[FANFIC] I WANNA LIVE 100 YEARS
Title: I Wanna Live 100 years
Author:
myaqumarine Pairing: Inoo X OC (Fei Thomas)
Rating: G
Theme : Non Yaoi
Disclaimer : I just own the OC...they're belong to JE and their parents..XDD
Summary: Inoo sakit, yabu malaikat, hikka iblis
Music: If you're not the one-Daniel Beddingfield *gw saranin baca sambil dengerin nie lagu*
A/N: Cerita ini berasal dr komik yg dulu pernah gw baca. Tapi cuma dikit2 doang diambilnya. 70% karangan sendiri....hehehehehe
Hikaru POV
Aku adalah iblis. Ya, iblis berbaju hitam dan bertugas untuk menggoda manusia untuk masuk ke dalam dosa serta membawa mereka ke neraka.
Ahhhhhhh, apa iniiiii???? Aku terhisap???Aku dipanggil oleh seseorang??!!! Ada yang melakukan ritual pemanggilan setan???Apa-apaan ini???
Aku terlempar keluar dari pusaran yang menghisapku tadi. Hal Pertama yang kulihat adalah mata. Mata coklat lembut yang menatap langsung ke mataku.
“Jadi kau iblisnya?” tanya manusia itu padaku. “Ya dan kau?” aku berdiri dan terbang sedikit ke atas berusaha menyelamatkan sisa-sisa harga diriku di depan manusia tengil yang memanggilku. “Inoo Kei,” jawab manusia itu tegas.
“Kau memanggilku. Kau memanggil iblis. Aku akan mengabulkan permintaanmu, tapi sebagai konsekuensinya aku akan membawamu ke neraka begitu kau mati. Kau paham?”
“Aku memanggil bukan tanpa tahu konsekuensi. Aku sakit,” mata anak itu kembali menatap ke mataku dengan tajam. Napasku tersentak, belum pernah ada manusia yang menatapku setegar dan setajam ini.
“Hooo, kau pasti minta aku untuk menyembuhkan sakitmu,” ujarku. Klasik, semua manusia selalu seperti itu, selalu mencari keuntungan sendiri. Manusia adalah makhluk egois, karena itu aku benci manusia.
“Bukan, aku ingin kau memberitahuku, kapan aku akan mati?”
Sekali lagi aku tersentak. Manusia ini berbeda.
Fei POV
Aku duduk di sudutku yang biasa, menulis novel yang pada akhirnya hanya akan berakhir di laci meja belajarku tanpa seorang pun yang membacanya.
Hari ini aku memandang pada tokoh utama baruku. Seorang cowok seusiaku yang berkulit putih pucat, berambut hitam kecoklatan dan bermata coklat lembut. Dia duduk membaca di dekat jendela, tidak peduli pada keadaan sekitar dan seolah-olah hanya dirinya lah yang ada di dunia ini.
Tiba-tiba dia mendongak dari bukunyadan menatap langsung ke arahku. Dia berdiri dan mendekatiku. Aku terkejut dan langsung menyambar buku apa saja di hadapanku dan pura-pura membacanya.
“Bukumu terbalik,” ujar cowok itu singkat. Bagus, rasa maluku sekarang bertambah. Aku nyengir lebar dengan wajah merah padam. “Kenapa kau menatapku terus dari tadi?” tanya cowok itu tanpa basa basi. Mampus lah aku!
“Ehhh, ti…tidak. Aku hanya menatapmu….kupikir kau cocok saja jadi tokoh utama novelku,” jawabku. Sudah kepalang basah! Bongkar saja semuany sekalian!
“Kau menulis novel ya?”
Aku terenyak kaget. Wajahnya menunjukkan ketertarikan besar, sangat berbeda dengan semua orang yang pernah kukenal. Semua orang yang pernah kuceritakan soal kegiatanku menulis novel selalu tertawa kecil dan meremehkan mimpiku, tapi dia tidak.
“Boleh kulihat?” tanya nya lagi. Entah ada kekuatan apa yang mendorongku, tapi yang kutahu detik berikutnya tanganku sudah menyodorkan buku itu padanya.
