Dec 13, 2011 20:03
“Suzu-chaaan….” Chinen Yuri dengan wajah sumringah full melangkah ringan, menyongsong sosok seorang gadis manis berambut hitam sebahu yang nampaknya sedikit mengernyit ngeri melihat kedatangannya. Chinen mencueki berbagai macam pandangan yang menghujaninya sepanjang perjalanan menjangkau sang pujaan hati. Siapa peduli, yang penting suzuka tersayang ada di depan mata.
2 menit kemudian Chinen sampai sempurna di samping gadisnya itu. Tak tanggung-tanggung, diberikannya kecupan singkat di pipi kanan Suzuka. Gadis itu bukannya membalas perlakuan manis Chinen tadi, malah menarik si womanizer sejauh mungkin dari pandangan mata teman-teman sesekolah mereka. Suzuka baru berhenti setelah menemukan pojok yang cukup tersembunyi.
“Suzuchan, dari tadi kemana saja sih. Aku cariin juga..”tanya pemuda itu manja, diikuti gerakan kedua tangannya yang sudah menggenggam jemari-jemari mungil gadis itu. Suzuka tidak menjawab, malah balik bertanya.
“sebenarnya ada apa ini?”
Chinen tidak bergeming. Wajahnya tetap menyunggingkan senyum ramah yang biasa.
“betsuni~” jawab pemuda itu santai, membuat suzuka sedikit naik darah.
“Aku sama sekali tidak mengerti kau, Chinen Yuri. Sekarang lepaskan aku..”
“tidak mau. Nanti suzuchan melarikan diri dariku..”
Suzuka menghela nafas berat. “kalau begitu katakan, ada apa ini sebenarnya? Kau sendiri tahu kan, aku belum sekalipun merespon pernyataanmu tempo hari. Dan sekarang, kau sudah bertingkah seolah-olah kita ini sudah pacaran ah, tidak. Bahakan seolah kita sudah menikah. Pernahkah kau pikirkan perasaanku? Kau bahkan tidak tahu aku menyukaimu atau tidak!” nadanya sedikit membentak. Namun chinen bukannya melepaskan genggamannya, malah mempererat genggaman itu, lalu menarik tangan suzuka agar lebih dekat dengannya.
“Karena aku tahu, Suzuchan juga menyukaiku. Deshou?”
“Jangan sembarangan mengambil kesimpulan! Aku tidak pernah bilang menyukaimu. Kita baru saling mengenal seminggu lalu, dan kau bisa bilang kau menyukaiku. Itu tidak mungkin Chinen. Tidak ada cinta yang tiba-tiba seperti itu. Dan lagi kau tahu, betapa hari-hariku yang tenang seketika hancur karenamu. Kau bahkan memanggil orang tuaku dengan panggilan Otou-chan, Okaa-sa. Ini gila!” suzuka kembali membentak, frustrasi mengingat segala tingkah ajaib Chinen belakangan ini. Entah kenapa dunianya yang selalu tenang tiba-tiba jadi kacau ketika pemuda itu dengan kecepatan tinggi memasukinya.
Chinen terdiam. Lalu entah makhluk apa yang merasukinya, pemuda itu melepaskan genggamannya pelan-pelan. Suzuka sedikit shock melihat pemuda itu akhirnya bisa juga membebaskan ke10 jarinya. Chinen terdiam cukup lama, wajahnya serius. Pertahanan Suzuka jadi kendur.
“Chinen..” tegurnya pelan dengan nada memohon maaf. Chinen tetap diam.
“bukan ma-“
“suzuchan adalah cinta pertama dan satu-satunya cinta sejatiku…” seru Chinen tiba-tiba. Suzuka mengeryit heran mendengar peryataan pemuda di depannya tersebut.
“heh?”
