Fanfic : Tokubetsu - Part 2 (Arashi - Ninomiya Kazunari)

Jun 18, 2012 02:57

Title: Tokubetsu -Part Two-
Rating: PG-13
Genre: Romance
Category: Straight
Pairing: Ninomiya Kazunari x Kicchirima (OC)
Author: Tocchi
Language: Indonesia, slight English and Japanese :D

Disclaimer :  I do not own Arashi (though I really want to XD).

--------------------------------------------------------

[Click to read...]
Disinilah aku sekarang, duduk dengan tidak nyaman di sofa ruang tengah apartemen milik seorang idola yang kubenci. Nino menghampiri dari arah dapur, duduk di sebelahku sambil menyeruput kopi panas yang dia buat sendiri. Memang tidak tau tata krama orang ini, dia tidak menawarkan minum padaku, bahkan air putih sekalipun!

"Toilet disana." Ia menunjukkan arah menggunakan kepalanya.
Aku memberikan tatapan 'apa-maksudmu' padanya dengan menaikkan alisku.
"Gugup?" Tanyanya.
Uggggh, aku gelisah bukan karena ingin ke kamar kecil! "Nggak." Jawabku tegas.
Dia tersenyum licik. "Atau karena ketauan mencuri benda kepunyaan seorang great idol ini ya?"
Kali ini aku tidak tahan lagi! "Hei Ninomiya Kazunari dengar baik-baik ya, aku nggak mencuri! Lagipula dari seluruh anggota Arashi cuma kamu yang nggak aku suka!"
"Maji?" Tanyanya menanyakan kesesungguhanku.
"Maji desu."
"Aku mungkin bisa percaya kalau kamu nggak mencuri, tapi aku nggak percaya kalau kamu nggak suka aku." Nino bergerak mendekatiku. "Aku terkenal, berbakat." Dia menutup jarak di antara kami. "Tampan..."
Aku bergidik, mendorongnya menjauh kemudian beranjak bangun.
Nino bangkit dan merundukkan kepalanya hingga wajah kami berdekatan. "Charming, seksi..."
Aku menginjak kakinya dengan keras "Dasar GR!"
"Itta!" Teriaknya kesakitan. Ia melompat sambil mengangkat kaki kirinya yang kuinjak barusan.
Aku menyengir puas. "Sombong, otaku, pendek!" Aku menahan tawaku saat mengucapkan kata 'pendek' barusan. "Sore jya, sayounara Ni-no-mi-ya-sama." Aku berjalan pergi meninggalkan pria arogan itu.

Saat keluar dari lift di lantai dasar aku tersadar bahwa ada satu hal penting yang terlupakan, tidak lain dan tidak bukan yaitu ... Handphonenya! Argh, tujuan utamaku datang ke tempat ini kan untuk mengembalikan benda itu. Ada 2 jalan yang bisa kupilih, menitipkannya di resepsionis atau mengembalikannya langsung. Tapi bila kutitipkan dan terjadi apa-apa dengan handphone ini pasti aku yang akan disalahkan, jadi meskipun berat rasanya mau tak mau aku harus mengembalikannya secara langsung.

Dengan lunglai aku melangkah kembali dan menunggu lift. Disampingku berdiri seorang laki-laki bertubuh tinggi. Aku meliriknya penasaran, sayang dia mengenakan parka sehingga aku tidak bisa melihat wajahnya. Pria itu mengeluarkan handphonenya kemudian menelepon.

Handphone Nino berbunyi, pria disampingku terlonjak kaget mendengar Magical Song berdering keras, dia semakin merapatkan parkanya. Karena malu aku segera mereject panggilan masuk itu. Pintu lift terbuka, aku dan pria itu memasukinya. Handphone Nino kembali berbunyi, pria itu terlonjak lagi, aku merejectnya lagi.
Ketiga.
Keempat.
Kelima kalinya... Pria itu menoleh cepat ke arahku.
Pintu lift terbuka di lantai 16. Aku buru-buru keluar namun sesuatu menahanku, tas selempangku tersangkut. Aku menengok ke belakang, ternyata pria itu menarik tasku. "Maaf, tapi kamu memegang tali tasku." Kataku takut-takut.
"Maaf, tapi kamu juga memegang handphone temanku." Katanya sambil membuka hoodienya.
Aku seperti tersambar petir, pria itu Aiba Masaki.

