Aku mencintai kamu. Seperti kayu pada api yang menjadikannya bara.. Padahal jelas tahu , aku jelas jelas sadar benar.. Bahwa berada di dekatmu aku begitu dekat dengan kematian.. Bahwa seinchi lagi aku berani mendekatimu, aku berada di jurang neraka ke tujuh dan habis terbakar.. Aku jelas jelas tahu.. Aku jelas jelas sadar.. Bahwa mencintaimu.. Berbuahkan kematian..
***
“sirheo.. aku mau ikut kamu kemanapun taemin ah..” “bodoh.. aku akan pergi ke neraka. Mau ikut?” senyuman tersungging di wajah cantikmu. Bagaimana aku sanggup menolak? Bagaimana aku.. “ikut..” Bisa lepas dari belenggumu atasku.. Bagaimana? “dasar bodoh. Aku tidak bisa membawa anak baik sepertimu kesana. Sudah, anak baik baik belajar di rumah sana!!” BRUK!! Kakinya yang mengenakan boots hitam kebesaran itu menendang pinggangku sampai aku jatuh terjungkal karenanya. Bukan karena aku lemah, aku hanya kehilangan seluruh dayaku jika sedang bersamanya. Bersama si Death God berwajah cantik ini.. “Taemiiiiiiiiiiiiiin!! Jika sudah selesai bertugas main ke kamarku lagi ya!!!” Aku tidak peduli. Dia menamakan dirinya Death God, ataupun kematian itu sendiri. Aku tidak takut pada Taemin. Meski pekerjaannya adalah menjemput jiwa jiwa beraura buruk ke neraka, aku tetap tak bisa menghentikan kekagumanku atasnya. Bukan saja karena parasnya yang cantik. Karena, si cantik itu selalu berbaik hati pada bocah lelaki berumur 17 tahun yang kesepian di kamarnya setiap hari. Dia bisa bisanya merelakan waktunya yang berharga hanya untuk mendengarkan celotehanku tentang surga dan seperti apa rasanya jika nanti aku datang kesana. Dia selalu memberikan senyum mengejek dan bilang.. “tidak ada yang bagus di surga. Segala yang indah dan yang kau khayalkan tentang surga, itu semua hanya dongeng belaka. Apa yang bagus dari dunia serba putih dan bersalju? Toh kau tak akan bisa merasakan dingin salju di bawah jari jari kakimu, karena kamu sudah mati. Berbuat jahatlah dan ikut aku ke neraka!” Aku hanya bisa membalasnya dengan tawa. Taemin selalu pintar bergurau dan membuatku terpingkal pingkal. Aku memang tak punya banyak teman, tak punya sama sekali bisa dibilang. Menilik posisiku sebagai anak tunggal keluarga Choi yang merupakan pendiri perusahaan konstruksi besar di korea, dan sepanjang hidupku aku selalu sakit sakitan sehingga aku terpaksa mengikuti sekolah di rumah atau biasa disebut home schooling. Itu sangat membosankan. Hidup sebagai remaja tanpa teman. Sampai dia datang. Sosoknya yang seperti manusia berpakaian gothic, tanpa sayap hitam dia mampir di jendela kamarku dan bilang... “Kamu bisa melihatku ya manusia?” “Ka... kamu terbang??!” Aku bingung bagaimana bisa dia melayang layang di depan jendela kamarku yang terletak di apartemen lantai 22 ini. Kupikir aku berhalusinasi. Kupikir ini hanya salah satu khayalanku atas rasa kesepian yang terlalu pekat dalam dadaku. Tapi tidak, dia menjulurkan tangannya, menyalam tanganku sambil memamerkan cengiran lebar. “aku Death God, namaku Taemin. Kamu manusia berhati baik, sudah jarang kutemui buku sebersih dirimu..” Sejak pertemuan pertama kali aku dan dirinya itulah aku seperti tersihir.. Tak pernah ada detik dimana tak ada sosoknya dalam benakku. Dirinya terus menari nari, menggelitik dadaku. Mulanya aku bingung, rasa bahagia yang kurasakan tak senormal seperti saat ayahku membelikan aku pesawat jet pribadi. Rasa