(Chapter 2/?)
“Tea Time”
Starring: the GazettE, Versailles, Deluhi, and everyone who shown in this absurd story
Author: Sachino Tsuita
Genre: angst, fluff? Psycho, insane (?)
Rating: NC - 17
Pairing: Kamijo x Hizaki, Aoi x Uruha, Reita x Ruki, Hizaki x Ruki (??? Kidding~)
Warning: sadistic, indirect suicide? torture…
Disclaimer: I’m not owned them… err, kind of?
“Lagi…” Hizaki melirik sekilas kepada kopi di hadapannya.
“Lagi,” dan untuk ke sekian kalinya, pelayan kecil itu menuangkan creamer dan sebongkah gula batu ke dalam kopi yang tak lagi hitam.
“Nah, sudah cukup, Ruki,” Hizaki tersenyum manis kepada pelayan kecil itu, melihat ke cangkir kopinya yang sekarang berwarna seputih susu, berdampingan dengan cake dan berbagai macam manisan.
Ruki hanya membalas dengan senyum yang tak kalah manis, “Hmm… Hiza-san, jika ingin membuat susu dan milkshake, lebih baik Hiza-san memintanya langsung kepada saya untuk membuatnya.” Pemuda kecil itu menutup tempat gula sementara Hizaki tertawa kecil dan melayangkan tangannya untuk membelai dagu Ruki.
“Ini kopi. Ruki tahu kan jika aku menyukai kopi?” ia membawa wajah Ruki lebih dekat ke wajahnya, wajah Ruki hanya datar tanpa ekspresi.
“Ini bukan kopi Hiza-san, ini adalah creamer penuh lemak yang bisa membuat Hiza-san menjadi gemuk karena kandungan kalori yang begitu tinggi, Hiza-san tidak mau ‘kan?” Ruki balik bertanya dengan ekspresi yang selalu meluluhkan hati setiap orang, Hizaki hanya tersenyum.
“Mana mungkin aku menjadi gemuk, nah Ruki duduklah di sini baik-baik,” Hizaki menarik tangan Ruki hingga jatuh terduduk di sampingnya, Ruki hanya duduk dengan bingung saat Hizaki menyodorkan opera chocolate cake kepadanya. “Ruki juga harus makan ini… ayo…” Ruki menatap sebentar dan akhirnya melahap potongan cake yang disuapkan Hizaki kepadanya.
“IBU!” sebuah teriakan yang berat mengagetkan Hizaki dan juga Ruki. Di depan mereka sudah ada pemuda berambut pirang bersama seorang pemuda berambut hitam dengan tersenyum ragu-ragu menghiasi wajah manisnya. Hizaki hanya melirik sekilas dan merengut ketika putranya itu datang menghampirinya.
“Ibu lagi-lagi memakai bonekaku tanpa izin… padahal baru kutinggal selama 2 jam untuk mengurus sesuatu tapi ibu sudah bermain dengannya?” Reita menuding ibunya dengan pandangan menantang sementara Hizaki hanya memutar bola matanya dengan sangat bosan.
“Kau pelit Reita,” Hizaki melingkarkan lengan rampingnya ke pundak Ruki - Ruki tersenyum canggung. “Ibumu ini hanya bosan dan ingin bermain sesekali dengan boneka yang kau beli~” ia mengecup pipi Ruki sekilas, mengakibatkan wajah Reita membeku.
“Ah, Hiza-san…” Ruki menggeleng lemah, dan Reita hanya memandangi ibunya yang terlalu kekanak-kanakan dengan wajah mendongkol. Hizaki tersenyum lagi sambil mengusap rambut pirang Ruki dengan lembut.
“Ibu, ada klien dari daerah Sapporo yang menginginkan pengiriman stok yang lebih dari bulan sebelumnya. Ini data-datanya,” Reita mengambil map dari tangan Kai, nama pemuda berambut hitam yang menjadi asistennya di kantor mereka.
“Lalu… ibu tolong berhenti menjahili bonekaku!” Reita mengernyitkan dahi, kesal akan ibunya yang tetap menyodorkan manisan kepada Ruki, tidak peduli akan Reita yang menyerocos untuknya.
