My Copyright Love chapter 1

Feb 14, 2011 17:49



My Copyright Love  chapter 1



"Ada kalanya kamu harus menuruti kami, Soh Na-ya." Dengan raut sayunya, Ibu berusaha membujukku menerima perjodohan konyol anak pengusaha kaya Jepang yang digelarnya puluh tahun silam. Menggelikan menurutku perjodohan semacam itu, Ibu membuat seolah aku tidak bisa menggaet pria manapun.

"Omma. Mengapa harus aku? Mengapa tidak Soo Ra saja?" Ya. Soo Ra itu kakak tertuaku. Kami 2 bersaudara. Heran, mengapa malah aku yang dipaksa mengikuti perjodohan.

"Kang Soo Ra?" Ibu mengulang kaget, "Umurnya 23 tahun, bodoh."

"Lantas? Bukankah 23 tahun usia yang tepat untuk menikah ?"

"Tunanganmu berusia 20 tahun, Soh Na-ya."

"Masa bodoh usianya 20 tahun. Perjodohan ini konyol." Aku berderap pergi dari ruang tamu. Helaan nafas ibu segera mengisi sudut pendengaranku. Kasian sekali Ibu. Aku tahu alasan ia membuat perjodohan ini. Trauma masa lalu akan ayah, sutradara tenar terus membayanginya. Sejak saat terbongkarnya berita perselingkuhan ayah dengan salah satu aktris arahannya, ia mulai memperlakukan ibu dengan kejam. Memukul, menampar serta menjambak rambut ibu disaat sedang kalap.

Mianhaeyo, Omma.
(Maaf, Ibu)

*****
Aku sudah berjanji untuk menjaganya. Luka itu membuatku merasa bersalah sampai hari ini, Kang Soh Na.

Seorang gadis manis murung diatas punggungku adalah calon istriku. Kang Soh Na.

*****
Sekarang kami sedang berada di depan meja makan. Ayahku, ibunya, dan dia. Aku sedang duduk disebelahnya dan menatapnya. Lama. Aku menatapnya sudah sangat lama. Tapi apa? Ia bahkan tidak melirikku. Ia berpura-pura menelan nasi bulat dengan sumpit yang dipegangnya dengan cara salah. Aku tersenyum. Ini dia, Kang Soh Na.

Kulirik sekali lagi dan mengulur tangan, menyentuh pergelangan kanan yang salah memegang sumpit itu. Ia tersentak dan menoleh. Aku tersenyum manis. Kupindahkan jari tengahnya untuk berada di antara dua sumpit dan jari telunjuk di depannya. Kemudian, aku melihatnya. Begitu dekat. Ia menatap mataku tak berkedip. Begitupun aku, kami saling menatap cukup lama. Bogoshipoyo, Soh Na. (Aku merindukanmu, Soh Na.)

Tiba-tiba ayah berdeham, membuatku tersadar dan kulihat ia juga begitu. Aku menoleh. “Oo.. Aboji...”
(Aboji = ayah)

Ayahku tersenyum tertahan padaku lalu beralih pada Soh Na, “Soh Na-ya. Dari tadi begitu diam. Tidak seperti dulu begitu cerewet. Apa tidak menyukai makanan itu?”

Gadis itu terdiam selama berapa waktu. Dari samping, kulihat wajahnya memerah. Ia melirikku sekilas. Aku mengangguk hormat. “Animida.” jawabnya, setelah tidak melihatku lagi.

Ayah menggangguk-angguk senang, kemudian berkata pada wanita sebelahnya, ibu Kang Soh Na, “Seo Ri. Putrimu sungguh telah dewasa. Tampaknya sangat pantas bersama Jung In yang sampai kini masih kekanakan.”

Aku terbelalak lalu menunduk saja. Dari sudut mata, dapat kulihat Soh Na menghela nafas malas. Kemudian aku mulai berpikir, apa dia masih mengingatku? Kusumpit butir-butir nasi dan memakannya tidak semangat. Sesaat merasa kesal. Kang Soh Na, bodoh sekali.

