Disclaimer: Semua yang ada di cerita ini bener-bener bener-bener hanya fiksi belaka, kecuali fakta kalau Aran minta Myuto datang nonton butai nya di Osaka, cie cie cieeee~~
PS: Foto diatas ga nyambung sama kisahnya
“Arigatou Gozaimashitaaaa!!!!” Teriakan Aran menggema ke seluruh penjuru Tokyo Dome City Hall, menutup serangkaian konser solo perdana nya. Abe Aran, 25 tahun, setelah memulai debutnya sebagai idol solo dua tahun yang lalu, akhirnya ia punya kesempatan untuk mengadakan konser solo.
Aran kembali ke backstage, menerima botol minuman dan handuk dari manager nya, sambil terus mengucapkan “Otsukaresamadeshita” Ke setiap staff yang dilalui nya, Aran kembali ke gakuya.
“Otsukare..” Aran mendengar suara dari belakang saat ia baru mau masuk ke gakuya nya, Aran berbalik dan menemukan Myuto tersenyum duduk di kursi roda sambil membawa buket bunga. “Omedetou” Ia menyerahkan nya pada Aran “Arigatou” Aran tersenyum dan menerima bunga-bunga segar itu “Masuk” Ia lalu membiarkan Myuto masuk terlebih dahulu.
“Daijobu?” Tanya Aran pada Myuto
“Un” Myuto membenarkan letak kursi roda nya, mereka sekarang berduaan di gakuya Aran
“Haaaahhhh...” Aran langsung rebahan di samping Myuto yang masih duduk di kursi roda nya “Capeeeeekkk” Ia berguling-guling manja
“Tadi keren banget loh, kamu emang benar-benar udah sukses sekarang” Puji Myuto sambil memperhatikan Aran yang masih guling-guling.
Aran langsung terdiam. “Karena Cuma itu yang bisa ku lakukan sekarang” Jawabnya lirih. Myuto tersenyum, padahal ia tidak bermaksud bikin cowo yang baru menghitamkan lagi rambutnya itu keliatan sedih lagi. “Habis ini jadwal mu apa?” Tanya Myuto “Mau minum? Aku yang traktir” Sambungnya. Aran menatap Myuto, lalu buru-buru duduk di hadapannya “Senpai, ada yang harus aku katakan padamu”
Myuto dan Aran saling bertatapan beberapa saat “Apaan buruan” Myuto terkekeh melihat Aran nampak serius di hadapannya. Tubuh Aran bergerak-gerak gelisah, “Itu...” Ia tampak ragu “Apa?” Tanya Myuto tak sabar
“Ma...Maukah...Myu, Myuto-kun mulai sekarang hidup denganku?” Wajah Aran langsung memerah saat mengucapkannya. Myuto, hanya bisa bengong mendengar apa yang Aran katakan.
“A, aku selama ini menunggu Myuto-kun mengatakan hal itu untukku, tapi... Tapi setelah selama ini, Myuto-kun belum bilang juga, a, aku ga mau pisah, makanya, aku pikir, lebih baik aku yang duluan bilang” Aran melirik ke kanan dan kiri, malu. Myuto menutup mulutnya, wajahnya terlihat teduh “Jangan paksakan dirimu..” Bisiknya
“TIDAK!” Aran membalas cepat “Aku tidak memaksakan diri, justru kalau Myuto-kun pergi, aku merasa tidak nyaman! Aku serius mau bersama Myuto-kun untuk seterusnya, karena itu, karena itu, aku mau tinggal bersama Myuto-kun! Aku bukan hanya asal bicara, a, aku sudah lama memikirkannya”. Myuto agak kaget, ia tidak menyangka setelah selama ini bersama, Aran bisa dengan tegas mengutarakan niatnya.