Hizaki mendengus kesal, menjulurkan tangannya untuk menambil map tersebut, membacanya dengan tidak minat. “Yah, jika mereka ingin lebih, suruh mereka membayar dua kali lipat, selama mereka butuh, tentu saja mereka tidak akan keberatan dengan itu, lagipula stok barang seperti itu langka… ibu sudah memeriksa penambangannya di Zimbabwe pekan lalu, jadi ibu yakin, hanya sedikit yang bisa dibawa saat ini. Suruh mereka bayar lebih atau… mati sajalah mereka semua.” Dengan senyum polos, Hizaki kembali menekuni kegiatannya yang terputus - menyuapi Ruki yang pasrah saja menelan potongan kue dan manisan padat kalori.
Reita menggaruk belakang kepalanya selagi Hizaki mempersilakan Kai untuk turut ikut dalam kegiatan tea time yang berlokasi di halaman rumah keluarga Versailles yang luas dan sangat indah tersebut. “Ya, benar juga… lagipula aku juga ingin mengurusi sedikit masalah remeh tentang penentuan penjatuhan hukuman mati untuk para cecunguk bodoh oleh Aoi-kun. ‘Kan perusahaan kita turut ambil andil dalam acara pembunuhan yang akan diselenggarakan besok…” Reita mengangkat wajahnya dan melihat ibunya sedang meminum kopi sepucat susu-nya bersama Ruki yang menghabiskan sepiring kue lagi, sedangkan Kai baru saja menggigit sepotong dannish berisi krim blueberry kesukaannya.
Reita terdiam sebentar menyaksikan pemandangan itu, menggertakkan giginya lalu menekankan suaranya, “IBU!!!”
~†~†~†~
Reita sudah bersiap bersama ayahnya yang membaca laporan perusahaan mereka dengan tenang. Berbeda dengan istrinya, Kamijo merupakan seorang yang pendiam dan serius dalam menanggapi setiap masalah, meski umurnya sudah menginjak kepala empat, tak tampak sedikit pun gurat usia tua di wajahnya yang sempurna.
“Ayah, tidak bisakah ayah melarang ibu untuk tidak terus menerus menjahili bonekaku?” Reita memulai rajuknya sementara Kamijo terus memantau layar notebook-nya, tidak terlalu ambil pusing akan anak lelaki semata wayangnya yang paling bungsu terasa sedikit mengganggu.
“Ayah tidak bisa, kau saja yang menghentikan karena kau yang memiliki boneka itu, lagipula ayah sedang sibuk, nak.” Kamijo tidak melepaskan pandangannya sedikit pun dari layar.
“Yeah, padahal aku membeli boneka untuk kesenanganku sendiri, tapi malah ibu yang lebih sering menggunakannya.” Ia mengetuk-ngetuk tsurugi yang menjadi pajangan di dinding dengan sebal.
“Yah… mengapa kau tidak mengajak Ruki untuk pergi ke acara Shiroyama petang ini? Mungkin dengan begitu kau bisa mendekatkan diri kepada…” dan Kamijo menyadari Reita sudah tidak ada di ruangan itu.
~†~†~†~
Ruki hanya menatap Reita sekilas - berjalan takut-takut di sebelah Reita, sedangkan Reita menepuk bahunya sedikit, membimbingnya untuk terus berjalan hingga bertemu sosok ramping Uruha berbalut gaun hitam dengan bordiran ungu di meja paling depan. “Hei, apa kabar?” Reita menarik kursi untuk Ruki duduk lalu kursi untuknya sendiri.
Uruha menengok dan pandangannya jatuh kepada Ruki yang memainkan mawar merah kelam di tangannya. “Aih cantiknya~” serta merta ia lalu berdiri dan merangkul Ruki, tidak memedulikan pertanyaan Reita. Reita hanya terbengong, sementara suara Aoi membuka acara itu nyaring terdengar.
“Selamat malam para undangan yang terhormat. Sebagai tuan rumah malam ini, saya sangat berterimakasih akan kehadiran Anda semua untuk menyaksikan atraksi yang sungguh sangat menyenangkan ini…” ia mengukir seringai jahat di wajahnya.
