Aug 31, 2013 00:11
"Omiai?!" Seorang pemuda bernama keluarga Masuda sontak berteriak saat mendengar seseorang yang sedang bersamanya mengucapkan kata itu. Pemuda itu adalah adik dari Masuda Toshiki. Dan yang baru saja mengucapkan kata itu adalah Hosoya Yoshimasa, seseorang yang biasa dipanggil "nii-san", oleh anikinya. Hosoya telah berjanji akan bermain ke apartemen Masuda, namun karena Masuda ada urusan mendadak dia belum pulang. Dan ketika Hosoya datang ternyata sedang ada adik Masuda disitu.
-Adik Masuda-
Hosoya-san terkejut dan langsung melihat ke arahku ketika aku meneriakkan kata itu. Aku langsung segera menutup mulutku dengan kedua tangan. "Gomen.. gomen.." Aku mengatupkan kedua tanganku dan membuat gerakan untuk mempersilakan Hosoya-san melanjutkan pembicaraannya di telepon.
"Iya otou-san.. tidak... Baik.. Nanti kuhubungi lagi.." Kemudian Hosoya-san menutup teleponnya. Aku memandangi Hosoya-san mengharapkan dia mengatakan sesuatu. Tapi Hosoya-san tidak mengatakan apa-apa dan hanya menghela nafas.
"Ano.. Hosoya-san? Maaf.. Tapi omiai? Untuk siapa?" aku memutuskan untuk bertanya.
"Aku.." Jawabnya singkat, mukanya sempat terlihat frustasi dan tidak senang, tapi hanya sesaat kemudian hilang.
"He?! Serius?" Dia mengangguk. "Tapi... bagaimana dengan aniki? Kau masih dengan aniki kan? Apa dia tahu?!"
"Dia tidak tahu..." Hosoya-san sempat terdiam sesaat. "He??!!" Dia menatapku dengan pandangan horror. "Tu-tunggu!! Kau tahu hubunganku dengan Toshi?" Sial, aku terlalu terkejut dan lupa bahwa Hosoya-san dan aniki tidak ada yang tahu jika aku mengetahui hubungan mereka. Aku meringis dan mengangguk terpaksa. Dan kali ini muka Hosoya-san sudah bagai melihat hantu. "Bagaimana kau bisa tahu? Toshi tidak pernah bilang jika dia memberitahumu."
"Tidak... Aniki tidak bilang apa-apa padaku. Aku tahu sendiri. Err.... Aku pernah melihatmu mencium aniki."
"APA?! Kapan?"
"Err... saat terakhir kita bertiga ke Disneyland, malam sebelum Hosoya-san pulang."
"Astaga... Kau belum tidur?"
"Aku sudah tidur, tapi kemudian aku terbangun ketika sudah sampai disini. Kupikir aku ingin bicara dengan aniki, saat aku hendak keluar kamar aku tidak sengaja melihatmu dengan aniki, errr... berciuman. Maaf Hosoya-san, aku benar-benar tidak sengaja." Aku membungkukkan badanku dalam-dalam. Aku seperti merasa melihat sesuatu yang seharusnya tidak kulihat.
"....."
"Jadi? Bagaimana omiai itu? Hosoya-san, kau masih menjalin hubungan dengan aniki kan?"
"Iya... aku masih menjalin hubungan dengan Toshi." Dia menghela nafas. "Mengenai omiai itu aku juga bingung, sudah berkali-kali aku menolak tapi ayahku tidak berhenti memaksa. Kali ini ibuku pun ikut menyuruhku, aku benar-benar tidak bisa menolaknya lagi." Mukanya begitu menderita, aku bisa membayangkan perasaan Hosoya-san saat ini. Bingung memilih antara mematuhi orang tuanya atau perasaannya terhadap aniki. "Jadi kuputuskan untuk menjalaninya, tapi aku pasti akan menolak gadis itu."
"Apa... aniki tahu?"
"Tidak, dia tidak tahu. Aku tidak berani mengatakan hal ini padanya. Dia pasti terluka jika tahu."
"Tapi Hosoya-san... kau tidak takut jika dia sampai tahu dari orang lain?"
"Hmm.. Aku pernah memikirkan itu. Tapi aku... Apa menurutmu aku harus memberitahunya?"
"Sebaiknya begitu Hosoya-san, itu akan lebih baik daripada dia tahu dari orang lain."
