FIC: I Love You when I Know I Can't | Chapter Four/Five

Aug 17, 2010 10:29

Nyok dilanjuttt!!!ne tak kase 2chap sekaligus^^
gumawoyoo for Gissel dah kase ne FF bwt di post dimari *bows*

Title: I Love You when I Know I Can’t
Author: Giselle
Length: Chapter (4-5/15+Epilog)
Genre: AU, Incest, Fluff, Angst, Romance
Rated: PG-15
Pairing: YunJae

Chapter 4:
Semua berdiri dengan gugup saat melihat seorang dokter duduk di tepi tempat tidur Jaejoong, memeriksanya, mendengar detak jantungnya dengan stetoskop, membuka matanya yang tertutup, mengukur suhu tubuhnya, dan akhirnya dokter itu mengangguk paham.

”Bagaimana?” tanya Yunho terburu-buru saat melihat sang dokter mulai menyusun kembali barang-barangnya.

Dokter itu melihat Yunho sesaat, melipat kacamatanya dan menggeleng pelan. ”Kau harus bersyukur, Yunho-ssi kalau saat itu shift-ku, jika tidak kau akan mendapat penjelasan yang salah. Aku rasa dia mengalami depresi singkat lagi. Dan aku bisa menebak kenapa hal itu bisa terjadi..” kata dokter itu sambil memperhatikan setelan jas mewah Yunho dan bisa menduga kalau pria itu baru saja pergi ke keluar dan meninggalkan Jaejoong sendiri.

Yunho hanya terdiam dan tertunduk menyesal. “Aku tahu itu, Leeteuk-ssi…” desahnya dan memandang dokter pribadi Jaejoong, berharap mendapatkan permohonan maaf. “Aku mengetahui itu kesalahanku… Tapi, Jae tidak apa-apa, kan?” tanya dengan nada khawatir.

”Masih depresi ringan. Tidak begitu parah. Hanya saja..” matanya beralih ke botol obat penghilang rasa yang ada di atas meja belajar Jaejoong. ”Dia menggunakan obat itu lagi? Jung Yunho!!” suara Leeteuk meninggi dan memandang Yunho dengan tatapan menuduh. ”Berapa kali aku katakan untuk tidak memberikan obat itu pada Jaejoong-ssi!! Dia harus mulai meninggalkan ketergantungan akan obat itu!!”

”Itu bukan salahku!! Dia menemukannya, dan aku sudah menyimpan obat itu!!” balasnya, tapi berusaha tidak sampai berteriak dan menunjukkan ekspresi tenang.

Leeteuk menatap Yunho yang berusaha bersikap tenang, tapi dia bisa melihat kalau tangan pria itu bergetar hebat. Pria itu tidak akan pernah menunjukkan kelemahannya, pikir Leeteuk dalam hatinya. ”Kalian teman-teman Yunho-ssi?” kali ini matanya beralih kepada empat orang pria yang sedang berdiri di belakang Yunho dengan gugup dan bingung.

”Oh, yeah... Kami teman Yunho.” jawab Yoochun dan memperhatikan dokter itu tersenyum tipis.

”Kalau begitu, lebih baik kalian pulang saja. Terima kasih sudah meneleponku pada waktu yang begitu tepat.”

Yunho mengerti apa maksud dari Leeteuk. Ada pembicaraan penting yang harus dibicarakan. Yunho langsung berputar menghadap mereka. Menyadari kalau posisi mereka tidak berada di waktu yang tempat, mereka mengangguk paham dan pamit.

”Hyung, kami benar-benar menyesali apa yang sudah kami lakukan. Tidak seharusnya kami memaksamu...” desah Junsu dan menunjukkan ekspresi menyesalnya, sama dengan yang lain.

”Tidak apa.” jawab Yunho dan tersenyum tipis. “Pulanglah. Sekarang hampir tengah malam. Selamat malam…”

“Malam, hyung…” dan mereka pergi. Yunho menarik napas panjang dan menutup pintu di depannya.

”Lebih baik kau memulangkan saja Jaejoong kalau keadaannya seperti ini terus...” kata Leeteuk dari belakangnya. Tapi dia tidak memberi reaksi dan tidak sekalipun berputar untuk melihat Leeteuk. ”Kalau kau merasa lebih penting teman-temanmu daripada Jaejoong-ssi, lebih baik dia kembali ke London.”

