Feb 01, 2008 09:34
Di tempat lain, Kachou, Fukuka, Shindong, Heechul dan Siwon belanja bulanan.
Pyon : ‘Keknya gue kok belanja bulanan mulu...’
“Berikutnya apa Ranti?” tanya Heechul yang gembira karena nemu maenan baru berupa balapan pake troli sama Shindong.
Kachou mengecek daftar belanjaan. “Terus... Limun dua krat.”
“Siap, Bos!” Heechul dan Shindong langsung melaju bersama troli mereka masing-masing.
“Ah, tunggu! Gue lupa telor!”
-CKIIIIT-
Bak pembalap profesional, Heechul ngerem. Celakanya, Shindong yang berada di belakang kurang cekatan dalam mengerem dan dengan sukses menabraknya.
-BRANG! BRENG! GEDUMBRANG! BRUAK!-
Barang-barang yang ada di troli mereka masing-masing jaipongan akibat benturan dan menimbulkan bunyi gaduh, menyebabkan semua pengunjung menoleh ke arah mereka dengan penuh cela.
Kachou, Fukuka dan Siwon buru-buru ngumpet di belakang rak terdekat ketika seorang petugas datang menghampiri Heechul-yang-tengah-memarahi-Shindong-sambil-memegangi-pinggulnya-yang-tadi-diadu-sama-troli dan menguliahi mereka tentang betapa tidak sesuai tampang dan umurnya kelakuan mereka.
“Ngerti nggak?”
“Ngerti Pak... Maaf Pak...” Shindong dan Heechul nunduk-nunduk minta maaf.
Si petugas itu pergi sambil menggerutu. “Betul-betul... Balapan di dalam supermarket... Dasar anak SMA jaman sekarang!”
Heechul dan Shindong buru-buru berbalik menahan tawa mendengar kata-kata si petugas.
“Hyung, awet muda deh.” Bisik Shindong.
“Iya, kamu juga.” Heechul balas berbisik.
“Heh.” Fukuka mengemplang keduanya.
“Aduh!”
“Kalian macem-macem banget sih.” Omel Fukuka. “Pokoknya laen kali kejadian kaya gitu lagi gue gak mau tanggung jawab.”
“Emang tadi kamu tanggung jawab???” tanya Heechul dan Shindong barengan. Fukuka pura-pura budek.
“Telornya berapa Ranti?” tanya Siwon yang sibuk memilih-milih di depan kotak telur.
Kachou berpikir sejenak. “Tiga kilo.”
“Gak kebanyakan tuh Pyon?” tanya Fukuka.
“Tau ni Ranti... Berlebihan banget.” Kata Shindong. Kachou meliriknya,
“Kayanya malah kurang deh. Siapa ya yang hobi bikin okonomiyaki tiap tiga jam sekali tiap hari?”
“Ah! Kita butuh puding juga!” Shindong lari dari pembicaraan.
“Heh! Balik sini!”
Selesai belanja, mereka memutuskan untuk pergi makan sebelum pulang. Untuk menghemat pengeluaran, Kachou memaksa mereka semua supaya makan di restoran Padang aja, yang agak lebih murah daripada Solar** [nggak... bukan oktan 90] ato Coz*. Untuk menghemat juga, mereka memakai sistem langsung pesen.
“Udah belon Ndong? Lama amat mikir mo makan apa juga.” Kata Fukuka.
Shindong garuk-garuk. “Bingung... Apa ya? Lagi pengen makan makanan yang berkuah nih.”
“Tuh, aer kobokan.” Heechul menyarankan dengan serius.
Shindong dongkol.
“Hyung, bulan depan kita pulang kan?” tanya Siwon ketika mereka sudah duduk dan makan.
Heechul yang tengah menggerogoti ayam bakar dengan beringas manggut-manggut setengah hati.
“Yaaah...” keluh Siwon.
Kachou mendelik mendengarnya. “Apa ‘Yah’? Kalian udah molor dari perjanjian. Katanya Cuma setengah taun. Ini udah ampir delapan bulan.”
“Tapi yang penting kan bayar la...” kata Shindong.
Kachou diem. Bener sih.
“Nanti kalo pulang, inget sini gak?” tanya Fukuka.
Siwon manggut-manggut. “Inget lah. Nanti kalo aku kapan-kapan kangen aku main sini lagi ya.”
“Nggak usah.” Tolak Kachou dan Fukuka langsung dengan nada datar.
Perhatian mereka teralihkan oleh rombongan ribut di luar restoran.
“Cakep-cakep hombreng! Ngurangin populasi orang cakep yang taksirable n available aja se!” kata sebuah suara yang familiar.