“Mati, itulah jalan terbaik bagi para cecunguk yang bertindak bodoh ini, saya sebagai sponsor bagi perhelatan ini, bekerja sama dengan Gakuto-san dan perusahaan ternama, Versailles, sangat mendukung kematian para orang bodoh yang akan dibunuh kali ini. Maka kami pun mengundang Anda sekalian yang berminat membeli organ-organ tertentu dari mereka semua, sungguh sangat menyenangkan jika Anda sekalian mau turut serta memeriahkan pesta darah kita petang ini.” Aoi membungkuk sebentar diiringi riuh tepuk tangan para undangan, dan Ruki terdiam bingung di tengah-tengah keramaian itu.
Ruki menoleh ke kiri kanannya, orang-orang mulai meminum teh atau kopi dan memakan cake yang telah disediakan di hadapan mereka. Seakan mereka menikmati jamuan minum teh dan menantikan sebuah pertunjukan drama musikal untuk menghibur mereka. Musik yang akan tercipta dari teriakan, jeritan putus asa, permohonan dan kesakitan dari para korban malang. Harmonisasi terindah yang bersatu padu dan menghasilkan nada-nada elok kematian.
Lalu dengan cepat tiga orang pria dengan jubah hitam yang menyelubungi tubuh mereka digiring keluar, berdiri di tiang pancungan masih-masing di dalam bilik terpisah-pisah di atas panggung, dan tiga orang pria berpakaian jas hitam panjang yang sangat rapi tersenyum ke arah korbannya masing-masing.
“Nah, Anda semua tentu tahu ‘kan apa yang akan kita lakukan?” Aoi tersenyum penuh arti - Ruki bergidik ketakutan. “Silakan para boneka juga peliharaan yang terpilih untuk maju ke depan. Yang terpilih adalah semua yang mendapatkan setangkai mawar merah saat memasuki gerbang.” Ruki terkesiap, diliriknya setangkai mawar merah kelam di tangannya, jadi itu arti mawar yang diberikan kepadanya?
“Ayo silakan saja, tak usah malu-malu…” Aoi menepukkan tangannya - komando yang membuat peliharaan dan para boneka berdiri serentak dengan patuh, menaiki undakan panggung satu persatu.
Aggy, peliharaan dari Gakuto mendapat giliran pertama. Dengan sorot mata dingin ia menatap lekat-lekat kepada pria berambut kemerahan di hadapannya. “Bagaimana jika, ditarik urat lehernya, lalu dirobek dadanya? Tuanku menginginkan jantung, Aoi-sama.” Ia berkata dengan sangat lancar dengan tetap menyoroti korban itu, Gakuto terkekeh dan ruangan menjadi ramai karenanya.
“Baiklah… segera dilaksanakan sesuai permintaan,” Aoi menepuk bahu Aggy yang tak jua mengubah ekspresinya. Lengking menyakitkan terdengar saat urat leher korban pertama itu ditarik tanpa ampun, memuncratkan darah ke wajah Aggy, terlihat ia menjilat darah itu dengan nafsu dan Aoi menyadari hal itu, “Kau juga boleh kok untuk turun tangan…” Aoi tersenyum dengan baiknya, tanpa perlu disuruh dua kali, Aggy berlari menerjang pria malang itu.
Tanpa peduli akan semua orang, ia turut merobek-robek jubah dan lembaran kulit yang menempel, bahkan merobek tangan korban dengan giginya, mematahkan tulang kering dengan bunyi keretak yang bergema dengan indahnya. Algojo yang bertugas hanya tersenyum senang, lalu ikut membantu merobek dan menguliti lengan sebelahnya, namun Aggy menggeram marah. “Ini milikku!!! Pergi kau!” dengan patuh algojo itu mundur, mengelap tangannya di handuk yang sudah disediakan.
Aggy terus dengan brutal merobek otot bisep dan belikat, terus menjalar sampai dada, mencabik kulit dengan kasar sampai bola mata orang itu melotot kesakitan. Leda, boneka di sampingnya hanya memandang dengan jijik, menyingkir jauh-jauh supaya gaun mahalnya tidak terciprat darah.