--------------------------------

Disinilah aku sekarang, untuk kedua kalinya duduk dengan resah di sofa ruang tengah apartemen milik seorang idola yang semakin kubenci. Aiba duduk disampingku sedangkan Nino yang bersungut-sungut duduk di sofa yang berada di sisi kiriku dan Aiba. Yang berbeda dari situasi pertama adalah kehadiran Aiba dan ocha panas yang disuguhkan untuk kami bertiga.

"Jadi kamu sudah kenal dengan pencuri ini?" Nino bertanya kepada Aiba.
Aku tersedak ocha yang sedang kuminum. "Aku bukan pencuri, dan aku punya nama!"
"Ah iya! Siapa namamu adik kecil?" Tanya Aiba Ramah.
"Namaku Christy Rima, dan aku sudah 21 tahun." Jawabku sambil menekankan kata 21.
Aiba terlihat kaget, "Ah, gomen! Aku pikir kamu masih SMP atau paling tua SMA!"
"Aku sudah mahasiswa." Aku tersenyum manis kepada Aiba, dia memang orang yang sangat kawaii.
Nino tertawa keras. "Kamu bilang aku pendek padahal kamu juga lebih pendek dariku!"
Aku memberikan tatapan sengitku pada Nino.
Aiba menyadari aura negatif yang aku dan Nino keluarkan. "Tapi kamu kawaii banget Christy chan!" Kata Aiba menengahi.
"Panggil aku Kitty saja." Aku menyarankan.
Aiba mengacungkan 2 jempolnya padaku. "Ok, Kitty chan!" Dia terlihat sangat menggemaskan!
"Bukan, panggil dia Kicchirima." Celetuk Nino.
"Jangan seenaknya mengubah nama orang Ni-no-mi-ya-sama!" Protesku.
Nino memelototiku. "Jangan menyebut namaku dengan cara tidak hormat seperti itu ya!"
Aiba terkekeh. "Kalian bertengkar seperti anak SD yang diam-diam saling suka satu sama lain."
"Tidak mungkin!" Aku dan Nino menyahut bersamaan.

Kami mengobrol panjang lebar. Aku mendapatkan jawaban atas hal yang sejak awal mengganjal pikiranku yaitu kenapa handphone Nino semuanya dikaitkan dengan Aiba. Nino menjelaskan kalau Aiba sering salah mengambil handphonenya karena tipe handphone mereka sama persis sehingga Nino memberi tanda dengan memasang segala sesuatu yang berhubungan dengan Aiba dengan maksud memperoloknya juga.

Dari obrolan tersebut aku juga mendapatkan info-info mengenai anggota Arashi yang lain. Aku agak sedih ketika mendengar cerita Aiba kalau Sho sudah berpacaran dengan sahabat yang sudah dikenalnya sejak kecil. Aku tidak percaya mendengar cerita bahwa Nino sebenarnya adalah pria pemalu yang agak sulit untuk berpacaran.

3 bulan berlalu sejak kejadian hari itu. Aku, Nino dan Aiba masih berhubungan, kami saling bertukar nomor telepon dan alamat email. Pada saat kami mengobrol, komposisi pembicaraan kami adalah 50% pertengkaranku dengan Nino, 30% leraian dari Aiba dan 20% pertengkaran aku dengan Nino lagi. Bila ada waktu luang kami sering berkumpul di apartemen Nino dan Aiba. Mereka juga pernah beberapa kali main ke apartemenku (kami harus waspada bila berada di tempatku karena takut terlihat publik).

Akhir-akhir ini Nino, dengan jadwalnya yang super padat, sering sekali memaksakan dirinya untuk bertemu denganku, meskipun saat kami bertemu pasti ujung-ujungnya akan bertengkar. Dia selalu berkata bahwa bertengkar denganku dapat menjernihkan otaknya. Aku pun merasa ada yang aneh bila dalam sehari tidak bertengkar atau sekedar saling ledek dengannya.