Chinen tersenyum simpul. “Suzuchan tahu Love at the first sight?. Aku pertama kali merasakannya ketika kelas 1 SMP seorang gadis memberiku plester luka bergambar miliknya saat melihatku jatuh dan terluka karena berlari. Dia tidak mengenalku, wajahnya dingin. Semula kukira dia akan meninggalkanku begitu saja meringgis kesakitan di tengah jalan. Tapi dugaanku salah. Dia dengan lembut membantuku bangun, membersihkan lukaku dan mengenakan sepotong plester bergambar beruang miliknya. Dan lagi, yang membuatku lebih terkejut adalah setelah mengenakanku plester tersebut, dia tersenyum. Senyuman itu tulus, dan itu merupakan senyuman terindah yang pernah kulihat. Bahkan sampai saat ini, ketika kami dipertemukan kembali.”
Suzuka kaget mendengar cerita Chinen barusan. Pikirannya kembali melayang, teringat suatu hari dimana dia menolong seorang anak laki-laki berseragam karate yang jatuh karena terlalu semberono berlari. Juga plester beruang itu, dia ingat betul. Plester itu dibelikan ibunya ketika kelas 1 smp, saat kakinya tergores ranting cemara mini milik ayahnya, dan dia sempat memberikan selembar pada orang asing yang ditemuinya di jalan. Suzuka ingat itu.
“Jadi ka-“ kata-kata suzuka kembali terhenti karena Chinen sudah melanjutkan ceritanya.
“setelah saat itu, aku tahu kalau gadis itu selalu melewati jalan tempatku jatuh untuk menuju halte bus di depan. Dan sejak saat itu juga, aku selalu menemukannya di halte, menunggu bus pagi lewat. Aku selalu memandangnya setiap pagi, sejak saat itu, sampai sekarang, sudah 5 tahun lebih. Dan kali ini, Kami-sama membawanya kepadaku. Aku yakin kami memang ditakdirkan untuk bersama…” chinen mengakhiri ceritanya, dibarengi wajah tak percaya Suzuka.
“jadi anak laki-laki itu…kau?”
Chinen menagguk. “jangan bilang kita baru bertemu karena aku sudah mengenal suzuchan selama 5 tahun lebih. Aku tahu kebiasaanmu terlambat setiap hari jumad karena kamis malamnya kau akan begadang untuk meneliti kelelawar milik pamanmu. Atau kebiasaanmu membawa kotak bekal berbeda warna setiap 2 hari sekali untuk disesuaikan dengan menunya. Aku juga tahu-“
“tunggu! Tunggu dulu!” kali ini gantian suzuka yang memotong perkataan Chinen. “dari mana kau tahu semua itu…”
Chinen tersenyum makin lebar.
“pokoknya aku tahu~”
Suzuka menggembungkan pipinya kesal. Susah memang berbicara dengan spesies manusia macam Chinen ini. Jawabannya selalu tidak menjawab.
Pemuda itu kembali melanjtkan kata-katanya, “Dakara, Suzuchan sekarang jangan bertanya lagi kenapa aku menyatakan perasaanku, karena aku sudah menyukaimu selama 5 tahun lebih…”ujarnya sambil melangkah maju, lalu mendekatkan wajahnya ke wajah suzuka sehingga nafas keduanya bertemu. Jantung suzuka berdetak cepat. Super cepat.
“Sekarang… bagaimana dengan jawabanmu?” tanyanya lagi, sebelum bibirnya mengecup lembut bibir suzuka sepersekian detik kemudian.
~0~0~0~
“Mirai, hey.. mirai! Mau kemana?” Yuto menarik tangan Mirai pelan, menghentikan langkah gadis itu kemudian. Mirai berbalik, menatap pemuda itu sambil tersenyum.
“mau pulang lah, sudah jam segini…” jawabnya. Yuto ikut tersenyum lembut.
“mau ikut denganku?” tawarnya. Mirai mengernyit.
“Kemana?”
