[Fanfic] Kencan Akhir Pekan dengan Siapa? (Sou x OC)

Dec 01, 2015 20:45

Title : Kencan Akhir Pekan dengan Siapa?
Cast :
·         Matsushima Sou (Sexy Zone)
·         Unknown chara ( “Me” chara / OC)
·         Marius Yo, Matsuda Genta, dan Matsukura Kaito yang numpang lewat
Genre : Fluff
Rating : PG-15
Summary : Aku tak tahu apakah ini hanyalah cinta semusim yang kurasakan, namun aku akan mencari tahu.

==================================================================================


“Eh? Sou-kun tidak bisa kesini?”
“Iya. Maaf ya. Aku sedang sangat sibuk.”
“Yah… mau bagaimana lagi. Tidak apa-apa. Jangan terlalu capek ya, Sou-kun.”
“Iya. Terima kasih ya. Sampai jumpa.”
“Sampai jumpa.”

PET

Ponsel yang beberapa detik lalu berada dalam genggaman tanganku kini telah tergeletak terbalik di atas tempat tidur. Jemariku otomatis beranjak mengacak rambutku dengan sedikit kasar, berusaha mengusir rasa frustasi yang melilit otakku. Helaan nafasku terdengar lebih panjang ─dan lebih berat─ dari biasanya. Sepertinya panas telah menyusup masuk ke dalam peredaran darah yang tengah mengalir menuju otak.

Ponselku berdering mengalunkan lagu Crazy Moon -Kimi wa Muteki- dari Arashi. Dalam gerakan lambat, tanganku meraih ponsel berwarna biru yang sudah kumiliki sejak tiga tahun yag lalu. Nama penelepon yang tertera di layar kubaca dengan cepat sebelum mengusap tombol hijau di layar dan mendekatkan ponsel itu ke daun telinga kananku.

“Moshi-moshi. Genta-kun?”

************************

“Iya, kan? Aaa, dia terlalu sibuk dengan sekolah dan pekerjaannya.”

Aku merebahkan tubuhku di lantai ruang latihan. Latihan tari baru saja selesai dan aku merasa terlalu lelah untuk langsung pulang ke rumah. Marius, Genta, dan Kaito duduk di sekelilingku dengan botol minum di tangan mereka masing-masing. Kaito menyisir rambut cokelatnya dengan jemari tangan kirinya sesaat setelah aku selesai bicara.

“Kalau begitu, kenapa kau menerimanya saat dia menyatakan perasaannya dulu?” Marius membuka mulutnya. Bocah kelahiran tahun 2000 yang terlampau tinggi itu menatapku dengan satu alisnya terangkat.
“Hei, jangan lupa. Teman kita satu ini yang duluan ngejar Matsushima Sou.” Pemuda yang duduk di samping Marius itu menampakkan cengirannya. Aku melempar handuk ke arah Genta, yang dengan sukses menghantam Genta di pelipisnya.
“Urusai.”

Ketiga sahabat yang kutemukan semenjak aku bergabung dengan salah satu dance club di Tokyo itu terus mengolok-ngolokku dengan semua kalimat yang dapat mereka pikirkan. Mungkin aku terlalu bosan, atau mungkin aku terlalu terbiasa, sehingga aku memilih untuk tidak menanggapi mereka. Tapi bila kupikir-pikir kembali, pertanyaan yang tadi dilontarkan oleh Marius ada benarnya juga, walau apa yang dikatakan oleh Genta juga sepenuhnya benar.

Saat itu adalah hari kedua libur musim panas. Di hari yang masih terlalu pagi, aku memutuskan untuk bersantai di atap rumah, tempat favoritku sejak aku kecil. Ketika aku sedang bersantai dengan earphone di kedua telingaku, seseorang yang belum pernah kulihat muncul di balkon rumah tetanggaku yang kebetulan berada tak jauh dari atap rumahku. Aku menatapnya dan sedetik kemudian pemuda berambut hitam itu menoleh padaku. Saat berikutnya tanpa kusadari aku telah berkenalan dengannya. Pemuda itu bernama Matsushima Sou dan berasal dari Shizuoka.

Kepribadiannya yang menarik dan lugas kuketahui saat keluargaku mengundang tetangga sebelah untuk ikut memasak barbekyu. Sou bisa dengan cepat beradaptasi dengan lingkungan baru dan bertingkah konyol setiap saat. Ia bisa mencairkan suasana dan memeriahkan suasana yang sudah terlalu meriah. Pandanganku terperangkap padanya, dan mungkin juga hatiku.

Ah, dasar cinta semusim.