--------------------------------

"Kicchirima, ambilkan minumku!" Perintah Nino tanpa menoleh sedikitpun dari Nintendo DS-nya.
Aku menoleh ke arahnya dengan malas. "Kamu tinggal letakkan Nintendomu sebentar, condongkan badan ke depan, rentangkan tangan lalu ambil gelas dari atas meja. Semudah itu." Kataku sinis.
"Aku haus, musuh yang harus kulawan sangat sulit dibasmi." Rengeknya. "Lagipula kamu menganggur kan sekarang?"
Aduh laki-laki satu ini menyebalkan sekali! "Aku menanggur juga karena kamu sekarang main game. Padahal niat utamaku kesini kan mau bantu merapikan apartemenmu yang seperti medan perang ini!"
"Aku kan bilang itu bisa nanti." Balas Nino dengan nada menyebalkan.
Sabar Kitty, sabar. "Tapi kemarin kamu menuduhku mencuri handphonemu lagi kan? Padahal setelah dicari ada di bawah tumpukan majalah!"
"Kamu tau kan, yang namanya pencuri sampai akhir hayatnya akan selalu diberi julukan pencuri." Katanya santai.
Memang aku hanya manusia biasa, kesabaranku ada batasnya. "Kamu menyebalkan sekali sih!" Aku meninju lengan kirinya.
"Itta!" Nino berteriak kesakitan bercampur kaget. Tangan kanannya refleks memegang lokasi yang kupukul, mengakibatkan Nintendo DS-nya terbanting ke lantai. Nino tidak bisa berkata apapun.
Ups. "Aku lapar, kita makan yuk." Bagus Kitty, pengalihan topik yang sangat tidak sesuai.

Akhirnya setelah minta maaf berkali-kali Nino mau bicara juga kepadaku. Nino memutuskan pergi makan di luar untuk menjernihkan suasana. Ini adalah kali pertama kami pergi keluar bersama.
"Pasti mahal ya harga makanannya?" Tanyaku.
Nino tersenyum misterius. "Siapkan dompetmu saja Kicchirima. Aku tidak perlu membayar karena pemilik restoran ini kenalanku, tapi karena kamu tamu biasa maka kamu harus bayar full price."
Terbukti gosip bahwa Nino adalah orang yang pelit ternyata bukan sekedar gosip. Aku hanya bisa menatapnya dengan pandangan tidak percaya. Bagaimana mungkin dia setega itu membiarkan perempuan yana pergi bersamanya untuk membayar makanannya sendiri?
"Enak?" Tanya Nino.
Aku mengangguk. "Enak." Jawabku masih sambil mengunyah pastaku.
"Baguslah. Restoran ini nggak pernah mengecewakan." Katanya sambil tersenyum.
Selesai makan Nino meminta bill kepada pelayan namun pelayan tersebut berkata bahwa kami tidak usah membayar makanan kami karena Nino termasuk dalam daftar privilege restoran itu. Memang dasar orang pelit, aku yakin dia sengaja mengajakku makan disini agar tidak mengeluarkan uang sesenpun.

Kami sedang menuju pintu keluar restoran ketika seorang wanita cantik muncul dari arah belakang kemudian memeluk Nino dari belakang. Wanita itu mengecup pipi Nino sambil berkata "Sudah lama kamu tidak mengabariku."
Nino tertawa. "Dengan jadwalmu yang sebegitu sibuknya pasti kamu nggak bisa terima telepon dariku kan?" Balas Nino dengan santai.
"Ayo ke mejaku, teman-temanku menunggu disana." Ajak wanita itu. "Pasti nona ini tidak keberatan kan kalau aku meminjammu sebentar?"
Aku menyela sebelum Nino menjawab. "Nggak apa-apa kok, aku juga sudah mau pulang..."
"Iya, diantar olehku." Sambung Nino. "Maaf Hana chan, kami harus segera kembali."
Wanita yang ternyata bernama Hana itu terlihat kecewa. "Oh, baiklah. Selamat bersenang-senang ya kalian berdua." Katanya seraya memeluk Nino lagi.
Aku menoleh ke arah lain agar tidak melihat adegan selanjutnya, namun tetap terlihat juga. Hana mengecup bibir Nino.

Perjalanan pulang terasa sangat menyiksa. Nino terdiam, aku juga tidak mengucapkan sepatah katapun. Dia melirikku disaat ia pikir bahwa aku tidak menyadarinya, tetapi dia tidak berusaha untuk berinteraksi denganku. Akhirnya kami sampai di depan gedung apartemenku.
"Mau kuantar sampai ke dalam?" Tanyanya.
Aku menatapnya heran. "Kenapa harus tanya? Biasanya kamu juga kan selalu masuk dulu ke tempatku." Jawabku ketus.
"Yaaah, tapi... Sekarang kan sudah malam, jadi..." Kata Nino jelas-jelas memikirkan alasan yang tidak masuk akal. Selama ini dia selalu main ke tempatku hingga larut malam.
"Yasudah, kamu pulang saja. Aku capek, mau istirahat." Kataku sambil membuka pintu mobilnya dan turun. "Hati-hati di jalan pulang." Kataku kemudian menutup pintu mobil dan melangkah masuk ke gedung apartemenku.

