Title : Among Us, Snow, and Music (1/?)
Cast : Okamoto Keito, Yamada Ryosuke, Nakajima Yuto, Chinen Yuri, Morimoto Ryutaro, Kinoshita Yuki (OC), Masuda Furin (OC), Ryutaro Uthu Aizawa Kudo as Nishimura Ayano
Genre : Romance, Family, Friendship
Type : Multichapter
Rating : G
Disclaimer : Andaikan aku bisa memiliki semua anak JE yang ada dalam cerita ini ;;;A;;;
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Butiran putih turun semakin lebat di tengah gelapnya malam. Butiran itu datang, menambah dinginnya udara. Semakin lama semakin banyak, membasahi segala sesuatu yang berada di muka bumi. Termasuk seorang gadis yang tengah duduk di bangku taman. Tidak ada payung atau apapun yang melindungi dirinya dari terpaan salju, salju pertama yang turun di tahun ini. Gadis itu justru menjulurkan tangannya untuk merasakan lebih banyak salju. Taman itu sepi. Jam taman yang berada di samping kedai hamburger menunjukkan waktu telah melewati jam sembilan malam.
Di kejauhan, tampak dua orang laki - laki dewasa memakai jas hitam berlarian. Mereka sesekali menengok, seperti mencari sesuatu. Saat salah satu dari mereka mencapai jalan masuk taman, dia berseru. Mereka berlari memasuki taman menghampiri gadis yang duduk di bangku taman. Gadis itu tampaknya tidak menyadari bahwa ia sekarang tidak lagi sendiri.
“Bagaimana nona bisa sampai di sini?” Tanya salah seorang dari laki - laki berjas hitam, tampak khawatir.
“Ah, kalian. Menemukanku rupanya,” Gadis itu tersenyum, namun tidak menoleh memandang kedua laki - laki di sampingnya.
“Nona harus pulang sekarang,” Kedua laki - laki itu memegang tangan sang gadis.
Gadis itu hanya tersenyum. “Apa bisa aku melawan kalian,” Senyum manis kembali muncul di bibir gadis itu
♪♪♪
Sepasang kaki berbalut sepatu putih itu berjalan, meninggalkan jejak di atas timbunan salju. Sebuah tas ransel hitam tersampir di pundaknya. Rambut panjang hitam yang lurus, tergerai indah tertiup angin. Sesekali ia mengeratkan jaket biru yang dikenannya. Jalan yang ia lewati tampak sepi, hanya tersisa lampu jalan yang menyala terang.
Head-phone biru terpasang manis di kedua telinganya. Lagu Arashi berjudul Itsumademo mengalun lembut dari mp3 miliknya. Seraya melangkah, ia memperhatikan sekeliling. Tiba - tiba ia berhenti. Ia menengok ke arah rumah -bergaya eropa abad pertengahan- di sebelah kanannya. Cukup lama ia memandang rumah itu, hingga terdengar sebuah suara. Cepat - cepat ia berjalan meninggalkan rumah itu.
Dari balik pagar, muncul seorang laki - laki berjas hitam. Laki - laki itu menengok ke sekeliling. Namun tidak ada siapapun yang ia temui.
♪♪♪
“Oh ayolah. Aku belum bisa memainkannya. Ajari aku,”
Suasana lengang. Anak - anak berbalut seragam SMA berwarna biru tua tampak santai di bangku. Ada yang mengerjakan tugas, belajar, mendengarkan musik, atau bergosip ria.
“Lain kali saja, ya. Aku sedang sibuk,”
Di sudut kelas, tampak gerombolan anak laki - laki. Yang baru saja bicara, kini sedang menulis sesuatu di kertas. Rambutnya disisir ke belakang.
“Sibuk apa? Palingan hanya menulis daftar daging yang akan kau makan,”
Sebuah pensil melayang mengenai kepala eksistensi yang baru saja bicara. Laki - laki berwajah manis itu mengaduh. Tangannya mengusap bagian kepala yang baru saja terkena lemparan pensil.
“Ittai, Keito,” Remaja berwajah manis itu mengerucutkan bibir.
