君と summer days [hihi jets]

Aug 15, 2021 01:48

lanjutan dari yang tadi, versi hihi jets. tadinya mau bikin saku/taiko dan gari/yuupi, tapi tiba-tiba diserang feels ren/yuupi. ren/yuupi ini pernah jadi kapal saya dulu deh hhhh terus karena kemaren ini mereka saling mention lagi, jadinya ingin bikin lagi. dulu saya pernah bikin ren dan yuupi jadi anggota klub siaran di euphonic, jadinya ingin bikin mereka kaya gitu lagi. tapi jujur ini dua-duanya tuh bikinnya tanpa arah(?) jadi mon maap jika rada begitulah(?). tp gpp yang penting motto hidup: asupan dari diri sendiri untuk diri sendiri. ya terima kasih(?).

.

Hashimoto Ryo/Inoue Mizuki (+Igari Souya)
…masa, sih, ada pencuri sandal?

Dari semua insiden yang bisa terjadi di pantai, ini adalah salah satu yang tak pernah terpikirkan oleh Mizuki sebelumnya. Terbakar sinar matahari? Oke, sering terjadi. Tak sengaja menginjak kulit kerang tajam sampai berdarah? Tidak sering, tapi kadang-kadang terjadi. Orang asing tak sengaja menumpahkan jus jeruk di baju? Lebih jarang, tapi bukannya tidak mungkin terjadi.

Nah, kalau kehilangan sandal…?

Ia mengitari tikar, kemudian berusaha melihat ke sekeliling. Mungkin tak sengaja ditendang orang lain. Mungkin tak sengaja terkubur di pasir. Mungkin… mungkin…

…masa, sih, ada pencuri sandal?

“Mizuki, kau yakin meninggalkannya di sini?” tanya Ryo, yang juga membantu Mizuki untuk mencari sandalnya yang hilang. “Mungkin tak sengaja kau pakai untuk bermain di ombak dan sandalnya terbawa arus…”

“Tidak, kok!” balas Mizuki galak, dan Ryo langsung mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. “Lagipula, mana Igari? Kan seharusnya ia yang menjaga barang!”

Baru saja kata-kata tersebut keluar dari mulut Mizuki, Igari muncul di belakang mereka dengan segelas es semangka.

“Mizuki? Hashimocchan? Ada apa?” tanya Igari sambil menyuap es semangka ke mulutnya sendiri. Tanpa rasa bersalah. Seolah-olah ia tidak meninggalkan barang-barang yang seharusnya ia jaga dan membiarkan sandal Mizuki dicuri.

“Igari!!! Ke mana saja kau?!”

“Oh, ada yang menjual es semangka di sana. Kalian juga mau? Enak sekali, lho!”

“Bukan itu, kan!” seru Mizuki lagi, dan kali ini senyuman memudar dari wajah Igari.

Ia menengok ke arah Ryo-yang balik menatapnya penuh simpati-sebelum kembali menatap Mizuki. “Eh, ada apa?”

“Sandalku tidak ada!”

“Yang benar?! Sandalmu dicuri?!” balas Igari, tak kalah kaget dengan Mizuki. “Tapi, aku hanya pergi sebentar saja, kok!”

“Itu tidak penting! ’Sebentar saja’-mu itu cukup untuk membuat pencurinya pergi dengan sandalku!”

“Apakah mungkin sandalmu dipinjam Yuto? Atau Saku-chan? Taiko?”

“Tidak! Yuto kan memakai sandalnya sendiri! Sandal Saku-chan dan Taiko masih berjajar di sini! Berarti hanya milikku saja yang hilang!”

Igari menunduk untuk melihat sandal-sandal yang berjajar di sisi tikar, menyadari bahwa yang tidak ada memang hanya sandal Mizuki saja. Ia baru saja hendak berbicara, sebelum Ryo tiba-tiba memotongnya.

“Tenang dulu, Mizuki. Kita cari lagi sama-sama, ya?” kata Ryo, dengan nada seperti sedang berbicara pada anak kecil. Awalnya Mizuki terlihat tidak setuju. Tetapi saat Ryo meraih tangannya, Mizuki tidak melawan. “Igari, tolong tetap jaga barang yang lainnya, ya! Kami pergi dulu sebentar.”