“Setelah semua hal yang terjadi?” Tanya Myuto
“Karena semua hal yang terjadi inilah, makanya...” Aran tak sanggup melanjutkan kata-katanya
“Aku sudah bilang kamu ga perlu merasa bersalah dan merasa bertanggung jawab, ini kan bukan salahmu. Selama lima tahun ini aku selalu bilang gitu padamu kan” Balas Myuto
“Bukan karena itu kok! Walau, gimana juga aku memang salah, gimana juga, aku tetap merasa bersalah” Aran jadi menundukkan wajahnya, seketika ia merasa tidak percaya diri.
Aran mendengar Myuto menghela nafas. Mereka berdua jadi terdiam
“Alasanku tidak mengatakan hal ini kepadamu, kupikir kamu sudah ngerti kan Ran?” Andai bisa ingin Myuto turun dari kursi roda itu dan memeluk Aran
“Dengan keadaanku, aku hanya akan jadi beban, aku bukannya tidak ingin mengatakan hal itu, tapi setiap kali aku memikirkannya, aku menjadi semakin takut”
“Aku akan menjadi orang yang menanggung beban itu!” Tiba-tiba Aran bersemangat lagi “Aku, tidak akan membiarkan, orang lain yang menanggung beban itu, aku yang harus ada di samping Myuto-kun, harus aku! Bukan orang lain!” Aran merasakan matanya berair “Karena aku sayang Myuto-kun, apapun situasinya...” Air mata mulai melewati pipi nya.
Myuto memajukan kursi roda nya, melihat Aran seserius itu, ia jadi luluh juga. Myuto menyeka air mata Aran
“Tapi hidup denganku itu sulit Ran”
“Aku tidak masalah”
“Hidup denganku berbeda dengan hidup dengan orang lain”
“Aku mengerti”
“Aran harus benar-benar siap...”
“Aku siap, senpai!” Sela Aran.
Myuto menghela nafas, menyerah, lalu berbisik “Kalau begitu, yoroshiku”
Siang, 31 Agustus 2017,
“Un, iya, ini sudah di kereta, maaf ya, aku ga bisa datang ke Shonichi nya, tapi aku janji nanti malam kita ketemu, kemaren juga, padahal kemaren kamu ulang tahun” Myuto menelpon Aran. Hari ini, Shonichi musical Kiki’s Delivery Service. Di Crea Mei sebelumnya, Aran sudah secara langsung meminta Myuto untuk datang menonton musical solo pertama nya, Myuto menyanggupi, awalnya ia akan datang sehari sebelum ulang tahun Aran dan nonton show hari pertama hari ini, tapi ternyata ada jadwal lain yang harus dipenuhi sehingga ia harus menonton show hari berikutnya.
“Ah, sebentar lagi shonichi di mulai, aku tutup telepon nya dulu ya” Myuto mendengar suara Aran tergesa “Un, ganbatte” Balas Myuto “Arigatou!” Aran terdengar riang.
Myuto tiba-tiba sadar di sekitar nya ramai, beberapa petugas telihat berlarian, penumpang kereta lain pun terlihat bingung, Myuto mencoba berdiri dari kursi nya, menengok ke kanan dan kiri, sepertinya sedang terjadi sesuatu “Aran..” Sambil mencoba tidak terlalu kepo, Myuto kembali ke telepon nya “Uhn?” Suara Aran masih terdengar “Sekali lagi, Tanjoubi Omedetou, Daisuki da yo” Bisik Myuto, ia tersenyum pada dirinya sendiri “Ore mo, daisuki, arigatou ne” Aran tersenyum, dari kemaren Myuto sudah ratusan kali memberinya selamat, sepertinya sedikit merasa bersalah karena tidak bisa bersama nya di hari ulang tahun istimewa ke duapuluh tahun ini. Aran masih belum ingin menutup telepon nya, kalau bisa, ia ingin terus mengobrol sampai waktu paling mepet. Tapi setelah Aran menjawab kalimat Myuto, Myuto sama sekali tidak berbicara apapun, telepon itu ntah bagaimana terputus begitu saja.