"Hh~ Kau benar... Mungkin nanti aku akan membicarakan ini dengannya." Aku tersenyum mendengarnya. "Kau tidak keberatan dengan hubungan kami?"
Aku mengerjapkan mata mendengar pertanyaan itu. "Buatku sih tak masalah." Aku mengendikkan bahu. "Aku tahu kau orang baik Hosoya-san, dan kau sangat mencintai aniki. Selama dia bahagia bersamamu, mau laki-laki atau perempuan, aku tidak peduli. Menurutku cinta tidak hanya terpaku dengan lawan jenis, cinta tidak mengenal kapan, apa, bagaimana dan siapa. Kau benar-benar peduli pada aniki kan?"
"Dia segalanya bagiku saat ini, dan selamanya. Selama dia masih menginginkanku."
Wow, aniki benar-benar beruntung mempunyai seseorang seperti Hosoya-san yang mencintainya.
--
-Masuda-
"Tadaima~~" Aku mengucapkan salam sambil membuka pintu apartemenku.
"Okaeri~" Eh? Kukira aku akan mendengar sautan adikku, tapi itu suara nii-san? Dan ternyata benar, nii-san yang menyambut dan menghampiriku. Melihat wajahnya aku pun tersenyum.
"Kau sudah datang nii-san.. Sudah lama? Maaf ya aku baru pulang."
Dia memeluk dan mengecup pipiku, kemudian menggelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa, aku juga belum terlalu lama koq."
"Oh~~" Aku menyenderkan kepalaku pada bahunya. Nyaman. "Aku lelah nii-san~~~" Dia hanya tertawa kecil dan menepuk-nepuk kepalaku. "Oh iya, dimana adikku?" Tanyaku pada nii-san, mengingat seharusnya anak itu ada disini tapi tidak nampak.
"Dia ada di kamarmu."
"Oh~ Ya sudah biarkan saja, paling juga dia tidur. Nii-san mau cake? Aku beli cake tadi."
"Boleh..." Kemudian aku menggandeng nii-san menuju ke dapur. Aku memandangi wajah nii-san, sepertinya ada yang sedang dia pikirkan. Wajahnya tidak segembira biasanya. Kuambil sepotong strawberry shortcake yang tadi kubeli dan kuserahkan pada nii-san.
"Nii-san..." panggilku sambil duduk di kursi meja makan.
"Ya..?"
"Ada apa?"
"Apanya yang ada apa Toshi?" Jawabnya sambil memasang muka bingung.
"Ada yang sedang kau pikirkan." Jawabku mantap. "Ada apa?" Tanyaku lagi. Kali ini mukanya sedikit terkejut mendengarku menanyakan hal itu. "Tidak bisa diceritakan padaku ya..? Maaf kalau begitu nii-san.."
"Tidak! Err... sebenarnya..." Dia memandangku dengan cemas. "Ada yang harus kukatakan padamu.." Wajahnya benar-benar serius.
"Oke... Aku takut sekarang.." Aku sedikit mundur dan meletakkan garpuku. "Ada apa nii-san? Apa aku melakukan kesalahan?" Aku mulai ikut cemas, jarang-jarang nii-san seperti ini. Dia menggenggam tanganku.
"Aku... akan ikut omiai..." suaranya begitu pelan aku sampai hampir tidak bisa mendengarnya. Tapi aku mendengarnya dengan jelas, aku benar-benar syok saat itu, bagai disambar petir di siang bolong. Aku menarik tanganku dari genggamannya.
"Apa?!!" Aku berteriak padanya. "Aku salah dengar kan nii-san? Kau tidak... Katakan padaku aku salah dengar!!" Aku bangkit dari kursiku, rasanya tidak percaya mendengar kata itu dari mulut nii-san. "Atau kau bercanda? Nii-san jangan bercanda seperti itu!!"
"Toshi..." Dia mencoba memelukku tapi aku menghindar, aku tidak mau dipeluknya sampai dia menjelaskan apa yang baru saja dia katakan.
"Jangan sentuh aku!" Aku membentaknya sekali lagi, dan bentakanku itu membuat nii-san mundur beberapa langkah, dia tidak mencoba mendekatiku lagi, wajahnya begitu terluka dengan sikapku. Tapi aku juga ingin menangis disini. Bagaimana bisa dia mau ikut omiai? "Katakan kau bohong, nii-san.."