Setelah memastikan bahwa Igari sudah mengangguk, Ryo pun menarik tangan Mizuki untuk berjalan ke tikar-tikar milik orang lain. Jika beruntung, mungkin mereka akan langsung menemukan sandal Mizuki di sana. Nah, bicara soal sandal…

“Mizuki, sandalmu yang hilang itu… Sandal yang kita beli di supermarket kemarin ini, kan?”

“Iya…” berbeda dengan tadi, sekarang Mizuki terdengar lesu. Mungkin setelah melewati fase denial dan anger, sekarang Mizuki sudah melompat ke fase acceptance. “Sebenarnya tidak ada yang istimewa, sih… Kalaupun dicuri, aku tidak tahu untuk apa. Maksudku, itu sandal murah yang dijual supermarket, lho. Bukan sandal mahal atau semacamnya.”

“Hmm… Kalau begitu, ayo kembali ke tikar kita saja. Kau tunggu di sana, aku akan membeli sandal supermarket yang baru.”

Mizuki baru saja hendak mengangguk pasrah, sebelum tiba-tiba ia tersandung. Tentu saja Ryo langsung menahan tubuh Mizuki agar tidak jatuh. Namun, bukannya kembali berdiri tegak, Mizuki malah jatuh berlutut sambil meringis.

“Mizuki? Kau tidak apa-apa?” tanya Ryo khawatir. Mizuki duduk di atas pasir, dan Ryo berlutut di sampingnya. “Eh?! Telapak kakimu berdarah!”

Kerang tajam.

Oh, begitu. Sudah sandal dicuri, sekarang kakinya tergores kulit kerang tajam. Apa lagi setelah ini, orang tak sengaja menjatuhkan jus jeruk di bajunya?

“Aduh, bagaimana ini? Luka seperti itu tidak baik jika kena pasir, kan? Oh iya, air bersih! Lalu… lalu…” Ryo terlihat begitu panik. Pandangannya tidak fokus, dan jemarinya bergerak seolah-olah sedang menghitung sesuatu-entah apa. Padahal, yang baru saja kehilangan sandal dan tergores kerang kan Mizuki. Tetapi Ryo terlihat lebih panik darinya. Melihat reaksi Ryo, entah mengapa Mizuki tak dapat menahan senyumannya.

Pacarku menggemaskan sekali.

“Oh iya! Yang penting, kita harus kembali ke tikar dulu! Igari pasti tahu cara menanganinya!” Ryo menepuk tangannya satu kali, seolah-olah baru mendapat ide yang bagus. Ia berbalik memunggungi Mizuki, kemudian menurunkan tubuhnya. “Ayo naik, Mizuki!”

“…ha?! Aku tidak mau digendong!”

“Pilih, mau kugendong seperti ini atau kugendong di depan seperti princess!”

“Aku bisa jalan sendiri!”

“Telapak kakimu terluka, kan! Aku tak akan membiarkanmu jalan di atas pasir dengan luka seperti itu!”

“Ya sudah, begini saja. Aku yang pakai sandalmu, dan kau yang berjalan tanpa sandal sampai ke tikar.”

Keduanya saling memandang, sama-sama tidak mau kalah. Mengingat bahwa Mizuki adalah tipe orang yang keras kepala bukan main, akhirnya Ryo pun memutar mata dan menghela nafas. Baiklah kalau begitu. Kalau Mizuki tidak mau naik dengan sukarela ke punggung Ryo, maka suka tidak suka Ryo yang akan menggendong Mizuki dengan kedua tangannya.

Jadi, tanpa peringatan, Ryo menyelipkan tangan di bawah lutut dan punggung Mizuki dan langsung menggendongnya. Mengabaikan teriakan kaget dari Mizuki, Ryo pun mulai berjalan ke arah tikar mereka.

“Hashimocchan!” Mizuki reflek melingkarkan tangannya pada leher Ryo, namun tubuhnya sedikit memberontak. “Turunkan aku! Banyak orang lain yang melihat, kan!”

“Tadi aku sudah memberimu pilihan, lho. Sudah, jangan banyak bergerak.”