bahagia yang membuncah di dalam dadaku benar benar berbeda.. Aku kebingungan.. Sampai suatu malam saat dia tak datang untuk menemui aku, kutemui diriku terluka. Didalam dadaku seperti terselip beratus ratus bilah pisau, ditiap gerakan kecil yang kubuat akan menghasilkan luka.. Aku kesakitan tanpa setetes darahpun menetes dari tubuhku. Tahu tahu jendela kamarku diketuk pelan.. Sedetik kulihat wajah cantiknya tengah tersenyum jenaka. “aku menjemput banyak orang jahat hari ini. Bagaimana kabarmu?” GREP!! “mi.. minho??” Aku masih tidak mengerti alasan aku berlari dan menariknya ke dalam pelukku, aku lupa bahwa tubuhku begitu kurus sampai kami terjatuh terjungkal bersama ke lantai dengan dia diatasku, didalam pelukan lenganku. Rasa sakit di dalam dadaku perlahan menghilang, berganti dengan rasa bahagia tiada tara itu lagi.. “kupikir kamu tak mau datang lagi..” Wajahnya mendongak, aku masih memeluknya. “minho, kamu begitu merindukanku eh?” Ah, aku baru tahu.. Ternyata rasa sakit itu rindu... Dan akupun baru tahu saat itu.. Ternyata rasa bahagia itu cinta.. Tanpa kata, tanpa suara, tanpa petir sedikitpun, tahu tahu aku sudah jatuh cinta pada Death God penjemput nyawa ini.. Entah sejak kapan, dirinya menjadi semacam kebutuhan pokok yang lebih penting dari udara. Entah sejak kapan, mencintai seorang Taemin lebih penting daripada bernafas.. Entah sejak kapan, aku sudah jatuh terlalu dalam.. Pada sosok Death God yang jelita ini..
***
Langit terlihat mendung pagi ini, membuat aku malas dan bergelung dengan selimutku yang tebal dan empuk. Tapi aku merundungkan niatku saat melihat sosok hitam melintas di depan jendela kamarku yang beruap itu. “Taemiiiiiiiiiiiiiin!!” aku berteriak dan melongokkan kepalaku keluar jendela. Tapi mataku tak menangkap sosoknya. Apa tadi hanya imajinasiku belaka atas bentuk dari harapan harapan kosongku akan kedatangannya? “Aku begitu merindukan kamu..” TAP! “Begitukah eh?” Tiba tiba saja suara si mungil yang kurindukan itu terdengar di belakangku. “Taemin!!” Dia terkekeh. Lalu menepuk pelan pipiku. “apa kamu nakal hari ini minho? Eum?” Aku tersenyum tipis. “apakah tidur tiduran di kamar adalah perbuatan nakal?” tanyaku. Dia terkikik. Bahkan suara kikikannya pun sangat menggemaskan. “kamu nakal sekali, haruskah aku menghukummu karena itu?” alisnya bergerak naik turun. “hukum a.. uphh!!” Dalam sedetik aku terbius. Aku terbius total saat sentuhan bibir lembut itu mendarat di atas bibirku. Aku siap untuk mati.. Detik ini juga.. Sungguh Tuhan, aku sangat siap untuk mati . “haha... terima hukumanmu itu!!” si cantik itu malah terbang keluar jendelaku dan pergi menjauh tahu tahu sudah hilang dari pandanganku. Sungguh Death God yang sangat kejam. Bisa bisanya dia mengejutkan aku dengan kedatangannya dan sebuah kecupan manis di bibirku yang dibilangnya sebagai hukuman? Apakah hukuman neraka rasanya semanis sirup mapple yang ranum seperti rasa bibirnya yang tadi membungkam aku dalam diam? Jika hukuman neraka senikmat itu untuk apa pula seluruh manusia berlomba lomba datang ke surga sementara hukuman di neraka itu sendiri lebih nikmat dari segala rasa yang ada di semesta? Ah aku tidak mengerti.. “taemin..” Yang aku mengerti hanya, aku hampir saja mati dengan kondisi jantung yang berdetak dengan liarnya. Sungguh kejam bukan? Kenikmatan itu sendiri membuatku sangat dekat dengan kematian..