Kereta yang dinaiki Myuto terlihat berada di luar jalur nya, terguling sedemikian rupa dengan kaca-kaca jendela berserakan di mana-mana, tas dan koper tumpang tindih tanpa dipedulikan sang pemilik, orang-orang yang menaiki gerbong itu terlihat diam tak sadarkan diri, berada di sekitar tempat duduknya dengan luka parah di seluruh badan. Myuto salah satu diantara orang-orang itu, posisi nya aneh, setengah badannya bergantung pada tempat duduk, punggung nya tertindih besi-besi yang ntah berasal darimana, ada luka di pelipisnya, handphone yang tadi dipegangnya berada beberapa meter dari tangan kirinya yang tergeletak lemah, tak terdengar suara apapun, sepi.
Kabar kecelakaan kereta itu menyebar dengan cepat, gerbong yang ditumpangi Myuto berada di dua gerbong terakhir, kereta itu di tabrak dari belakang, petugas sudah mencoba mengantisipasi kecelakaan itu tapi semua sudah terlambat, sesaat setelah Myuto berbicara pada Aran, kereta itu berguncang hebat dan bertubrukan dengan kereta lainnya, Myuto bahkan tak tau apa yang sebenarnya terjadi.
5 hari kemudian,
“Myuto! Myuto!” Myuto samar mendengar namanya dipanggil, ia mencoba membuka matanya, silau, lalu samar-samar melihat beberapa orang di sekelilingnya
“Syukurlah akhirnya dia sadar” Ada sebuah suara lagi, kali ini laki-laki, Myuto tak bisa berfikir, ia hanya merasa kalau ia terlalu lemah untuk hanya sekedar membuka mata
“Myutoooo!” Seorang wanita langsung memeluk tubuhnya, menangis sesegukan tapi terlihat lega. Myuto mencoba meliriknya “Okaasan?” Tanya nya. Tangis ibu nya makin kencang.
“Aku? Kenapa?” Myuto bingung. Ia mulai bisa mengenali sekelilingnya, Ayahnya, ibunya, kakaknya, adiknya, semua lengkap berkumpul. Seorang bapak berjas putih memeriksa keadaan Myuto, ayahnya menarik istrinya, mereka lalu saling pandang dengan wajah khawatir, seperti ada sesuatu yang harus diberitahu.
“Kecelakaan” Ayah Myuto mencoba tegar, ia mendekati Myuto setelah dokter mundur. “Kecelakaan kereta, 5 hari yang lalu. Syukur kamu selamat nak”
Mendengar penjelasan ayahnya, ingatan Myuto langsung kembali ke saat-saat sebelum kejadian itu terjadi “Ah! Aku ingat!” Matanya membesar “butai nya Aran...” Bisiknya lirik
“Un, saat itu kamu sedang dalam perjalanan ke Osaka” Ayahnya kelihatan sedikit gelisah. “Tapi ada kecelakaan yang terjadi”.
Myuto sepertinya mulai mengerti “Souka..” Ia lalu mulai merasakan apa yang terjadi pada dirinya “Pantas rasanya badanku sakit semua” Ia mencoba menggerakan tangannya “Kedua tanganku ga papa sih, syukurlah” Myuto tersenyum “Aku ga papa” Ia memandang keluarganya. Ayahnya mengangguk pelan, ibu nya masih menangis, kakaknya juga, adiknya mencoba menenangkan mereka.