Awalnya Mizuki masih tampak enggan. Namun lama-kelamaan, akhirnya ia pasrah juga-menyembunyikan wajahnya di dada Ryo. Ya sudah. Walaupun orang-orang melihat ke arah mereka dengan penasaran, setidaknya sekarang mereka tidak akan melihat wajah Mizuki yang memerah.

“Lho, Mizuki? Ada apa lagi?”

Mendengar suara Igari, Mizuki pun akhirnya mengangkat wajah. Oh, ternyata mereka sudah sampai. Ryo menurunkan Mizuki dengan hati-hati, kemudian menunjukkan luka di telapak kaki Mizuki pada Igari. Seolah baru menekan switch, ekspresi Igari langsung berubah serius. Ia mulai memerintahkan Ryo untuk mengambil ini dan itu, dan Ryo mematuhi semuanya dengan patuh.

Melihat Ryo yang berusaha sekuat tenaga untuknya, entah mengapa semuanya jadi tidak penting lagi. Sandalnya yang hilang. Kakinya yang terluka. Rasa malunya saat digendong Ryo di depan umum. Semuanya tidak terasa seperti masalah besar lagi.

“Hashimocchan, terima kasih ya…”

Ryo-yang sedang menempelkan plester penutup luka di kaki Mizuki-mengangkat kepalanya, kemudian tersenyum lembut. “Tentu saja, Mizuki. Maaf, ya, kita tidak menemukan sandalmu.”

“Tidak apa-apa, itu kan bukan salahmu.”

Mereka berbagi senyum, dan Igari hanya memutar mata melihat keduanya. Padahal ia juga membantu membersihkan luka Mizuki, kan? Tetapi ya sudahlah. Tidak ada gunanya berusaha ’masuk’ di antara dua budak cinta ini.

Membiarkan Mizuki dan Ryo saling memandang dengan senyum bodoh, Igari mengambil stok minuman di dalam kantong plastik yang dibawanya. Es semangkanya sudah habis, dan rasanya ia masih ingin minum sesuatu yang menyegarkan.

Igari baru saja membuka tutup dari jus jeruk kalengan, ketika tiba-tiba Ryo berdiri dari tempatnya dan tak sengaja menyenggol siku Igari.

Membuat Igari tanpa sengaja menumpahkan jus jeruk kalengan tersebut ke dada Mizuki.

Untuk beberapa detik yang menegangkan, Mizuki hanya mengerjap, seolah-olah masih memproses apa yang baru saja terjadi. Namun begitu ia menengok ke arah Igari, rasanya tengkuk Igari langsung mendingin. Oh, tidak.

“IGARI!!!!!!”

.

Nagase Ren/Takahashi Yuto
"Yang barusan itu apa? Pura-pura menggoda orang tak dikenal?"

Sebenarnya, makan es semangka sendirian di pantai bukan rencana awal Yuto. Tetapi saat pasangan Ryo-Mizuki dan Sakuma-Taiko mulai masuk ke dunia mereka masing-masing, rasanya Yuto tidak dapat mengganggu mereka. Dan daripada berdiam di tikar untuk menjaga barang bersama Igari, mungkin ia akan berkeliling saja sambil mencoba makanan-makanan di sekitar pantai.

Es semangka. Es serut. Es lilin. Panas-panas begini memang paling cocok dengan makanan beku.

Ia sudah makan es serut tadi. Jadi selanjutnya, ia mau mencoba es semangka. Ada beberapa penjual es semangka di pantai tersebut, dan Yuto mencari penjual dengan meja makan yang terlihat bersih. Karena sudah pasti akan makan di tempat, setidaknya ia ingin menghabiskan waktunya di tempat yang bersih.

’Mungkin yang itu saja…?’

Yuto baru saja menarik kursi untuk duduk-bahkan belum sempat memesan-ketika tiba-tiba ia merasakan keberadaan seseorang di belakangnya. Yuto menengok dengan panik-’bagaimana jika itu orang jahat?’-namun ia malah berhadapan dengan wajah yang sudah tidak asing lagi baginya.