”Jangan menyalahkanku, Leeteuk-ssi.” desahnya dan memutar tubuhnya. Mereka saling pandang dengan tatapan sinis. ”Kalau bisa, sejak setahun yang lalu dia datang, aku sudah memulangkannya ke London.”

”Kalau begitu lakukan. Aku melihat kau tidak peduli padanya.”

”Aku bukan tidak peduli!!” geramnya sambil mengepalkan tangannya dan menundukkan kepalanya. ”Aku peduli padanya!! Tapi aku ini masih manusia!! Aku masih membutuhkan waktu dengan diriku sendiri!! Apa aku setiap hari harus selalu berurusan dengan dia? Apa aku setiap hari harus mengurus dirinya?? Aku masih ingin merasakan kehidupanku sendiri!!” teriaknya dan menatap Leeteuk yang dalam sekejap sudah menatapnya dengan tatapan menuduh.

”Kau tidak mengingankan aku, Yunho hyung?” suara pelan dan lembut memecahkan keheningan diantara mereka berdua. Yunho membeku saat melihat orang yang paling tidak dia harapkan mendengar hal itu. Dia berdiri di sana dengan selimut tebal menutup tubuhnya. Wajahnya pucat, tubuhnya gemetar, dan dia menatap Yunho dengan tatapan kecewa. “Kalau hyung ingin begitu, aku akan kembali ke London.”

“Tidak Jae… Tidak!! Bukan itu maksudku!!” kata Yunho sambil berjalan mendekati Jaejoong yang berdiri dan menggigit bibirnya. Dia menahan air matanya agar dia tidak tampak begitu lemah di depan Yunho. Ahh.. Mana mungkin dia bisa terlihat kuat. Yunho tahu sisi terdalam dirinya, tahu dirinya yang begitu lemah, tahu kalau dia bagaikan selembar kertas tipis. Sekali dilukai dengan berbagai cara, dia akan hancur. Dikoyak, dibasahi air, diremukkan, dikoyaki... Dengan berbagai cara dia bisa hancur. Dan Yunho tahu sisi itu pada Jaejoong.

”Sejak awal kau tidak menginginkan aku, hyung...” bisiknya perlahan saat merasakan tangan Yunho mencengkram kedua lengannya. Dia mengangkat kepalanya dan menatap Yunho yang menatap dirinya dengan tatapan menyesal. ”Aku mendengar dari para pelayan di London kalau kau sendiri yang memutuskan pindah ke Seoul... Bukan appa. Benarkah begitu, hyung? Apakah kau benar-benar ingin melupakan aku, hyung? Sedalam itukah kau membenciku?”

Yunho terdiam saat melihat bulir-bulir air bening mengalir dengan bebas dipipi pucat Jaejoong. Sudah berapa kali dia membiarkan air itu jatuh? Dia tidak bisa menghitungnya lagi. Perasaan takut meliputinya lagi. Dia tidak ingin Jaejoong pergi. Bukankah perkataannya pada Leeteuk hanya upaya mempertahankan diri? Ya. Hanya upaya mempertahankan diri, bukan isi hatinya sepenuhnya. Tapi bukankah pikiran seperti itu pernah masuk sebelumnya ke dalam pikirannya?

”Bukan maksudku seperti itu, Jae...” desahnya dan perlahan menghapus air mata yang mengalir itu. Mata mereka saling bertemu selama beberapa saat dan melihat mata polos dan penuh harap itu membuat Yunho tersenyum tipis dan membawa tubuh mungil Jaejoong kedalam pelukannya. ”Aku menyesal sudah mengatakan hal itu... Itu hanya pikiran konyol. Pernahkah sekali saja aku mengatakan kalau aku benci kau berada di sini?”

Jaejoong menggeleng pelan.

”Pernahkah aku mengatakan kalau aku ingin memulangkanmu ke London?”

Jaejoong mengangguk pelan.

Yunho terdiam dan mengingat kalau dia telah mengatakan hal itu tadi siang. ”Kalau begitu lupakan. Pernahkah aku mengatakan kalau kau begitu menyusahkan?”

Jaejoong terdiam sebentar dan nyaris mengangguk, tapi dia berhenti dan akhirnya menggeleng.

Melihat itu, dia tersenyum tipis dan mengecup puncak kepala Jaejoong. “Kalau begitu tidak ada yang salah. Aku menginginkanmu di sini. Aku menyukai kau ada di sini. Malah...Mungkin sangat bagus kalau kau berada di sini.”