"Aku serius Toshi, aku tidak akan bercanda seperti itu padamu. Tapi kumohon dengarkan aku dulu.."
"Lalu apa?!!" Nada bicaraku makin tinggi. "Apa kau sudah bosan padaku? Kau ingin putus? Kalau kau ingin putus bilang saja, jangan seperti itu!!"
"Toshi kumohon dengarkan aku dulu!!" Dia memelukku dengan paksa sementara aku masih berusaha melepaskan diri, tapi pelukannya begitu kuat, aku tidak sanggup lagi melawannya. Dan akhirnya aku diam di dalam pelukannya. Dia pun hanya diam tapi aku tau dia sedang menangis sekarang, dasar nii-san bodoh! Kenapa jadi kau yang menangis? Seharusnya aku yang menangis disini! Aku paling tidak bisa melihat nii-san menangis, nii-san jarang sekali menangis, jika dia sampai seperti ini dia sendiri pun sedang frustasi sekarang. Aku melingkarkan tanganku di pinggangnya dan air mata ku keluar sudah tidak tertahankan lagi.
"Maafkan aku nii-san..." Aku tidak akan bisa menang melawannya yang sudah seperti ini. Rasa bersalah itu jadi bertambah.
Dia menggeleng dan makin membenamkan mukanya di bahuku. "Tidak.. Aku yang salah Toshi.. Maafkan aku.."
Aku pun menyerah. "Ayo duduk dulu nii-san, kau hutang penjelasan padaku." Aku menuntunnya ke sofa di ruang tamu dan mendudukkan nii-san disitu. Aku mengusap punggung nii-san. Melihatnya seperti ini, aku merasa bersalah sudah berteriak padanya tadi. "Jadi?" tanyaku pelan.
Dia membenarkan posisi duduknya dan memandangku. Wajahnya benar-benar kacau, lalu dia mulai bicara. "Seperti yang aku bilang tadi Toshi, aku akan ikut omiai.. Lebih tepatnya aku terpaksa. Aku sebenarnya sudah berkali-kali disuruh otou-san untuk mengikuti omiai, dan dengan berbagai alasan aku selalu menghindar, karena aku tidak mau. Aku benar-benar tidak mau, kau harus percaya padaku." Dia memandangku dengan pandangan yang sangat memohon, aku mengangguk padanya. "Tapi kali ini, otou-san tidak mau dibantah, bahkan kaa-san yang biasanya tidak pernah ikut-ikut, meminta padaku untuk menuruti kemauan otou-san. Aku tidak sanggup menolak kaa-san." Aku tahu nii-san sangat menyayangi ibunya, dia tidak akan sanggup mengatakan tidak jika ibunya yang sudah bicara.
"Lalu? Kita bagaimana nii-san? Kau mau putus denganku?"
"Toshi! Jangan bicara seperti itu!"
"Lalu bagaimana nii-san?! Kau tidak mungkin menduakan aku atau gadis itu!"
"Aku bilang aku akan ikut omiai, aku akan menghadirinya, tapi bukan berarti aku akan menyetujuinya.."
"Maksudmu kau akan menolak gadis itu?" Dia mengangguk menjawabku. "Apakah semudah itu nii-san? Kau yakin bisa menolaknya?"
"Maksudmu? Mengenalnya pun tidak, kenapa aku harus tidak bisa menolaknya?"
"Bukan itu maksudku nii-san.. Aku yakin kau bisa mengatakan tidak pada gadis itu. Tapi bagaimana jika gadis itu tidak mau? Dan memaksa memintamu berkencan dengannya? Belum ayahmu, dia pasti marah jika kau menolak gadis itu. Bukankah itu berarti kau sudah membuatnya malu?"
"Aku tidak peduli, akan kubuat gadis itu tidak mau bertemu denganku lagi. Dan otou-san aku juga tidak peduli jika ia marah padaku, dia yang memaksaku menjalani ini, tapi keputusan tetap di tanganku."
"Ibumu?"
"Kaa-san tidak akan memaksaku jika aku tidak mau."
Aku mengangguk. "Baiklah, jika kau seyakin itu." Aku tidak bisa melakukan apa-apa. Nii-san pun terpaksa melakukan ini semua, hubunganku dengannya sudah membuat dia membantah ayahnya sekian kali. Aku tidak bisa membuat nii-san melawan orang tuanya terus-menerus.
