“X DARKENS” (chapter 1)

Mar 01, 2010 18:39

Staring: the GazettE, and everyone who shown in this absurd story…

Author: Sa~

Rating: PG-13 (maybe)

Warning: kisu… nothing else… (maybe)

Disclaimer: khukhukhu… it’s okay, it’s okay… (throw in both of them)



Sesosok pemuda berambut pirang kecoklatan berkelebat di dalam kegelapan, sibuk membuka tumpukan file yang bertumpuk rapi di hadapannya. Sementara itu, ia tak mendengar langkah kaki yang  perlahan mendekatinya dari belakang. Lalu… BRUUK…

“Mmmhh??!!” sosok yang tak diduga itu hadir dari balik kegelapan, membanting pemuda yang bertubuh kecil itu ke lantai tanpa peringatan, sambil membekap mulutnya.

“Halo, selamat datang kembali…” pemuda itu kaget melihat sosok yang membekapnya, menyambutnya dengan cara yang tidak mungkin pernah ia bayangkan. Rambut pirang, memakai noseband, bermata tajam, selalu melihatnya dengan rasa penasaran dan penuh kekaguman yang seringkali membuatnya sungkan untuk bergerak. Pemuda yang terus-menerus melindunginya, ia yang selalu ada saat dibutuhkan, Reita...

“Rei…” kata-kata pemuda kecil itu dipotong oleh sebuah ciuman dalam, dan dengan cepat dilepaskannya ciuman itu.

“Hhaah… haahh, jangan menyerangku seperti ini Reita!” Pemuda berambut pirang kecoklatan itu mencoba lepas dari dekapannya dan bangun. Namun ia dibanting kembali ke lantai oleh Reita, ia merasakan sakit yang menjalar cepat di punggungnya.

“Ruki, kau belum boleh pergi sebelum ini semua selesai…” Matanya sibuk menelusuri leher Ruki dengan cepat, juga tubuh kecilnya yang sekarang gemetaran. Ia meneliti kemeja Ruki yang tidak terkancing dengan benar, that it’s show creamy white skin who Reita loves.

“Indah… indah sekali... Ru-chan” gumamnya pelan, sedangkan wajah Ruki memucat dan tampak kaget.

“Reita… apa yang mau kau laku… kan?” Ruki sudah memperkirakan jawaban Reita, tapi dia tetap saja kaget mendengar pernyataan jujur dari Reita.

“Me? I just want to… tasting you…” then he licks Ruki’s neck, it’s makes moan out of from Ruki’s mouth. He didn’t stop it, then kiss the lip in powerful lust kiss that Ruki never accepted before…

“Stop, stop it!” Ruki terengah-engah menerima serangan Reita yang begitu tiba-tiba, tenaga yang dimilikinya sangat tidak mungkin digunakan untuk melawan Reita. Terlebih tubuhnya ditahan oleh Reita hingga tidak bisa bergerak, apalagi bangun dari lantai yang dingin. Mungkin hanya keajaiban yang bisa menyelamatkannya dari Reita yang sudah ia kenal, tak melepaskan apa yang sudah didapatkannya.

Ruki semakin takut saat Reita memperlihatkan seringai licik di wajahnya, dan Reita membuat beberapa kiss mark di leher Ruki. Tangan kanan Reita memegang erat kedua tangan Ruki ke atas kepalanya, mengakibatkan Ruki susah untuk bergerak, terlebih memberontak. Bibirnya membungkam mulut Ruki supaya tidak berteriak dengan ciuman yang sarat akan nafsu. Tubuhnya menahan tubuh kecil Ruki di lantai, sedangkan tangan kirinya membuka kancing kemeja Ruki satu persatu, mengabaikan kaki Ruki yang berusaha menyentak melepaskan diri.

TING TONG TING TONG…

Reita melepaskan ciumannya, “Heh?? Pengganggu!!” ia menghentikan gerakan tangannya yang sedang membuka kancing kemeja Ruki dan berdiri.

Akhirnya, Ruki diselamatkan oleh seorang malaikat yang mau berbaik hati menekan bel rumahnya larut malam begini. Ia berdiri dengan tergesa-gesa juga gemetaran dan membetulkan kancing kemejanya yang sudah hampir terbuka seluruhnya. Sementara itu Reita menuruni tangga dan membuka pintu untuk tamu yang datang larut malam tanpa diundang itu.

“He? Reita? Bukannya rumahmu di sebelah ya? Kenapa bisa ada di sini?” Ruki mendengar samar-samar suara yang ia kenal. Ia mempercepat langkahnya menuruni tangga dan menuju pintu depan. Di sana terlihat Reita menyambut seorang pemuda yang berambut hitam dan berwajah lugu yang ia kenal dengan ekspresi kesal.