Dia membaca novel ku dengan seksama. Aku memperhatikan bulu matanya yang lentik, bibirnya yang sedikit pucat dan jari-jari lentiknya yang sedang membolak-balik buku tulisku dengan hati-hati seolah-olah itu kitab berharga.
“Bagus. Aku suka gayamu menulis, tulisanmu juga bagus,” dia mengembalikan bukuku sambil tersenyum ramah. Astaga, dia tampan sekali kalau tersenyum!!!!
“Te….te…terimakasih,” jawabku terbata-bata. “Aku harus pulang sekarang. Dahhhh,” dia melambai padaku dan berbalik pergi. “Tunggu namamu sapa?” tanyaku. Dia berbalik,”Inoo Kei, kita sekelas. Kau Fei Thomas kan?” aku mengangguk cepat. Tidak menyangka dia tahu namaku.
Kali ini dia benar-benar berbalik pergi. Aku menatap punggungnya yang semakin lama semakin jauh dan menghilang di balik pintu perpustakaan.
Dia baca buku apa ya? Aku berjalan menuju mejanya tadi dan melihat sampul buku yang tebal itu. “Leukimia dan cara penanggulangannya?”
Hikaru POV
Aku berjalan pulang disamping Inoo. Akhir-akhir ini aku selalu berada di sekitarnya. “Hei, tampaknya gadis tadi menyukaimu,” ujarku sambil tersenyum jahil, “Hahahahha, jangan bergurau. Gadis itu sehat dan dia punya mimpi. Tidak cocok dengan pria penyakitan dan tinggal menunggu waktu saja sepertiku.”
“Hei, tidak masalahkan. Bersenang-senanglah dengannya selama kau masih hidup,” ujarku dengan jahil. Walaupun sekarang aku bertugas untuk menemaninya selama sisa hidupnya, tapikan profesi utamaku tetap iblis yang membujuk manusia berbuat dosa.
“Tidak. Hubungan denganku adalah hubungan tanpa masa depan. Itu hanya akan melukainya dan aku tidak mau melukainya. Itu berlaku untuk semua gadis bukan hanya dia,” ujar Inoo tegas kepadaku. Angin sepoi lembut membelai wajahku.
Fei POV
Aku melewati lapangan bola tempat anak-anak cowok sedang bermain bola, Inoo duduk disisi lapangan sambil menatap ke arah lapangan. Aku mendekatinya, “Kau tidak bermain dengan mereka?” tanyaku sambil tersenyum.
“Tidak,” jawab Inoo singkat. Senyumnya terlihat seolah-olah dia mau menangis. “Kenapa?” tanyaku dengan keingintahuan seorang wartawan. Aku adalah wartawan majalah sekolah.
“Aku sakit. Sakit leukemia. Aku tidak boleh terlalu lelah.”
Dunia terasa berhenti berputar.
Inoo POV
Sudah kukatakan. Akhirnya kukatakan juga padanya. Ya, begini lebih baik. Begitu tahu aku sakit dia pasti akan menjauh dan mencari pria sehat untuk di pacari.
“Kau akan sembuh.” Ucapannya membuat mataku terbelalak. Matanya berkaca-kaca dan dia mencengkram bukunya dengan erat.
“Ya, kuharap,” bisikku lirih setengah berdoa. Aku melirik ke arah Hikaru yang berdiri menatapku dan Fei dari balik sebuah pohon besar. Matanya tampak sedih melihat keadaanku. Dia tahu. Hikaru tahu, Keadaanku sedikit demi sedikit semakin bertambah buruk.
Bel tanda jam pelajaran berbunyi. “Ayo masuk kelas,” ujar Fei sambil tersenyum lebar. Aku terkejut bahwa dia bisa merubah raut mukanya dengan begitu cepat.
Kami berdua berjalan menuju kelas dan menempati bangku kami masing-masing. Aku duduk diam, badanku terasa lemas, kepalaku terasa berputar, “Inoo, ada darah keluar dari hidungmu!!!” ujar salah seorang teman sekelasku dengan terkejut.