“Ehm... Aran gimana? Dia, ga terganggu kan dengan kecelakaan ini?” Myuto sebenarnya ragu harus bertanya seperti itu atau tidak. Ayahnya tak menjawab “Daripada itu, ada yang harus kami beritahu padamu nak”
“JANGAN BERCANDA!!!! USO DESHOU!!!!” Myuto berteriak sekencangnya, walau faktanya itu membuatnya sakit, seluruh badannya sakit, dan hatinya lebih sakit. Ibunya menangis semakin kencang karena mendengar teriakan itu
Myuto mencoba menggerakan badannya, tapi tak bisa, kenapa menggerakan badan sesulit ini “Maafkan kami nak” Ayahnya mencoba menahan tangis
“ENGGA MUNGKIN!!!” Myuto meraba-raba pinggangnya, lalu kakinya, ia bisa menggerakan badannya bagian atas tapi kenapa kakinya tak bergerak sekeras apapun ia mencoba, Myuto lalu memukul-mukul kaki itu, ia tak bisa merasakan apapun, kakinya, yang selama 21 tahun ini selalu ia gerakan secara sempurna itu, kaki panjang yang membuat badannya setinggi 183 cm itu. Myuto menangis, apa yang dikatakan ayahnya tentang kelumpuhannya adalah sesuatu yang sangat tidak bisa ia terima, punggungnya cidera parah karena tertimpa besi, mana mungkin hal seperti itu terjadi, ia mungkin menjadi korban kecelakaan, tapi ia tidak mungkin mengalami kelumpuhan karena itu “Kalian hanya bercanda kan??” Myuto berbisik dalam tangisannya. Ibu nya lemas, sudah tak sanggup melihat anak nya.
Beberapa hari kemudian,
“Gomenasai! Gomenasai! Gomenasai!” Aran sudah tak bisa menahan tangisannya ketika ia harus berhadapan dengan Myuto. Butai nya sudah selesai, ia mendengar kabar Myuto sudah sadar dua hari setelah hari Myuto sadar.
Myuto terdiam, sama sekali tidak melirik ke arah Aran. Orang tuanya sebenarnya melarang Aran bertemu Myuto, walau ia sudah berulang kali ke Rumah Sakit itu, tapi ketika Myuto tau Aran ternyata sering mengunjunginya, ia meminta membiarkan Aran masuk. Sekarang mereka hanya berdua.
“Karena aku...” Aran duduk ditopang lututnya
“Karena aku kan...” Wajahnya memerah, marah pada dirinya sendiri
“Gomenasai..” Ia terisak. Aran sudah mencoba menahan diri nya selama butai nya berlangsung, mencoba tidak memikirkan Myuto dan hanya fokus ke pekerjaannya itu hampir tidak mungkin ia lakukan tapi ia bisa melaluinya, karena itu, ia makin merasa bersalah.
Myuto menggenggam erat selimut yang menutupi sebagian tubuhnya, kaki nya tertutup, ia mencoba menahan air matanya agar tak keluar.
Setelah beberapa hari, Myuto mulai memahami semuanya, apa yang setelah ini bisa ia lakukan, dan apa yang tidak akan bisa ia lakukan lagi, rasanya sangat menyakitkan, kenapa harus ia yang menerima semuanya.
“Doushiyou...” Bisik Aran, sebenarnya hanya untuk dirinya sendiri, tapi Myuto mendengarnya
“Doushiyou ne...” Myuto mendengus, tiba-tiba ia ingin marah pada Aran, ingin menyalahkan orang lain, tapi Myuto tau kenyataannya.
Aran terdiam, ia merasakan kemarahan Myuto
“Itu pertanyaan yang selama beberapa hari ini selalu menghantuiku Ran, apa yang harus aku lakukan sekarang”
Aran terisak
“Apa aku yang harus menanggung ini” Suara Myuto bergetar
“Gomenasai” Aran mengepalkan tangannya
“Aku sudah tak bisa apa-apa Ran, aku sudah hancur, aku bahkan tak bisa kembali ke Jimusho dengan keadaanku seperti ini” Myuto sudah sepenuhnya tidak bisa mengontrol dirinya sendiri
Aran menggeleng-gelengkan kepalanya, ia benar-benar tidak bisa menerima, apalagi, ini salahnya
“Ini salahku, salahku, harusnya...”
“Harusnya apa?” Tanya Myuto cepat “Hidupku yang hancur Ran, bukan hidupmu. Tubuhmu masih lengkap, kamu masih bisa menjalani semuanya dengan normal! Bisa berkarir lebih sukses, debut, bekerja dengan lebih banyak orang... Aku sudah selesai Ran, selesai. Aku... Cacat!”