“Waela... Ini kita kurang cakep apa???” kata suara lain yang lebih familiar.
“Kurang cakep di segala aspek, terutama modal. Masa pulang naek angkot? Katanya seleb! Gimana se???”
“Nangis aja tu fans lu kalo tau anak-anak Suju pegi-pegi ngangkot...”
“Tenang... Itu kaya ada mobil yang gue kenal.”
“Kaya mobil kita...”
“Eh, beneran mobil kita!”
“Ada Kachou dong berarti?”
“Nah, itu tu orangnya!”
“HALOOOO!”
“Kebetulan! Kebetulan!”
“Kita lapeeeeeer...!”
“Nezu, kamu kan tadi baru makan.”
“Tadi kan Pizza, sekarang ne nasi. Tempatnya beda.”
“Kita pesen juga ya Pyon!”
Kachou memperhatikan dengan pasrah ketika mereka bersembilan memesan makanan dengan ribut.
“Ko kalian bisa ada disini?”
“Iye, tadinya lagi jalan mau nyegat angkot di pinggir jalan. Eh ngespot mini bus kita lagi parkir. Trus pengen nyamperin, kalo bener kan lumayan bisa ikutan numpang jadi ngirit. Eh ternyata lagi makan. Ya udah kita ikutan.” Eeteuk menjelaskan secara sistematis.
“Errr... Pyon... Pyon...” Fukuka colek-colek Kachou.
“Apa???”
“Duit kita...” Fukuka berbisik pelan. “Tinggal lima puluh ribu.”
Kachou langsung keselek ayam bakar.
“A-p-a???”
Fukuka menyorongkan dompet yang memampangkan selembar lima puluh ribuan rusuh dengan jaya.
“Ko bisa sih Yoli?” Kachou berkata dengan suara rendah, takut ketauan para bebek yang dengan rusuh menggasak segala hidangan di meja makan.
“Abisnya tadi kita kan pake kartu, jadi mana ambil duit gue...” kata Fukuka pasrah.
“Ah, iya juga... Jadi gimana dong?”
Mereka berdua terdiam beberapa saat. Tak lama kemudian, dengan aura dan senyum setan tersungging di wajah, mereka menolehkan kepala ke arah Siwon yang tengah menyantap makanannya dengan penuh tata krama.
Tiba-tiba Siwon merinding.
“Won...” kata Kachou pelan.
“Iya Ranti...?”
“Pinjem duit dong.” Kata Kachou, dengan suara yang lebih pelan.
“Oh...” Siwon angguk-angguk. “Berapa?”
“Dua ratus ada nggak?”
“Ada, ada...” Siwon terus manggut-manggut.
Kachou dan Fukuka menghela napas lega mendengarnya.
“Pinjem dulu ya Won.”
“Ah, ngapain pinjem. Buat kamu aja, Cuma dua ratus ini...” kata Siwon enteng.
Kachou dan Fukuka melotot.
“Seriusan???”
“Iya.”
Brengsek, orang tajir keterlaluan. Dua ratus dibilang Cuma. Batin Kachou.
“Makasih ya Won...”
“Sama-sama...”
Suasana kembali seperti semula untuk beberapa saat. Ketika Kachou sudah selesai makan dan cuci tangan, yang lain masih menghadapi piring masing-masing, makan dengan kecepatan siput.
“Lelet ama sih pada makannya.” Komentar Kachou, yang didengar Shindong.
“Makan itu harus dinikmati, Ranti. Dinikmati.” Katanya sambil ngunyah daun paya pelan-pelan.
Saat itu, hp Kangin berbunyi.
“Yoboseyo? Ryeowookie... Iya, kita lagi makan. Restoran padang. Sama... semuanya ada disini.”
Kachou langsung dapet firasat buruk.
“Depan halte M. Iya iya. Iya buruan ya. Iya ditunggu...”
“Ryeowook, Hyung?” tanya Yehsung.
“Iya, mau kesini katanya.”
“...”
“...”
Hanya dalam beberapa menit, Chounan, Kojosa, Ryeowook, Hankyung dan Kyuhyun muncul di depan pintu, tangan mereka menenteng tas belanjaan gede-gede.
“Makan yak!” kata Chounan tanpa basa-basi, langsung memesan seporsi nasi Padang. Tindakannya yang penuh inisiatif ini segera diikuti oleh Kojosa, Ryeowook, Hankyung dan Kyuhyun, serta Shindong, Eunhyuk, Choujo dan Sungmin yang ikut memanfaatkan kesempatan.
Kachou mengawasi mereka semua dengan gelisah.
“Won... Kalo tiga ratus, ada?” tanya Kachou.