Aku meraba bagian bawah hidungku. Aku memegang cairan pekat berwarna merah segar. Aku menatap jari-jari putihku yang dilumuri darah dengan tatapan ngeri. Sekejap saja seluruh kelas menjadi panik.
“Inoo!!!”
“Pangil ambulans!”
“Telpon orang tuanya!”
Aku samar-samar mendengar semua teriakan panik itu sebelum semuanya menjadi hitam pekat.
Hikaru POV
Hari sudah malam. Suasana di ruang rawat inap Inoo Kei relative tenang. Aku memperhatikan dadanya yang bergerak naik turun dengan lembut. Diam-diam aku merasa lega dia masih hidup.
“Hikaru, kau disitu?” Inoo terbangun dari tidurnya dan mencoba duduk perlahan. “Aku tadi siang membuat panik ya?” tanyanya sambil tersenyum kecil.
“Iya, kurasa pihak sekolah tidak akan mengijinkanmu ke sekolah lagi setelah peristiwa tadi siang,” ujarku setengan mencibir.
“Tidak papa. Kau tahu, sekarang pergi ke sekolah pun bisa jadi sangat melelahkan bagiku,” ujar Inoo pelan. Dia menutup matanya perlahan-lahan. Cahaya bulan menyusup masuk menerpa wajah pucatnya yang kini tertidur damai.
Fei POV
Aku buru-buru pergi ke rumah sakit begitu pulang sekolah hari ini. Aku berlari dengan tergesa-gesa sampai tidak menyadari ikatan rambutku kacau balau. Inoo yang melihatku datang langsung tertawa terbahak-bahak ketika melihat rambutku yang super duper berantakan.
“HAHHAHHAHAHAHHA, rambutmu kenapa????”
“Ahhhhh….rambutku,” aku meratap sedih di depan cermin sambil melepas ikat rambutku.
Inoo memperhatikanku dengan sangat berminat membuat wajahku merah padam, “Boleh aku yang sisir?” tanya nya tiba-tiba. “Ehhh? Boleh…boleh,” jawabku sambil menyodorkan sisirku padanya.
Aku duduk memunggunginya dengan wajah merah padam. Dapat kurasakan jari-jarinya yang lentik membelai lembut rambutku dan menyisirnya perlahan-lahan. “Rambutmu halus, warnanya juga bagus. Ini warna aslikan?”
“Iya, ini rambut asli. Aku kan campuran. Ayahku orang inggris, ibuku jepang,” ujarku. Diantara semua bagian tubuh aku memang paling bangga pada rambut berwarna coklat muda lembut ini.
Inoo selesai menyisir dan mengepang rambutku. “Nah begini kau terlihat lebih manis,” ujar Inoo sambil tersenyum senang.
Kami berdua berjalan keluar menuju taman rumah sakit. Inoo memilih duduk di bawah sebatang pohon yang rindang. “Ne, Inoo-chan…cita-citamu apa?” tanyaku sambil tersenyum sumringah, “Kalau aku bisa hidup lebih lama, aku ingin menjadi seorang pianis,” jawab Inoo.
“Ahhh….iya, aku menulis dan Inoo memainkan lagu untukku sementara aku menulis,” ujarku tanpa pikir panjang. Sesaat kemudian wajahku bersemu merah memikirkan efek kata-kataku barusan, “Gomen…aku….”
Inoo tertawa keras, “Kau benar-benar ingin aku hidup ya,” ujar Inoo sambil menatapku lembut, “Tentu saja! Semua orang ingin kau hidup! Memangnya kau tidak ingin terus hidup?” tanyaku.
“Kalau bisa aku ingin hidup lama. Sampai 100 tahun kalau perlu,” ujar Inoo sambil memejamkan matanya.
Inoo POV
Hari ini aku pulang ke rumah. Sesampainya di rumah aku langsung menuju grand piano yang terletak di sudut ruangan luas yang berfungsi sebagai perpustakaan sekaligus ruang santai. Aku memainkan piano sambil bernyanyi.
If you're not the one then why does my soul feel glad today?
If you're not the one then why does my hand fit yours this way?
If you are not mine then why does your heart return my call?
