepat ketika melihat yamada sudah berdiri di depannya dengan senyum seperti biasa.
“Mm…”
“kamu bolos?”
Yamada mengangguk.
“gila kamu! Hari ini pelajarannya bu keiko. Kamu bisa diomelin besok gara-gara bolos..”
Yamada berjalan ke kursi disamping mirai lalu duduk. Kepalanya diletakan di kasur .
“abis kamu nggak ada! Nggak seru!!”
Mirai kembali mengomel.
“kok Cuma gara-gara itu sampai bolos sih!! Nilai fisika kamu udah jelek tuh..nanti jadi makin jelek!! Udah, balik ke sekolah sana! Belajar! Pulang sekolah baru ke sini lagi.”
“aah..Mirai-chan….” Yamada merengek. Tapi gadis di depannya tetap bersikukuh. Harus memulangkan pacarnya kembali ke sekolah!
“un..kalo gitu..” yamada mencium pipi mirai lembut.” Jaa ne..” sambungnya. Mirai hanya tersenyum kecil.
“Sayonara..ingat! ke sana belajar ya! Bukan tidur..”pesannya. Yamada tertawa kecil mendengar kata-kata Mirai.
“Mirai-chan kayak nenekku di kampung…” serunya lalu buru-buru lari keluar kamar karena gadis itu sudah bersiap melemparinya dengan bantal.
“YAMA-CHAAAAAN!!!”.
Seseorang kembali memasuki kamar.
“yama-chan…udah dibilangin ke seko….” Kata-kata Mirai terhenti sejenak ketika melihat siapa yang kini berdiri di depannya.
”sensei..”
“Shida-san..waktunya pemeriksaan..”
“ohh..hai!”
______________________________________
“mau kemana buru-buru gitu?” yuto memandangi teman sebangkunya, yamada yang dari tadi sudah membereskan alat-alat tulisnya. Padahal, bel pulang sekolah masih 10 menit lagi berbunyi. Yang dipandangi hanya nyegir kuda.
“mau ke rumah sakit. Kencan!..”
“ohh..sama pacarmu ya? Siapa lagi namanya? Mm..Mirai-chan. Iya kan?”
“ga usah pake embel-embel -chan deh.. kayak kenal aja..” yamada menggerutu. Yuto mengenali gelagat temannya itu.
“cemburu ??” godanya. Yamada sedikit mencibir.
“namanya juga cinta kan..” jawabnya. Kali ini yuto yang mencibir.
“halah! Lebay!”
_______________________________________
Yamada Ryosuke’s POV
Kakiku berhenti berlari. Begitu juga tubuhku yang tiba-tiba saja membeku. Aku melihat Mirai disana. Memeluk bantalnya. Dan ia,…menangis! Demi Tuhan! Setelah setahun pacaran, baru kali ini aku melihat Mirai mengeluarkan air matanya. Apa ada sesuatu? Apa ada yang membuatnya terluka? Atau, ini tentang penyakitnya?
“Mirai-chan…” aku berusaha memacu kakiku pelan menuju tempat tidurnya. Mirai menyadari kehadiranku dan cepat-cepat mengusap air matanya. Ia lalu tersenyum. Senyuman yang biasa aku lihat. Namun kali ini senyuman itu terasa berbeda.
“doushite??” tanyaku segera. Aku ingin tahu, kenapa Mirai menangis. Ia hanya memandangku lembut sambil sesekali tersenyum.
“yama-chan sudah datang..maaf ya aku menyambutmu dengan keadaan seperti ini..” ujarnya lemah tanpa menjawab pertanyaanku. Aku tidak mau diam saja. Segera ku genggam kedua tangannya, dan menatapnya. Kembali minta penjelasan atas keadaanya saat itu.
“doushite,ne mirai-chan??”
Mirai menatapku takut-takut.
“aku…penyakitku..sekarang sudah sampai stadium 4..” bisiknya pelan. Hampir tak terdengar. Namun kata stadium 4 itu sampai dengan sempurna ke telingaku. Meski tanpa mendengar keseluruhan kalimatnya pun aku sudah bisa menduga apa maksudnya. Kanker darah Mirai sudah sampai stadium 4. dan itu berarti, waktuku bersama Mirai tinggal sedikit lagi.
Sedikit lagi..
“sensei bilang..aku tidak bisa bertahan lebih lama lagi..aku harus segera di operasi,..dan mereka sudah menyiapkan semuanya. Orang tuaku juga sudah setuju. tapi,… aku..aku takut..aku takut operasinya gagal. Aku takut a..”
Aku memeluk Mirai kuat, membuatnya menghentikan kata-katanya. Dia menagis di bahuku. Mengeluarkan semua kesedihannya. Aku masih diam. Kali ini, kubiarkan pelukanku yang menenangkannya.
“ganbare ne! Mirai-chan… semuanya akan baik-baik saja…”kubuka suaraku. Mirai masih saja menagis.
“kau harus berusaha Mirai..aku yakin kau pasti bisa..”