“Halo,” Nagase Ren-senior Yuto di klub siaran kampus, sekaligus ketua klub tersebut-menatap Yuto sambil tersenyum. Meskipun begitu, ia merasakan ada sesuatu yang berbeda dari senyuman tersebut. Ren mengedipkan matanya berkali-kali, seolah-olah mengirimkan sinyal panik. “Boleh berkenalan?”

Bola mata Ren bergerak ke arah kiri, dan dengan hati-hati mata Yuto mengikuti arah yang ditunjuk Ren. Duduk di atas tikar, tak jauh dari mereka berdua, tiga orang laki-laki sedang memandangi mereka sambil cekikikan.

Oh. Oh.

“Boleh aku duduk di sini?” tanya Ren lagi, masih dengan senyuman yang terlihat palsu. Sekali lagi ia mengedipkan mata dengan cepat, namun kali ini Yuto sudah menangkap maksud Ren.

“Tentu saja,” jawab Yuto akhirnya, juga dengan nada manis yang sedikit dibuat-buat. “Namaku Yuto.”

Yakin bahwa Yuto sudah benar-benar menangkap sinyalnya, Ren mengangguk penuh terima kasih. Ia menarik kursi untuk duduk di sebelah Yuto, memunggungi ketiga temannya yang sedari tadi memerhatikan mereka. Akhirnya. Dengan duduk memunggungi mereka, seharusnya wajah Ren sudah tidak terlihat lagi, kan? Nah, kalau begitu…

Senyuman di wajah Ren langsung menghilang, sekejap digantikan oleh ekspresi kesal. “Hah, benar-benar, mereka itu, tukang ikut campur…. Maaf, ya, Yuto…”

“Tidak apa-apa, kok,” Yuto setengah tertawa. “Oh, iya, aku belum pesan es semangka! Ren-kun juga mau?”

“Oh!” seolah baru sadar bahwa mereka sedang di tempat penjual es semangka, Ren langsung menengok ke arah penjual es sambil tersenyum sopan. “Es semangka dua, ya.”

Dan belum sempat Yuto mengeluarkan dompet untuk membayar, Ren sudah mendahuluinya.

“Ren-kun…?” bisik Yuto ragu.

Ren melirik dengan cepat ke arah teman-temannya yang duduk di tikar-memastikan apakah mereka masih memperhatikannya. Sudah tidak. Tinggal Kaito yang masih duduk menggambar sketsa di sana. Jinguji dan Sho sudah tidak ada, sepertinya bergabung dengan Kishi untuk main ombak. Baguslah. Mungkin mereka sudah puas melihat Ren mengajak Yuto berkenalan tadi, dan tidak tertarik melihat kelanjutannya. Ia menghela nafas lega, kemudian mengalihkan pandangan pada Yuto.

“Tidak apa-apa, anggap saja terima kasihku untuk yang tadi.”

Penjual es semangka menerima uang dari tangan Ren, dan tak lama kemudian, dua mangkuk es semangka pun disajikan di depan mereka.

Beberapa saat dilewati hanya dengan ’enak!’ dan ’segar sekali!’, sebelum tiba-tiba Ren mendengar suara tawa tertahan dari Yuto.

“Pfft, yang barusan itu apa? Pura-pura menggoda orang tak dikenal?” tanya Yuto sambil menengok ke arah Ren.

“Begitulah. Menyebalkan sekali,” Ren memutar mata sambil menyuap es semangka. “Karena aku satu-satunya yang belum punya pacar, mereka memaksaku untuk menggoda orang. Tidak akan pulang sampai aku mengajak satu orang berkenalan, kata mereka. Satu orang saja yang kuanggap menarik, katanya. Untung saja aku melihatmu tadi. Kalau tidak, entah sampai kapan mereka akan terus menggangguku.”

“Eh?”

“Hm? Kenapa?”

“Tidak punya pacar?” tanya Yuto dengan ekspresi kosong.

“M-memangnya kenapa, hah!” nada Ren berubah defensif, dan Yuto langsung mengangkat kedua tangannya di depan dada.

“Maaf, maaf, habisnya Ren-kun kan populer sekali di kampus! Kupikir-“

“Kaupikir apa, hah?!”