Jaejoong tidak bereaksi. Dia hanya membiarkan dirinya larut dalam pelukkan hangat hyungnya, menikmati aroma Yunho yang selalu bisa menenangkannya. ‘Aku tidak bisa berhenti membencinya…’ pikirnya dan tersenyum kecil. ‘Bukankah aku terlalu menggantungkan diriku padanya? Aku hanya mempercayai Yunho-hyung di dunia ini. Tidak ada yang lain.’

Leeteuk masih berdiri di sana dan memandang kedua saudara itu dengan tersenyum tipis. Dia bisa menduga apa yang terjadi antar mereka berdua. 'Aku merasa kasihan dengan perasaan mereka...' pikirnya dan keluar dari apartemen itu tanpa bersuara. 'Mungkin aku harus menceritakan kebenarannya. Tapi aku sendiri masih ragu dengan hal itu... Mm, biarkan saja dulu. Aku masih harus membuktikannya.' pikir Leeteuk singkat dan akhirnya berjalan pergi meninggalkan gedung apartemen itu.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
__Hari Senin...__
”Kau yakin aku tidak perlu mengantarmu masuk ke dalam sekolah?” Yunho menawarkan dirinya saat mereka berhenti di depan sekolah Jaejoong. Masih di dalam mobil, dan Yunho entah sudah berapa kali menawarkan diri pada Jaejoong agar dia memperingati gadis bernama Tiffany itu untuk berhanti melakukan hal-hal yang berbahaya bagi adiknya, atau dia sendiri yang akan turun tangan.

”Sudahlah, hyung. Ini bukan masalah besar. Pergilah ke kantormu, dan jangan berpikir untuk melakukan tindakan konyol. Mengerti? Sampai jumpa nanti malam...” katanya dan mengecup pelan pipi Yunho dan keluar dari mobil. Mobil itu masih berada di sana, memperhatikan Jaejoong sampai dia masuk ke dalam gedung sekolah.

”Sayangnya, aku tidak pernah sekalipun tidak mengkhawatirkanmu, Jae.” desahnya, dan mobil sport itu melaju dengan kecepatan tinggi.

Di sisi lain, saat Jaejoong berada di depan pintu kelasnya, dia menggenggam pintu depan kelasnya dan terlihat ragu untuk melakukan hal ini. ’Apakah aku benar-benar mengharapkan agar Yunho hyung datang sendiri dan memperingati Tiffany cs??’ pikirnya, tapi dia cepat-cepat menghapus pikiran konyol itu. ‘Jangan, Jaejoong… Sejak kapan kau menjadi sesadis itu…’ Merasa lelah dengan pikirannya sendiri, dia akhirnya membuka pintu kelasnya perlahan. Dia memperhatikan kondisi kelasnya selama beberapa saat. Tidak ada yang melihat ke arah dirinya. ’Bukankah masih sama seperti yang biasa?’

Dia berjalan perlahan ke arah kursinya yang berada paling sudut di kelas itu. Tapi tidak sepenuhnya tidak ada yang menyadarinya. Tiffany cs yang duduk di bangku paling depan di kelas menatapnya dengan tatapan menusuk, dan Siwon cs yang beda satu bangku dari Tiffany cs menatapnya kasihan. Aish... Dia bagai berada di dua kutub yang berbeda sekarang.

“Huhh!! Aku ragu laki-laki kemarin saudaranya. Bisa saja laki-laki itu salah satu tamunya.” daripada bisikkan, itu lebih baik disebut teriakkan. Semua orang di kelas itu mendengar, tapi hanya menundukkan kepala, pura-pura tidak mendengar. Tiffany cs selalu seperti itu. Dan orang yang berani melawan mereka, paling-paling mendapat perlakuan seperti Jaejoong. Itu saja? Tidak, bahkan mungkin bisa lebih parah daripada Jaejoong. Jadi, jangan berani melawannya. Ok??

”Dia kelihatannya mempunyai banyak tamu...” tawa Tiffany cs yang menjijikkan membuat bulu kuduk Jaejoong meremang. Dia akan mengatakan kalau itu tawa perempuan paling buruk yang pernah dia dengar. Apakah mereka memang pernah melihat dirinya jalan dengan orang-orang yang berbeda? Salah satu bualan yang berlebihan.

Jaejoong tidak memberikan reaksi saat merasakan handphone-nya bergetar. Sambil menunduk dia memeriksa handphonenya yang berada dalam tasnya, dia membaca sebuah e-mail yang baru saja sampai di handphonenya.

”Hubungi aku kalau ada masalah…
Okokok???