If you are not mine would I have the strength to stand at all?
I never know what the future brings
But I know you're here with me now
We'll make it through
And I hope you are the one I share my life with
I don't wanna run away but I can't take it, I don't understand
If I'm not made for you then why does my heart tell me that I am?
Is there any way that I can stay in your arms?
If I don't need you then why am I crying on my bed?
If I don't need you then why does your name resound in my head?
If you're not for me then why does this distance maim my life?
If you're not for me then why do I dream of you as my wife?
I don't know why you're so far away
But I know that this **much** is true
We'll make it through
And I hope you are the one I share my life with
And I wish that you could be the one I die with
And I'm praying you're the one I build my home with
I hope I love you all my life
I don't wanna run away but I can't take it, I don't understand
If I'm not made for you then why does my heart tell me that I am
Is there any way that I can stay in your arms?
'Cause I miss you, body and soul so strong that it takes my breath away
And I breathe you into my heart and pray for the strength to stand today
'Cause I love you, whether it's wrong or right
And though I can't be with you tonight
You know my heart is by your side
I don’t wanna run away but I can’t take it, I don’t understand
If I’m not made for you then why does my heart tell me that I am
Is there any way that I can stay in your arms?
Aku menyelesaikan permainan piano dan nyanyianku. “Inoo,” suara lembut seorang gadis menyapaku. Aku berbalik terkejut dan mendapati Fei tersenyum lembut padaku.
“Sedang apa kau disini?” tanyaku dengan dingin. Bukan, ini bukan mauku bernada dingin seperti ini. Tapi aku tidak mau lebih menyakiti Fei.
Fei menyodorkan seribu bangau kertas padaku yang diikat menjadi satu, “Ini untukmu, hadiah,” ujar Fei dengan sedikit bergetar. Aku mengambil bangau itu dan mencabut satu. Ada tulisan Semoga Lekas Sembuh di dalam bangau itu ketika kubuka. Ada rasa sakit menelusup ke dalam hatiku.
“Sh*t Fei!!!!D**n it!!!Kau tahu aku sakit!!!Tidak ada harapan lagi Fei!!!!Bangun!!!Ini bukan dunia impianmu!!!Ini dunia nyata!!Kenyataannya aku sakit dan sebentar lagi mati!!!Tidak kah kau mengerti???!!!! “
Mata Fei berkaca-kaca. Aku tahu hatinya sakit, begitu pula hatiku. Hatiku juga sakit. “Pergi. Tidak ada gunanya lagi kau disini,” ujarku dingin sambil menunjuk pintu keluar.
Fei lari keluar sambil terisak. Hatiku ikut hancur seiring langkah kakinya yang menjauh dari rumahku.
Lari Fei, lari sampai kakimu sakit, lari sampai napasmu sesak, lari sampai rasa sakit hatimu hilang, lari sampai ingatanmu akan diriku terhapus. Lari Fei! Larilah terus!
Hikaru POV
“Kau seharusnya tidak perlu sekasar itu padanya. Dia mendoakan kesembuhanmu tiap hari,” ujarku sambil menatap Inoo yang terduduk lemah di kursi depan piano.
“Aku tahu. Tapi aku tidak mau menyakitinya lebih dari ini,” ujar Inoo lemah, “Tidak mau menyakitinya atau tidak mau menyakiti dirimu sendiri?” tanyaku lagi. Inoo menatapku lemah,” Mungkin diriku sendiri. Aku tidak sekuat itu. Tidak ada manusia yang mau jatuh dan terluka.”
Tiba-tiba Inoo merosot jatuh ke lantai. Keluarganya berlarian menuju ruangan itu dan histeris mengguncang-guncang tubuhnya. Ibunya menangis keras, adiknya memeluknya tubuhnya dan ayahnya dengan panik menelpon ambulans.
Inoo kembali di bawa ke rumah sakit. Kondisinya menurun drastis.
Aku berdiri mendampinginya di samping tempat tidur. Menunggu dia membuka mata. Tiba-tiba dia membuka matanya, “Hikaru, katakan padaku. Kapan waktuku tiba?” tanyanya dengan lemah. Aku menunjuk tanggal hari ini dengan kalender. “Tepat tengah malam,” jawabku.