***
Sudah 3 hari.. 3 hari kehilangan sosok cantik itu semenjak terakhir kali dia datang untuk memberikanku hukuman manis itu. “taemin..” aku menjulurkan tangan keluar jendela dan membiarkan tetes tetes air hujan membasahi sela sela jemariku. Dingin, sangat dingin.. Di dalam sini, hatiku, bukannya air hujan atau angin dingin yang menyapu wajahku sedari tadi. Hatiku terasa sangat dingin taemin, tanpa kamu di dalam hari hariku.. Sungguh... aku memilih kamu segera datang kesini dan melemparku ke neraka dibandingkan harus tersiksa dengan dinginnya kehampaan yang tercipta di setiap detikku tanpa kehadiranmu. Aku mengambil pisau apel yang tergeletak di meja samping jendelaku, lalu membaringkan diriku di lantai dengan tubuh yang lemah. “Tuan Minho apa yang anda lakukan berbaring di lantai seperti ini? Nanti anda bisa sakit tuan..” seorang pelayanku yang tua dan sudah bekerja sangat lama denganku tahu tahu muncul di kamarku dan kini memapahku ke ranjang. “ahjussi...” lirihku saat pelayan tua ini memakaikanku selimut tebal. “ya tuan? Apa yang anda butuhkan??” Aku butuh Taemin, hanya dia.. Neraka, aku harus kesana untuk bertemu dengannya. Dan untuk pergi kesana, aku harus menjadi anak nakal terlebih dahulu, seperti yang Taemin bilang.. “aku butuh dia.. bagaimanapun caranya aku harus bisa bertemu dengannya lagi..” aku mencengkram kerahnya dengan kencang. Frustasi akan kesepian yang tercipta karena rinduku atas Taemin. Persetan dengan nyawa orang lain. Persetan dengan dosa. Persetan dengan surga. “ukh.. sesaaaak.. tuan... ukkhhhh..” dia berusaha melepaskan diri dari cengkramanku, tapi tenaganya di umur begitu tak sebanding denganku yang sudah frustasi ini. “bawakan aku Taemin!! Aku mau Taemiiiiin!!!!” teriakku, tanpa sadar aku kini malah mencekik lehernya, aku merasa marah. Marah atas semuanya. Aku hanya sangat marah mengapa dia tidak menemuiku dengan segera? Tidakkah dia merindukan aku seperti aku merindukannya di tiap detikku? “CHOI MINHO!! APA YANG KAMU LAKUKAN NAK??!” Aku hanya sangat marah, yang kuinginkan bukan orang orang ini. Aku tidak peduli dengan segala omong kosong yang mereka sebut keluarga. “LEPASKAN NAK!! KAMU BISA MEMBUNUHNYA!!!!” Aku tidak peduli, selama marahku terlampiaskan. “ukh...” BRAK!!! “MINHO!!!!!” suara teriakan itu berasal dari seorang wanita tua berpakaian glamour yang sepantasnya kupanggil ‘ibu’. Tapi aku tidak peduli. “MINHO KAMU MEMBUNUHNYA!! PELAYAAAAAAAAAAAAAAAAN!!!!” melihat manusia manusia sialan ini membuatku bertambah marah. Kenapa dia tidak mencarikan taemin saja untukku daripada mencari pelayan? KLEK!! “a.. apa yang mau kamu lakukan??! Kenapa kamu mengunci pintunya minho??!” wanita jalang itu terlihat ketakutan sampai jatuh terduduk di bawah kakiku saat melihatku yang mengunci pintu kamarku rapat rapat. KREK!! Aku menginjak tubuh pelayan tua yang entah kapan sudah tergeletak di lantai dengan posisi yang tidak wajar. Aku menendangnya menjauh, melihatnya membuatku kesal. Melihat orang lain dan bukannya Death God yang cantik itu membuatku kesal. “Minho.. tenangkan dirimu nak!! Ini ibu!! Ibu akan melakukan apa saja untukmu!!!” Wanita ini makin terlihat panik saat aku mengambil pisau apel yang sebelumnya kupakai untuk mengukir nama taemin di lenganku yang kurus. “ibu? Apa itu ibu? Aku tidak tahu artinya..” ucapku