“Siapa suruh kau bicara seperti itu?” Orang yang dipanggil Keito itu kembali menekuni buku yang tadi ia tulisi.
“Urusai. Ryutaro, kau juga nakal,” Laki - laki yang paling tinggi mencubit pipi temannya yang ia panggil Ryutaro.
“Yamette, Yuto. Tanganmu mengenai jerawatku,” Ryutaro berusaha melepaskan tangan Yuto.
“Jerawat??? Mana? Mana?” Laki - laki yang sedari tadi hanya menggambar ichigo di bukunya menoleh. Ryutaro buru - buru menutupi wajahnya dengan buku.
Melihat tingkah Ryutaro, Yuto berbisik pada laki - laki yang menanyakan letak jerawat Ryutaro. Segera setelah itu mereka berdua terkikik. Ryutaro yang diam - diam memperhatikan menjadi curiga. Kedua alisnya bertemu.
“Sudahlah, Ryuu. Jangan dipikirkan,” seorang lagi, yang bertubuh paling kecil dan berlabel nama CHINEN YURI di bajunya, menepuk pundak Ryutaro. Yang ditepuk pundaknya hanya mendengus kesal
“Hey, Yamada,”
Laki - laki yang terkikik bersama Yuto menoleh. Didapatinya seorang gadis berdiri di depan bangkunya. Gadis itu memegang dua buah komik naruto, bertuliskan YAMADA RYOSUKE di sampul komik. Gadis itu menaruh dua komik yang dibawanya di atas meja sang objek panggilan.
“Arigatou sudah meminjamkannya,” gadis itu berlalu
Yuto memperhatikan gadis yang baru saja berlalu, lalu kepada teman di sebelahnya.
“Dia, gadis musik yang kutahu tidak suka namanya komik macam naruto, meminjam komikmu?” Yuto memandang Ryosuke, teman di sebelahnya yang sedang memasukkan komik naruto ke dalam tas
“Kau tanya aku, aku tanya siapa?” Ryosuke balik memandang Yuto
♪♪♪
Keito berjalan sendiri. Di pundak kanannya tersampir tas hitam. Keito menaiki tangga menuju lantai empat. Di kejauhan, samar - samar terdengar suara gesekan biola yang amat lembut. Keito terus berjalan dan memutar gagang pintu di tengah lorong.
Tampak sebuah ruangan luas. Terdapat sebuah piano di sudut ruangan, lemari berisi gitar listrik dan gitar akustik, satu set drum di tengah tepi ruangan, dan bermacam alat musik lainnya. Di tengah ruangan, berdiri seorang gadis memainkan biola. Matanya tak lepas menatap barisan nada lagu di depannya. Tampaknya gadis itu tidak menyadari kehadiran Keito.
Keito menaruh tasnya di kursi lalu berjalan menuju lemari untuk mengambil sebuah gitar akustik. Keito duduk di sebuah kursi, lalu memetik dawai gitar, memainkan sebuah lagu. Gadis yang memainkan biola kaget. Ia menoleh ke belakang.
“Okamoto,” gadis itu bernafas lega
“Kau terlihat menikmatinya, sehingga tidak menyadari aku masuk,” Keito tersenyum kalem
“Kalau sudah serius ya seperti ini,” gadis tadi ikut tersenyum dan memilih duduk di samping Keito
“Kau tidak berubah sejak pertama bertemu di ruangan ini, Rin,” Keito menatap gadis di sebelahnya
♪♪♪
“Katanya kau akan membelikanku es krim, mana?”
Jalanan masih penuh dengan orang lalu lalang. Langit semakin kemerahan, selaras dengan waktu yang memang sudah mencapai angka lima sore.
“Nanti dong, Yama chan,” Yuto berjalan beriringan dengan Ryosuke. Mereka berjalan di trotoar bersama dengan warga Jepang lainnya.
