justifikasi yang dicari-cari; titel LH yang prematur.

Oct 02, 2007 22:59


Menarik,
melihat Fernando dari luar pagar memandang nanar MP4/22-nya diangkat ke luar trek.
Entah apa yang ada di kepalanya saat itu,
mungkinkah :
Begini ya rasanya jebol ditengah-tengah balapan ketika mengejar poin juara dunia?
atau
Maukah Ferrari menampung pantat jelek saya (baca : ugly-arse) jika Ron Dennis pecat saya nanti sore?
yang pasti saya tau PERSIS yang ada di kepala saya : MAMPUS!
(Di kepala doang memang. Puasa bok.Walau saya sempat kepikiran untuk salto 2 kali)
Yaah,
tapi, ternyata seringai lebar saya cepat sirna,
paling tidak hanya tahan beberapa chicane, setelah itu saya sadar siapa yang seharusnya disingkirkan, siapa yang seharusnya diseruduk Vettel (bukan Webber pastinya, I love that GUY!)
Ya, tepat! THAT guy.
Lewis Carl Hamilton....
Si hitam (manis, memang) yang entah karena ayahnya selalu berdoa di pit, atau karena apa, tak pernah tersentuh celaka atau minimal secungkil debri (yang cukup untuk menggoyang airflow,dan akhirnya..insiden apa lah gitu)

Maybe it's rookie's charm, maybe it's perfection, but i very well think it's too quick to come.

F1 seharusnya tidak selembek ini,
seharusnya seorang Rookie sedisiplin apapun dia sempat merasakan tim rombeng seperti Heikki merasakan Renault tahun ini.
Atau merasakan pedihnya ditonjok Aryton Senna. (Eddie Irvine, 93?)
Kalau saya penggemar LH,
saya akan kecewa, karena saya tidak pernah melihat dia diinjak dan dilumat tim dengan traksi sempurna dan girbox tanpa cacat bawaan.

Bukankah kemenangan seperti kemenangan LH musim ini terasa,bagaimana bilang ini, kurang manis??

Saya tidak akan mengakui yang saya akan akui ini dua kali :
Itu yang saya rasakan setelah Michael Schumacher memenangi gelar Juara dunianya yang ke 5, 6, dan seterusnya.
F1 kinda flopped.
Pasti semua penggemar F1 di dunia kecuali tifosi sakit jiwa macam saya bosan bukan kepalang kala itu. (tahun 2000 danseterusnya.)

Bahkan saya waktu itu jarang nonton F1.
Buat apa?
Kami, para tifosi, sudah digiring masuk ke comfort zone yang saat itu terasa untuk selamanya.
MS akan terus menang, Todt dan Brawn tidak akan meninggalkan Maranello, dan Stepney akan selalu menjunjung tinggi pancasila dan budi pekerti luhur seperti tidak mencontek atau menjual rahasia tim ke musuh paling najis. cuih.
Manis.
Tapi seperti sering saya tegaskan,
kemenangan Ferrari dengan MS tidak dimuntahkan dari langit.
Kami berkali-kali putus asa dengan perjuangan mereka.
Tahun 97, 98, 99.. F310b, F300, f399,
rasanya mobil-mobil itu terus membaik,
tapi kenapa mobil Mika selalu sedetik lebih cepat?
sepertujuhbelas detik lebih dulu sampai di tikungan ini dan itu?
Lebih rapi lewati sektor ini dan itu?
whhyyyy???
Air mata malu-malu keluar, remote tv melayang-layang, bantal beterbangan, layar TV jadi korban, keringat dingin keluar masuk keluar, mama papa kebingungan anaknya kenapa.
Ahhh...
Tapi itulah Formula Satu.
Dalam berita sport tahun-tahun itu, hanya kekalahan 2-1 Bayern oleh MU di champ league 99 yang saya ingat sama memilukannya.

bedanya, saya pasrah dengan Bayern kala itu.
Tapi tidak dengan Scuderia Ferrari.

TAhun 2000 akhirnya
kemenangan datang, ironisnya, pada GP Suzuka Jepang.
MS berhasil ambil pole position. Walau sempat disalip Mika Hakkinen,  namun setelah Pit Stop kedua, MS ambil posisi 1 lagi dan mengantarkan kemenangan buat kami semua.
Bagai  2  juta kubik  air isotonik disiramkan ke ribuan tifosi yang lelah dijemur bertahun-tahun dan tidak minum.

At long last. The Title was back at Maranello. 
(Well, for some time)

Panjang memang, tapi sungguh cerita saya punya poin.
Kemenangan akan lebih manis dengan perjuangan yang mengguncang iman. Apapun agama motorsport Anda.
Coba bayangkan jika LH menang musim ini.
Lalu apa?

But, as always.
It's just me.

cheers.
Previous post Next post
Up