Love U....<3<3<3<3
Yunho”

Membaca itu, Jaejoong tersenyum lebar dan menikmati seberapa besar rasa peduli Yunho pada dirinya. Dan dia menyukai itu. ”Apa ini?” Tiffany mendadak merebut handphonenya dan memeriksa handphone itu dengan mata sinis.

”Tiffany!! Kembalikan handphoneku!!” jerit Jaejoong, hal yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya dan membuat teman-teman sekelasnya terkejut dan menatapnya tidak percaya. ”Kembalikan sebelum aku...”

”Sebelum apa? Kau akan menghajarku?” gadis itu tertawa sinis dan memutar-mutar handphone itu di tangannya. Jaejoong tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. Matanya memperhatikan handphonenya dan benar-benar berharap handphone itu kembali ke tangannya.

“Tiffany. Kembalikan saja. Kau tidak berhak mempermainkan Jaejoong-ssi.” Kata Siwon yang masih duduk di tempatnya dan memperhatikan Tiffany dengan mata sinis. Hanya Siwon yang selalu menolongnya, dan hanya Siwon orang yang tidak bisa Tiffany perlakukan dengan sembarangan.

Gadis itu hanya mendengus kesal, tapi akhirnya menjulurkan handphone itu. “Ambil.” Jaejoong yang merasa senang, bangkit dari kursinya dan berjalan mendekati Tiffany. Tangannya hendak mengambil handphone itu. Tapi bagaikan petir sekali menyambar, Tiffany dengan sengaja menjatuhkan handphone itu. Jaejoong seakan menyaksikkan handphonenya jatuh perlahan, berputar-putar sebentar di udara, tapi meluncur dengan bebas di udara. Lalu suara keras terdengar di seluruh kelas itu, saat semua memperhatikan handphone Jaejoong jatuh, dan pecah. ”Opps. Aku tidak sengaja.” ujar Tiffany dengan nada yang menjijikkan dan tersenyum sinis, menunggu reaksi dari Jaejoong yang sudah menahan napasnya saat melihat handphonenya jatuh.

Apa isi handphone itu? Semua e-mail sayang Yunho padanya. Ada lagi? Foto-foto lucu mereka saat mereka sedang bersama. Yang lain? Video-video saat dia dan Yunho berliburan bersama, dan di sana terekam banyak adegan-adegan konyol yang selalu berhasil membuatnya tertawa. Yang lain? Dia ingat di sana ada beberapa lagu yang dia rekam sendiri untuk Yunho dan beberapa kali Yunho memotong dan berteriak di sana.

Mmm… Tapi hal apa yang membuat Jaejoong akhirnya berteriak dan mendorong gadis itu sampai jatuh ke lantai, menampar gadis itu, menarik rambut gadis itu, dan meneriakkan sumpah serapah yang tidak seharusnya di dengar oleh anak dibawah lima belas tahun??

Yupss… Fakta kalau dia sudah mengumpulkan semua kenangan itu hampir sepuluh tahun lamanya, tersimpan dengan rapi di dalam handphonenya, dan semuanya hilang begitu saja hanya karena seorang gadis kurang ajar? Bukankah gadis seperti itu seharusnya dihajar?

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
__Jung Corp__
“Ya, ya, appa. Aku mengerti. Aku akan menghubungi sendiri Mr. Matsuhiko. Ya... Aku akan memenangkan kontrak itu. Aku mengerti appa... Iyaa!! Berhentilah mengingatkan aku!! Aku sudah tahu apa saja tugasku di perusahaan ini!!” desahnya dan merasa muak dengan semua peringatan yang tidak berarti baginya. Ayahnya terlalu keras memperingatinya akan semua pekerjaanya di perusahaan ini, dan baginya itu konyol.

”Baik, baik. Kelihatannya kau memang sudah sangat profesional.” jawab ayahnya dari teleponnya di London dan tertawa kering. ”Bagaimana kabar Jaejoong?”

”Baik-baik saja. Aku baru saja mengantarnya ke sekolah.”

”Bagus itu. Oh ya, ibumu...”

“Bukan ibuku.” Potong Yunho dan mengerutkan kening mendengar hal itu.

Ayahnya paham dan segera menggantinya. “Maksudku, SoHee… Dia ingin kau menemui beberapa gadis. Dia ingin kau berkenalan dengan gadis-gadis ini...”

”Tidak, terima kasih. Sampaikan salamku padanya. Aku masih tidak ingin membiarkan hidupku dipenuhi dengan perempuan selama beberapa waktu ini.”