"Aku hanya mencintaimu Toshi..." Ucapnya pelan. Aku tau nii-san, aku bisa melihat dari matamu, masih ada aku disitu.
"Aku tidak pernah meragukannya nii-san, hanya saja..." Tak terasa aku mulai menangis lagi, rasanya seperti mau mengantarkan orang yang sangat aku cintai ke medan perang. Yang entah akan kembali padaku atau tidak.
"Toshi..." Dia memelukku dengan erat. Yoshimasa-san jangan tinggalkan aku, jangan turuti ayahmu. Seandainya aku bisa mengatakan itu semua. Tangisanku makin menjadi, aku semakin takut.
-Hosoya-
Aku tidak sanggup melihat Toshi seperti ini. Aku mulai meragukan keputusanku, tidak seharusnya aku ikuti kemauan ayahku. Dia menangis cukup lama, hingga akhirnya bisa tenang.
"Aku takut... Yoshimasa-san.." Sakit sekali mendengar Toshi mengucapkan itu. Astaga apa yang sudah aku lakukan. Aku pernah berjanji padanya aku akan selalu membuatnya bahagia dan tertawa. Tapi sekarang justru aku membuatnya menderita seperti ini.
"Akan kubatalkan." Entah apa yang ada dalam pikiranku, kata-kata itu meluncur begitu saja. Melihat Toshi seperti ini, jika hanya bertengkar dengan otou-san aku sanggup menghadapinya. Dan sepertinya yang terkejut dengan ucapanku bukan hanya aku seorang tapi juga Toshi. Dia melongo memandangku.
"Kau.. kau bicara apa nii-san?"
"Aku akan bilang pada ayahku, aku tidak mau." Aku melepaskan pelukanku darinya.
"Nii-san kau mau apa?" Aku mengambil ponselku yang masih di atas meja, dan menekan nomor telepon rumahku. Tapi tiba-tiba Toshi merebut ponsel itu dariku.
"Nii-san! Apa yang mau kau lakukan?!"
-Masuda-
"Nii-san apa yang mau kau lakukan?!" Aku menyerobot ponsel itu darinya. Pandangan nii-san begitu kosong, seperti tidak sadar dengan apa yang dia lakukan. "Nii-san!!" Aku mengguncang badannya. "Sadar nii-san! Yoshimasa-san!"
"Toshi..." Akhirnya pandangan matanya sudah tidak kosong lagi.
"Kau kenapa nii-san? Jangan seperti itu, kau menakutiku.." Aku memeluknya, menyenderkan kepalaku di dadanya.
"Aku tidak sanggup membuatmu seperti ini, aku sudah melukaimu. Aku hanya ingin membuatmu tersenyum lagi Toshi..."
Mendengar ucapannya itu benar-benar membuatku meleleh, bagaimana aku bisa minta putus darinya tadi? Nii-san, kau memang benar-benar menyayangiku.
"Maaf aku menangis nii-san. Tapi sungguh aku sudah tak apa-apa. Aku tidak seharusnya meragukanmu. Nii-san dengarkan aku.. Aku tidak mau kau melawan ayahmu lagi, pergilah nii-san, asal kau janji kau akan kembali padaku setelahnya. Aku percaya padamu Yoshimasa-san..."
"Kau yakin?"
"Un!! Tak apa nii-san.." Aku mengusap air mataku dan tersenyum menatap matanya.
"Aishiteru Toshi... Hontou ni..."
"Aku tau nii-san... Janji, kembalilah padaku.." pintaku padanya.
"Janji..." dia mengambil tangan kananku dan mengaitkan jari kelingkingnya pada jari kelingkingku.
"Janji kelingking?" Aku jadi ingin tertawa melihat kelakuan nii-san.
"Hanya ingin meyakinkanmu."
"Haha.. Baiklah nii-san.. Kau itu memang aneh!"
"Hey...."
"Tapi aku menyukainya." Ya, aku memang menyukaimu nii-san. Jadi berjanjilah padaku kau akan kembali lagi padaku.
Note :
this is because I am too often listening Long distance by Melanie Amaro (Winner from USA X factor), this is a good song, and I love her voice too... :3
And because I don't have no idea for the plot if one of them (between massu or hosoyan), which one will go, so I decided to write something like this..
maxboys,
hosoya yoshimasa,
masuda toshiki,
fanfiction