[ff] Your White Wings (Chapter 2)

Jul 01, 2015 16:20

Tittle : Your White Wings
Chapter : 2
Author : ritchuuki
Rating : PG
Pairing : Sakuraiba, Sakumoto (Brothership)
Genre : AU, Angst, Family Drama
Language : Indonesian

Summary :
Waktu yang mengalir tanpa henti... ada satu jiwa yang ingin diselamatkan...

Sakurai Sho.


Matsumoto Jun baru saja turun dari kereta dan tiba di stasiun. Ia yang sedang terlihat cukup repot membawa tas barang dan ransel, mengenakan topi cap dan kacamata berframe lebar yang menutupi alisnya. Jujur saja ia cukup merasa antusias karena ini pertama kalinya dia datang ke Tokyo. Dia langsung merogoh saku celana jins-nya dan mengambil secarik kertas.

Dilihatnya sebuah alamat yang merupakan apaato yang sudah disewakan agency-nya atasn dia, dia lalu bertanya pada petugas stasiun bagaimana menjangkau tempat itu. Setelah dijelaskan, ia segera menaiki bus dan berhenti di sebuah area, sedikit mengelilingi tempat itu dan menemukan apaato yang akan ditinggalinya.

Sebuah apaato yang sudah cukup tua, sempit, satu kamar dengan dapur dan shower, tapi cukup untuk hidup sendiri. Yang terpenting, uang sewanya tak terlalu mahal untuk ukuran kota besar seperti Tokyo. Walau bulan pertama apaato ini dibayar oleh office, tetapi mulai bulan depan biaya sewanya akan dipotong dari gajinya.

Jujur saja untuk orang baru sepertinya, gaji per bulannya sementara ini hanya akan cukup untuk biaya sewa kamar. Karena itu ia sudah bertekat untuk mencari beberapa kerja part-time sekaligus untuk biaya hidup sehari-hari. Ia masih menerima uang dari orang tuanya untuk biaya sekolah, meskipun Jun tidak begitu suka belajar, iya tahu setidaknya ia harus menamatkan SMA.

Jun mulai mengeluarkan barang dari tas dan ransel yang ia bawa setelah diserahi kunci oleh kakek pemilik apaato. Sebagian besar yang ia bawa hanya bahan makanan dan pakaian saja. Ia bisa saja memasak jika ia sudah membeli peralatan dapur, tapi tidak ada apa apa selain di rumah barunya ini.

Ia memutuskan untuk mencari konbini di dekat sini, karena ia bisa membeli bento murah disana. Sementara dia harus berhemat, pikirnya saat membuka pintu keluar. Ia kaget pintunya menabrak seseorang.

"Itaiii..." sergah seorang pemuda tinggi memegangi kepalanya, ia hanya sedikit lebih tinggi dari Jun.

"Maaf, aku tidak bermaksud..." ujar Jun segera.

"Un... Aku tau... Aku tau, tak apa-apa kok.... Hehehe," jawab orang tersebut, sepertinya umur mereka tak begitu jauh. "Kau orang baru yang akan tinggal di kamar ini? Kalau begitu perkenalkan, aku Aiba Masaki, tinggal di sebelah," terangnya sambil menunjuk arah pintu dengan tangan yang penuh plastik belanjaan.

"Ah!!!" kaget bersamaan mereka bedua melihat plastik yang bolong dan beberapa telor sepertinya pecah dalam mika pembungkusnya.

"Yabai..." ujar Jun segera menutup pintunya, dia kebingungan mengadangi lubang pada plastik belanjaan itu. "Jangan dibuang, kurasa masih bisa dimasak..." tambah Jun. "Sebaiknya kau buka pintumu..." terangnya pada Aiba.

"Ah... Hai!" Aiba lalu bergegas meninggalkan belanjaannya yang dipegang Jun dan berhambur ke pintu. Jun lalu mengikuti Aiba sambil mengucapkan 'ojama shimasu...' dengan suara kecil.

Jun berdiri di depan dapur, mengambil mangkuk, segera memisah-misahkan belanjaan Aiba yang jadi kena telurnya dan menaruh sisa telur yang retak disana. "Sebaiknya kau segera memasaknya," saran Jun.

Aiba kebingungan, "Wah aku harus menunggu O-chan untuk itu."