Cinta yang mungkin hanya sesaat itu membuatku menjadi ‘Penggemar rahasia Matsushima Sou’ dalam waktu yang cepat. Aku tersenyum sembari memandangnya dari kejauhan, mengirimnya pesan berkali-kali ─walau pada akhirnya aku menanyakan hal-hal yang tidak penting atau menanyakan hal basi─, juga mengajaknya untuk pergi ke tempat yang kutahu tidak ia ketahui. Rupanya pemuda kelahiran tahun 1997 itu menyadari semua pesan tersiratku, dan tiga hari sebelum kepulangannya ke Shizuoka, ia menyatakan perasaannya padaku.

“Tsumetai!” Aku beringsut menjauh dari Genta yang baru saja menempelkan botol minuman dinginnya ke pipiku. Kaito yang duduk di sebelah Genta langsung tertawa terbahak-bahak.
“Jiwamu pergi kemana? Dari tadi dipanggil tidak ada tanda-tanda merespon. Kukira jiwamu sedang berkelana ke Amerika.”
“Jangan ganggu orang nostalgia ih.” Tinjuku mendarat di lengan Genta. Detik berikutnya rambutku tengah diacak oleh bocah blasteran Jerman yang kelewat manja di sebelahku.
“Dasar kau. Masih kecil sudah galau masalah cinta.”
“Aku lebih tua darimu, dasar bocah!”

************************

Langkah kakiku terasa berat ketika aku memasuki ruang kelas. Di sana, tepatnya di bangku paling kiri kedua dari depan, Genta tengah bicara pada ponselnya yang tengah ia pegang. Hipotesa sementara, Genta sedang video call dengan seseorang. Sejauh yang kutahu, Genta hanya video call dengan teman-teman dekatnya. Mengetahui hal itu membuat sebuah kurva terbentuk di wajahku.

“Ba!” Aku berlari dan melompat ke samping Genta yang sontak terkejut. Orang yang diajak bicara oleh Genta juga tampak terkejut, terlihat dari responnya yang langsung bicara dalam bahasa Jerman.
“Are? Kukira itu Sou-kun, ternyata cuma Marius.” Keluhku dengan wajah kecewa. Marius sontak membuka kedua mulutnya.
“Haa? Cuma? Apa maksudmu ‘cuma’? Bersyukurlah karena aku bisa mengajarimu bahasa Jerman. Kalau tidak, nilai bahasa Jermanmu akan lebih mengerikan dari hasil masakanmu.”
“Ee? Apa-apaan itu? Coba bilang sekali lagi. Coba bilang.”

KLIK

“Daripada ribut sama ponselku, sana ke bangkumu sendiri.” Perintah Genta tanpa memandangku sedikit pun. Aku memasang wajah kesal lalu berpura-pura hendak memukul Genta, baru setelah itu aku berjalan menuju bangkuku yang berada di barisan paling depan.

Satu lagi hari yang sangat bosan berhasil kulewati dengan selamat.

Sepulang sekolah, aku dan Genta berjalan bersama menuju tempat latihan dance yang hanya berjarak beberapa blok dari sekolah. Di sepanjang perjalanan, entah mengapa aku melihat banyak hal yang mengingatkanku pada Sou. Tanpa sadar, aku menyebut nama Sou dalam percakapanku dengan Genta.

Selesai latihan, seperti biasa, aku dan ketiga sahabatku duduk melingkar di lantai ruang latihan sembari meminum minuman dingin dan membicarakan beberapa hal yang terkadang sangat tidak penting untuk dibahas. Kali ini aku bercerita tentang Sou yang sudah membatalkan lebih dari lima janjinya untuk datang ke Tokyo. Aku bicara tanpa henti, seolah memonopoli semua waktu mereka hanya untuk mendengar ceritaku. Namun kemudian Matsukura Kaito, yang merupakan saudara jauh dari Matsushima Sou sekaligus tetangga rumahku, adalah orang pertama yang menyela ceritaku.

“Ne, akhir pekan ini kamu mau pergi kencan atau tidak?” Pertanyaan singkat dari Kaito itu membuat otakku berhenti sejenak. Kalimat itu sulit dicerna olehku. Apa yang tadi dia bilang?
“Dengan siapa?” Tanyaku kemudian, setelah waktu yang kurasa lama. Kemudian mataku sontak membulat. “Dengan Sou-kun?!”
“Bukan lah. Dengan kami bertiga. Minggu ini di Fuji-Q Highland. Oke?”
“Lagipula sudah lama kita berempat tidak pergi main. Ya, kan?” Marius menatap Kaito yang sebelumnya bicara, lalu tersenyum seolah senyuman itu dapat meluluhkan hatiku dalam sekejap.
“Eeh? Yaa kalau aku tidak ada a─ Oke oke! Minggu ini kita ke Fuji-Q Highland. Let’s go!” Pikiranku seketika berubah saat Marius mengeluarkan empat tiket masuk Fuji-Q Highland dari dalam tasnya. Ada rezeki kenapa ditolak?