“tidak mungkin..kemungkinan berhasilnya kecil..”
Aku mengangkat kelingkingku dan mengarahkannya tepat di depan wajah Mirai.
“aku janji, aku tidak akan pernah meninggalkanmu, sesulit apapun keadaannya. Dan kau juga harus janji padaku, kau harus sehat, supaya kita bisa terus bersama! Ok??”
“yama-chan..”
“kau harus janji!” aku kembali mengulang kata-kataku. Mirai menatapku tidak yakin lalu memberikan kelingkingnya.
“maaf kalau nanti aku ingkar janji…” jawabnya lalu tersenyum kecut.
“kau tidak akan ingkar janji. Kita akan terus bersama! Bagaimanapun caranya. Dan kalau kau harus ingkar janji, maka aku akan ikut denganmu!” tegasku seolah-olah mengatakan jika ia harus mati, maka aku akan ikut bersamanya. Mirai menatapku dalam. Wajahnya mulai serius.
“aku tahu maksudmu Yamada. Jangan pernah lakukan hal itu!” sanggahnya yang tentu saja menolak niatku mentah-mantah. aku memberikan senyuman terbaiku ke arahnya.
“karena itu..kau harus sehat!”
_____________________________________
sepasang mata yang tak terlihat memandang dua eksistensi tadi sambil tersenyum kecil. Tiba-tiba datang seorang lagi. Bukan, sesuatu. Lalu ikut menyaksikan pemandangan yang disaksikan temannya tadi sambil tersenyum.
“jadi ‘dia’ ya? Hmm..sayang sekali…” ujar ‘sesuatu’ yang baru datang itu.
“ini tidak akan berlangsung lama..” sambung yang satunya kemudian meninggalkan tempat itu.
________________________________________
Yamada menggenggam tangan Mirai lembut sambil menunggu dokter melanjutkan kata-katanya. Di depan mereka, ayah dan ibu Mirai juga saling menggenggam tangan masing-masing kuat.
“jadi, Shida-san bisa di operasi besok. Persiapannya sudah kami lakukan. Apa kalian semua setuju?”
Kedua orang tua Mirai menatap putrinya. menunggu. Mirai tersenyum kecil kearah mereka kemudian menganggukan kepalanya.
“hai!”
“yosh..operasinya kita mulai jam 10 besok ya.. Mulai sekarang Shida-san harus menjaga tubuhmu selama seharian penuh! Ok..?”
Mirai kembali mengangguk.
“arigato! Sensei..”
“un..kamu boleh kembali ke ruanganmu…”
Yamada mendorong kursi roda Mirai perlahan. Meninggalkan dokter dan orang tua Mirai yang sepertinya masih ingin membicarakan sesuatu. Mereka menyusuri lorong rumah sakit sambil sesekali bercanda.
“mm..Mirai-chan, besok aku datang ya..dari pagi..” seru Yamada tiba-tiba dengan nada takut. Takut karena menurut instingnya Mirai akan sangat menentang hal itu.
“nggak boleh! Besok kamu ulangan fisika kan?” dan instingnya, tepat!
“tapi Mirai-chan…besok kan kamu mau di operasi. Masa aku nggak ada sih.. itu bukan cowok yang baik namanya..” setengah merengek, Yamada menggoyang-goyangkan kakinya. Tetap Mirai tidak ambil pusing dengan reaksi pacarnya yang kekanakan itu.
“mirai-chan..”
“kamu boleh datang kalau ulanganmu udah habis dikerjakan! Makanya kamu pulang terus belajar. Biar bisa kerjain ulangannya besok terus bisa ke sini. Ya kan??”
“yaa..fisika kan susah…nggak mungkin aku bisa ngerjain soal-soal itu sebelum jam 10..” yamada kembali merengek. Mirai tersenyum kecil.
“makanya..be-la-jar….”seolah Yamada adalah anak umur 3 tahun yang baru belajar bicara, Mirai mengejakan kata BELAJAR dengan pelan dan hati-hati.
“aah..Mirai-chan!!!”
________________________________________
Yuto nakajima memandang makluk di sampingnya takjub. Yamada Ryosuke, teman sebangkunya yang biasanya tulalit kalau bicara soal fisika, hari ini hanya butuh 2 jam pelajaran untuk menyelesaikan soal ulangan yang -menurutnya- maha sulit itu. Yamada sendiri sudah mengemas seluruh peralatan sekolahnya dan siap meninggalakan bangku serta Yuto yang masih menatapnya takjub.
“kamu yakin bisa ngerjain semua?” bisik Yuto ketika yamada menurunkan kepalanya dan memperkencang tali ikatan sepatunya.
“beres! Aku sudah belajar semalam suntuk. Dan, nih” Yamada menyodorkan secarik kertas kearah Yuto sembunyi-sembunyi.” Kunci jawaban. Kalau nggak yakin ga usah ikutin. Tapi aku rasa pada benar semua deh..”
Yuto memandang sahabatnya itu terharu.
“arigato ne..yama-chan..”