“rumahnya Ryosuke. Aku hanya mau memastikan, anak itu beneran bolos atau tidak. Jangan-jangan dia sakit…”
Mirai seketika terdiam. Tawaran yang menarik memang, secara sepanjang hari ini gadis itu terus bertanya-tanya dimana gerangan Ryosuke. Tapi bagaimana kalau Ryosuke beneran bolos dan parahnya lagi berdua Umika. Mirai takut tidak bisa menahan dirinya untuk menjambak rambut Umika dan mencakar-cakar wajah gadis itu kalau saja ia menemukannya dalam keadaan super mesra bersama Ryosuke di rumah pemuda itu. Namun buru-buru Mirai menepis fantasi liarnya tersebut, mengingat Umika adalah temannya sekarang. Orang yang wajib dijadikannya teman untuk bisa mengetahui ada apa antara gadis itu dengan Ryosuke.
Yuto bisa membaca ekspresi tidak enak Mirai. Namun pemuda itu diam saja, masih bertahan dengan keyakinan bahwa semua akan jelas baginya suatu saat nanti.
“Ne, Mirai-chan? Mau tidak?” Yuto mengulangi tawarannya. Kaget dengan teguran pemuda itu, Mirai refleks menjawab ya. Alhasil keduanyapun melangkah menuju mobil mewah Yuto yang terparkir beberapa meter di depan mereka. Namun sebelum melaju pergi, Mirai sempat menghubungi supirnya agar tidak perlu menjemput.
Perjalanan ke kediaman utama keluarga Yamada-disebut utama karena rumah mlik keluarga Yamada tidak hanya ada satu di Tokyo-memakan waktu sekitar 15 menit. Selama perjalanan itu pula, kedua eksistensi yang berstatus sebagai sepasang kekasih tadi enggan mengeluarkan sepatah katapun, tidak seperti saat-saat mereka berduaan dulu. Pasti selalu saja ada topik menarik yang bisa mereka perbincangan. Sekarang ini keduanya malah memilih tenggelam dalam pikiran masing-masing. Bahkan sampai keduanya telah memasuki bangunan megah bertitle rumah sahabat mereka yang dituju.
“Maaf Nakajima-sama, Shida-sama,… Tuan muda belum pulang…” jawab Fuma-san, kepala pelayan keluarga Yamada. Yuto sedikit keheranan mendengar jawaban Pria 50 tahunan itu.
“Eh? Jadi dia tidak sakit? Ck! Anak itu, bolos kemana dia?”
“Memangnya tuan muda tadi tidak ke sekolah?” Fuma balik bertanya. Yuto mengangguk.
“Demo Fuma-san, jangan beritahukan hal ini pada ayahnya ne? kau tahu kan, hubungan mereka itu…” Yuto memiringkan kepalanya 30 derajat, mengisyaratkan sesuatu. Fuma-san tersenyum dan mengangguk.
“tidak akan kulaporkan pada Tuan besar. Lagipula, Tuan besar dan Tuan muda sudah terlalu sering bertengkar. Kami juga tidak begitu suka melihat ayah dan anak bertengkar terus seperti itu…”
“sou desu~ arigatou na!” Yuto ikut tersenyum, begitu pula Mirai.
“Sudah masuk saja! Di dalam hanya ada beberapa pelayan! Kau takut sama rumah mewah memangnya?”
“Demo, Ryosuke! Kalau ayahmu tahu aku bolos dan main kemari, pasti beasiswaku akan dicabut!”
Sepasang suara terdengar diikuti gerakan seorang pemuda yang membuka pintu sambil menarik agak paksa seorang gadis dalam genggamannya untuk masuk. Bisa ditebak kan siapa?
Gerakan pemuda itu lalu terhenti ketika menangkap sesosok wajah yang sangat familiar baginya. Wajah yang hampir setiap hari menghiasi fantasi dan mimpi-mimpinya. Wajah satu-satunya gadis-yang saat ini sangat dicintainya.