Inoo mengangguk lemah dan tersenyum kecil, “Kau tahu. Satu-satunya penyesalanku adalah membuatnya menangis. Pria tidak seharusnya membuat wanita menangis.”
Tiba-tiba Inoo terbatuk keras sampai mengeluarkan darah. Napasnya menjadi sesak dan bulir-bulir keringat mengalir deras.
Aku terkejut menatapnya. Aku tahu ini melanggar aturan tapi tanganku bergerak sendiri tanpa sadar dan memencet panggilan darurat untuk perawat jaga.
Dalam sekejap para perawat dan dokter jaga masuk ke dalam ruangan itu. Mereka berteriak-teriak dan sibuk mengerumuni Inoo.
“Sediakan alat pacu jantung!”
“Inoo-san??Inoo-san???Kau bisa dengar???”
“Bertahanlah Inoo-san.”
Aku menatap segala keriuhan itu. Kata hatiku berteriak,“Jangan mati Inoo-chan!!!!” dan air mataku pun mengalir.
Fei POV
Aku tidak tahu apa yang membawaku tapi aku segera berlari bagai terbang ketika menerima telpon dari Aki-chan yang mengatakan Inoo masuk rumah sakit lagi. Dan serangan kali ini lebih parah dari yang sebelumnya.
Ketika aku sampai di rumah sakit, kamar Inoo penuh dengan orang. Tubuhnya terbujur kaku.
“Inoo…Inoo!!!!Jangan mati!!!!Lihat aku sudah menuliskan cerita untukmu!!! Kau akan terus hidup!!!Kau akan jadi pianis!!!Kau akan hidup sampai usia 100 tahun!!!Inoo!!!Inoo!!!Kau dengar aku??!!!INOO!!!”
Aku menangis. Menangis keras. Menangis sampai napasku sesak. Menangis sampai aku tidak sanggup lagi mengeluarkan air mata. Menangis sampai air mata ini dapat membasuh perih di dadaku.
Inoo POV
Aku berdiri terdiam. Aku dapat melihat tubuh kaku ku terbujur tak berdaya di atas tempat tidur, aku melihat Fei yang terisak keras di samping tubuh kaku ku….
Ahhh Fei, andai ceritamu benar. Aku ingin bersamamu, aku ingin menyisir rambut halusmu, ingin menjadi pianis, memainkan lagu indah untukmu, aku ingin hidup sampai 100 tahun bersamamu. Andai benar.
Aku berbalik menatap Hikaru di sampingku, “ Ayo pergi,” ujarku lembut. “Bukan, bukan bersamaku. Tapi bersama dia.”
Hikaru menunjuk seorang pria tinggi kurus, berambut coklat terang dan berpakaian serba putih, “Kemarilah. Aku malaikat yang akan mengantarmu ke surga,” ujar malaikat itu sambil tersenyum lembut.
“Tolong antarkan dia Yabu,” ujar Hikaru sambil mendorongku lembut ke arah malaikat itu. “Inoo, aku bisa mengabulkan satu permintaan terakhirmu,” ujar Yabu kepadaku.
“Aku ingin berpamitan dengannya,” tunjukku ke arah Fei yang masih menangis.
Fei POV
Tiba-tiba ruangan itu penuh sinar terang. Astaga!!!Itu Inoo!!!berpakaian serba putih dan bersinar terang!
Aku mendekati sosok Inoo, “Fei, maaf aku sudah jahat,” ujar Inoo sambil menggenggam tanganku. Aku menggeleng sambil menangis, “Tidak perlu minta maaf,”jawabku.
“Selamat tinggal,” ujar Inoo padaku. Dia mencium dahiku lembut dan sosoknya perlahan-lahan menghilang. Tinggal aku sendiri sekarang di kamar gelap ini.
“Selamat tinggal Inoo,” bisikku lembut sambil menghapus air mataku.
-FIN-
errrr...ini udah lama bgt nie gw bikin...XDDD
COMMENT PLEASE!!!
NO SILENT READER!!