“Ada. Lima ratus juga ada kok.” Kata Siwon.
Kachou mengembuskan napas lega. “Kalo gitu pinjem sekarang deh Won.”
Siwon mengeluarkan dompet dari saku celana jeansnya, kemudian menarik sebuah logam berwarna kuning.
“Nih.”
“Hah?” Kachou bengong. “Won... Ini... Apaan?”
“Lima ratus. Buat parkir kan?”
“...Kalo lima ratus ribu, ada nggak?”
“Nggak ada. Belum dapet kiriman. Tinggal seribu duit aku di dompet.”
“...”
“...”
“...”
“...”
“Yoli...” katanya suram. “Gimana nih kita bayarnya...?”
Fukuka yang sedari tadi memperhatikan ikut panik.
“Coba tanya Cupphe deh, Pyon...” saran Fukuka.
Kachou mengalihkan pandangan ke arah Chounan yang duduk di ujung meja. Jauh. Dalam hati ia berpikir gimana caranya ngasih tau Chounan tanpa diketahui yang laen, karena ini menyangkut martabatnya sebagai pimpinan Takojo. Dengan cerdas, Kachou sadar bahwa dewasa ini telah ditemukan teknologi sms.
Ia mengeluarkan hpnya.
Cuh, g usa blg siapa2.Lw pny duit g?Pjm dlu dong.Duit gw klo bwt byr krag.
Send.
Hp Chounan di ujung meja berbunyi.
“Nisa, hape tuh bunyi.” Celetuk Hankyung.
“Ah, biarin aja. Paling anak forum nggak penting.” Kata Chounan cuek.
“Diliat dulu deh Cuh, siapa tau penting.” Usul Kachou. Iyalah, orang gue yang sms, DAN itu penting.
“Males ah. Orang gak jelas deh paling yang sms.” Chounan masih cuek.
Kachou melembung. “CUH, SUMPAH ITU PENTING SMSNYA.”
Chounan menatap Kachou dengan heran. “Ko jadi lu yang sewot?”
“...”
“Iya deh iya, gue buka.” Chounan ngalah n meraih hpnya. Selesai baca tu pesen, dia langsung melotot. “Ko bisa?!” serunya toa. Percakapan terhenti dan semua langsung nengok ke arahnya.
“Napa Cuh?” tanya Kojosa.
Kachou n Fukuka mati-matian ngasih isyarat dari ujung meja supaya Chounan nggeleng.
“Ng... nggak... nggak papa kok.” Chounan menangkap isyarat tersebut.
Percakapan berlanjut lagi sementara Chounan ngebales sms.
G ad Pyon, td gw sm ank2 ngborong...duit qta cm ckp wat ogks pLg.Lw g mw tny nezu?kli dy ad...
Sms Kachou beralih ke Nezu. Dan balesannya adalah sebagai berikut.
Gw sm ank2 laen uda g pny duit lg.abs smw di piz** hut td.cm ad duit bwt ogks.Gomen ne.
Kachou depresi. Mana mungkin petinggi Takojo kaya dia harus tinggal KTP sebagai jaminan gara-gara nggak bisa bayar makanan di restoran Padang?
“Sekitar sini nggak ada atm?” tanyanya pada Fukuka.
“Yang paling deket kira-kira setengah jam dari sini. Bolak-balik jadi satu jam. Itu juga kalo gak macet Pyon.”
“Aduh...” Kachou nutup muka. Pusing.
“Pyon, ngomong deh ke yang laen, kali mereka ada duit...”
“Mempermalukan diri kita di depan klien??? Yoli, mana bisa???”
“Lebih baik malu di depan klien daripada di depan umum kan???”
Kachou terdiam. Kata-kata Fukuka sangat masuk akal.
“Ehem ehem...”
Nggak ada yang notice. Iyalah, dia Cuma ehem-ehem sementara yang laen berkicau n ngoceh ribut, mana mau kedengeran?
“EHEM EHEM!” Kachou mengeraskan volume dehemnya.
Kali ini Heechul notice.
“Batuk, Ranti?”
“...”
“...”
“Perhatian, perhatian, gue mau ngomong!” seru Kachou akhirnya.
-SIIIIIIIIIIIING-
Satu restoran terdiam mendengar kata-kata Kachou dan langsung menatapnya dengan penuh perhatian.
“Ehm...” Kata Kachou sambil memandang berkeliling. “Saya Cuma mau ngomong sama temen-temen saya aja kok. Silakan melanjutkan aktivitas anda seperti biasa...”
Semuanya manggut-manggut dan kembali melakukan aktivitas masing-masing.
