To See The Truth

Jan 09, 2020 15:54

The Teaching of Venerable Pramoto Pamojjo
By Jess Peter Koffman
Editted by Bhikkhu Korakot Kittisobhano
(Hari ke 3 & 4 Pelatihan! - 25 December 2017 & 26 December 2017)

-- pendingan post yang terlambat di update --

Tiga aspek yang dipakai untuk memperhatikan pikiran secara efektif / tiga kecenderungan yang diingat untuk menghindari jika kita berlatih secara efektif :

- Yang pertama adalah untuk menghindari keinginan untuk mengetahui lebih lanjut, cukup untuk mengetahui bahwa perasaan-perasaan yang bermunculan di pikiran, tanpa memprosesnya lebih lanjut.
- Yang kedua adalah pikiran tidak boleh melenceng dari fenomena atau perasaan mental dimana Anda telah menjadi waspada (beralih ke tempat yang menarik / objek tertentu).
- Yang ketiga adalah setelah kita mengetahui apa yang telah muncul, kita tidak mencampuri fenomena perasaan atau mental yang telah kita ketahui dengan cara apapun. Kita cukup mengetahu dengan ketenangan batin tanpa memelihara, mengingkari atau menentang apa yang muncul.

Pikiran akan mengeluarkan sebuah perubahan besar, dan penderitaan akan menurun dalam kwantitas yang besar pada setiap tingkatan pencerahan.

Cara kita menjalankan ini adalah dengan berlatih untuk mengenal / mengetahui pikiran-pikiran kita. Setiap saat penderitaan muncul di pikiran, lihatlah, dan akhirnya ia akan menghilang dengan sendirinya. Tidak perlu mengusirnya. Ingatlah ketiga aspek, atau ketiga peraturan untuk memperhatikan pikiran.

- Pertama, jangan cari fenomena untuk mengetahui. Jangan menjadi sombong atau menunggu penuh harapan. Biarkan satu menunjukkan dirinya pada awalnya, dan kemudian ketahuilah.
- Kedua, lihatlah dari satu jarak. Jangan beralih perhatian kita ke fenomena yang bermunculan jadilah orang luar / pengamat. Jika kita memfokuskan pikiran kita, kita sedang berlatih Samathaq, meditasi ketenangan, bukan Vipassana, Jalan Kebijaksanaan.
- Ketiga, sesudah itu kepada fenomena mental yang muncul, perhatikan sewaktu kesukaan atau ketidaksukaan muncul. Lakukanlah terus menerus dan pikiran akan menjadi serasi dan menjadi tenang terhadap apa saja yang bermunculan.

Sewaktu kita memperhatikan pikiran dengan cara ini, kita akan melihat apa saja yang muncul sebagaimana mestinya. Kita akan melihat sifat asli / alami dari tubuh dan pikiran. Kita akan melihat bahwa tubuh dan pikiran bukan kita.

Kita akan terus melihat kebenaran tubuh dan pikiran hingga kita menjadi tenang / tidak memihak terhadap perubahan konstan mereka, ketidak-pentingan mereka, sifat menderita mereka. Kita akan melepaskan kemelekatan dan terbebas dari penderitaan, karena penderitaan mendiami di dalam tubuh ini dan pikiran ini.
Menjelang pembebasan, penderitaan akan pergi dan kita menjadi penuh kewaspadaan, terbangun / tersadar, dan penuh kebahagiaan tanpa diperlukan usaha atau pemeliharaan.

Berhubungan dengan Dhamma, sewaktu terjadi pencerahan / pembebasan dan pikiran telah terbebas dari penderitaan, ia tidak akan mengarang-ngarang lagi, tidak akan membuat kisah-kisah fiksi lagi.
Banyak orang mempunyai konsentrasi yang baik, tetapi konsentrasi tidak selamanya merupakan hal yang baik. Kewaspadaan dan kebijaksanaan selalu baik. Kita perlu kewaspadaan untuk menghasilkan kebijaksanaan, dan kita membutuhkan kebijaksanaan untuk melepaskan diri kita dari penderitaan.