“Jangaaann!!!” Mendengar itu Aran langsung berdiri dan memeluk Myuto “Aku ga mau dengar itu, ga mau!” Aran menangis sambil memeluk erat Myuto, Myuto mengerahkan seluruh tubuhnya melepaskan Aran “Lepaskan aku Ran” Aran menahan nafasnya, pelukannya lepas, ia mundur beberapa langkah, merasakan penolakan yang Myuto berikan padanya
Aran masih terisak, ia mencoba menghapus air matanya “Aku tidak akan meninggalkan Myuto-kun” Ia menatap Myuto yang masih tak mau melihatnya “Aku akan terus berada di samping Myuto-kun, seperti yang selama ini, ga ada yang berubah”
“Apanya yang tidak berubah, semua sudah berubah Ran, sudah ga kayak dulu”
“Engga! Semuanya tetap sama, karena itu aku mohon, maafkan aku, dan... Tolong biarkan aku tetap di sisi Myuto-kun” Aran menunduk. Myuto menghela nafasnya
Ruangan itu sepi
“Saat itu, aku bahagia sekali” Tiba-tiba Myuto bersuara, ia memegangi selimut sekuat tenaga
Aran menegakan badannya
“Di Crea itu, saat Aran memintaku untuk ke Osaka, rasanya aku bahagia sekali”
Aran mulai merasa ingin menangis lagi
“Sebenarnya aku... Juga sudah berencana untuk mengunjungi mu di Osaka, membuat kejutan di hari ulang tahun mu yang ke duapuluh. Tapi ternyata aku ga bisa datang cepat, hari itu tiba-tiba aku dapat panggilan kerja, walau aku sudah berencana dari jauh hari akan ke Osaka sehari sebelum Shonichi mu, tapi ternyata semua hanya rencana”
Aran terdiam
“Itu bukan salahmu Ran, memang keinginanku untuk bertemu denganmu”
“Tapi...”
“Tidak apa-apa Ran”
Mereka terdiam, Myuto lalu tersenyum dan mengulurkan tangannya “Oide” Aran memandang Myuto, lalu menerima uluran tangan itu
“Maafkan yang tadi ya, aku sepertinya sedang sulit mengontrol diriku. Mulai sekarang, jangan paksakan dirimu ya” Myuto tersenyum, pertamakalinya ia melihat ke arah Aran
“Un” Jawab Aran
“Tetaplah jadi Aran yang aku kenal, dan tetaplah di sisi ku, ya” Myuto tersenyum sebagaimana Aran tau bagaimana Myuto tersenyum, melihat itu, Aran menjadi lega “Un” Ia mengangguk sekali lagi menjawab permintaan Myuto.
...............
“Hweeeeeeeeeee Senseeeeeeeiiii ini sedih banget hweeeeeeeeeeeeee” Reo mengusap-usap wajahnya, air mata dan ingus nya yang bersatu padu membuat wajah tampannya keliatan aneh, ia langsung merangkak menuju Shoki yang langsung mencoba kabur. Reo lebih dahulu menangkapnya, bergelayutan di kaki Shoki sambil membawa beberapa lembar kertas yang di steples
“Hweeeee Senseeeeeiiii hweeeeeee” Ia meraung-raung di kaki Shoki, Shoki mencoba melepaskan pelukan member termuda Love-tune itu dari kakinya.
Sambil mencoba melepaskan Reo, Shoki mencoba memahami raut wajah member Love-tune yang lain, hari ini Crea Love-tune berakhir, mereka lalu makan malam bareng, dan sesaat setelah sampai di resto tadi, ia memberikan mereka print-an Fanfic terbaru nya, disebut fanfic pun rasanya aneh, karena ia menulis sendiri cerita tentang dua orang temannya.