“Yeah, masa kan aku tidak boleh mampir ke sini seperti kau yang sekarang datang tanpa diundang larut malam begini??” Reita menjawab dengan kesal karena kesenangannya diganggu.

“Reita?” Ruki datang dengan kemeja yang kusut dan tidak dikancing dengan benar, menampakan kiss mark yang masih memerah. Menimbulkan sebuah pertanyaan curiga terlontar begitu saja dari mulut tamu tersebut.

“Apa yang baru saja kalian lakukan?” tanyanya datar, berusaha tidak menghiraukan tatapan Reita yang sangat mungkin, ingin untuk menendang tamu itu keluar. Wajah Ruki memerah, tangannya berusaha menutupi kiss mark di lehernya dan diam, hingga akhirnya Reita yang menjawab dengan kasar.

“It’s not your business, dude!!!” ia menjawab dengan nada mengancam, membuat tamu tak diundang itu tersenyum simpul.

“Jadi sebegitu kesalnya kau kepadaku karena kedatanganku mengganggu kesenanganmu?” ia tertawa pelan, membuat Reita semakin ingin melemparnya keluar. Tapi sebelum Reita membuka mulut untuk menjawab, Ruki memotong dengan cepat.

“Tak baik kalau kita berdiri di luar seperti ini, lebih baik kau masuk ke dalam,” Ruki menyeret lengan tamu tersebut yang tidak lain adalah teman dekat mereka berdua. Sementara Reita menutup pintu dan melempar pandangan cemburu saat melihat tangan Ruki yang menggandeng tangan pemuda berambut hitam itu.

“Aku datang untuk membicarakan soal pekerjaan…” pemuda itu menegaskan lagi saat melihat pandangan ragu dari Reita.

“Iya, pekerjaan! Hanya pekerjaan, tidak lebih…” Mereka bertiga kini duduk di ruang tamu yang didominasi warna hitam, putih dan abu-abu, masing-masing duduk di salah satu sofa berwarna hitam dengan desain yang simple.

“Aku… lebih baik aku bawakan minum dan sedikit makanan,” Ruki berdiri, tapi pemuda itu menjawab dengan cepat.

“Tak usah repot-repot, aku baru saja membeli cake, dan kebetulan ini terlalu banyak untukku, jadi sebagian untukmu saja,” ia mengangsurkan sekotak besar cake yang diterima Ruki dengan ragu.

“Ng… baik sekali kau mau repot-repot membelikan cake,” Ruki membalas pemuda itu dengan senyuman, membuat wajah Reita mengeras dan tidak tahan untuk melempar keluar pemuda itu cepat-cepat.

Saat Ruki berbalik menuju dapur, “Yeah, kebetulan ya?” Reita bertanya dengan nada sinis, membuat tamu itu tersenyum, ia sudah memaklumi sifat Reita yang sangat pencemburu.

“Yeah, jangan cepat cemburu dan kesal begitu, Reita. Hanya karena Ruki merasa takut setiap kali kau memaksanya untuk melakukan hal yang lebih jauh…” sesaat pemuda itu melihat kilatan berbahaya di mata Reita, namun Reita akhirnya menjawab dengan tenang dalam nada yang sangat halus dan sopan. Membuatnya lebih waspada.

“Tentu saja, dengan senang hati kalau kau tidak ikut campur dengan urusanku, Kai…”

“Tenanglah Reita, kau tahu siapa aku ini ‘kan? Kita juga sudah berteman sejak lama… Mana mungkin aku merebut milikmu, meski wajahnya yang polos dan manis itu terkadang membuatku tergoda untuk menyentuhnya,” Kai tersenyum geli saat melihat perubahan ekspresi wajah Reita, dasar pencemburu!

“Kalau kau menyentuhnya sedikit saja, maka aku akan…” kata-kata Reita terpotong oleh bunyi langkah Ruki yang datang dengan membawa nampan berisi 2 cangkir kopi, secangkir teh hijau dan sepiring cheese cake serta tiramisu. Reita diam dan meneliti ekspresi Kai yang sama sekali tidak berubah, tetap tenang dan acuh.

“Ini,” Ruki mengangsurkan cangkir teh hijau kepada Kai, yang langsung disambut dengan senyum hangat.

“Terimakasih Ruki,” jawab Kai sambil meminum tehnya, sementara Ruki meletakkan cangkir kopi di depan Reita yang membisu.

“Lalu, apa yang mau kau bicarakan Kai?” Ruki menatap Kai dari balik cangkirnya.

“Aku hanya ingin membicarakan tentang tugas yang baru saja Master berikan,” Kai mengaduk-aduk tasnya, “yaitu ini…” lalu menyerahkan setumpuk file tebal kepada Ruki.