Jun terlihat kebingungan. Lalu Aiba-chan menjelaskan, "O-chan teman yang tinggal bersamaku disini. Maksudku aku nggak pintar memasak, kalo aku yang masak hasilnya akan sama-sama sia-sia, biasanya dia yang memasak."

"Kau keberatan kalau aku membantu mengolahnya?" tanya Jun. "Sebagai permintaan maaf sekaligus," tambahnya lagi.

"Benarkah? Kalau begitu tolong masakkan untuk 3 orang."
~o~

"Umaaaai...!" O-chan terdengar paling riang. "Sudah lama aku tidak makan masakan yang enak!" timpalnya lagi menyantap dengan lahap pasta dan hidangan lainnya di meja.

"Terima kasih, Matsumoto-san!" lontar Aiba.

"Kalian boleh memanggilku Jun, rasanya Matsumoto terlalu panjang," utar Jun.

"Baiklah. Jun," ujar O-chan. Aiba ikut mengangguk-angguk disela menandas pastanya.

"Aiba-chan dan O-chan?" tanya Jun.

"Un! Senang sekali...!" jawab Aiba menyetujui, kini sudah berhasil melumat habis piringnya. Gantian O-chan yang menganguk.

"Jun tte sa, pindah ke sini... Benar-benar untuk bekerja? Erai....padahal umurmu sepertinya tidak beda dariku," tanya Aiba.

"Itu benar sih.... Hmm... Tapi sebenarnya itu cuma sebuah alasan."

"Eh?" tanya O-chan.

"Sebelum ibuku menikah lagi, waktu aku kecil, ibuku sering berkata, bahwa aku punya seorang kakak laki-laki. Kami tidak benar-benar bersaudara sebenarnya, karena aku hanya anak yang lahir tanpa sepengetahuan ayahku dan keluarganya. Tapi dibanding ingin bertemu ayah kandungku, aku ingin bertemu saudaraku setidaknya sekali seumur hidup..." jawab Jun. "Aku penasaran bagaimana kakakku menjalani hidupnya...karena kami saudara? Entahlah... Tapi yang pasti aku ingin bertemu sekali saja."

Jun yang lalu kemudian malah melihat wajah kebingungan dua teman barunya, ia pun segera tertawa.

"Aku tak bermaksud cerita untuk membuat kalian mematung begitu... Hanya saja rasanya aku bisa jujur kalau bersama kalian..." ujar Jun.

"Kau tahu siapa ayahmu? Namanya mungkin?"

Jun mengangguk, "Ibuku memberitahuku sejak kecil. Nanka... Ibuku mendidikku dengan baik walaupun aku tidak punya ayah sejak kecil aku diberi pengertian tentang itu, walaupun awalnya aku tidak paham... Kenapa ayahku tidak pernah tinggal bersama kami dan tidak pernah menemuiku, karena sejak awal ibuku memang tidak menikah dengan ayahku dan ayahku sudah menikah. Aku juga tidak bisa menyalahkan ibuku karena kutahu dia sendiri juga pasti sudah menderita dengan bebannya sendiri... Tapi itu semua hanya masa lalu, karena sejak menikah kembali, ibuku terlihat bahagia dan aku pun jadi punya sosok ayah yang baik. Karena itu aku rasa aku beruntung. Benar bukan?"

O-chan lalu berkata tiba-tiba, "jarang sekali orang yang sadar kalau mereka beruntung."

Aiba menambahi, "kami itu sebenarnya berasal panti asuhan."

Jun lalu memandang mereka.

"Kami dari kecil... karena berbagai masalah masing-masing kami tinggal di panti asuhan dan dibesarkan disana. Contohnya aku, kedua orang tuaku meninggal sewaktu aku baru dua tahun, atau O-chan yang datang ke panti waktu umur 8 tahun... Pokoknya kami itu punya masalah masing-masing dalam keluarga sehingga bisa menjadi anak panti asuhan,... karena itu, kami mendambakan keluarga yang biasa, keluarga seperti pada umumnya... Tapi meskipun begitu kami sadar bahwa kami sudah punya keluarga, keluarga yang hangat, karena keluarga kami adalah mereka yang berada di panti asuhan. Kami bisa tumbuh jadi pribadi seperti ini berkat semua orang disana yang begitu lembut... Aku, O-chan, kupikir semua orang di panti kami merasakan cinta keluarga. Mereka orang-orang tak ternilai bagi kami... Jujur saja kalau aku harus terus terang, keluarga yang seperti milik Jun terlihat sangat menyenangkan jika dilihat dari sisi kami... Dan aku senang kau sadar bahwa kau beruntung. Iya kan O-chan?" lemparnya pada O-chan, Aiba kemudian sedikit malu tentang apa yang barusan ia ceritakan sendiri.