Aran nampak gemetar, Hagi terlihat pusing, sedang memijat-mijat kepalanya, Yasui menggigit bibir bawahnya, Sanapi memegang dagu nya sambil mencoba menahan tangis. Myuto menatapnya dengan amarah.
“Oi, Moro elu serius pengen gue celaka ya?” Myuto menghempaskan kertas ke sampingnya dan berdiri menuju Shoki, Yasui langsung menghalangi nya “Sudah sudah sabar, ini kan Cuma cerita”
“Gomen gomen, gue ga maksud gitu, ini kan Cuma fiksi” Shoki mencoba mundur tapi Reo masih gelayutan di kaki nya
“Tega bener sih lu nulis cerita gini” Sanapi mengembalikan kertas nya ke halaman awal dan meletakan kertas-kertas itu di atas meja
“Dakara, dari awal kan gue udah bilang, kalo gue nulis ini murni fiksi, ga ada tega-tega an, gomen!”
“Ga bisa nulis cerita yang lain apa?” Tanya Yasui
“Gomen, pembaca gue ada yang rekues cerita sedih, jadi gue mikir apa yang bagus”
“Dan lu ngorbanin temen sendiri, kenapa ijinnya baru sekarang pas udah dibikin?” Myuto gusar, melirik Aran yang masih gemeteran
“Gomen, tapi klo kalian ga suka, gue juga ga akan publikasi ini ke Wattpad gue”
“Ya ga gitu juga, menurut gue ini bagus sih, lagian bener kata Shoki, ini kan fiksi, ga mungkin kejadian bener” Balas Hagi
“ENGGAAAAAAAA, INI MUNGKIN AJA TERJADI, HWEEEEE, MYUTO-SAN MUNGKIN AJA BAKAL KECELAKAAN DAN JADI LUMPUH, MYUTO-SAN PASTI BAKAL MENDERITA, AREN JUGA PASTI GA BISA KONSEN KE BUTAI NYA, HWEEEEEE” Reo mengacaukan segalanya, masih lebay meraung di kaki Shoki
“Diem lu!” Hagi menjitaknya
“Yang gue mau tanya” Hagi berbalik ke Shoki “Apakabar Love-tune di cerita lu ini? Kok kayak ga ada”
“Oh itu.. Eheheh, sebenarnya gue pikir mungkin Love-tune bubar gitu kalo membernya ada yang ga lengkap... Trus Aran jadi solo karir, ehehehe”
“HAAAHHH??!!” Kali ini bukan Cuma Myuto tapi seluruh member Love-tune jadi keliatan kesal
“Ya maap, kan Cuma fiksi, gue ga beneran ngarep kejadian gitu terjadi”
“Ini seriusan dikasih judul Titik nih, apaan Titik?” Tanya Hagi lagi, kayaknya diantara yang lain, Cuma dia yang bisa fokus membedakan mana yang fiksi mana yang kejadian nyata
“Itulah, gue bingung ini cerita bagusnya dikasih judul apa, rencana nya sih gue mau nanya ke pembaca aja bagusnya dikasih judul apa gitu” Shoki cengengesan
“Ho.. Modus biar dibaca gitu ya” Balas Hagi kalem
“Jadi gimana? Boleh gue share ga nih ceritanya?” Shoki memandangi teman-teman nya satu persatu
“Lagian Moro aneh juga sih, hobi kok bikin fanfic, pake di share-share segala lagi” Yasui menangkat tangannya, Shoki biasanya memang memberikan fanfic nya dulu ke teman-temannya sebelum di publikasikan
“Eee kalian harus tau dunia fanfic itu seru tau!Apalagi kalo pakai penname kayak gue, orang-orang ga tau siapa gue sebenarnya” Moro serius
“Tapi sugoi yo, Moro bisa menulis yang kayak gini, apalagi pembacanya juga udah banyak, keren loh” Puji Sanapi
“TENTU DONG, SENSEI EMANG SUGOI, EMANG KEREN, PEMBACANYA BANYAK, CERITA YANG INI SUKSES BIKIN AKU BAPER HWEEEEEEE mmppggghh” Kali ini mulut Reo disumpal kertas oleh Hagi.