Kita perlu mempunyai kewaspadaan yang melihat naik dan turunnya fenomena fisik dan mental. Kewaspadaan mengetahui apa yang muncul dan kebijaksanaan melihat karakteristik dari yang muncul itu.

Sewaktu kita berlatih meditasi, penting untuk mengetahui jenis Samadhi apa yang tepat untuk kita dalam waktu yang diberikan / tersedia. Jika pikiran sangat gelisah dan perlu keadaan yang lebih damai dan butuh istirahat, kita dalam berlatih Samatha untuk mencapai pemeriksaan objek. Pikiran dalam keadaan ini adalah melekat kepada satu objek meditasi dan tidak berjalan kemana-mana. Sangat damai dan bersama objek tanpa paksaan. Jika kita masih memaksa, ia bukanlah jenis konstrasi yang asli ini lagi. Pikiran tidak akan senang swwaktu kita sedang memaksanya. Kita butuh pikiran menjadi relaks dan senang dengan objek meditasinya. Kita dapat memilih objek meditasi apapun di dalam tubuh dan pikiran, pernafasan, perut, sebuah mantra seperti “Buddho”, gerakan-gerakan tangan atau gerakan-gerakan kaki sewaktu berjalan, tetapi kita harus memilih sesuatu yang membuat kita senang bersamanya.

Jika pikiran sedang berpikir dengan cemas, dan kita mencoba memaksanya diam, ia akan menjadi lebih cemas / gelisah lagi. Perhatikan bahwa sewaktu kita mencoba menjadi damai dan pikiran tidak menurut, kita bahkan menjadi lebih gelisah / tidak tenang, dan lebih stress daripada semasa mulainya! Makin kita ingin damai, seringkali kita menjadi makin tidak damai. Oleh karena itu, kita perlu menemukan sebuah tempat yang senang untuk pikiran supaya jenis Samadhi ini dapat dicapai.

Samatha mempunyai tujuan / maksud yang penting. Kita membutuhkannya untuk mengistirahatkan pikiran supaya ia mempunyai kekuatan dan keuletan / ketabahan. Jika kita tidak berlatih samatha, maka latihan Vipassana kita akan sangat diganggu. Kita tidak akan memperoleh ketabahan dan momentum / saat untuk terus berlatih. Kita yang memperhatikan pikiran dengan baik akan melihat bahwa pikiran tidak bisa berjalan di jalan kebijaksanaan sepanjang waktu. Ia butuh istirahat! Kebijaksanaan itu muncul hanya sesaat, dan kemudian pikiran menjadi berhenti lagi.

Satu kata peringatan bagi mereka yang lebih suka memperhatikan pikiran : pastikan Anda terus melakukan latihan Samatha juga. Sangat penting untuk menjaga pikiran tetap segar dan cukup kuat untuk berjalan ke jalan kebijaksanaan dengan baik. Bagi yang tanpa melakukan jenis Samadhi yang pertama akan menemukan masalah melakukan Vipassana untuk periode waktu yang lebih lama. Kebijaksanaan mungkin muncul dengan waktu yang singkat, dan kemudian pikiran akan menyentuh persoalan yang sedang dipikirkan. Bagi yang terlalu melekat pada samatha semestinya hati-hati juga. Pikiran mungkin akan istirahat dengan baik selama sesaat tetapi kemudian akan terhanyut dalam keadaan yang membingungkan atau khayalan.