“Mirai…” satu kata itu terucap pelan, mewakili kekagetannya menemukan gadis itu dalam lingkup pandangannya. Namun sorot matanya kemudian meredup ketika mengetahui gadis itu tidak sendiri. Ada Yuto di sampingnya. Refleks, tangan Umika yang sedari tadi ada dalam genggamannya terlepas. Umika mendongak heran, kaget tangannya tiba-tiba dibebaskan cengkraman pemuda itu. Namun sedetik kemudian gadis itu bisa mengerti kenapa Ryosuke sampai melemah. Ada Mirai dan Yuto di sana.
“Oi, Ryosuke! Kau kemana saja?” Yuto menghentikan kata-katanya sejenak ketika menangkap sosok munggil Umika yang tersembunyi tubuh sixpack Ryosuke. Pemuda itu langsung tersenyum nakal. “Kau bolos untuk detto berdua Kawashima kan?”
“AAh, chigau! Chigau!” belum sempat Ryosuke memikirkan jawaban apa yang harus diberikannya pada sahabatnya itu, Umika sudah mendahuluinya dengan jawaban klasik yang selalu dilontarkannya ketika ada pertanyaan apa dia detto, atau pacaran, atau apapun itu dengan Ryosuke: Chigau!
“Mencurigakan~” Yuto masih saja tersenyum nakal, namun kali ini sambil melipat kedua tangannya di dada. Sepersekian detik, matanya melirik ke arah Mirai, melihat bagaimana ekspresi gadis itu sekarang. Dugaanya tepat, Mirai nampak tidak suka melihat kedatangan Ryosuke yang menggandeng Umika bersamanya. Wajahnya tetap datar, namun Yuto bisa melihat jelas api cemburu di mata gadis itu. Hal ini membuat hatinya kembali sakit, membuatnya kembali ingin melontarkan pertanyaan apa yang sedang terjadi antara pacarnya itu dengan sahabat terdekatnya.
“ii yo… aku dan Ryosuke itu kebetulan terlambat tadi, iya! Makanya kami tidak jadi masuk sekolah dan ke-.. eeh.. ke..”Umika menatap Ryosuke intens, meminta pemuda itu berimprovisasi dengan jawabannya. Ryosuke menangkap maksud Umika dan mengangguk pelan.
“kebun binatang.”
“ya! Kebun binatang-heeh?” Umika kempali melayangkan pandangannya menuju pemuda itu, memberikan tatapan: kebun-binatang-?-jawaban-apa-itu-buruk-sekali pada pemuda di depannya. Ryosuke hanya berwajah pasrah, tidak tahu mau menjawab apa soalnya. Dia kan tidak pandai bohong.
Sementara di seberang, bahu Yuto sudah bergetar hebat menahan tawa. Namun ternyata pemuda itu tidak cukup kuat, sehingga meledaklah tawanya beberapa saat kemudian.
“WAHAHAHAHA….! Kalian ngapain di kebun binatang? Ngasih makan panda? Ne Kawashima, kalian berdua bohong kan? Aku tahu, Ryosuke paling sulit membohongi orang. Jadi, kusarankan untuk kedepan-depannya, jangan libatkan anak itu kalau ingin mengelabui orang. Bisa ketahuan…” Yuto berhenti sejenak, menarik nafas agak panjang sebelum meneruskan pembicaraannya. “Jadi, pergi detto kemana kalian?”
Ryosuke dan Umika saling menatap penuh arti. Otak mereka memikirkan hal yang sama: Yuto memang susah dikelabui. Terpaksa Ryosuke yang maju untuk mengatakan yang sebenarnya-selain pemuda itu adalah sumber ide bolos mereka tadi, dia jugalah yang menggagalkan skenario berbohong Umika yang kacau karena kata kebun binatang itu. Yuto benar, mau ngapain di kebun binatang? Ngasih makan panda? Kenapa nggak gorilla saja sekalian?
“kami ke F 4…” jawab Ryosuke kalem. Yuto mengangkat alis.