O-chan lalu mengangguk, mengacak-acak rambut Aiba. "Koitsu, nakimushi da yo, dia ini...cengeng..." katanya. "Tapi dia benar, kami cukup bahagia, dengan bentuk keluarga kami sendiri."

"O-chan! Jangan buka kartu!" seru Aiba karena matanya mulai berkaca-kaca. "Kau sendiri juga cengeng!" sergahnya.

O-chan tergelak... Mereka bertiga lalu akhirnya tertawa bersama.
~o~

"Sakurai-san!" seru Aiba yang tiba-tiba muncul dari balik pintu ruang rawat Sho sambil tersenyum riang dan melambai-lambaikan tangannya.

Sho kaget, "Do-douzo.." ujarnya kemudian.

"Konnichi wa. Ojama shimasu..." sapa Aiba sedikit kikuk masuk dan duduk di kursi kecil di sebelah Sho.

"Tentang ajakan kemarin?" tanya Sho padanya.

"Gomen, maaf kalau aku terlalu memaksa, tapi seorang temanku sepertinya tidak bisa datang karena ada tiba-tiba pekerjaan baito yang masuk di hari itu. Kita cuma mendekor ruang bermain anak, itu persiapannya sudah 70%, tapi kalau yang percerita dongengnya hanya aku, pasti kurang seru... Isshou ni yarou, dou?"

"Aku tidak pernah bercerita seperti itu sebelumnya," jawab Sho.

"Akan kuajari, tenang saja... Mudah kok, cuma perlu bercerita dengan ekspresif ke anak-anak. Temanku membuat beberapa ilustrasi untuk itu, kau mau lihat?" tanya Aiba dengan wajah antusias.

Sho yang kebingungan akhirnya mengangguk, masih saja tak paham.

Aiba segera mengeluarkan dua set sketch book berisi gambar ilustrasi tentang cerita hewan-hewan. Sho lalu terkejut, melihat cantiknya ilustrasi anak yang Aiba bawa.

"Yang ini ceritanya begini, yang itu begini..." jelas Aiba. "Aku aku akan memperagakannya sebentar, lihat baik-baik ya?"

Sho melihat muka Aiba yang sedikit bersemu merah, rupanya dia juga malu tapi dengan yakin dia memperlihatkan bagaimana mendongen pada Sho. Sho tertegun, ternyata memang orangnya seperti ini... Sho entah kenapa merasa lega. Sho tanpa sadar terpukau melihat sosok di hadapannya.

"Nah sekarang giliran Sakurai-san!" ujar Aiba setelah selesai.

"Sho, kau boleh memanggilku Sho."

"Hontou?"

"Tomodachi jyan?" tanya Sho.

"Baiklah. Sho-chan..." panggil Aiba malu-malu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Aiba-chan?" panggil Sho balik. Aiba segera mengangguk, sebenarnya dia lebih ingin dipanggil nama kecilnya saja dibanding menggunakan 'chan', sedikit kecewa. Tapi dia lalu segera tersenyum dengan lebar.

"Sho-chan no ban, giliranmu!"

"Hontou ni yaru no? Komatta naa, kita benar-benar akan melakukan ini?" tanya Sho.

"Tomodachi jyan, tolong aku donk..!"

"Ganbarimasu..." ujar Sho.

Mereka terlihat ramai beberapa saat kemudian. Isogai mengintip dari balik pintu, terlihat senang, apalagi saat sesekali mendengar tuan mudanya dimarahi karena tidak bisa membuat suara hewan yang imut untuk dongeng nanti.
~o~

Sho tertidur pulas. Sepertinya tuannya capek menirukan suara binatang. Buku ilustrasi yang masih berada di tangan tuannya itu dia ambil pelan-pelan. Isogai pun teringat pada masa lalu saat tuannya masih kecil, ia sering membacakan dongeng begini sebagai ganti nyonyanya saat melihat lembar demi lembar buku ilustrasi buatan tadi.