“Gini...” kata Kachou tertahan, supaya nggak ada seorangpun di luar meja mereka yang bisa denger. “Sebenernya...”
“Kerasan ngapa Pyon! Ga denger nih!” seru Kojosa.
Kachou melotot. “Ntar semua bisa denger!”
“Lah, bukannya lu ngomong supaya didenger orang???”
“Tapi Chu, bukan itu poinnya sekarang...”
“Trus apa?”
Kachou tepok-tepok pala frustasi. Melihat hal ini, Fukuka segera mengambil alih.
“Gini loh semuanya... ini untuk kita aja ya... Nggak usah pada bereaksi berlebihan ya... Jadi gini, kita sebenernya kekurangan uang untuk bayar...”
Semua langsung bereaksi dengan berlebihan.
“APA?!”
“KO BISA SIH???”
“MALU-MALUIN BANGET DEH!”
“Gue uda makan banyak lagi!”
“Trus kita bayar pake apa? Pake daon?”
“Ah, gue nggak ikut-ikut.”
“Minggat yuk, Jae!”
“Laylaylaylay...”
“Tenang... TENANG!” Fukuka menggetok meja. Berasa rapat di restoran deh pokoknya. “Jadi gini, sekarang gue tanya, semua punya duit berapa?”
“Gue nggak punya duit...”
“Aku juga nggak ada.”
“Emang gue pernah punya duit?”
“Gaji aja nggak pernah dibayar...”
“Kayanya aku ada deh seribu...”
“Wah, kosong nih dompet aku.”
Saking seriusnya meriksa dompet masing-masing, mereka nggak sadar kalo sebenernya pembicaraan mereka terdengar oleh seorang pelayan yang kebetulan lewat.
“Ehm, maaf... ada masalah?” tanyanya ramah pada Kachou yang masih memijat-mijat kepalanya yang pening. Kachou kaget.
“Nggak, nggak ada apa-apa kok mas, makasih.”
Si pelayan tersenyum, tapi begitu Kachou berbalik, ia menyipitkan matanya dengan curiga, memandang para bebek yang mengeluarkan lembaran-lembaran uang mereka yang terakhir dari dompet.
“Cuma ada seratus tiga puluh enam ribu nih.” Uketz mengumumkan setelah menghitung dan menumpuk uang-uang hasil patungan mereka.
“Cukup nggak ya?”
“Nggak mungkin. Kalo satu orang sepuluh ribu aja udah ampir dua ratus.” Komentar Kyuhyun.
“Minta diskon nggak boleh ya?” celetuk Donghae.
“Lu kata lagi sale minta diskon?” kemplang Kojosa.
“Gimana kalo kita cuci piring aja sebagai ganti uang makannya?” usul Hankyung.
“Kamu aja Hyung sendiri.” Kata Kibum dingin.
Choujo garuk-garuk. “Uda deh, gimana kalo kita ninggal Shindong aja buat disembelih? Mereka pasti mau nerima kok...”
“Kenapa aku?!” Shindong protes.
“Aduh... serius, serius!” potong Heechul. “Jangan main-main dong, ini kita semua lagi serius. Mau ninggal Shindong segala... Denger ya, aku punya usul. Kita kabur aja.”
“SERIUS, HYUNG, SERIUS.” Kata semuanya kompak.
“Itu aku serius!”
“Tolong ya Cul, kita ni bersembilan belas. Kalo kita semua bisa kabur tanpa ada yang ketangkep satupun, itu namanya miracle.”
“LIFE COULDN’T GET BETTER... HEY!”
“Diem. Ga usa pake nyanyi semuanya.”
“Jadi kita harus gimana?”
Semua berpikir keras. Sang pelayan yang tadi dateng lagi.
“Permisi...”
Kachou mengangkat kepala. “Ya?”
“Kalo mau bayar-”
“OH, BELUM MAS, BELUM!” Fukuka buru-buru menyela. “Kita masih mau makan kok. Nih, ada yang belum abis kan...?” ia menunjuk meja, dimana semua piring telah kosong.
“...”
“...”
“Kuahnya! Kuah paru nih, belom abis...” Kojosa mengangkat piring paru yang masih ada kuahnya. Si pelayan menatapnya dengan skeptis.
“...Ya... Baik kalo begitu saya permisi...”
“Oh, silakan... Silakan...” semuanya menanggapi dengan ramah.
Begitu si pelayan pergi, mereka kembali kasak-kusuk.
“Kita kasih live concert aja, Hyung, gimana?” usul Eunhyuk.
“Yang ada kalian langsung dibekep, masukin ambulan, bawa ke rumah sakit jiwa.” Kata Kachou.