Untuk kedua jenis Samadhi, prinsip-prinsipnya sangat gampang. Di dalam jenis yang pertama (Samatha) pilihlah sebuah objek di dalam tubuh atau pikiran yang kita dapat merasakan kesenangan bersamanya. Jika pikiran sedang senang, ia akan bertahan secara konsentrasi dan tidak perlu mencari kesenangan dimana pun. Pada jenis yang kedua (Vipassana), kita memperhatikan sebuah objek meditasi (memperhatikan kapan saja pikiran berlalu darinya atau menghadapinya sebagai ganti dari hanya mengetahuinya saja)

Kesimpulan Luang Por Pramote :
“Milikilah kewaspadaan dan ketahuilah fenomena tubuh dan mental seperti apa adanya dengan pikiran yang stabil dan netral”.

Beberapa kesimpulan percakapan dengan Luang Por Pramote.
- Jangan menyalahkan keadaan. Misalnya pekerjaan sangat sibuk. Sulit untuk menjadi damai. Jangan menyalahkan pekerjaanmu. Anda perlu mengubah perspektifmu ke arah yang lebih positif. Berbagialah bahwa Anda mempunyai pekerjaan yang laying (disaat yang lain mungkin bahkan tidak memiliki pekerjaan). Atau sepatu ini jelek, saya menginginkan sepatu baru. Berbagialah Anda memiliki sepatu yang layak untuk dipakai, saat yang lainnya bahkan tidak memiliki kaki. Jika kita berpikir dengan sebuah cahaya yang positif, pikiran menjadi lebih tenang dan latihan kita akan meningkat (Gantilah sudut pandang Anda!)

- Kita berlatih supaya kita dalam melihat kebenaran tubuh dan pikiran. Anda sedang melihat apa yang dilakukan pikiran. Ia selalu berpikir dan tidak pernah berhenti. Setiap untaian pikiran baru selalu muncul di setiap saat. Kita tidak berlatih supaya pikiran tidak berlanjut untuk berpikir. Cukup ketahuilah sewaktu ia berlanjut dengan frekwensi yang tinggi. Sekarang pikiranmu tidak stabil, tidak berada di saat ini. Cukuplah mengetahui bahwa (ia liar saat ini) jangan mencoba untuk memaksanya ke dalam stabilitas.

- Ada seorang siswa yang bertanya : “Saya sepertinya telah memilih sebuah tempat dimana saya bergelinang dalam kesedihan. Saya tidak mempunyai banyak inspirasi di dalam latihanku.” Luang Por Pramote menjawab: “Bukan tempat yang Anda pilih yang menentukan rasa senang. Kita sedang menderita, jadi kemana pun kita pergi, penderitaan akan mengikuti. Pikiranlah yang menderita, pikiran yang melawan. Kita tidak mau berada di tempat di mana kita sekarang, jadi kita menderita. Jika kita dapat menjadi waspada / perhatian penih kita dapat melihat bahwa pikiran sedang menderita karena ia tidak netral terhadap apa yang bermunculan. Rasa tidak suka menyebabkan penderitaan. Coalah menjadi lebih sadar semampu Anda!”

Cukup Diketahui!

Sifat alami dari pikiran adalah untuk berpikir, untuk mengarang-ngarang cerita, untuk berlari dari sini ke sana, kadang menjadi baik, berbuat buruk pada yang lain, kadang-kadang senang, dan tidak senang pada saat lainnya. Pikiran bergerak untuk memperhatikan, mendengarkan, mencium baunya, mengecap rasa, merasakan sensasi, dan juga berlari untuk berpikir. Ia selalu bergerak dan berubah, tetapi saat kita berpikir tentang meditasi, kita sedang mencari cara-cara membuatnya diam, membuatnya berhenti berpikir, mengontrol geraknya.
Banyak orang bertanya bagaimana menghentikan pikiran dari berpikir. Ingatlah, bahwa fungsi pikiran itu adalah untuk berpikir! Pikiran bukanlah sebuah pohon atau sebuah batu karang. Orang yang tercerahkan berpikir juga! Kita tidak berlatih meditasi supaya kita dapat membuat pikiran tidak normal atau memaksanya untuk tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Kita melihat dan mengetahui fondasi-fondasi kewaspadaan supaya kita dapat melihat kebenaran dari tubuh dan pikiran.