*****
Ini akan menjadi pertemuan kedua kami. Soh Na menyeret langkah ke kantorku. Dari jauh aku mengamati sambil tersenyum. Semua karwayanku menunduk hormat padanya, sedangkan dia, hanya membalasnnya dengan senyum tak jelas lalu mulai menyeret langkah lagi. Kini ia tiba di ambang pintu ruanganku. Kudengar ketukan pelan. “Masuklah, Kang Soh Na-sshi.” ujarku sedikit berteriak.

Pintu terbuka dan ia berjalan dengan sedikit tegap dibanding tadi. Kemudian membungkuk, memberi hormat, “Annyeong hasseyo.” Katanya tanpa senyum.
(Annyeong hasseyo = Halo)

Aku berdiri dari duduk dan menghampirinya. Kuulurkan sebelah tangan mempersilahkan kemudian duduk di sofa sebelah. Ia ikut menduduki sofa single tepat di depanku. “Welcome.” Kataku.

Dahinya mengerut. “Jung In-sshi.” Panggilnya.

“Ne.”

“Kita butuh bicara.” ucapnya langsung.

“Tentu. Apa yang ingin kau katakan?”

“Pertunangan itu.” Jawabnya keras. Tampaknya, ia tidak menyukai ide pertunangan itu.

“Ne.”

“Aku tidak menginginannya. Dan kumohon kau mau membantuku membatalkannya.” Ia berbicara dengan begitu berapi-api.

“Waeyo? Sudah memiliki pacar?” Ia terdiam. “Belum ya? Baguslah.”Aku langsung saja menebak.

“Jung In-sshi.”

“Ne.”

“Kau setuju dengan pertunangan ini?” tanyanya. Kutatap raut wajahnya. Begitu menggemaskan tapi lelah.

“Aku tidak punya alasan untuk tidak menyetujui pertunangan ini.”

Ia tertunduk lesu, menghela nafas kesal. “Keurom.” Ia menatapku berbinar-binar, “Aku mempunyai seseorang yang kusukai.”

Mataku membulat, “Ne? Nuguseyo?” Spontan aku bertanya.

“Kyu Hyun. Cho Kyu Hyun.”

“Nugu?” Aku bertanya ulang.

“Cho Kyu Hyun. Kenal dengannya?”

*****

“Cho Kyu Hyun. Kenal dengannya?”

Kang Soh Na. Hwaiting! Aku menyemangati diri. Aku kini bisa menatap Jung In, calon tunangan dengan lega hati. Entah pikiran dari mana aku melontarkan nama artis idola dalam penolakan pertunangan dengan calon tunangan ini. Biar saja. Jung In juga tidak akan mengenal Cho Kyu Hyun yang ternyata adalah seorang penyanyi, yang tak mungkin ku raih. Aku sungguh berharap Jung In segera melepasku serta pertunangan ini. Semoga saja.

Kullihat Jung In yang tampak berpikir. Jangan-jangan dia tahu bahwa Kyu Hyun adalah penyanyi Seoul. “Jung In-sshi.” panggilku, “Bagaimana jika pertunangan ini dibatalkan saja!”

Jung In mendesah. “Shiro."
(Shiro = tidak mau)

“Mwo?”

“Soh Na-sshi. Aku tidak peduli dengan orang yang bernama Cho Kyu Hyun itu.”

“Mwo? Jung In-sshi. Mana bisa begini? Aku sungguh menyukai orang ini.”

"Aku tidak peduli.” Ia duduk maju. Tersenyum padaku, “Kang Soh Na-sshi. Mari makan siang!”

Apa? Dia malah mengajakku makan siang. Aku lesu. Menatapnya tak percaya. Jung In mulai berdiri dan menunggu di depan pintu.

“Soh Na-sshi. Kkaja.” Ajaknya sekali lagi.