“un! Aku tinggal dulu ya. Mirai mau di operasi soalnya. Jaa ne..” Jawab Yamada lalu segera menuju ke depan kelas, menyerahkan lembar jawaban ulangannya pada bu Keiko yang hanya bisa memandangnya kaget plus heran lalu buru-buru berlari pergi.
Teman-teman sekelasnya yang lain menatapnya ajaib.
Ini tidak akan berlangsung lama…
Sesaat lagi, Yamada akan sampai di rumah sakit. Pikirnya, jika berlari, ia kan sampai tepat sebelum operasi Mirai dimulai. Dan hal itu menurunkan kewaspadaannya. Tidak dilihatnya sebuah truk melaju kencang dari samping. Bunyi klakson dan decit rem berkali-kali terdengar. Namun, semuanya sia-sia….
Tidak akan berlangsung lama…
‘sesuatu’ itu telah menyelesaikan tugasnya.
____________________________________
Shida Mirai’s POV
Aku memandang sekeliling. Mencari. Tapi, tetap tidak ada. Dia tidak ada. Apa mungkin soal ulangan kali ini terlalu susah, sehingga ia tidak bisa mengerjakannya dengan cepat?
Yama-chan… dia memang seperti itu!
“shida-san..kita masuk ke ruang bedah sekarang..” suara suster okamoto mengagetkanku. Aku lalu membiarkan saja ia mendorong kursi rodaku menuju ruang bedah, sambil sesekali aku menoleh kebelakang. Tapi tetap saja, dia tidak datang. Bukan! Dia hanya belum datang! Ya, dia belum datang!
______________________________________
Mirai membuka matanya perlahan, mengamati sekeliling. Agak kabur, namun ia bisa mengenali siapa saja yang berdiri disampingnya. Mirai bisa merasakan, seseorang tidak ada disana.
“mirai-chan..akhirnya sadar juga!! Kamu tidur sampai 2 hari sayang…” seru ibunya senang melihat Mirai membuka mata. Mirai sendiri hanya tersenyum kecil.
“yama-chan…dimana?” tanyanya pelan. Sontak ibunya terdiam. Begitu pula ayahnya, juga suster dan dokter yang ada di ruangan itu. perasaan Mirai mulai tidak enak. Apalagi setelah ia menyadari bahwa kedua orang tuanya sama-sama mengunakan setelan hitam. Pakaian yang biasa mereka gunakan ke pemakaman.
“okaa-chan..yama-chan mana?” Tanya Mirai lagi dengan volume suara semakin besar. Air matanya tidak bisa di bendung. Ia takut! Sangat takut! Takut kalau sesuatu telah terjadi. Takut kalau sesuatu itu merebut Yamada darinya.
“OKAA-CHAN!!” kali ini ia berteriak. Ibunya memandang Mirai lembut, ikut mengeluarkan air mata.
“Yamada…sudah meninggal, Mirai…….”
Tubuh Mirai membeku. Ia kehilangan kata-kata. Otaknya terus mencerna ucapan ibunya tadi.
Yamada…sudah meninggal, Mirai…
“nggak! Nggak mungkin! Oka-chan bohong padaku kan? Ini pasti ide Yama-chan. Dia pasti sedang sembunyi sekarang..” Mirai kehilangan akal sehat. Dengan paksa ia melepas selang infus dari tangannya lalu berlari keluar mencari Yamada. Mencari ia yang tidak akan pernah ia temukan lagi…
________________________________________
Mirai menatap nisan didepannya tanpa ekspresi. Nisan bertuliskan Yamada Ryosuke lengkap dengan tanggal lahir dan tanggal kematiannya. Ia kembali mengingat kata-kata ibunya.
Yamada kecelakaan. Tepat di hari kamu di operasi.. dia tidak memperhatikan jalanan sekitar, sehingga ketika ia berlari, sebuah truk tidak sengaja menabraknya…
“kamu bohong Yama-chan…”
Kita akan terus bersama! Bagaimanapun caranya. Dan kalau kau harus ingkar janji, maka aku akan ikut deganmu!
“karena kau sudah ingkar janji, aku akan ikut denganmu …”
Mirai mengeluarkan sesuatu dari tasnya. sebuah pisau. Ia memandang pisau itu, tersenyum.
“sekarang, kita akan terus bersama…”
Teriakan ibunya tidak menghentikan gerakan Mirai mengiris pergelangan tangan kirinya. Kecepatan lari ayah dan ibunya pun tidak bisa mengalahkan kecepatan ‘sesuatu’ itu. sesuatu yang harus melaksanakan tugasnya. Sesuatu yang harus menjemput jiwa Mirai dari tubuhnya.
Tugasnya sudah selesai.
Tagisan orang tuanya tidak lagi terdengar. Kini, hanya ada ‘ia’ dan Mirai.
“aku bisa bertemu Yama-chan kan…?”
“tentu!”
THE END
one shot,
shida mirai,
pairing: yamashi,
hsj/ yamada ryosuke,
genre:angst,
fanfiction