“Ryo chan, apa kau tidak bisa sebentar saja melupakan es krim? Daritadi kau terus ribut soal es krim,” yang paling pendek dan paling manis dari mereka, bernama Chinen Yuri, memandang Ryosuke
“Diam sajalah kau, pendek,” Ryosuke mengerucutkan bibirnya
“Heh? Nani? Kau memanggilku pendek?” wajah Yuri berubah menyeramkan
“Ii jan,” Yuto hanya bisa menggelengkan kepala
Dan sebelum Ryosuke menjadi semakin ribut, Yuto pun membelikan es krim rasa soft cream untuk Ryosuke. Yuto juga membelikan es krim rasa vanila untuk Yuri, karena wajah Yuri sudah menunjukkan tanda - tanda ingin merebut es krim Ryosuke.
Mereka kembali berjalan pulang. Ryosuke dan Yuri harus berusaha keras menarik Yuto dari depan etalase toko musik yang memajang satu set drum keluaran terbaru. Begitu pula Yuto dan Yuri yang harus susah payah menarik Ryosuke dari depan cafe yang memasang pengumuman kue terbaru mereka dengan stroberi lebih banyak dan setengah harga dari hari biasa. Hanya Yuri yang tidak perlu menyusahkan kedua sahabatnya.
Setelah berpisah dengan Yuri di pertigaan, Yuto dan Ryosuke kembali berjalan bersama menuju rumah mereka yang berdekatan. Kedua sahabat sejak kecil itu tampak berbincang seru.
♪♪♪
Yuri terus berjalan sendiri. Sesekali ia memperhatikan sekeliling, selebihnya ia hanya memperhatikan trotoar yang ia tapaki. Saat melewati sebuah taman, sesuatu menarik Yuri untuk melihat.
Di sebuah bangku taman, terdapat seorang gadis. Gadis itu duduk sendiri. Disampingnya ada sebuah tas kecil berwarna cokelat. Tiba - tiba muncul dua orang anak kecil. Kedua anak kecil itu dengan perlahan menyentuh dan membuka tas cokelat di samping pemiliknya. Seolah tak menyadari apa - apa, gadis itu hanya terdiam.
Yuri segera berlari memasuki taman menuju bangku dimana dua orang anak kecil tengah leluasa melihat isi tas cokelat itu.
“Hei! Pergi kalian! Dasar anak nakal,”
Seketika kedua anak kecil tersebut membeku. Yuri langsung merebut tas itu dan kedua anak kecil itu segera kabur.
“Masih kecil kok sudah mau mencuri,” Yuri mendengus kesal dan mengulurkan tas itu kepada gadis di depannya. “Ini milikmu,”
“Apa yang milikku?” gadis tersebut bertanya dengan tanpa mendongak menatap Yuri
“Ini, tasmu. Hampir dicuri anak kecil,” jawab Yuri
“Nani? Dicuri?” gadis itu menoleh ke bangku di sebelahnya
“Chotto,” Yuri memegang tangan gadis itu. “Tasmu sedang kupegang,” Yuri akhirnya memutuskan untuk duduk di samping gadis itu
“Kau yang menyelamatkan tasku? Arigatou gozaimashita,” gadis itu tersenyum lega
Yuri meletakkan tas itu di atas pangkuan sang gadis. Beberapa saat, ditatapnya gadis itu. Ada yang aneh dari dirinya.
“Sebaiknya kau lebih berhati - hati. Jangan sampai tasmu akhirnya dicuri oleh orang lain,” ucap Yuri
“Hontou arigatou gozaimashita. Etto, atashi wa Kinoshita Yuki desu. Anata no namae?” gadis itu mengulurkan tangannya
“Chinen Yuri desu,” Yuri menyambut uluran tangan gadis bernama Yuki di sebelahnya. “Apa yang kau lakukan di sini sendirian?”
“Aku...”
Belum selesai Yuki bicara, tiba - tiba muncul seorang laki - laki berumur yang mengenakan jas hitam. Laki - laki itu memegang tangan kanan Yuki.
“Nona harus pulang sekarang,” kata laki - laki itu. Yuri mengangkat alisnya memandang Yuki dan laki - laki itu bergantian
“Tapi aku masih menunggu~”
“Perintah nyonya,”
Seketika Yuki terdiam. Menghela nafas panjang, Yuki bangkit dengan menggenggam tasnya.