Sesampainya di kamarku, aku segera merebahkan diri di atas kasur. Aku memegangi dadaku yang entah kenapa terasa sesak. Ada apa dengan diriku ini? Kenapa moodku jadi jelek setelah melihat wanita bernama Hana tersebut? Aduh! Memikirkan namanya saja sudah membuatku marah, apalagi mengingat kejadian di restoran tadi?!

Kesal, aku memukul-mukul kasur dengan brutal. Tiba-tiba aku teringat akan folder yang berjudul 'Himitsu' yang berarti 'Rahasia' itu. Apakah kecurigaanku beralasan? Begitu pikirku sesaat sebelum membuka foldernya yang telah kucopy ke dalam handphoneku.

Dan aku menyesal telah melihat isinya.

Tanpa kusadari aku menekan tombol di handphoneku, nomor telepon Aiba muncul di layar. Aku meneleponnya. Pada deringan keempat telepon diangkat.
"Hai Kicchirima!" Sapa Aiba.
Aiba memang menularkan kebahagiaan kepada semua orang. "Hai Aiba kun." Sapaku juga.
"Ada apa Kicchirima?" Tanya Aiba. "Kok kedengarannya tidak semangat?"
"Tadi aku makan bersama Nino." Jawabku datar.
"Lalu kalian bertengkar lagi?"
Aku menggeleng meskipun tidak bisa terlihat Aiba. "Nggak kok. Kami baik-baik saja."
"Terus?"
"Tadi kami bertemu Hana san."
Aiba terdiam.
"Halo, Aiba kun? Masih di sana kan Aiba kun?" Panggilku.
"Hana chan itu mantan Nino yang paling terakhir. Mereka putus karena Hana selingkuh dengan lawan mainnya di dorama terbarunya." Jelas Aiba.
Aku teringat foto-foto mesra Nino dengan Hana di folder 'Himitsu' tadi. "Nino masih suka Hana?" Suaraku bergetar.
Aiba tertawa, membuatku kaget mendengarnya. "Mau kukasih bocorannya?"
"Maksudnya?" Tanyaku bingung.
Aiba menghembuskan nafas. "Karena kalian sama-sama keras kepala dan nggak mau mengalah jadi aku harus menjadi perantara kalian."
"Hah?" Tanyaku makin bingung.
"Nino suka kamu sejak pertama lihat kamu. Untuk lebih jelasnya coba tanya orangnya langsung." Aiba menerangkan dengan nada riang. "Manfaatkan momen yang ada."
"Dia suka aku? Sejak pertama kali lihat aku? Masa sih?" Ini adalah berita paling mengagetkan yang pernah kudengar.
"Sekali lagi kusarankan, manfaatkan momen yang ada."

--------------------------------

Hari-hari berlalu lambat setelah kejadian di restoran tersebut. Entah berapa minggu terlewatkan sehingga tiba hari dimana Nino bertambah usia 1 tahun, tanggal 17 Juni.

Aku sudah menyiapkan kado ulang tahun untuknya : strap untuk Nintendo DS-nya dengan gantungan Mushroom Mario Bros hasil kreasiku sendiri. Akupun takjub akan diriku sendiri mengingat aku paling malas dalam urusan prakarya seperti ini. Dan yang lebih membingungkan lagi, aku rela memasak hamburger untuk tambahan kadonya.

Aku menelepon Nino untuk menanyakan apakah aku bisa berkunjung ke tempatnya malam ini. Dia menjawab bahwa dia hanya bisa dikunjungi malam hari, sekitar pukul 11 lewat.

Aku berpikir keras mengenai perkataan Aiba "manfaatkan momen yang ada" tersebut. Sekarang pukul 11.30 malam, aku dalam perjalananku menuju apartemen Nino. Aku ingin memperjelas semua ini. Kepalaku terus berkata bahwa aku tidak mungkin menyukai orang yang menyebalkan itu, namun hatiku terasa sangat sakit saat mengingat kejadian waktu itu. Sehingga aku tiba di keputusan untuk menyatakan perasaanku terhadapnya, meskipun aku tak tahu perasaan apa yang kupendam untuknya.

Aku tiba di depan apartemennya. Aku menarik nafas panjang. Tak lama setelah bel kupencet pintu terbuka. Hana chan yang membukakan. Tanpa berkata apa-apa aku beranjak dari sana, namun ada yang menarik tanganku dari belakang. Hana chan yang menarikku. "Jangan pergi, aku yang akan pulang sekarang." Katanya sambil tersenyum. "Di sini bukan tempatku lagi."