Kebenaran dari tubuh adalah bahwa sifatnya material; ia merupakan sekumpulan elemen fisik. Kita perlu kewaspadaan untuk dapat melihat tubuh secara objektif hanya sebagai barang material, seperti sebuah robot yang duduk, bergerak dan berdiri dengan elemen-elemennya masuk dan keluar melalui prosedur seperti bernafas, mencerna, dan membuang (kotoran).

Tubuh kita bukan kita atau kepunyaan kita; kita sedang menggunakannyal; meminjamnya dari alam. Kita memulainya dengan menggunakan elemen-elemen orangtua kita. Sesudah kelahiran, elemen-elemen keluar dan masuk melalui makanan, minuman, pernafasan dan pembuangan kita sendiri. Akhirnya, kita meninggal dan memberikan elemen-elemen ini kembali kea lam. Perhatikan tubuh dengan baik, dan lihatlah bahwa itu bukan kita. Ia bukan orang atau satu makhluk, tetapi hanyalah sekumpulan elemen-elemen.
Ia juga bukan satu kumpulan yang khusus - ia adalah sekumpulan yang menderita! Bahkan saat kita duduk saja, kita mengalami kesakitan. Cobalah untuk duduk diam dalam waktu yang lama tanpa bergerak. Kita akan melihat bahwa bahkan hanya dengan duduk juga dapat merasakan sangat sakit, dan kita akan berusaha menyesuaikan untuk melegakan penderitaan tersebut.

Tubuh benar-benar adalah sekumpulan penderitaan. Cobalah hanya bernafas masuk tanpa nafas keluar. Kita akan melihat secara cepat bahwa kita perlu untuk bernafas keluar untuk melegakan penderitaan. Hal yang sama terjadi jika kita hanya bernafas keluar saja, kita akan perlu nafas masuk untuk melegakan kita. Bahkan pernafasan adalah sebuah proses penderitaan yang berulang-ulang dan mencoba untuk melegakannya. Penderitaan menekan tubuh dan pikiran dalam setiap hal yang kita lakukan. Jika kita memperhatikan pikiran dengan waspada atau memperhatikan duduk, berdiri, berjalan atau berbaring dengan jelas / nyata sebagai sekumpulan elemen fisik yang bergerak dan tanpa kecuali menderita. Tidak akan dianggap sebagai diri kita atau milik kita.

Melatih diri dengan Vipassana kita harus melihat tubuh dan pikiran sebagai Tiga Corak Umum (ketidak-kekalan, Penderitaan, dan Bukan Diri Kita). Vipassana adalah melihat dengan jelas, dengan sebuah jalan yang luar biasa bahwa tubuh dan pikiran memperlihatkan Tiga Corak Umum. Kita melakukannya secara berulang-ulang, hingga kita mencapai tingkat pertama dari pencerahan, pemasuk arus, dan mengetahui dengan jelas dan nyata bahwa tubuh dan pikiran bukanlah kita.

Perhatikan pikiran. Lihatlah ia tidak pernah bertahan di dalam keadaan yang sama. Perhatikan tubuh, dan lihatlah tubuh itu sedang menderita. Susah untuk melihat tubuh itu sedang mengalami perubahan karena ia berubah dengan lambat. Tetapi pikiran tidak pernah sama, dari hari ke hari, dari momen ke momen. Ia berubah setiap saat, ia berhubungan dengan stimulus baru. Pikiran berubah setiap saat (inilah yang dinamakan Anicca - ketidak kekalan).

