Fate
Author: Noe Ichijou
Chapter: Oneshot
Pairing: ToraxShou, SagaxShou (one sided)
Genre: Angst, AU
Rating: R
Warning: Character(s) death
A/N: fic remake dari fic lama eke sih lol, cuma pairing dan beberapa hal aja yang diganti lol
Pernahkah kalian mencintai seseorang hingga terasa sakit dan menyesakkan hati?
Pernahkah kalian mencintai orang, yang dimana orang itu mencintai orang lain yang sangat dekat dengan kalian?
Pernahkah kalian melihat secara langsung, orang yang kalian cintai meninggalkan kalian tepat di depan mata?
Atau, pernahkah kalian menyaksikan kematian dari orang yang kalian cintai secara langsung?
Aku pernah, dan merasakan semua hal itu. Rasa ketakutan yang mencekam saat kalian melihat orang yang kalian cintai meninggal di depan mata kalian.
Aku akan menceritakan sebuah cerita, mengenai aku, orang yang kucintai, juga kakakku.
Namaku Amano Saga, aku mempunyai seorang kakak bernama Amano Shinji. Kami adalah saudara yang sangat dekat satu sama lain. Semua orang memuji ketampanan kami, juga kepandaian kami.
Kami memang sangat akrab dan dekat, semua hal tak ada yang kami rahasiakan. Bahkan, sifat dan selera kami juga hampir mirip, sehingga membuat kami mencintai satu orang yang sama.
Kami berdua, sama-sama mencintai Kohara Kazamasa, teman sepermainan kami sejak kami kecil. Kazamasa sangatlah pemalu dan hanya kami berdua, dia bisa merasa dekat. Aku mencintai Kazamasa sudah sejak pertemuan pertama kami.
Namun sepertinya Tuhan berkehendak lain, dia memilih untuk menjodohkan Kazamasa dengan kakakku. Aku mengetahui hal ini, tepat pada saat ulang tahun Kazamasa yang ke 23.
Saat itu, setelah pesta ulang tahun Kazamasa, aku berpikir untuk menemui Kazamasa dan menyatakan perasaanku padanya. Aku berjalan menuju kamar Kazamasa. Saat aku hendak membuka knop pintu kamarnya, aku mendengar suara samar-samar. Suara desahan, dan suara rintihan yang sangat kukenal.
Aku mendengar Kazamasa mendesah, juga kakakku. Kuputuskan untuk membuka sedikit pintu kamar Kazamasa agar bisa melihat apa yang terjadi. Nafasku tercekat, saat aku melihat kakakku tengah melumat bibir ranum Kazamasa, desahan terputus-putus juga terdengar dari bibir Kazamasa dan juga kakakku.
"Nghh..Shinji..mhh..." Kazamasa masih terus mendesah saat kakakku mulai membuka semua pakaiannya.
Aku tak tahan, aku pergi dan berlari. Amarah dan emosi, meluap dari hati dan pikiranku. Aku sungguh membenci kakakku pada saat itu. Aku membenci semua hal tentang dia.
Kebencian dan kecemburuan membakar habis diriku. Aku mulai menjauhi kakakku, dan menjadi lebih penyendiri. Aku muak, dan semakin muak, saat aku mendengar semua hal tentang kehebatan kakakku.
Rasa cemburu tumbuh dan berkembang dalam diriku. Kecemburuan menutup mata hatiku dari kenyataan yang pahit. Kecemburuan ini pula, yang membuatku melewatkan satu hal yang sangat penting, yang akan merubah kehidupanku, kakakku, juga Kazamasa.
----
Pesta pertunangan kakakku dan Kazamasa akhirnya diselenggarakan. Keduanya terlihat tersenyum dan bahagia. Aku hanya memandang mereka dari kejauhan. Rasa sakit karena dikhianati masih terasa di hatiku.
Melihat mereka bertunangan, serasa mereka meneteskan tetesan jeruk nipis di lukaku yang masih menganga dan berdarah-darah. Kuputuskan meninggalkan tempat pertunangan, dan kembali ke dalam kamarku, menikmati kesendirianku.