Aku terpaksa berdiri dan berjalan melewatinya. Kemudian ia berjalan menjajariku. Kulihat semua orang tunduk dan memberi hormat padanya. Ia tersenyum membalas lalu menatapku. Aku seolah terpaku malah tidak berpaling. Sampai aku melihat sebuah senyum kembang membahana di wajahnya barulah aku memalingkan wajah. Memalukan.

*****

“Ingin memesan apa?” Jung In bertanya padaku. Ia membawaku ke restauran yang tidak pernah kudatangi . Restauran ini jauh dari pusat kota, setelah kuhitung tadi kami berjalan sekitar 45 menit.

Kubaca sekilas daftar menu kemudian menyebutkan makanan pada waiter disebelahku. Kemudian aku memanggilnya, “Jung In-sshi.”

Ia menoleh, “Ne?”

“Pertunangan itu batalkan saja!” tegasku.

Jung In meletakkan sikunya ke meja, memajukan tubuhnya, “Jalani saja dulu. Untuk saat ini saja.”

“Tapi..”

Ia memotongku, “Kumohon, Soh Na-sshi.” Katanya memelas.

Aku menatapnya lama. Akhirnya menghela nafas panjang tak yakin.

“Kumohon?” Jung In memohon setengah berharap.

“Jung In-sshi.” Panggilku lesu, “Aku menyukai Cho Kyu Hyun.”

“Aku tidak peduli dengan Cho Kyu Hyun. Kumohon padamu, lakukanlah!”

Mataku terpejam tertahan. Otakku berpikir. “Mengapa kau begitu ingin aku melakukan pertunangan ini?” tanyaku melemah.

Wajahnya seketika berubah. Senyumnya seketika memudar. Ia menatapku seolah menangis. Dari jauh aku dapat melihat, rahangnya mengeras. Sorot matanya pun berubah. Apakah Jung In marah? Namun apa salahku?

“Karena ini perintah.” Jawabnya.

Dahiku berkerut heran. “Perintah?”

Ia tidak menjawab. Hanya terpaku mengadukan manik matanya dengan manik mataku. Tiba, sebuah mapan melintas di mataku. Adu pandang itu seketika berhenti. Jung In berdeham. Pertama, makanan diletakkan di tempatnya barulah di tempatku. Ia meraih gelas berisi lime lalu sendok dan garpu. Memotong steak tanpa melihatku.

“Makanlah!” perintahnya. Sejenak aku terkejut, ia tahu aku menatapnya. Aku mengangguk samar lalu mulai melilit spaghetti. Kami diam. Seolah tenggelam dalam pikiran masing-masing. Aku tidak tahu harus melakukan apa. Aku menolak pertunangan bukan tanpa alasan. Banyak alasan membuatku terpaksa. Lagipula siapa yang mau menyia-nyiakan laki-laki tampan seperti Jung In. Perlu kuakui, Jung In tampan, berkharisma, romantis dan tak lepas dari kekayaan yang dimilikinya. Semuanya sempurna. Betul-betul pria idamanku. Tapi, teka-teki ini membuatku berhenti memikirkan Jung In laki-laki idamanku. Kusingkirkan jauh-jauh pikiran itu.

“BYUN JUNG IN..”

Seseorang berteriak. Aku dan Jung In menoleh. Seketika aku terpatung. Maldo andwe!!
Laki-laki putih, tinggi, rambut hitam kepirangan berjalan ke arahku. Ia menyapa Jung In dan tersenyum padaku.

Andwe! Mimpi ini terlalu bagus.

-- To Be Continue --

NB: Ide FF ini terinspirasi dari drama MARY STAYED OUT ALL NIGHT. Tapi saya tidak menjiplak keseluruhan cerit. Hanya memiliki kesamaan karakter Jung In, pertunangan dan bekas luka masa lalu. Terima kasih...

kim jae wook, 3shoot

Previous post Next post
Up