“Gue nunggu Myuto dan Aran aja deh, kok kayaknya mereka berdua lebih berhak buat mutusin” Sanapi menunjuk Myuto dan Aran
“Ya gue sih udah ga bisa larang, Moro udah berkarya gini kan, tapi awas aja kalo kejadiannya beneran terjadi!” Sahut Myuto
“Iya engga, gue bakal doa semoga kalian berdua selalu aman dan bahagia” Moro mengacungkan jempolnya
Myuto memandang Aran “Daijobu?” Tanya nya lembut
“Ini... Beneran ga apa-apa kan?” Tanya Aran
“Gue jamin! Udah banyak kok fanfic yang begini bahkan lebih tragis, tapi semua Cuma jadi fanfic aja”
“Kalo dibaca bener-bener, sebenarnya kan ceritanya Shoki ini Happy Ending kan, walau emang tragis sih” Hagi membolak balik kertasnya
Aran diam lalu “Ya udah deh boleh”
“Yes, klo mereka bilang boleh, yang lain boleh juga kan? Bakal langsung gue up nih ya, nanti kalo ada komen-komen gue kasih tau ke kalian deh, sekalian gue minta pembaca buat doain Love-tune sehat terus gitu kan!”
“Ikou...” Myuto meraih tangan Aran, setelah makan-makan, mereka sudah akan pulang. Tapi langkah Myuto tertahan. Aran masih berdiri di posisi nya
“Fanfic nya Moro...” Bisik Aran
“Masih kepikiran?” Myuto mendekatinya
“Jangan-jangan jadi nyata” Aran menunduk sedih, Myuto langsung memeluknya
“Ga akan, itu kan Cuma cerita khayalan, jangan terlalu dipikirkan”
“Tapi Reo bilang...” Aran membalas, kepalanya terbenam di dada Myuto
“Ssstt, jangan dengerin anak kecil” Myuto membelai rambut Aran lembut
“Atau Aran mau batalin keinginannya? Aku ga usah ke Osaka aja ya?” Goda Myuto sambil mencoba melihat wajah Aran
“Jangan!” Balas Aran cepat, ia membalas pelukan Myuto, tangannya mendekap erat punggung Myuto
Myuto tersenyum
“Aran tetap mau aku ke Osaka?”
Aran menangguk
“Maka aku akan ke Osaka, ya”
Aran mengangguk lagi
“Sebenarnya aku mau diem aja sih tapi ternyata Aran kepikiran ya, gini ya, ke Osaka itu bukan Cuma bisa naik kereta kan, lagipula belum tentu aku dapat kerja dan ga nonton show shonichi nya Aran, waktu kita di dunia nyata mungkin aja beda dengan waktu yang ada di cerita itu, ya kan? Tapi, kalau Aran khawatir, aku akan naik pesawat aja ke Osaka, biar ga kecelakaan kereta, bener kan?”
Aran terdiam lalu tiba-tiba tertawa “Bener juga”
Myuto ikutan senyum
“Ayo sekarang pulang”
Aran masih belum melepaskan pelukannya
“Ran?”
Aran diam
Myuto menghela nafasnya
“Mau ke rumahku?”
Aran tak menjawab tapi lalu mengangguk
“Yosh, ayo kita pulang ke rumahku”
Aran melepaskan pelukannya, Myuto mengacak rambut Aran dan mereka keluar resto bergandengan tangan.
=TAMAT=
Dou desuka?? Bahahaha, baru ini saya nulis rasanya narsis banget ckckckck, terserah klo kalian ga nangis, yang penting Reo nangis, terserah klo menurut kalian ga bagus, tapi menurut Sanapi bagus kok, eh tapi yang bagus dan bikin baper itu itu cerita bikinan Shoki ya, bahahaha..
Jadi, mari bantu Shoki, harusnya FF ini dikasih judul apa??