Kita dapat juga melihat Anatta (tidak ada diri) dari memperhatikan pikiran, dengan melihat bahwa kita tidak dapat mengontrolnya. Pikiran mungkin menjadi tenang, tetapi kita tidak dapat memerintahnya menjadi senang atau tetap senang di dalam cara apapun. Kita tidak dapat melarang bermunculnya ketidaksenangan. Kita tidak dapat mengusirnya. Kita tidak dapat memaksa pikiran untuk berada di dalam keadaan yang baik juga. Ciri khas dari pikiran adalah di luar pengontrolan dan tidak dapat dipaksa dalam keadaan apapun juga. Inilah yang disebut dengan Anatta.

Sewaktu kita melihat ketidak-kekalan, penderitaan dan tidak adanya diri, lalu kita dapat melihat kebenaran dari tubuh dan pikiran. Sewaktu kita melihat kebenaran seperti ini dengan jelas, kita menjadi bosan atau kecewa oleh tubuh dan pikiran, oleh alam seperti yang kita alami. Kita kehilangan rasa tertarik terhadap pencapaian sesuatu keadaan dan memperoleh sesuatu barang. Kita mulai melihat jalan-jalan di dunia tidak ada artinya, tidak ada maknanya, tidak ada rasanya (hambar). Kemudian sewaktu keadaan mental timbul, pikiran tidak akan bergerak lebih lama ke arah atau menggenggam pada mereka. Pikiran tidak akan kemana-mana. Kesenangan timbul, dan kita menjadi stabil. Kita tidak mencoba untuk membuat kesenangan hidup atau mencoba untuk mengikutinya lebih dari itu.

Sewaktu ketidak-senangan muncul, kita tidak melarikan diri darinya. Kita tidak mencoba menghentikannya atau melindungi diri kita darinya. Semua gerakan ini berakhir, jadi kita tidak terlibat dalam mengarang cerita, menjadi atau membuat sebuah kehidupan pribadi. Sewaktu cerita tua tentang kita sendiri dan dunia menghilang, mereka tidak akan digantikan dengan yang baru (reinkarnasi / tumimbal lahir).

Kita harus mengalami banyak kematian untuk masuk ke dalamnya dimana kita berhenti menjadi sesuatu lagi. Di dalam perang, kita hanya mati sekali saja. Di dalam permainan ini, kita mati berkali-kali supaya pikiran menjadi cukup matang / dewasa, dan menjadi cukup bijaksana, mencuci secara keseluruhan segala ketidak-tahuan, segala keserakahan, segala penolakan yang mengotorkan pikiran. Sewaktu pikiran akhirnya bebas dari kekotoran batin, kita tidak akan pernah dilahirkan lagi sebagai satu diri di dalam kehidupan ini atau dikehidupan lainnya.

Alasan kita tidak akan pernah dilahirkan lagi disebabkan kita melihat dengan jelas keadaan asli dari tubuh dan pikiran. Untuk memiliki kewaspadaan melakukan ini, kita perlu sadar terhadap tubuh dan pikiran ini. Bagi yang berlatih dengan baik akan melihat bahwa kita biasanya tidak mengingat tubuh dan pikiran kita. Kita mengetahui hanya isi dari pikiran-pikiran kita. Kita berpikir sepanjang hari, mengetahui bahwa kita sedang berpikir tetapi tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh tubuh dan pikiran kita. Jika kita tidak mengetahui tubuh dan pikiran, lalu kita tidak berlatih di dalam fondasi kewaspadaan. Jika kita tidak memiliki kewaspadaan terhadap tubuh dan pikiran, kemudian kita tidak melihat kebenaran di dalam mereka. Jika kita melihat kebenaran di dalam mereka, kita tidak menjadi kecewa karena mereka. Kita harus melepaskan kemelekatan kita pada mereka. Jika kita tidak melepaskan kemelekatan kita pada mereka, kita tidak akan pernah terbebas dari penderitaan. Maka pencerahan tidak akan terealisasi.

- End -

#buddhist, #buddhistme, #vipassanaexperienced, #buddhism, #iambuddhistpractitioner, #vipassana

Previous post
Up