---
Kebahagiaan Kakakku dan Kazamasa berjalan tidak lama. Tepat seminggu setelah pertunangan mereka, tiba-tiba kakakku jatuh pingsan dan tak sadarkan diri. Aku sangat panik saat melihat itu, kukesampingkan rasa benciku kepada kakakku.
Kami membawa Kak Shinji ke rumah sakit. Aku melihat Kazamasa sangat setia menemani kakakku. Saat itu juga, aku tersadar bahwa sudah tak ada lagi, kesempatan bagiku untuk mendapatkan Kazamasa. Dia memilih kakakku, bukan aku.
Kuselimuti Kazamasa yang saat itu tertidur di sofa, kelelahan menunggui kakakku yang masih terbaring tak sadarkan diri. Aku memutuskan keluar, dan menemui dokter, untuk menanyakan kondisi kakakku.
Kumasuki ruangan Dr. Matsumoto, lalu berbicara sejenak.
"Dokter, bagaimana dengan kondisi kakak saya?" Tanyaku sambil duduk di depan Dr. Matsumoto.
Dr. Matsumoto terlihat menarik nafas panjang, lalu membuka hasil lab kakakku.
"Ada hal yang harus anda ketahui mengenai kondisi kakak anda. Hasil pemeriksaan, menunjukkan bahwa kakak anda mengidap leukimia, dan saat ini, sudah memasuki stadium akhir."
Saat aku mendangar itu, aku merasa seluruh tulangku seolah dilolosi dari tubuhku, aku terjatuh lemas, tak bisa mempercayai apa yang aku dengar. Aku mendengarkan semua perkataan Dr. Matsumoto, dan berusaha memprosesnya di tengah kekalutan yang melanda diriku.
Saat aku keluar dari ruangan Dr. Matsumoto, aku melihat Kazamasa terisak di kursi ruang tunggu. Bisa kutebak, dia mendengar semua pembicaraan kami mengenai kondisi kakakku. Kupeluk Kazamasa dengan lembut, berusaha menenangkannya. Dalam pelukanku, tangisan Kazamasa terasa semakin kencang. Hatiku remuk, melihat orang yang kucintai menangis dan tak berdaya seperti ini, dan tanpa terasa, air mata menetes dan membasahi pipiku. Kami berdua menangis, tak siap dengan semua yang terjadi saat ini.
---
Hampir dua minggu lamanya, kakakku dirawat di rumah sakit. Saat itu, kebetulan Kazamasa sedang pulang untuk mengambil beberapa keperluan. Aku menggantikannya untuk menjaga kak Shinji.
Sambil menopang dagu, aku sesekali memainkan jariku di pipi kak Shinji, hal yang sangat sering aku lakukan semenjak kecil. Kak Shinji tersenyum, lalu membelai kepalaku.
"Sudah lama kau tak melakukan ini Takashi, kau tahu, aku merindukan hal ini akhir-akhir ini." Kak Shinji tersenyum, lalu kembali mengacak rambutku, hal yang sering dia lakukan saat memanjakanku.
"Maaf kak, akhir-akhir ini aku bersikap tidak baik kepada kakak." Kutundukkan kepalaku dalam-dalam, merasa malu. Setelah sekian lama aku mengacuhkannya, ternyata selama ini Kak Shinji masih menyayangiku seperti ini.
"Bukan salahmu Takashi, akulah yang salah. Sebagai seorang kakak, aku malah merebut kebahagiaan adikku sendiri. Mungkin ini hukuman Tuhan untukku, karena sudah menyakiti hati adikku sendiri yang sangat kusayangi."
Aku tertegun. Kakakku memang sudah mengetahui tentang perasaanku terhadap Takashi, karena aku telah jujur mengatakan hal ini kepadanya. Aku merasa malu, karena selama ini kakakku berpikiran seperti itu. Tanpa kusadari, aku pun memeluk tubuh kakakku, yang kini kurus, lemah dan tak berdaya. Berbeda sekali dengan dirinya dulu yang tegap dan tampan.
Aku menangis sejadi-jadinya dalam pelukan kakakku. Aku menangis seperti anak kecil. Aku tak ingin kehilangan kakakku. Aku tak ingin ditinggalkan, aku ingin dia terus hidup agar aku dapat menyayanginya dan menikmati pelukannya seperti saat ini.