Kata-kata Kachou dianggap sebagai penghinaan oleh Heechul.
“Ranti, aku bilangin ya, kalo di Korea itu, orang-orang mau nonton kami konser bayar loh. Mahal, lagi.”
“Iya Culcul, gue ngerti, tapi satu, kalian sekarang di Indonesia. Kedua, kalian pikir orang-orang sini semua kenal Suju?”
“Yang gak kenal norak ah.” Kata Kangin.
“Masalahnya bukan kenal nggak kenal. Bayar woi! Bayar!” Chounan menengahi.
“AAAAAAAAAAAARRRRGGGGHHH!!!” Kachou putus asa. “Ahuhuhuhuuuu... Kehormatan gue sebagai pemimpin Takojo ternodai sudah...”
“Ssst... Ssst... Jangan nangis Ranti, jangan nangis...” Heechul tepok-tepok punggung Kachou.
“Yang hapenya dua, siapa?” tanya Eeteuk.
“Gue...” Chounan angkat tangan.
“Pinjem satu.”
Chounan menyerahkan hpnya ke Eeteuk dengan heran. Eeteuk langsung berdiri.
“Eh! Hp gue mau dikemanain???”
“Bayar aja pake ini. Mereka ntar pasti diem.” Kata Eeteuk sambil bersiap-siap pergi. Chounan menarik ujung kemejanya dengan sekuat tenaga.
“Balik! Sini balik lu! Enak aja, HAPE GUE!”
Para bebek yang ribut itu jelas telah mengganggu ketenangan di restoran. Beberapa tamu lain mulai komplain kepada pengelola, sampai akhirnya si pelayan yang tadi-tadi juga kembali mendatangi mereka dengan enggan.
“Maaf...”
“Masih mau makan kok Mas!” kata Fukuka, reflek.
“Maaf, tapi anda sekalian telah mengganggu ketenangan rumah makan kami. Saya lihat anda sudah selesai makan, bisa tolong langsung bayar dan keluar dari sini?”
-DOEEEENGGG-
Shock. Para bebek langsung shock.
Pertama, karena mereka masih belum tau bakal ngebayar semua makanan itu pake apa.
Kedua, mereka diusir secara halus!
Kachou pasrah.
“Begini mas... Sebenernya ua-”
“Uangnya kurang, kan?” kata si pelayan. “Saya tau, Mbak. Abis daritadi anda ngomongnya keras-keras sih.”
“Nih mas... adanya segini doang.”
Si pelayan mengambil uang itu. “Kekurangannya mbak-nah, sebetulnya daritadi saya mau kasih tau juga-bisa mbak bayar dengan menggunakan kartu debet. Mbak pasti punya atm kan?”
“...”
“...”
“...”
“...”
“...”
“...”
-
“Life couldn't get better...”
“HEY!”
“Nan nor pume ango nara purun darur hyanghae naraaaa”
“HO!”
“Jamdun noui ibmachur ggoya Life couldn't get better...”
“HEY!”
“Noui mamui munur yoro jwo gudaaaae nae sonuuur jaabayooo Life couldn’t get betteeer...”
“HEY!”
“Woi! Kapan abisnya tu lagu kalo diulang-ulang mulu?!”
Kesembilan belas penghuni apartemen Tako tengah berada dalam perjalanan pulang. Mereka berhasil keluar dari restoran Padang tersebut secara baik-baik setelah Kachou-dengan penuh haru-menggesekkan kartu atmnya.
“Tapi sumpah ya tadi tu kita bego banget.” Kata Kojosa sambil menahan tawa. “Lagian bukannya nanya dulu nerima kartu apa nggak, uda sibuk sendiri...”
“Wajar kali Chu, sejak kapan restoran padang nerima kartu, coba? Kita kan gak mikir sampe situ.” Uketz membela Kachou.
“Pokoknya laen kali kalo ngalamin kejadian kae gitu ga usa panik duluan. Tanya dulu, panik kemudian.” Saran Chounan.
Mobil memasuki pombensin.
“Full, Ranti?” tanya Shindong, sopir pada kesempatan kali ini.
Kachou menganggul. “Full.”
Suara bensin mengalir terdengar di luar. Tiba-tiba Choujo teringat sesuatu.
“Pyon... Emang ada duit?” tanyanya. “Bukannya tadi uda buat bayar makan ya?”
Semua langsung hening.
“...”
“...”
“...”
“...”
Kachou membuka pintu, dan bertanya dengan wajah pucat pasi.
“Pak, nerima pembayaran pake kartu?”
-fin-
hehehe...
dipombensin kan suka ada atm Chow...
Panik amat... XDDDD
fanfact