Isogai lalu menaruhnya di meja bedside, dan kemudian menyelimuti tuannya tidur.

Suara ketukan didengarnya. Lalu Isogai datang menghampiri pintu, dilihatnya seorang pemuda tinggi. Dia pun keluar ke lorong.

"Konban wa..." sapa pemuda itu.

"Konban wa.  Aiba-sama?" tanya Isogai.

"A...Aiba desu. Sho-chan sudah tertidur ya?" tanyanya takut-takut.

"Benar," ujar Isogai. Lalu sedikit mundur dan mempersilahkan Aiba untuk mengintip juga Sho yang telah terlelap. "Sepertinya beliau terlalu bersemangat sampai kecapekan dan tertidur, dua hari ini tuan terus berlatih. Ah maaf saya belum memperkenalkan diri, saya Isogai, butler keluarga Sakurai."

"Aiba Masaki desu, yoroshiku onegaishimasu," Aiba pun membungkuk dalam juga untuk membalas hormat dari Isogai-san itu.

"Mari kita berbicara di luar..." ajak Isogai yang kemudian menutup pintu kamar rawat Sho.

Setelah diajak berjalan menuju taman oleh Isogai, Aiba lalu tiba-tiba membungkuk dalam-dalam. Sudah sedari tadi dia bingung apa yang akan terjadi, apakah dia akan dimarahi.... Karena itu dia memutuskanbuntuk minta maaf terlebih dahulu. "Maafkan saya, saya sudah tak tahu diri mengajak Sh-Sh, maksudku Sakurai-san untuk kegiatan yang mungkin menurut anda tidak penting....!"

"Aiba-sama, saya tidak mengajak anda kesini untuk memarahi anda."

"Eh?"

"Malah saya harus berterima kasih... Sudah lama tuan tidak terlihat senang seperti itu. Terima kasih banyak."

Aiba yang merasa canggung mendapatkan bungkukan dalam terima kasih dari orang yang jauh lebih tua langsung menyangkalnya.

"Tidak-tidak. Saya senang berteman dengan Sho-chan. Dia baik sekali dan ramah." Aiba sama sekali tidak berbohong.

"Saya tau itu."

"Sho itu anak orang kaya ya... Kupikir semua orang kaya itu sombong-sombong, Sho sama sekali bukan begitu. Dia bahkan berhati lembut, saat kuceritakan aku anak panti asuhan dan bekerja part-time untuk mengumpulkan uang untuk adik-adik di panti dia berkata dia begitu mengagumiku, hehehe. Aku begitu senang..."

"Kurasa aku menyukainya..." tambah Aiba, tanpa bisa menutup-nutupi.

"Saya akan senang untuk tuan," balas Isogai mendengarnya.

"Ah maaf aku mengatakan hal memalukan!" seru Aiba panik. "Boleh aku bertanya-tanya tentang Sho? Apa makanan kesukaannya? Kapan tanggal lahirnya? Dia berapa bersaudara? Apakah tidak apa-apa kalau aku berteman seperti ini dengan Sho?" tanyanya bertubi.
Lalu dia kemudian memberanikan diri bertanya sesuatu, satu hal lagi...karena pikirnya Isogai-san ini adalah orang yang baik.
"Ano... Isogai-san. Sho-chan tte saa, sakit apa?"

Isogai terlihat sedikit menunggu sesuatu sampai akhirnya ia berujar pada Aiba, "Sore no koto dake wa, hanya hal itu saja... Sebaiknya langsung bertanya pada Sho obotchama."

Isogai lalu membungkuk. Lalu kemudian dia menatap mata Aiba, "Saya rasa tidak ada masalah Aiba-sama berteman dengan tuan muda kami, karena menurut saumya, setiap pertemuan merupakan jodoh. Saya ikut gembira jika tuan gembira memiliki teman seperti anda."

"Benarkah?"

"Saya sebenarnya sedikit bersyukur karena kedatangan anda."

Aiba sedikit tidak paham dengan kata-kata terakhir Isogai itu.
~o~

fandom : arashi, *ohno satoshi, !fanfic, *aiba masaki, #r : pg, language : indonesian, *sakurai sho, #p : sakuraiba

Previous post Next post
Up