Tuhan, mungkin permintaanku sedikit egois. Kumohon, janganlah Kau ambil kakakku dari sisiku dan Kazamasa, aku ingin menebus semua rasa bersalahku kepadanya, aku ingin berbakti kepadanya dan aku ingin melihatnya bahagia. Aku masih menangis dan terus menangis, aku sangat menyesal.
Saat aku mulai tenang, kak Shinji tersenyum, lalu mengelus kepalaku, seraya berkata,
"Takashi, kau pasti tahu waktuku tidak banyak, aku hanya memiliki satu permintaan."
"Kak, jangan berbicara seperti itu kak..."
Kak Shinji kembali tersenyum, lalu melanjutkan perkataannya,
"Dengarkan aku, tolong kau jangan menangis lagi Takashi. Waktuku sangat terbatas...kau..kumohon kau jagalah Kazamasa, bahagiakan dia, berilah dia kebahagiaan yang tak sempat kuberikan padanya. Permintaanku hanya itu Takashi, tolong, penuhilah permintaanku yang terakhir."
Antara percaya dan tak percaya, aku melihat setitik air mata di pipi kak Shinji. Aku memeluk kakakku itu dengan erat, dan lagi-lagi aku menangis, seperti anak kecil yang kehilangan permen. Seperti anak kecil yang ingin mempertahankan apa yang dia miliki.
---
Aku berjalan seorang diri di koridor rumah sakit, dengan mata bengkak, dan wajah sembab. Saat itu, kak Shinji sudah tertidur dan aku memutuskan untuk keluar sejenak menikmati angin malam. Saat aku tengah memejamkan mata, Kazamasa menghampiri dan menepuk pundakku.
"Hei, kau baru saja menangis ya?"
Aku tersenyum, lalu menerawang ke langit bertabur bintang,
"Ya, aku baru saja melampiaskan semua yang kurasakan, aku sangat malu dengan tindakan kekanakanku kemarin."
Kazamasa tersenyum, lalu memelukku. Pelukannya terasa seperti pelukan kakakku, hangat dan nyaman.
"Yang penting sekarang kau sudah sadar Takashi, aku ingin Shinji bisa berbahagia. Aku yakin, dengan sadarnya dirimu, Shinji pasti bisa sembuh."
Aku tersenyum pasrah dengan nada optimis Kazamasa. Kakakku sudah tak mungkin sembuh, penyakit itu sudah menggerogoti tubuhnya. Aku memilih hanya tersenyum, tak ingin membuat Kazamasa menjadi sedih dengan kenyataan yang sebenarnya.
Kami berbincang-bincang cukup lama, hingga tanpa sadar, pagi telah menjelang. Sambil melemaskan otot-otot tubuhku yang terasa kaku, aku pun mengajak Kazamasa kembali ke kamar. Sudah waktunya bagi kakakku untuk sarapan dan meminum obatnya.
Saat kami memasuki kamar, kak Shinji masih terlelap. Kazamasa menghampiri kak Shinji, lalu membangunkannya.
"Shinji, bangunlah, waktunya sarapan dan meminum obatmu."
Kazamasa membangunkan kakakku, namun tak ada reaksi sedikitpun dari kakakku. Aku penasaran, dan memutuskan untuk menghampiri Kazamasa, dan saat itu dia masih berusaha membangunkan kakakku.
"Shinji, hei, bangunlah, sudah waktunya untuk sarapan."
Masih tak ada jawaban, aku mulai panik, apalagi Kazamasa. Dia mengguncangkan tubuh kak Shinji, masih berusaha membangunkan kak Shinji,
"Shinji, kumohon kau jangan bercanda, cepatlah bangun, kau harus sarapan dan meminum obatmu. Kau sudah berjanji kepadaku bahwa kau akan sembuh."
Semua usaha telah dilakukannya, Kazamasa semakin pucat, semakin berusaha membangunkan kakakku. Aku mengelus pipi kakakku, terasa dingin dan tak ada kehangatan lagi. Wajah kakakku terlihat sangat damai dalam tidurnya. Hanya dengan melihat senyuman di bibirnya yang memucat, aku paham, bahwa dia kini telah meninggalkan kami menuju keabadian.