************************

Arena pertama yang kami kunjungi adalah rumah hantu. Dengan semua keberanian yang tersisa, juga dengan semua jeritan yang bisa terlontarkan, kami berhasil keluar dari rumah teror ini dengan selamat. Saat masih berusaha mengatur napas dengan susah payah, tiba-tiba aku teringat pada musim panas lalu saat aku dan Sou bersama-sama pergi ke rumah hantu tadi. Sou bergaya sok keren dengan berjalan di depanku, seolah berusaha melindungiku. Namun tiba-tiba ia dikejutkan oleh sosok mengerikan dari samping dan ia berteriak histeris sehingga menabrak dinding dan terjatuh. Mengenangnya membuatku sontak tertawa kecil.

Mungkin… Aku terlalu merindukannya.

Waktu berlalu dengan cepat hingga matahari mengirimkan salam tidur pada semua penduduk bumi di bagian Jepang dan sekitarnya. Di salah satu bangku di dekat kastil Cinderella, aku dan ketiga sahabatku duduk sembari memakan crepes yang kami beli. Lima belas menit menuju pesta kembang api.

“Ne, aku beli minuman dulu ya. Aku haus.” Pamit Marius sebelum berlari pergi. Aku melirik Marius yang berlari pergi, kemudian mencuri bagian crepes milik Genta sebelum pemuda itu menyadarinya.

Lima menit setelah kepergian Marius, ponsel Kaito berbunyi. Pemuda yang paling pintar menari diantara kami berempat tersebut membaca pesan masuk di ponselnya, sebelum kemudian memutar kedua manik matanya.

“Marius lupa membawa dompetnya ke sana. Aku menyusul Marius dulu, oke?”

Aku memandang Kaito yang semakin menjauh. Aku baru saja ingin mencuri crepes milik Kaito saat ponselnya berdering. Crepes milikku telah habis, namun aku masih ingin memakan crepes.

“Mau makan punyaku? Sepertinya kau masih ingin makan crepes.”

Aku menoleh dan mendapati Genta tengah mengulurkan crepes miliknya padaku. Sebuah kurva kembali terbentuk di wajahku seiring kuterima crepes miliknya dengan wajah bahagia. Crepes cokelat itu berhasil menaikkan suasana hatiku berkali-kali lipat.

Lima menit yang lain berlalu dengan cepat. Genta melihat ponselnya untuk kesekian kali sebelum berdiri dan mengantongi ponselnya.

“Aku akan menyusul Marius dan Kaito. Mereka terlalu lama.” Ucap Genta sembari berlalu.

Sendirian adalah hal terakhir yang kuinginkan untuk terjadi hari ini. Aku melipat kedua tanganku dan menggembungkan kedua pipiku. Mereka yang memintaku untuk pergi dan kini mereka meninggalkanku untuk membeli minuman, hanya beberapa menit sebelum pesta kembang api dimulai. Aku terus menggerutu saat mendadak ada seseorang yang meniup tengkuk leherku.

“Aish! Siapa yang─”

Aku tidak berhasil menyelesaikan kalimatku saat semua pandanganku menjadi hitam. Sepasang tangan tengah menutup kedua mataku. Aku baru saja akan membentak orang itu saat aku mencium harum parfum yang kukenal. Lebih tepatnya, harum parfum yang kurindukan.

“Sudah bisa tebak siapa aku?”

Secara spontan kedua tangan itu kutepis dari kedua mataku lalu berdiri menatap pemuda berambut hitam acak-acakan yang tengah tersenyum lembut di depanku. Senyuman yang sangat kurindukan itu kini bisa kulihat dengan nyata, bahkan harum parfum miliknya dapat kuhirup dengan lepas. Sosok yang kurindukan selama beberapa bulan terakhir berada tepat di hadapanku.

“Maaf aku terlambat.”

Aku menggeleng atas ucapannya. Dengan senyuman yang terpatri di wajahku, aku berlari menghambur ke arahnya, tepat saat pesta kembang api dari kastil Cinderella dimulai. Sou membalas pelukanku kemudian melepasnya.

“Tengok sebentar. Kembang apinya bagus tuh.”

Aku mendongak ke langit hitam yang kini dihiasi ledakan kembang api warna warni. Saat aku tengah sibuk mendongak, Sou mendekat dan berbisik.

“Hisashiburi na, hime-sama. Suki dayo.”

Aku tersenyum kepada langit malam. Dengan ini kencan akhir pekanku berakhir, dengan Sou yang tiba-tiba muncul dan menjadi hadiah paling indah yang kudapatkan. Aku tak tahu apakah ini hanyalah cinta semusim yang kurasakan, namun aku akan mencari tahu.

.
.
.
.
.
Ngomong-ngomong, kemana Marius, Kaito, dan Genta pergi?

======================================TAMAT======================================

fanfic : fluff, fanfic, fanfiction, matsushima sou, johnny's jr fanfiction, sexy zone fanfiction, fanfic : one-shot, indonesian fanfiction, one-shot fanfic

Previous post Next post
Up