sambil terus mendekati dirinya yang kini berlutut dikakiku, memohon sambil menangis. “AKU!! Ibumu yang melahirkan kamu nak!! Ibumu yang amat mencintai kamu!!!” Aku tertawa, wanita ini lucu sekali. Cinta katanya? Tau apa dia soal cinta? Apakah dia tahu betapa sakitnya cinta itu? “sakit.. cinta itu sakit..” lirihku sambil memegangi dadaku. Lubang yang taemin tinggalkan begitu besar dan menganga. “kau bicara apa minho?? Minho jauhkan pisau itu sekarang nak!!!” wanita itu memegangi tanganku. Harusnya taemin ada disini, menyaksikan betapa bodohnya ibuku berlutut dibawah kakiku. Taemin pasti akan suka dengan tindakan yang kulakukan berikutnya. CREP!!! “ahahahaha.. darahnya muncrat..” aku tertawa saat wajahku diciprati oleh darah ibuku sendiri dikarenakan lehernya kini tertancap pisau apel yang amat kecil. “gggrrrr... aaaarrrghhhh...” tenggorokannya pasti tercekat karena pisau itu makanya dia tidak bisa berteriak. “kasihan..” aku menarik lagi pisau apel itu dari tenggorokannya. Mengelap pisau yang kotor dengan darah kental ibuku itu dengan kemejaku yang berwarna putih. Aku merasa kesal karena wanita jalang ini masih bergerak bukannnya diam seperti si pelayan tua bangka itu. Dia kini terseok seok mendekati pintu sambil menutupi luka yang menganga di lehernya. Aku pun segera mengambil cawan minum yang terbuat dari perak yang amat berat dan mahal dan menggenggamnya erat di tangan kananku. Aku mengambil ancang ancang... BUKKK!!! “YEAAAH!!!” aku tertawa senang saat pukulanku mengenai kepala wanita itu dengan keras seolah aku adalah pemain baseball yang baru melakukan tembakan home run. Kepalanya menggelinding di kakiku, yang segera kutendang menjauh, aku sudah muak melihat wajahnya yang menggelikan itu. KLEK!!! Aku sedikit terkejut saat pintu kamarku di dobrak dengan paksa dari luar. Apalagi setelah kulihat yang muncul adalah seorang pria tua dengan setelan necisnya juga sebuah pistol di tangannya. Dan dia mengarahkan pistol itu kewajahku. Aku amat membenci wajahnya, karena tiap kali melihat namja ini aku seolah melihat diriku di hari tua, dan aku benci mengakui betapa miripnya aku dengan dirinya. Brengsek yang harusnya kupanggil ayah itu ternganga kaget saat melihat isi kamarku yang berantakan. Tangannya bergetar. Tak kusia siakan kesempatan ini, akupun segera berlari menyongsongnya berusaha merebut senjata itu dari tangannya. Tapi ternyata dia memegang senjata itu dengan baik, sehingga tidak mudah bagiku untuk merebutnya. Kami jatuh bersamaan. Aku menggulingkan dia, berusaha merebut pistol itu dari tangannya. Aku penasaran rasanya memegang pistol antik yang selalu disimpannya di balik jasnya itu. “minho!!!” dia berteriak saat aku berhasil merebut senjatanya, kini aku telah menduduki perutnya. “AHAHAHAAA.. AHAHAHAHA..” Aku tertawa dengan nafas yang tersengal sengal. Merasa lucu bahwa saat kecil aku pernah memimpikan bermain dengannya seperti ini. Berguling atau bermain kuda kudaan seperti ayah dan anak pada umumnya. Sungguh lucu bukan bahwa keinginanku baru terkabul saat umurku 17 tahun? Trek. Aku mengokang pistol kesayangan ayahku itu, yang dengan pistol itu pulalah dia akan menemui ajalnya. Sebentar lagi. DOOOORRRR!!! Suara letusan peluru itu sedikit membuat telingaku pengang sangking kencangnya. Namun itu baru tembakan pertama, pada