“butik? Uhm.. biar kutebak. Kalian nyari baju untuk Umika buat ulang tahunku nanti, deshou?”
Ryosuke mengangguk. Begitu pula Umika. Yuto tersenyum.
“Berarti memang benar, ada sesuatu diantara kalian, Ya kan Mirai?” pemuda itu menoleh ke arah Mirai. Mirai tersenyum datar kemudian mengangguk. Yuto masih menunggu, kira-kira apa reaksi Mirai berikutnya. Apakah gadis itu akan marah..? atau?
Tapi nyatanya tidak. Mirai hanya diam, tersenyum sebentar, lalu kembali tenggelam dalam pikirannya sendiri.
“saa~ karena kami sudah memastikan kau tidak kenapa-kenapa, kami pulang dulu ne, Ryosuke… dan berhati-hatilah. Awas ayahmu tahu kau bolos hari ini..!” Yuto tiba-tiba pamit pulang. Mendengar pamitan pemuda itu, Umika buru-buru berlari mendekatinya.
“Nakajima-kun, aku ikut ya.. aku harus pulang sekarang..!” Wajah gadis itu memelas, minta belas kasihan. Yuto nyaris mengangguk, namun diralatnya ketika Ryosuke memprotes permintaan gadis itu.
“Umika, kau disini dulu kenapa? Kau mengganggu Mirai dan Yuto nanti!”
Umika mendelik kesal ke arah pemuda itu. “kalau ayahmu tahu aku disini, beasiswaku bisa terancam!”
“sudah kubilang beasiswamu akan baik-baik saja!”
“tetap saja-“
“Wowowow!! Calm down, okay? Ryosuke, sudahlah. Biarkan Umika pulang. Kau tidak lihat wajah homesicknya begitu?” Yuto tiba-tiba nyeletuk, memotong pertengkaran ringan Ryosuke-Umika tadi. Umika meskipun tidak begitu mengerti apa yang yuto katakan tadi karena pemuda itu sempat mengeluarkan istilah berbahasa inggris ikutan mengangguk setuju. Ryosuke terpaksa mengalah dan membiarkan gadis itu kembali kehabitatnya, secara yang meminta kali ini adalah sahabatnya sendiri.
Alhasil, saat ini Umika sudah duduk manis di jok belakang mobil, mengamati dengan seksama perilaku pasangan kekasih Mirai-Yuto didepannya. Namun dugaanya berbeda, Mira dan Yuto tidak sama sekali saling memandang penuh cinta, bercerita banyak, atau apapun. Keduanya hanya duduk membeku dalam konsentrasi masing-masing.
“Kawashima, kuantar Mirai duluan tidak apa-apa ya? Rumah Mirai lebih dekat soalnya…” Yuto tiba-tiba memecah kesunyian. Umika sedikit kaget melihat Yuto mulai bicara, namun akhirnya mengangguk setuju.
Keanehan tidak hanya sampai di situ. Ketika tiba di rumah Mirai, kedua manusia itu hanya saling mengucapakn kata bye barang semenit lalu kembali terpisah jarak. Mirai masuk ke rumah sementara Yuto kembali ke mobil.
“ada yang aneh..” akhirnya keluar juga unek-uneknya. Namun karena penyampainannya tidak begitu menimbulkan efek suara, baik Mirai maupun Yuto tidak mendengar alih-alih memberi reaksi atas perkataan Umika barusan.
Keduanya kembali melanjutkan perjalanan. Keheningan masih saja menyeruak. Baik Yuto maupun Umika enggan melontarkan kata-kata. Sampai ketika Yuto tiba-tiba saja menepi di bawah rindang sebuah pohon. Umika sempat ternganga sepersekian detik sebelum akhirnya memberanikan diri menanyai alasan pemuda itu tiba-tiba berhenti.