Tak berhenti di situ, Aggy memasukkan tangannya ke dalam rongga dada korban itu, mengorek jantungnya, lalu melompat dengan sigap ke tempatnya berdiri tadi, tangannya mengepal-ngepalkan jantung itu sebentar lalu melemparnya. Algojo itu menangkap jantung yang dilempar oleh Aggy kepadanya, mengemasnya dalam kotak kaca berisi cairan formalin untuk Gakuto-sama. Petugas lain datang dan menyeret sisa tubuh itu beserta membersihkan darah yang bercipratan ke mana-mana.
Bilik satu ditutup diiringi tepuk tangan dari para undangan.
Leda menatap dengan senyum menyeramkan kepada korban di depannya, ia merupakan boneka milik Juri yang sangat cantik - memakai gaun biru tua dan berambut coklat tua panjang. “Aku ingin melihat dia sangat tersiksa saat air keras dilumurkan ke tubuhnya.” Ia tersenyum manis kepada Aoi, Aoi pun mengangguk senang.
“Ah, cantiknya boneka yang satu ini, tentu saja akan dituruti dengan senang hati.” Aoi menjentikkan jarinya sementara mata Uruha menyipit berbahaya mendengar Aoi memuji-muji Leda.
Berderet dengan Leda, berdirilah Ruki dengan wajah horror yang seakan ingin jatuh dari posisinya, namun ia adalah boneka… ia harus tetap berpegang pada eksist- “AAARRRGGGHHH!!!!” mata Ruki nanar memandangi Leda yang tertawa dengan anggun dan Aggy yang tersenyum jahat ketika melihat korban berambut coklat di biliknya berteriak kesakitan. Air keras itu berhasil membuat kulitnya melepuh, terbakar dan mengelupas hingga daging merah itu terlihat dengan jelas, bola matanya copot - meleleh lebih tepatnya.
Algojo disampingnya dengan santai dan bersiul yang agak teredam, menuangkan air keras dari dalam bejana biru pucat dengan sarung tangan khusus dan masker menutupi wajahnya. Dari ujung kepala hingga ujung kaki, layaknya memandikan dengan kembang tujuh rupa - meski pada faktanya adalah air keras yang digunakan untuk mengkilapkan perhiasan dan benda logam lainnya. Kini turut mengkilapkan tubuhnya.
Semua orang bertepuk tangan kala rusuk orang itu terlihat menonjol keluar berwarna putih pucat dan tentu saja darah seakan terhenti mengalir. Ah, pemandangan yang sangat indah dan membangkitkan riuh penonton.
Bilik dua, ditutup.
Ruki berdiri diam, menunduk memandangi lantai panggung di depannya dan seakan ingin masuk ke dalamnya, melupakan kehadirannya di sini. Lupa bahwa ia ‘hanya’ akan mengeksekusi orang berambut hitam di hadapannya yang ketakutan dengan sangat.
“Ya, dan orang terakhir ini, silakan…” Aoi menatap Ruki, ruangan hening dan Ruki merasakan bibirnya pahit.
“Aku… ingin…” semua orang menunggu kata-kata Ruki selanjutnya, Reita menanti dengan gaya khas-nya - salah satu tangan menutupi bibirnya. Aoi memasang senyum baik hati, Leda memutar bola matanya dengan bosan, dan Aggy menatapnya dengan pandangan ingin tahu, sama seperti para undangan yang ada di sini.
“…orang ini ditusuk tepat di perutnya, layaknya orang yang melakukan harakiri,” dengan yakin Ruki menatap Aoi, sungguh ekspresi yang sangat polos.
Aoi tersenyum menjawab, “Segera dilakukan dengan senang hati…”
…dan Ruki melihat, kata-katanya seakan menghiptonis algojo itu, memegangkan sebilah katana yang mengkilap ke dalam kepalan orang itu sendiri. Lalu dengan perlahan-lahan, algojo itu menggerakkan tangan pria itu, membelek perutnya sendiri.