lengan ayah. “Kerena kesepian, tahukah kamu temanku hanyalah game game pada playstasion atau komputer? Aku selalu menang bermain game apa saja. Apalagi kegemaranku adalah bermain game dengan pistol. Tidak kusangka lebih menyenangkan bermain sungguhan. Hahaha..” aku bercerita pada ayah, hal yang selalu ingin kulakukan. “ughh.. minho... ke.. kenapa..... arggghhh.. AKU AYAHMU!!! KITA INI KELUARGA!!!” dia meringis kesakitan memegangi lengannya. Aku tersenyum memiringkan kepalaku sambil mengangkat bahu. “ayah? Keluarga? Haha.. aku hanya sendiri di dunia ini.. sampai dia datang, Taemin. Tapi kini dia sudah tidak ada. Lalu apa artinya aku tetap diam dan bersabar? ini semua karena ayah dan ibu. Aku benci kalian. Aku benci kalian semua!!!” aku mengokang pistolku lagi lalu menembakkan sisa sisa peluru yang tersisa ke sekujur tubuh ayah yang segera memuntahkan begitu banyak darah. “HAHAHAHAHAHAH!!!!” aku tertawa sambil terus menembaki ayah yang kini tubuhnya mengejang semakin lemah, semakin lemah... lalu diam. BRUK!! Aku menghentikan tembakanku. Dari jauh terdengar bunyi sirine. Apakah ambulance sudah datang? “hey ambulance datang untuk menyelamatkan kalian..” kataku sambil menatap ayah dan ibu yang kini sudah tergeletak tak bernyawa di lantai kamarku. KLEK!! “SIAPA ITU??!” aku menoleh sambil menodongkan senjataku saat bunyi derak aneh pada jendela kamarku terdengar. Mataku membelalak kaget saat melihat siapa yang tengah berjongkok di pinggir jendelaku. Itu dia. Itu dia, alasan atas segara darah dan airmata yang tercurah. Itu dia, alasan atas segala rasa rindu dan perih yang membuncah di dalam dada. Death God yang kunantikan itu menatap kekacauan yang ada di kamarku. Lalu dia mendaratkan kakinya di kamarnya. Ada kerutan aneh diantara alis nya. Matanya pun terlihat lebih besar dari biasanya, taemin ku terlihat aneh hari ini. “Taemin!! Taemiiiiin!!!” aku melempar pistol itu dan berlari untuk memeluk Taemin. Aku memeluknya begitu erat. “Aku merindukanmu..... huks... ukh..” tanpa sadar aku menangis terisak , aku membenamkan wajahku dalam dalam di bahu kurusnya. Taemin akhirnya memelukku, dan menggosok punggungku dengan lembut. Dia mengusap kepalaku. “Taemin... aku melakukannya.. aku berbuat nakal..” aku melepas pelukan kami dan menatap ke wajah cantiknya. Setetes air jatuh dari mata cantiknya. Menangis? Taemin menangis? Untuk pertama kali aku melihat taemin yang amat kucintai ini menangis. Segera kuhapus airmatanya dengan tanganku, namun malah mengotori wajahnya dengan noda darah. Aku berusaha membersihkan wajahnya namun airmatanya terus mengalir deras. “kenapa? Kenapa minho?? Kenapa kamu melakukan semua ini???” ucapnya sambil mencengkram kedua lenganku. Aku memegang kedua pipinya, mengusap pipinya lembut lalu tersenyum. “karena sepertinya kamu benar soal surga. tidak ada yang bagus di surga. Segala yang indah dan yang ku khayalkan tentang surga, itu semua hanya dongeng belaka. Apa yang bagus dari dunia serba putih dan bersalju?” “mi.. minho..” bibirnya bergetar. “bagaimana bisa surga dinamakan surga jika tiada kamu di dalamnya? Aku hanya akan pergi ke tempat dimana ada kamu. Aku tidak peduli itu neraka atau apapun namanya. Aku tidak peduli..” Mata taemin mengilat ngilat. “kenapa?” “Karena kamu adalah surgaku.” Taemin terlihat kaget dengan