”Yunho... Jangan begitu. Aku sudah berbicara dengan gadis-gadis ini dan...”

“Sebenatar, appa. Ada telepon dari sekretarisku.” potongnya saat melihat lampu hijau dari telepon di mejanya bersinar. Dia menahan telepon ayahnya sebentar dan menekan tombol loudspeaker. ”Kenapa, Yuri-ssi? Ada hal penting?”

”Maaf mengganggu, Mr. Jung. Hanya saja, ada telepon dari sekolah tempat Jaejoong-ssi bersekolah.”

Mendengar nama itu, dia langsung bersedekap dan khawatir dengan apa yang terjadi. “Apa yang terjadi, Yuri-ssi? Apa yang terjadi pada Jae?” tanyanya dengan nada khawatir dan begitu gugup.

“Pihak sekolah mengatakan kalau Jaejoong-ssi terlibat dengan sebuah perkelahian dan…” dalam sekejap dia sudah memutuskan hubungan telepon dengan Yuri dan dengan ayahnya. Setelah mengambil jasnya, dia berlari keluar dari ruangannya dan menyuruh Yuri yang duduk di meja di depan ruangannya untuk membatalkan semua pertemuan hari ini.

“Seharusnya aku benar-benar memperingati gadis itu…” desahnya dan menekan gas mobil sportnya dengan begitu kuat membuat dia sudah melaju di jalan dengan begitu cepat. Apalagi ini??
*To be Continue*

Chapter 5:
Yunho berjalan cepat menyusuri koridor sekolah itu. Matanya berkeliaran mencari letak ruangan kepala sekolah di sekolah itu. Dan dengan cepat dia menemukan ruangan itu, ditambah dengan banyak murid yang berdiri di depan ruangan itu.

“Well, Jaejoong-ssi kelihatannya orang yang penuh dengan kejutan.” Dia mendengar seorang siswa laki-laki mengatakan hal itu tidak jauh dari posisinya berdiri.

”Aku mengira dia orang yang penakut karena tidak pernah melawan Tiffany...”

”Dan kita lihat sendiri, Jaejoong-ssi yang memulai perkelahian. Bukan Tiffany.” mata Yunho membulat mendengar hal itu. Bukan Tiffany? Jadi Jaejoong yang memulainya? Kenapa bisa begitu?

“Hanya karena sebuah handphone…” laki-laki lain menggeleng pelan dan tersenyum kasihan entah pada Jaejoong atau Tiffany. Handphone?? Well, kali Yunho mulai kesal. Bukan pada Tiffany lagi, tapi pada Jaejoong.

Yunho menerobos begitu saja kerumunan murid-murid itu dan membuka pintu tanpa mengetoknya. Begitu dia masuk dan menutup kembali pintu itu, dia dihadapkan pada sebuah perkelahian kecil, atau lebih tepatnya adu mulut bisa kita katakan.

Jaejoong duduk di sofa yang begitu jauh dari Tiffany, dan gadis itu menangis menjadi-jadi saat beberapa guru wanita mencoba menenangkan gadis itu. Saat matanya beralih ke Jaejoong, dia makin kaget saat melihat adiknya itu juga menangis dan berteriak histeris pada Tiffany. ”AKU SUDAH MEMINTA BAIK-BAIK PADAMU UNTUK MENGEMBALIKAN HANDPHONEKU!! KAU YANG DULUAN MEMULAI INI!! BUKAN AKU!!” jerit Jaejoong dan kembali menangis, dan seperti berusaha berniat melempar sesuatu pada gadis yang duduk di depannya, tapi beberapa guru pria berhasil menahan tangannya.

Dia tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Bahkan dia bingung kenapa tidak ada seorang pun yang menyadari kehadirannya di ruangan ini. “Jae…” katanya pelan. Dia tidak tahu kenapa, tapi Jaejoong sontak menghentikan tangisnya dan melihat ke arahnya. Mungkin memang dia mengalami sindrom ’Crying Jae’. Walau itu bukan karena perbuatannya, tapi melihat mata besar dan hitam itu penuh dengan air mata, dengan cepat kaki panjangnya melangkah mendekati Jaejoong dan memeluk sosok lemahl itu.

”Hyuuuunnggg!!!” isaknya dan menangis di bahu Yunho. Yunho tidak peduli sekalipun Jaejoong akan membasahi setelan jas mahalnya. Kenapa dia harus peduli pada sesuatu yang begitu kecil saat tahu adiknya sedang menangis? ”Handd... phone...”