Hingga katana membentur tiang pasung dengan keras, lolongan kesakitan dari pria itu tak kunjung berhenti. Terus... terus… hingga badan itu terbelah menjadi dua, hanya bergantung pada segumpal otot di ujungnya, darah menetes-netes dari ujung katana, pria itu berdesis tak keruan, lalu menjatuhkan kepalanya hingga tubuhnya terbanting di tiang. Mati, bunuh diri secara tak langsung.
Tepuk tangan meriah mengiringi turunnya para boneka dan peliharaan dari panggung, pergi kepada pemiliknya masing-masing. Ruki, benar-benar tidak bisa menangkap apa yang dikatakan Reita kepadanya, ia mendadak tuli dan merasa lemas, gelap.
~†~†~†~
Langit begitu gelap… matahari sudah terbenam semenjak tiga jam yang lalu dan Hizaki berdiri di ujung lorong masuk dengan mimik khawatir. Menatap Reita menggendong Ruki memasuki rumah mereka, pelayan membukakan pintu atas kedatangannya.
“Reita…” Hizaki berbisik kepada Reita saat pemuda itu melewatinya, matanya menyapu wajah Ruki yang tampak pucat dan basah akan air mata dalam pelukan nyaman putranya.
“Ya, Ruki akan baik-baik saja, ibu…” Reita balas memandang ibunya dengan tatapan lembut, membawa Ruki ke kamarnya di lantai tiga.
Selangkah demi selangkah Reita menelusuri lorong, berhenti di depan kamar yang pintunya juga dibukakan oleh seorang pelayan perempuan. Pelayan itu menunduk, mencoba bertanya kepada Reita, “Tuan, akankah… Ruki-chan baik-baik saja?” nada takut dan cemas itu membuat Reita lagi-lagi menyunggingkan senyum lembutnya.
“Tentu saja ia akan baik-baik saja, Miya. Kau tak perlu cemas akannya,” ia menepuk lengan pelayan yang bernama Miya itu, mencoba menenangkannya. Karena Reita tahu, semua orang di rumah ini menyukai dan menyayangi Ruki tanpa kecuali. Karena boneka yang satu ini selalu bersikap sangat manis dan menyenangkan, meski terkadang wajahnya terlihat tanpa ekspresi, mau bagaimana lagi? Dia adalah boneka, boneka yang sebenarnya tidak memiliki emosi…
Miya mengangguk dengan patuh, menutup pintu kamar Reita perlahan. Reita hanya terus berjalan memasuki kamar tidurnya yang luar biasa besar, hingga terdapat perpustakaan mini di ujung lain kamarnya.
Hati-hati ia meletakkan Ruki di ranjang king-sized yang nyaman dan dingin. “Maaf Ru, aku lupa… ini pertama kalinya bagimu.” Reita menyisiri rambut pirang Ruki perlahan kemudian mengecup dahi Ruki dengan lembut.
“Bonekaku, maaf aku terlalu gegabah…” ia mengusap pipi Ruki membuat pemuda kecil itu membuka matanya.
“Ah? Aku membangunkanmu, Ruki?” Ruki tersenyum lembut, menarik tangan Reita hingga jatuh ke atas badannya, memeluknya dengan erat.
“Tuan…” Ruki menangis, membasahi kemeja Reita dengan air matanya. “…aku takut…” dan Reita memeluk tubuh rapuh itu, perlahan menyusuri punggung kecil tersebut selagi boneka malang itu menumpahkan air matanya tanpa ragu.
~To be continue~
Author’s note: ehm… apakah saya jahat? Saya jahat??? Ngga ‘kan?
Dan maafkan akan waktu posting yang suuaaangat lama…
Kurang mendapat feel-nya ini… (halah! - sebenarnya sih karena keranjingan main dinerdash, varmintz, dan berbagai macam game lain dari gamehouse)
Dan saya udah masuk sekolah… huaahh…
waktu saya sebagai author geblegh nan cacad bin nista tersita sama ilmu alam… DDX
Tapi yasu lah~~
comment please…
Saya sangat sayang kalian semua kawan-kawan, karena cinta saya hanya untuk Sujk seorang jauh di bawah naungan BraveMan~~ (JDUAGH!!!)
(>w<)