Wajah Ruki terlihat kaget, “Ini… ini… sebanyak ini???” ia menatap tumpukan file itu dengan putus asa.

“Yeah, tapi Master memberi jangka waktu yang lama kok untuk membereskan itu semua… toleransi, begitu katanya,” ia menatap Ruki yang terlihat ragu dan letih.

“Untukmu, Master memberi waktu seminggu. Lalu kau bebas tugas selama sebulan penuh, senang ‘kan?” kalimat terakhir ditujukan kepada Reita yang mulai terlihat gusar.

“Seminggu? Baiklah, pasti akan lebih cepat selesai, yang penting aku bisa mendapatkan hari liburku setelah berbagai tugas yang melelahkan itu…” ia menghabiskan kopinya dengan cepat dan membuka file itu halaman demi halaman.

“Hei, jika Ruki dapat tugas, kapan Uruha datang dan memberi tahu tentang daftar tugasku?” Reita angkat bicara setelah sekian lama diam.

“Sejujurnya, aku  tidak tahu, kau ini ‘kan, penyerang… itu berarti tugasmu butuh proses yang lebih rumit, terlebih… hasil tugas Ruki, berkaitan erat dengan tugasmu mendatang,” baik Ruki maupun Reita melemparkan pandangan heran ke arah Kai.

“Tugas Reita? Ada di tanganku??” ia terlihat bingung, tidak biasanya Master memberikan tugas penelitian kepadanya, yang hasilnya nanti akan menjadi misi baru untuk… Reita.

“Iya, seperti yang aku bilang tadi, kurang lebihnya begitu…” Reita diam mendengarkan jawaban Kai, hingga akhirnya suara Kai memecah keheningan.

“Sudah ya, aku mau pulang dulu, kalian teruskan saja kegiatan yang tadi terganggu oleh kedatanganku, mata ashita…” ia mengambil sepotong cheese cake yang didiamkan dari tadi, lalu meluncur keluar rumah, menutup pintu dan langsung melajukan mobilnya.

“Eh, aku mau bereskan ini dulu,” Ruki membereskan cangkir-cangkir yang sudah kosong ke dapur lalu mencucinya, ketika ia berbalik badan, Reita sudah ada di hadapannya. “Rei-kun? Ada apa?” ia bertanya dengan was-was.

“Aku mau kita makan cheese cake-nya…” Reita berkata datar lalu menatap Ruki penuh arti, membuat Ruki merasa semakin bingung dan waspada.

“Lalu?” ia merasa Reita semakin maju perlahan-lahan, membuatnya mundur teratur.

“Lalu? Kau dengar ‘kan, apa yang dikatakan Kai?” Ruki menelan ludahnya gugup.

“Iya… tapi aku masih tidak mengerti maksudmu…” ia mundur selangkah lagi, sementara Reita semakin menyudutkannya.

“Aku mau kita makan ini,” ia menunjuk sepotong cheese cake yang ia pegang, “dengan cara lain…” tanpa peringatan Reita memasukkan cheese cake itu ke dalam mulut Ruki, dan mendesaknya hingga menabrak dinding.

Ia menahan tubuh Ruki di dinding dengan tubuhnya, sementara cheese cake yang lembut itu meleleh di dalam mulut mereka berdua. Membuat Ruki terengah-engah dan terpaksa menghabiskan cheese cake itu supaya dapat bernapas dengan cepat.

“Hhaah haahh…” Reita melepaskan ciumannya, sedangkan Ruki terengah-engah dan menghirup udara sebanyak mungkin.

“Masih ada yang satu lagi…” Reita tersenyum seductive dan mengambil sepotong tiramisu yang berlumuran krim setengah meleleh, mendekatkannya ke bibir Ruki dan… dengan sukses menetes ke leher Ruki. Ruki terdiam, begitu juga Reita, yang akhirnya tersenyum dengan licik kembali.

“Yeah, rupanya kesempatan akan cepat datang tanpa diminta…” ia tersenyum melihat krim yang menetes ke leher pucat Ruki yang terbuka, sementara wajah Ruki bersemu merah dan tubuhnya terasa lemas.

Tanpa peringatan seperti tadi, Reita memasukkan tiramisu ke mulut Ruki dan mencium bibirnya. Krim dari tiramisu itu meleleh melewati ujung bibir Ruki dan menetes ke lehernya.

He enjoying the sweetie kiss of their both of, when Reita licking those creams, made Ruki felt down in the deep, and more deeper. Yes, for the first time, Ruki didn’t let his scream came out… because he want Reita owned himself, and never let him go…

To be continue…

~†~†~†~
 

fanfiction, pair: reita x ruki

Next post
Up