”Sshh.. Berhentilah, menangis Jae...” desahnya dan mengelus lambat punggung Jaejoong. Perlahan dia mulai berhenti menangis dan yang terdengar hanya suara isakan pelan. ”Aku yang membeli yang bar...”

”Beda hyunggg...!!” tangis Jaejoong meledak lagi. Well, kelihatannya ini akan menjadi sangat sulit. Dengan sedikit memaksa, Yunho membuat Jaejoong berdiri tapi masih melingkarkan lengannya di leher Yunho, dan Yunho lagi-lagi membiarkan Jaejoong menginjak sepatunya yang hitam dan bersinar, hanya agar Jaejoong tetap bisa bersandar di bahunya dan karena dia lebih tinggi daripada adiknya.

”Mm... Kelihatannya ini benar-benar kesalahan adiku, bukan kesalah dari gadis ini.” Yunho sedikit ragu untuk mengatakan hal itu, mengingat kalau Jaejoong pernah hampir di tampar oleh gadis ini.

”Mr. Jung, kami bukan bermaksud untuk...”

“Tidak apa, Mr. Han.” Dia tersenyum kecil pada laki-laki tua dengan rambut putih dan tipis itu. Yunho kenal siapa pria itu, kepala sekolah di tempat ini. Dan Mr. Han tahu siapa Jung Yunho. Pemberi sumbangan terbesar di sekolah ini, dan masuk daftar orang yang harus dan wajib dihormati dan dilayani dengan baik jika datang ke sekolah ini. Dan begitu tahu kalau adik dari Jung Yunho terlibat perkelahian, dia begitu ragu untuk memberikan hukuman, walau kita bisa mengatakan kalau Jaejoong juga bersalah karena dia duluan menghajar Tiffany.

”Aku tidak akan menyalahkan gadis ini karena dia menghancurkan handphone adikku.” sebuah pukulan keras mendadak menghantam punggungnya dan suara pukulannya begitu keras. ”Ugghh... Ehem, dan aku benar-benar berharap gadis ini mau bertanggung jawab dengan apa yang dia lakukan.” Yunho tersenyum dingin saat melihat matanya dan mata gadis itu saling bertemu. Tiffany yang melihat senyum itu kembali ketakutan dan tiba-tiba sudah mengangguk cepat. “Itu lebih baik.”

Dan tanpa menunggu apa-apa lagi, Yunho hampir saja mengangkat Jaejoong dengan ‘bridal style’ tapi berhenti saat mendengar bisikan adiknya. “Jangan membuatku malu hari ini, hyung. Aku masih bisa berjalan.” Dia melepaskan pelukannya dari Yunho dan berjalan keluar dari ruangan itu. Yunho masih berdiri di dalam ruangan itu dan mengangkat bahunya.

”Aku akan membawanya pulang lebih cepat hari ini.” katanya danberjalan pergi meninggalkan ruangan itu. Meninggalkan guru-guru yang masih berada di dalam ruangan itu, dan murid-murid yang berdiri di depan ruangan itu. Mereka menatapnya penasaran, tapi dia hanya mengabaikan ekspresi itu dan berjalan santai kearah mobilnya. Tepat saat dia masuk ke dalam mobilnya yang terpakir di halaman sekolah, Jaejoong muncul dan membuka pintu itu dengan kesal dan masuk.

”Kau masih kesal, Jae?” Yunho mulai menyalakan mesin mobil dan berjalan meninggalkan halaman sekolah. Dari sudut matanya, dia melihat Jaejoong mengangguk pelan dan melihat keluar jendela dengan wajah cemberutnya. Yunho hanya mendesah panjang. ”Jae, aku bukan bermaksud membela gadis itu. Hanya saja, aku juga tidak bisa melawan faktak kalau kau yang duluan menghajar gadis itu. Kau tahu aku bisa membelikan setumpuk handphone untukmu…”

“Lupakan tentang handphone konyol itu.” Sahutnya dan tiba-tiba saja mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Yunho memperhatikan dari sudut matanya sambil sesekali fokus pada jalan. ”Hyung lihat? Dia berhasil membuat handphone itu hancur babak belur!! Bahkan berhasil menghancurkan semua memorinya!!”