Kazamasa mulai menangis, karena kak Shinji tak juga beranjak bangun. Kutarik pergelangan tangannya perlahan, lalu menggelengkan kepala.
"Hentikan Kazamasa, sudah tak ada gunanya kau membangunkan kak Shinji. Dia sudah tidur dengan nyenyak, dalam tidur abadinya."
Seketika, Kazamasa terjatuh, dan menangis. Dia menangis sambil memeluk tubuh kakakku yang telah dingin dan memucat. Dia terus menangis dan menangis tanpa henti. Aku tak sanggup menerima semua hal ini. Aku tak siap bila kak Shinji harus pergi secepat ini. Kami berdua menangis, sambil memeluk tubuh orang yang kami sayangi itu.
---
Pemakaman kak Shinji berlangsung keesokan harinya. Kazamasa terjatuh pingsan saat peti jenazah Kak Shinji memasuki liang lahat. Aku masih tak bisa percaya, bahwa kakakku telah tiada. Aku masih merasakan dia masih berada di antara kami.
Hari demi hari berlalu, Kazamasa terus menerus mengurung diri di kamarnya semenjak kematian kakakku. Melihat orang yang kucintai bersedih seperti itu, hatiku kembali hancur.
Kazamasa menjadi semakin kurus dan lemah, dia menolak untuk makan, juga berbicara. Hari-harinya dihabiskannya untuk mengurung diri di dalam kamarnya, berbicara dengan foto kak Shinji.
Rasa cinta yang sedemikian besarnya terhadap kak Shinji, membuat Kazamasa menjadi semakin terpuruk dalam kesedihan. Puncaknya adalah saat dia kehilangan kesadarannya karena terus menolak makan, membuatnya harus berurusan dengan rumah sakit.
Aku terus mendampinginya. Walaupun dia terus mencintai kakakku, aku masih tetap mencintainya, bahkan rasa cintaku menjadi semakin dalam. Saat aku datang untuk menjenguknya, aku melihat Kazamasa tak ada di kamarnya. Aku bertanya kepada suster jaga, katanya sih Kazamasa sedang berjalan-jalan.
Akhir-akhir ini Kazamasa kembali tersenyum dan mulai mau memakan makanannya. Suatu kemajuan pikirku. Kuputuskan untuk menghampiri Kazamasa. Setelah memutari hampir seluruh kawasan RS, tanpa sengaja aku menemukan Kazamasa di atap rumah sakit, sedang menikmati udara pagi, kuhampiri dia lalu kutepuk pelan pundaknya.
"Hei, tumben kau berjalan-jalan, sepertinya suasana hatimu sedang cerah."
Kazamasa tersenyum, lalu berdiri dan bersandar di pagar pembatas atap.
"Kau tahu Takashi, semalam Shinji mengunjungiku, dia sangatlah sedih karena melihatku seperti ini."
"Maksudmu apa Kazamasa? Bagaimana mungkin kak Shinji bisa mengunjungimu? Dia kan..." Sebelum aku sanggup melanjutkan perkataanku, Kazamasa memotongnya dan menjelaskan tentang apa yang dia alami.
"Ya, aku paham maksudmu Takashi. Semalam Shinji sungguh-sungguh mengunjungiku, dia sangat sedih dengan keadaanku yang seperti ini, makanya demi membuat dia tidak sedih, aku pun memutuskan untuk mengakhiri semua kesedihanku ini."
Aku berusaha menangkap apa yang dimaksud Kazamasa. Tampak dia tersenyum dengan sangat bahagia, senyuman yang hampir tak pernah kulihat sejak kematian kakakku.
"Takashi, pernahkah kau mencintai seseorang, sebegitu dalamnya hingga kau tak akan pernah bisa menghapus rasa cinta itu walaupun kau telah ditinggalkan?"