“Maaf, maaf,” Yuto meringis. Ia berusaha mengalihkan fokus pada es semangka lagi. Sisanya tinggal sedikit lagi, dan sebagian sudah meleleh. Yuto menghabiskan es semangka tersebut dengan cepat-setidaknya, sebelum semuanya meleleh. Saat itulah ia baru menyadari bahwa sedari tadi Ren tidak mengeluarkan suara apa-apa.

Yuto menengok ke samping, mendapati bahwa Ren sedang memandanginya dengan ekspresi yang tak dapat ditebak. Dagunya betumpu pada sebelah tangan, seolah-olah ia sedang menunggu dengan sabar sampai Yuto menyadari pandangannya.

“Ren-kun?”

“Kau mendengar yang kubilang tadi, kan?”

“Soal kau tidak punya pacar?”

“Bukan itu-sebenarnya iya-tapi bukan itu yang-aduh,” Ren memijat kepala, memikirkan bagaimana baiknya. Apakah ia harus mengejanya terang-terangan di depan Yuto? Tapi… “Ah, sudahlah. Lupakan saja.”

Yuto hanya mengangguk tanpa bertanya apa-apa lagi. Untuk sesaat, entah mengapa Ren merasa kecewa. Ternyata Yuto tidak menangkap pesannya.

”Tidak akan pulang sampai aku mengajak satu orang berkenalan, kata mereka.”
Ren meneguk sisa es semangka di mangkuk. Ya sudahlah. Toh semuanya sudah meleleh juga.

“Satu orang saja yang kuanggap menarik, katanya.”
“Terima kasih untuk traktirannya, Ren-kun.” Yuto-yang juga sudah menghabiskan es semangka di mangkuknya-tersenyum penuh terima kasih pada Ren. Tentu saja Ren membalas senyuman tersebut, namun ujung mulutnya terasa berat.

“Untung saja aku melihatmu tadi.”
“Kalau begitu, aku duluan, ya!” Yuto berdiri dari kursinya, dan Ren hanya mengangguk tanpa semangat.

“Kalau tidak, entah sampai kapan mereka akan terus menggangguku.”
Yuto meregangkan tubuh dan bersiap untuk berjalan pergi. Namun, sebelum itu, Yuto berbalik memandang Ren sambil tersenyum lebar. “Oh, iya. Aku juga tertarik, kok, dengan Ren-kun.”

Eh…?

Ren hanya mengedip lambat. Yuto mengerti. Yuto mengerti! Dadanya mendadak terasa ringan, dan seulas senyum tulus mengembang pada wajah Ren tanpa dapat ditahan. Ia berdiri-setengah melompat-dari kursi, kemudian mengejar langkah Yuto.

Sadar bahwa sedang dikejar, Yuto menjulurkan lidah pada Ren dan mulai berlari sekuat tenaga sambil tertawa lebar.

“Yuto! Yuto, kembali ke sini!” seru Ren, juga sambil tertawa. “Kau tidak bisa bilang begitu dan langsung kabur-hei!!”

Saat Ren akhirnya menangkap Yuto dan keduanya berguling di atas pasir, mereka sudah kehabisan nafas karena terlalu banyak tertawa. Sebenarnya, masih banyak yang ingin Ren bicarakan baik-baik dengan Yuto. Masih banyak perasaan yang ingin ia sampaikan. Tetapi semuanya bisa menunggu sampai nanti. Untuk sekarang...

Yah, mereka punya seharian di pantai.

.

mon maap endingnya gajelas banget huhuhu tadinya mau bikin versi pair lain juga tapi tidak sanggup(?). sekian terima kasih(?) mon maap jika rada "????" (?) btw sedikit penjelasan untuk yang ren karena sy tdk tahu apakah sy nyeritainnya jelas(?) atau tidak:
Jadi Ren kan disuruh untuk ngegodain satu orang "yang dia anggep menarik". terus untunglah ketemu Yuto, karena Yuto adalah "orang yang dia anggep menarik" ini. Kalau ngga ketemu Yuto ya mission(?) Ren ga akan beres-beres, karena menurut dia ga ada lagi orang yang menarik selain Yuto. mon maap jika rada muter-muter tapi intinya begitu????

ff, inoue mizuki, igari souya, takahashi yuto, hashimoto ryo, nagase ren

Previous post Next post
Up