Yunho terdiam selama beberapa detik dan mengerti apa maksud Jaejoong. ”Ohh... Jadi kau marah karena handphonemu hancur dan kau kehilangan semua data di dalamnya?” dia mengangguk cepat dan kembali menatap jalan. “Jae… Aku berpikir. Menurutmu untuk apa tercipta notebook atau komputer? Atau menurutmu, untuk apa tercipta flashdisk, dan sebangsanya?” Kali ini Jaejoong terdiam.

“Tapi dia berhasil menghancurkan data-data yang sudah berusia sepuluh tahun.”

“Konyol Jae! Kau masih menyimpan foto yang hampir berusia sepuluh tahun? Jae… setidaknya simpan foto itu di tempat lain, atau cetak foto itu.” Yunho hampir kehabisan akal dengan jalan pikir adiknya. Kenapa adiknya itu paling tidak memikirkan sesuatu yang kedepan? Apakah dia tidak pernah berpikir kalau handphone itu bisa suatu saat hancur begitu saja karena sebuah kecelakaan?

“Aku tahu aku bodoh!” desis Jaejoong. Tepat saat itu mobil berhenti di depan gedung apartemen mereka. “Dan aku tahu kalau hyungku lebih bodoh karena membela gadis yang bodohnya hampir sama dengan dirinya!” Jaejoong melompat keluar dari mobil dan melangkah pergi meninggalkan Yunho yang masih duduk di dalam mobil dengan mulut terbuka lebar dan tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.

“Yah!! Ada apa dengannya!!” desis Yunho dan hanya bisa menggeleng pelan. Well, setidaknya dia harus kembali ke kantor sekarang. Sementara, lupakan dulu masalah antara dirinya dan Jaejoong. Dia yakin kalau dia masih punya waktu sampai nanti malam. ”Kapan dia tidak berhenti membuatku kaget setiap hari...” Yunho menghidupkan kembali mesin mobilnya dan berjalan pergi meninggalkan gedung apartemen itu.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~`
”Bodohh!! Si bodoh!!!” geram Jaejoong sambil berjalan menuju apartemennya. Dia membuka pintu apartemennya dengan kasar dan menutup pintu itu dengan kasar pula. ”Hyung bodooohhh!!!” kali ini dia berteriak kesal di dalam kamarnya setelah melempar tasnya entah kemana dan melempar dirinya sendiri di tempat tidurnya.

”Kenapa kau tidak mengerti sih...” desahnya dan melempar semua bantal yang ada di tempat tidurnya. ”Aku bersumpah kau adalah hyung yang paling bodoh yang pernah ada di dunia ini...”
Jeritnya dan kali ini berjalan keluar dari kamar.

”Kau bahkan, mungkin, tidak peduli kalau aku mengatakan foto-foto itu mengenai kenangan kita berdua.” gumamnya sambil menggulung tubuhnya menjadi sangat kecil di sofa ruang keluarga. Perasaan kesal dan sedih bercampur aduk. Kesal karena Tiffany menghancurkan handphonenya, sedih karena handphone itu hancur. Kesal karena Yunho ’sedikit’ membela Tiffany, dan sedih karena Yunho tidak sadar karena apa dia kesal.

’Ding, dong...’ suara bel memekakkan telinganya dan membuatnya melompat kaget. Mendengar suara bel itu, Jaejoong berjalan pelan menuju pintu depan dan melihat siapa yang datang dari intecome. ‘Permisi… Saya datang mengantarkan kiriman.’ Seorang tukang pos berdiri di depan pintu dengan tas besar yang mungkin dipenuhi beberapa kiriman.

Jaejoong dengan cepat membuka pintu apartemennya dan melihat tukang pos itu tersenyum padanya. “Selamat pagi. Apakah ini tempat tinggal…” dia itu melihat sekilas kertas yang sedang dia pegang. ”Mr. Jung Yunho?” Jaejoong mengangguk pelan dan tukang pos itu memberikan Jaejoong sebuah amplop coklat besar dan sedikit tebal. ”Tolong ditanda tangani.” dengan cepat tangannya menerima kertas itu dan menandatanganinya. ”Terima kasih. Selamat pagi.”

Setelah tukang pos itu pergi, Jaejoong langsung menutup pintu itu dan melihat isi dari amplop itu. ”Mmm?? Untuk Jung Yunho? Dari... Jung DongWoon?? Dari appa...” sahutnya dan merasakan kalau isi amplop itu dipenuhi dengan beberapa lembar kertas. ”Aku tahu ini tidak harus dilakukan... Tapi, milik hyung, milikku juga, kan?” katanya dengan senyum lebar dan berlari menuju ruang keluarga untuk membuka kiriman itu.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
”Kau darimana? Aku sudah mencarimu dari tadi...” tanya Yoochun yang ternyata sudah dari tadi berada di dalam ruangan Yunho. Dia memperhatikan hyung sekaligus boss-nya berjalan dengan lunglai ke mejanya yang besar dan berselenjor lemas di kursinya. ”Mm... Apakah terjadi sesuatu pada Jaejoong?”