Aku terdiam saat Kazamasa berkata seperti itu. Saat aku hendak berbicara, Kazamasa kembali memotong pembicaraanku,
"Kalau boleh jujur Takashi, hingga saat ini aku masih mencintai Shinji. Aku mencintainya dengan seluruh jiwa dan ragaku. Aku tak akan sanggup hidup tanpa dia, begitu pula dia tanpa aku. Perasaanku ini tak akan lekang oleh waktu, bagiku, selama jantung ini berdetak, hanya ada nama Shinji, Shinji, dan Shinji. Tak akan ada yang lain."
Aku terdiam, perkataan Kazamasa serasa menusukku. Dia berkata seolah-olah bahwa dia hanyalah milik kak Shinji, dan tak akan ada seorangpun yang memisahkan mereka.
Saat aku tengah berkutat dengan pikiranku, kurasakan pelukan hangat menghampiri tubuhku. Tampak Kazamasa memelukku, juga tersenyum.
"Terima kasih Takashi, kau sudah mau menjagaku, juga sudah mau kurepotkan. Maaf, aku tak bisa membalas perasaanmu. Bagiku hanya ada Shinji seorang, dan dia tak akan tergantikan. Setelah ini, aku akan pergi, dan tak akan kembali."
"Kau mau kemana Kazamasa?"
Aku mulai panik, aku tak ingin kehilangan Kazamasa. Kazamasa hanya menjawab dengan senyuman, lalu dia berjalan, melangkah ke pagar pembatas, dan kini dia berdiri di balik pagar itu. Sebelum aku sempat mencegahnya, dan menariknya ke tempat yang aman, dia berkata,
"Sayonara Takashi, arigatou telah menjagaku. Kita akan bertemu lagi kelak, kau, aku, juga Shinji, kita akan berkumpul lagi."
Bersamaan dengan kata-kata terakhirnya, Kazamasa pun menjatuhkan dirinya dari atap, menuju ke permukaan tanah. Aku terkesiap, melihat pemandangan di bawah, Kazamasa berlumuran darah, terjatuh, dan pergi meninggalkanku selamanya demi menyusul kakakku.
---
Kini, aku terduduk di depan dua buah nisan putih. Yang satu bertuliskan Amano Shinji, yang satunya lagi bertuliskan Kohara Kazamasa.
Air mata tak hentinya menetes dari pipiku. Aku menggenggam sebuah diary milik Kazamasa, yang bertuliskan semua hal yang dia rasakan. Sambil terus memandang kedua nisan itu, aku memejamkan mataku, membiarkan darah yang mengalir terus-menerus dari pergelangan tanganku. Pandanganku mulai kabur. Dari kejauhan, aku melihat kakakku dan Kazamasa, mengenakan pakaian putih, tersenyum dan mengulurkan tangannya kepadaku.
Kuraih uluran tangan mereka, aku bahagia bisa berkumpul dengan mereka. Dengan langkah ringan, aku menggandeng tangan kakakku, juga Kazamasa, meninggalkan tubuhku yang mulai terbujur kaku di pemakaman itu, bersamaan dengan kertas-kertas diary Kazamasa yang beterbangan, mengiringi kepergian kami.
The time is crying in your little heart
It will stop our time and my dreams
Can you see the tears flowing from your eyes?
When your soul leaves your body
So you're outside by this time
Many times
Love will be born again
It always comes back from the sorrow depth inside
Until you'll face the truth
And slowly walk with me
On usual way
I'll be with you
I've never loved anyone like this before
Any time, every time
I want to stay with you
I don't want to stay goodbye
I'm afraid of losing your love
I could never live without you
But my time doesn't forgive it
I couldn't understand
Why my heart so tight and you couldn't leave my soul
Your love stayed the same
Feeling the voice echoing from the future
You'll cry with a sense of pathos
I hold this love and you by all means
Every time Love will be born again
It always comes back from the sorrow far away
Until you'll face the truth
And slowly walk with me
On usual time
I'll be with you
No matter the how much times goes by,
I love you
Any time, every time
I want to be with you
I don't want to say goodbye
I'm afraid of losing your love
Could I never live without you
Forever
I need your love
I've never loved anyone like this before
Your smile
Your soul
Please once again!
I could stay I love you
The pain of losing a loved one
I would never forget usual way with you
Times goes by
*Love Will Be Born Again, by Versailles Phillarmonic Quintet