“Nakajima-kun, aku diturunin disini ya?” ucapnya polos mengira Yuto akan melepaskannya di tempat itu dan membiarkannya meneruskan perjalanan sendirian. Terserah mau Jalan kaki, dengan bus, angkot, bajaj-emang di Tokyo ada bajaj?-atau apapun sesukanya. Mendengar pertanyaan Umika barusan, Yuto langsung tersenyum kecil.
“gomen…kuantar sampai rumah kok. Hanya saja… ada yang ingin kutanyakan padamu?”
Umika memiringkan kepalanya 30 derajat.“ada apa? katakan saja…”
Yuto terdiam sebentar, memikirkan matang-matang kalimat apa yang akan meluncur dari bibirnya, mewakili unek-uneknya selama beberapa minggu ini, dan tentu saja berhubungan erat dengan perubahan pdalam diri acarnya tersayang akhir-akhir ini.
“Ini tentang Ryosuke dan Mirai…” Yuto mulai berbicara. “apa telah terjadi sesuatu?”
Umika sedikit tersentak, namun segera memperbaiki raut wajahnya agar kembali normal. Nampaknya Yuto sudah mulai curiga ada sesuatu antara Ryosuke dan Mirai, dan sebagai sahabat yang baik, Umika tidak ingin Yuto sampai tahu hal ini. Akan sangat berbahaya bagi Ryosuke.
“Kenapa bertanya kepadaku?”
“Hubunganmu dan Ryosuke dekat sekali. Kupikir kau pasti tahu sesuatu. Apa Ryosuke menyukai Mirai? Atau sebaliknya?”
Gadis yang ditanya itu menghela nafas. “Aku tidak tahu apa-apa, Nakajima. Dan kurasa tidak ada hubungan apa-apa antara Ryosuke dan Mirai. Lagipula kau tahu kan? Ryosuke sudah menganggapmu sebagai kakak sendiri.” Umika menjawab sebiasa mungkin, meskipun dalam hati gadis itu terus memohon, jangan sampai Yuto tahu yang sebenarnya. Dan nampakanya permohonan itu belum terkabul benar karena Yuto terlihat kurang begitu bisa menerima jawaban Umika. Rasa penasaran masih mengelilingi pikirannya.
“aku tahu itu. hanya saja mereka berdua bertingkah aneh akhir-akhir ini. Dan aku yakin pasti telah terjdi sesuatu.” Pemuda itu masih konsisten dengan pendapatnya. Umika menepuk bahunya pelan.
“itu hanya perasaanmu. Aku yakin baik Mirai maupun Ryosuke tidak akan menghianatimu. Mereka menyayangimu. Kau harus mempercayai mereka.!” Umika mulai menasehati Yuto. Pemuda itu terdiam agak lama.
“ayo, kuantar kau pulang…” Yuto kembali menghidupkan mesin mobil dan melaju membelah ramainya jalanan. Umika agak khawatir, apakah Yuto menerima nasehatnya tadi tidak. Apa Yuto tidak puas dan masih ingin mencari informasi lagi? Namun tetap saja, semua itu hanya dirinya yang tahu. Yang terpenting, gadis itu bisa menjaga kata-katanya jangan sampai salah bicara dan berita Ryosuke menyukai Mirai sampai ke telinga pemuda jangkung di sampingnya kini.
Yuto memikirkan matang-matang kata-kata Umika tadi. Dia harus mempercayai Ryosuke dan Mirai, namun bagaimana dia bisa percaya kalau mereka bahkan tidak pernah mengatakan yang sejujurnya. Sumpah, Yuto merasa bagaikan orang luar dalam permainan hati ini. Keduanya seperti menyembunyikan sesuatu. Namun entah kapan, Yuto berjanji akan membongkar semuanya.
Chapter 12 end ~ continue to chapter 13
genre: drama,
kawashima umika,
hsj/chinen yuri,
genre: romance,
chaptered,
fic: the dream lovers,
hsj/ yamada ryosuke,
ohgo suzuka,
fanfiction,
shida mirai,
tsugunaga momoko,
hsj/daiki arioka,
hsj/ yuto nakajima