Yunho mengangguk pelan dan menutup matanya, berusaha menenangkan pikirannya. ”Darimana kau tahu?”

”Yuri mengatakan kalau Jaejoong terlibat perkelahian. Well... Hyung, aku merasa kalau Jaejoong sedikit menyusahkan untukmu.”

”Tidak, tidak. Aku tidak akan mengatakan kalau dia menyusahkan. Hanya sedikit tidak terduga.”

”Dan kau tahu itu sejak lama kan?”

”Sejak kecil dia selalu seperti itu. Selalu membuat keluarga kami heboh sendiri dengan tingkahnya.”

”Seperti?”

”Dia pernah dipaksa untuk menghabiskan makan siangnya. Tapi dia tidak mau, sampai akhirnya dia kabur dari rumah, dan semua heboh mencarinya di seluruh rumah. Dan aku tidak kaget saat menemukannya tertidur di kolong tempat tidurku.” Yunho mengingat kejadian itu dan dia tiba-tiba saja tersenyum sendiri mengingat kejadian itu.

”Dan kau menikmati hal itu?” Yoochun menaikkan alisnya dan duduk di kursi di depan meja Yunho. ”Hyung, aku mengakui kalau kau mengidap brother complex... Hanya saja, aku melihatnya sedikit menyimpang. Seperti...”

”Incest?” Yoochun mengangguk mendengar Yunho melanjutkan kalimatnya. “Jangan bercanda, Chun. Kau kira aku mengalami kelainan…” dia mendengus kesal, tapi dia tahu kalau dia sudah termakan dengan perkataannya sendiri. ”Dengar Yoochun, aku hanya...”

’Tiitt... Tiiitt...” mata mereka beralih ke arah telepon di meja kerja Yunho yang berkedip-kedip. Sambil memberikan tanda untuk Yoochun menunggu sebentar, Yunho menekan tombol loudspeaker dan mendengar suara Yuri di sana.

”Mr. Jung, saya baru dapat kiriman faks dari ayah anda.”

“Benarkah? Kalau begitu tolong antarkan ke ruanganku.”

”Baik, Mr. Jung.” pembicaraan mereka berhenti, dan satu menit kemudian, Yuri masuk ke ruangannya dan menyodorkan sebuah kertas padanya.

”Apa isinya?” tanya Yoochun saat Yunho mulai membaca faksitu.

”Mm... ’Yunho, aku masih berpikir kalau ini saat yang tepat bagimu untuk menikah. Jadi, aku sudah mengirim lewat pos beberapa profil gadis yang cocok menjadi pasanganmu. Aku mengirimnya ke apartemenmu. Mungkin saat kau menerima faks ini, kirimannya sudah sampai. Pilih salah satu dari mereka, dan aku menunggu jawabanmu paling lama minggu depan. Ayahmu, Jung DongWoon.’... Mwoh??”

”Kau akan dijodohkan?” sahut Yoochun dan tiba-tiba saja sudah merebut kertas faks itu. ”Wahh... Hyung, kelihatannya hanya kau yang akan menjadi stright diantara kita berlima. Mungkin kau bisa... Hello?? Hyung?? Jung Yunho??” Yoochun menggoyangkan tangannya di depan wajah Yunho yang tiba-tiba berubah menjadi begitu pucat dan mulutnya terbuka lebar.

”Ap...apartemen?? Di.. kirim ke apartemen??” gumamnya dan merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi saat dia pulang nanti.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Jaejoong meletakkan kertas-kertas itu kembali diatas meja. Matanya nanar menatap kertas-kertas itu, menggigit bibirnya dan berusaha menahan air matanya. Dia bangkit berdiri dan pergi menuju kamarnya. Setelah melempar tubuhnya ditempat tidur, dia mulai menutup matanya dengan bantal, dan isakkan pelan dan begitu memilukan memenuhi ruangan kecil dan gelap itu.
*To Be Continue*

Happy reading all, dont forget to leave me your lovly comment ne^^

pg-15, yunjae, genre:angst, fanfic, genre:incest

Previous post Next post
Up