--------------------------------

Aku duduk berhadapan dengan Nino di sofanya. Kami berdua bungkam, hanya bisa saling menatap satu sama lain. Tak tahan dengan situasi ini, aku memecah keheningan dengan mengucapkan selamat ulang tahun kepadanya. Nino mengucapkan terima kasih dengan tatapan yang tak bisa kuartikan. Aku memberikan kadonya, dia terlihat senang dengan kado tersebut. "Dengan ini Nintendoku nggak akan terbanting lagi." Sindirnya sambil tersenyum menyebalkan.

Aku tak bisa berpura-pura bahwa tidak ada apapun yang terjadi di antara kami, aku harus mengatakannya sekarang.
"Siapa Hana chan?" Tembakku.
"Mantan pacar." Jawab Nino dengan tegas.
"Kenapa dia ada disini tadi?" Tanyaku lagi.
"Kami menyelesaikan semua masalah kami." Jawab Nino dengan tegas juga, ekspresinya menunjukkan keseriusan yang nyaris menyeramkan untuk dilihat.
Kembali sunyi.
"Kamu nggak tanya apa statusmu?" Tanya Nino.
Aku mematung.
"Yasudah kalau nggak mau tanya, pada akhirnya aku harus bilang juga kalau status kamu hanya teman biasa." Nino mengucapkannya dengan santai. "Hanya teman kecuali kamu mau menjadi pacarku." Sambung Nino. "Kamu mau kan?"
Aku menatap Nino shock. Ini adalah pernyataan perasaan paling tidak romantis yang pernah kualami.
"Tidak usah dijawab pun sebenarnya aku sudah tau kalau kamu mau, karena kamu suka padaku kan?" Nino tersenyum dengan gaya khasnya yang menyebalkan.
"Dasar besar kepala!" Akhirnya aku pulih dari keterkejutanku.
"Ngomong-ngomong selamat ulang tahun ya Kicchirima." Ucapnya enteng.
"Hah?"
"Sekarang tanggal 18 Juni, ulang tahunmu."
Aku sama sekali tidak terpikir mengenai ulang tahunku sendiri, benar sekarang adalah hari dimana aku bertambah umur menjadi 22 tahun!
"Aku sudah menyiapkan kado juga untukmu, ayo kesini!" Nino mengulurkan tangannya.
"Loh, kamu yang memberikan kadonya, kenapa aku yang harus menghampiri kamu?"
"Ayo kesini saja!" Perintahnya.
Aku mendecakkan lidahku seraya menghampirinya. Dia menarik tanganku dan tubuhku ke arahnya, lalu dia mencium bibirku. "Selamat ulang tahun." Ucapnya, lalu mengecup keningku.

--------------------------------

Aku melahap kue cocholate truffle yang disiapkan oleh Nino untuk merayakan ulang tahunku. Kini aku mengerti kenapa dia menyuruhku datang di waktu yang mendekati tengah malam tersebut adalah agar kami bisa merayakan ulang tahun kami secara bersamaan, dia di penghujung hari dan aku di awal harinya. Masih sambil melahap kueku, aku bertanya kepadanya. "Menurut Aiba kun kamu sudah suka padaku sejak pertama kamu melihatku ya?"
"Wah, masa iya?" Nino balas bertanya.
"Loh, kamu kan yang bersangkutan, jawab dong." Pintaku.
"Itu sih rahasia." Kata Nino sambil tertawa kecil.
Ingin rasanya aku memukul orang ini saking gemasnya. "Ayo dong ceritakan bagaimana awal mulanya!"
"Bagaimana menurutmu?" Tanya Nino penuh teka-teki.

********************************

"Maaf, orang itu yang membawanya Tuan." Pria itu menunjuk seorang anak perempuan yang sedang bermain gitar di panggung bersama band pengiring resepsi pernikahan itu. "Akan saya minta dia untuk mengembalikannya ke Anda." Sambung pria itu.
Pria yang diajak bicara itu tersenyum. "Tidak usah, akan kuminta sendiri nanti...."

********************************


Here's the -Part One-

PS: dear the real Kicchirima and Ninomiya Kazunari, happy birthday to both of you :) I wish you to be always healthy, live a happy and great life, success, and may all your good wishes come true.

r: pg-13, bahasa indonesia, p: ninomiya kazunari x oc, fanfic, t: tokubetsu, ninomiya kazunari

Previous post Next post
Up