“Ima kaeru yo, mata ashita Chinen-kun,” Yuki tersenyum manis sebelum akhirnya berlalu dengan laki - laki berjas hitam.
Yuri memandang kedua orang yang baru berlalu dari hadapannya. Tanda tanya muncul di otaknya. Dan sebelum Yuri bisa mencerna semua, salju turun perlahan.
♪♪♪
Uh... Like it or not, forever... Like it or not, forever...
Like it or not... I love you, I need you, I want you, ima mo
I miss you kokoro I love you sono mama
Salju terus turun. Bintang - bintang bertaburan di langit memancarkan sinarnya. Angin dingin berhembus lembut membelai apapun yang disentuhnya.
Ai to yobenaide yume to shiranaide kimi wo mitsumeteta
Zutto zutto zutto itsudemo
Nani mo iwanaide nani mo shiranaide nani mo kikanaide
Tooku kieta kimi wa hitori de...
Daun - daun bergoyang perlahan. Lampu menyala terang dimana - mana. Suasana di malam hari itu tetap terang karena warga masih terus beraktifitas.
Uh... Like it or not, forever... Like it or not, forever...
Like it or not... I love you, I need you, I want you, sayonara...
Terdengar suara tepuk tangan dari dalam sebuah kamar. Lima orang remaja laki - laki tengah berkumpul. Salah satu diantara mereka baru saja mengakhiri permainan gitarnya sementara empat pemuda lainnya bertepuk tangan.
“Walau suaramu berat, tapi bagus. Terutama permainan gitarmu. Sugoi, keito,” ucap salah seorang diantara mereka
“Arigatou na, Yuto,” Keito tersenyum dengan menampakkan barisan gigi putihnya. Senyumnya begitu manis untuk ukuran remaja bertubuh kekar
“Boleh sekarang aku yang bernyanyi?” terdengar suara cempreng menghiasi kesunyian
“Ah, aku lapar. Ayo turun, aku punya camilan di dapur,” Keito segera meletakkan gitar dan melangkah keluar kamar diikuti tiga remaja lainnya
“Cih, awas kau keito,” Yuri ikut keluar dengan cemberut
Di ruang makan rumah Keito, semua tengah menikmati spageti milik Keito sambil bercerita. Semua berbincang dengan seru. Setidaknya hingga Ryosuke menyadari jika Yuri tidak berpartisipasi dalam permbicaraan.
Ryosuke berpindah tempat duduk ke dekat Yuri. Dia mengambil botol air mineral dingin yang ada di atas meja dan ditempelkan ke pipi Yuri yang sedang melamun.
“Hwa!!” Yuri berteriak. Semua menoleh memandang Yuri. “Nandaiyo, Yama chan,” Yuri menatap kesal Ryosuke. Sang objek hanya mengatupkan bibir menahan tawa
“Kau lucu sekali, Chii,” Ryosuke menakupkan kedua tangannya menutupi mulutnya, menyamarkan tawanya
“Tidak usah tertawa,” Yuri semakin cemberut
“Hahaha, gomen gomen. Lagipula, apa yang sedang kau lamunkan?” Ryosuke akhirnya berhenti tertawa
“Boku?” Yuri menunjuk dirinya sendiri
“Chinen-kun? Kau melamun?” Ryutaro angkat bicara
“Hei, malam malam jangan melamun. Nanti tubuhmu dimasuki setan yang berkeliaran dan akhirnya~”
“DUAK!”
“Aaawww!” Yuto memegangi pergelangan kakinya yang ditendang Ryosuke
“Tadi aku bertemu dengan seorang gadis. Sepertinya seumuran dengan kita. Tapi ada yang aneh dari dirinya,” Yuri memutar sendok yang entah kenapa ada di hadapannya
“Nani???” semua serempak, kecuali Yuto yang masih meringis kesakitan
“Entah. Hanya saja aku merasa ada yang aneh dari dia,” Yuri menerawang, mengingat kejadian tadi sore
~To be continued~