pernyataanku, dia terpaku dan menatapku dengan mata lebar. Lalu tersenyum. Entah keberanian apa yang merasukiku, aku memajukan diriku untuk menjemput bibirnya. Rasa mapple yang manis dan amat kusukai itu segera menjelajari bibirku. DOOORR!!!! Segala rasa nikmat yang kucicip itu berlangsung bersamaan dengan rasa panas dan perih yang tiba tiba bersarang di jantungku. Rasa hukuman yang sepantasnya kuterima. “ugh... Tae... min...” aku terjatuh, tiba tiba saja tubuhku terasa lemah. Dan tanpa daya Taemin hanya diam di depanku, membiarkan aku jatuh terguling di kakinya. Aku melihat beberapa pria berseragam polisi mendekatiku. Mereka tidak mungkin melihat Taemin. Aku merasa tubuhku semakin lama semakin dingin dan beku. Aku mendongakkan kepalaku diatas, menggapai gapai kearah Taemin yang sedang menunduk memandangiku sambil terus menangis. Aku tersenyum, memanggilnya untuk berjongkok. Dia berjongkok dan menempelkan telinganya di bibirku. “aku.. men.. cintaimu....” bisikku. Dia terdiam, lalu tersenyum sambil tanganku menghapus airmatanya dia berkata. “namun sayangnya aku tidak memiliki hati untuk mencintaimu kembali...” Nafasku semakin sesak. Bukan karena timah panas yang kini bersarang di antara rongga rusukku. Bukan. Namun karena aku begitu jelasnya diberitahu oleh Death God yang kucintai ini bahwa dia tidak bisa mencintaiku seperti aku mencintainya. Aku dihadapkan pada suatu kenyataan yang amat menyakitkan. Bahwa cintaku ini hanya cinta satu arah tanpa timbal balik. Selama ini, hanya aku sendiri yang mendamba sendiri dalam hati. Seluruh tubuhku terbakar oleh api amarah karena bagaimanapun aku berkorban untuknya itu tak akan membuatnya mencintaiku. Airmataku mengering, mungkin karena kesepian dan rasa bersalah menggerogoti dadaku atas semua kejahatan yang kulakukan demi menjumpai Death God yang kucintai ini. Ya, memang aku berhasil menjumpainya. Namun kupikir hukuman atas kenakalanku akan semanis hukumanku sebelumnya. Yang aku tidak tahu adalah.. Tempat Death God yang kucintai itu berasal adalah sebuah tempat dimana segala rasa bernama cinta ditukar dengan rasa perih, sakit, dan ngilu. “ukhh... aa....” mataku mulai terasa berat. Namun sebelum benar benar tertutup aku melihat Death God yang kucintai itu tengah berdiri di bingkai jendela kamarku sambil menoleh kebelakang, kearahku, dia tersenyum lalu berkata.. “Dibandingkan dengan segala salju dan kehampaan yang tak berujung di surga bukankah lebih baik kegelapan mutlak beserta segala rasa sakit yang abadi? Setidaknya kamu tidak akan mati rasa meskipun ragamu telah mati..” Death God yang kucintai itu, ternyata hanyalah seorang malaikat maut penjemput nyawa tanpa hati yang selama ini mencari jiwa untuk dibawanya ke Neraka. Aku menangis dalam senyap, berteriak lirih dalam diam. Dan kemudian gelap. Aku merasakan seluruh rasa perih, sakit, ngilu, membanjiri tubuhku mulai dari ujung kaki hingga ujung kepalaku. Aku terbangun. Dan meskipun aku benar benar yakin mataku ini telah terbuka lebar lebar tapi tak ada yang bisa kulihat selain sang hitam yang amat pekat. Aku tidak bisa melihat apapun, tidak tubuhku, alih alih Taemin Death God yang kucintai itu. Aku menangis, meratap dalam pilu. “Selamat datang di Neraka yang sesungguhnya, wahai kau nyawa nakal yang harus dihukum..” Dan disinilah aku berada.