Fic: Misteri Medali Emas Kirin, File 1 (Kurobasu/Kindaichi-Cross; Pg-15)

Oct 03, 2014 15:25


Misteri Medali Emas Kirin
Fandom: Kuroko no Basket/Kindaichi Shounen no Jikenbo
Rating: Pg-15/T++
Genre: Mystery/Suspense/Crime/Romance
Pairing dan Karakter:
1)Kuroko no Basket: Akashi Seijuurou/Furihata Kouki; Kagami Taiga/Kuroko Tetsuya; Aomine Daiki/Kise Ryouta; Midorima Shintarou/Takao Kazunari; Murasakibara Atsushi/Himuro Tatsuya
2)Kindaichi Shounen no Jikenbo: Kindaichi Hajime, Kenmochi Isamu, Akechi Kengo, Takato Yoichi
3)OCs: Yamawara Aika (36), Nijimura Shigure (44), Kurokawa Mayu (20), Kamino Seizaburo (60), Yotaka Ichito (26), Yamane Ryuuji (38), Yamane Kiri (35)

Summary: Di mansion kuno milik keluarga Akashi di Karuizawa yang akan segera dibuka untuk dijadikan resort, berdiri sebuah patung Kirin legendaris yang terbuat dari kristal. Akashi Seijuurou secara tak sengaja menemukan medali emas berbentuk Kirin di gudang rumahnya di Kyoto, hampir bersamaan dengan datangnya surat ancaman dari orang tak dikenal yang meminta pembatalan rencana pembukaan resort tersebut ke kantor ayahnya. Parahnya, Seijuurou tidak menceritakan hal ini pada kawan-kawan Kisedai-nya plus partner baru mereka di SMA masing-masing sebelum ia mengundang mereka untuk menghabiskan liburan musim panas di mansion itu sebagai tamu uji coba bersama enam tamu lain yang diundang perusahaan ayahnya karena keluarga Akashi menganggap surat ancaman itu hanya lelucon belaka. Saat itulah terjadi sesuatu yang ganjil di dalam mansion yang melibatkan patung kristal Kirin serta medali emas yang ada di tangan Akashi, diikuti dengan kecelakaan dan kematian beruntun para tamu undangan Perusahaan Akashi. Terlebih lagi, ada anak SMA aneh mengendarai sepeda butut yang tersesat masuk ke wilayah mansion dan jatuh pingsan karena kelaparan. Ada rahasia apa yang tersembunyi di balik kecelakaan dan kematian orang-orang itu dan apa kaitannya dengan patung kristal serta medali emas Kirin? Lalu, siapa anak SMA aneh yang muncul tiba-tiba di tengah kasus tersebut?

Hak Cipta: Kuroko no Basket © Fujimaki Tadatoshi; Kindaichi Shounen no Jikenbo © Amagi Seimaru & Satou Fumiya

Peringatan: sama kaya' prolog, ditambah banyak typo karena luna nggak sempat ngecek.

A/N: Maaf, menunggu. Silakan, file 1-nya.

Misteri Medali Emas Kirin

© lunaryu~

File 1: Akhir Liburan Musim Panas yang Menyenangkan


Hari Pertama…

"Uwaaaah! Jadi ini vila milik Keluarga Akashi-chi?" Kise berseru dengan antusias, senyum lebar merekah di bibir sakuranya dan mata madunya berbinar-binar begitu ia turun dari van dan menatap bangunan ala barat yang cukup klasik dan megah di hadapannya.

"Mansion, Kise-kun. Ini mansion kuno milik Keluarga Akashi-kun," Kuroko menyusul turun dari kendaraan panjang berwarna hitam itu dan meralat kata-kata Kise dengan muka datar sembari merapikan bajunya yang agak kusut setelah berhimpit-himpitan dengan pria-pria tinggi nan bongsor dalam ruang tertutup.

Ia tak menyangka kalau perjalanan ke Karuizawa dari Tokyo bakal begitu ramai. Tentu saja Kuroko tahu Aomine dan Midorima akan datang, sebab Akashi memberitahunya kalau ia mengundang semua anggota Kisedai. Yang tidak ia sangka adalah kemunculan Takao dan Furihata.

Saat ia bertanya pada si pemuda berkaca mata sih, Midorima mengatakan kalau Takao memaksa ikut, tetapi belakangan ia diberi tahu sang pemilik Hawk Eye secara diam-diam kalau ia diajak kencan oleh Midorima. Kuroko tersenyum dalam hati saat mendengarnya. Ternyata Midorima masih saja tsundere biarpun ia dan Takao (meskipun masih belum resmi karena belum ada yang dengan serius berterus terang menyatakan rasa suka masing-masing) pacaran.

Kalau Furihata, ia hanya bilang kalau ia diundang Akashi. Kuroko menaikkan alis matanya saat mengetahuinya. Ia heran, sebetulnya. Sejak kapan Akashi dan Furihata jadi dekat begitu? Namun, Kuroko juga enggan bertanya. Yah, sebagian karena sepertinya itu hal yang sangat pribadi dan yang sisanya… ia agak ngeri kalau nanti Akashi tahu bahwa ia mencoba ikut campur. Ia tak ingin berada di ujung pangkal kemurkaan Akashi. Terlalu menyeramkan.

"Wow… hebat juga. Tak kusangka akan semewah ini tempatnya," Aomine berkomentar sambil menguap, hanya sekejap terlihat kagum dengan suasana di sekitar mansion, tetapi nada suaranya terdengar mengantuk.

"Eh… tempatnya memang luar biasa. Khas Akashi… tapi apa perlu sampai seluas ini?" Kagami bergumam salah tingkah di belakang pemuda berkulit tan itu sambil memanggul tas sport-nya.

"Kalau tempatnya sebagus ini, pasti bakal laris nanti saat dibuka menjadi resort," Furihata tampak senang saat gilirannya turun dari mobil tiba. Pemuda berambut coklat itu melihat ke kiri dan ke kanan, sepertinya sangat kagum dengan tempat indah yang masih serba hijau dan kental dengan suasana alam.

"Asalkan tidak banyak nyamuk saja," timpal Midorima perlahan dengan kalem sambil membetulkan posisi kaca matanya saat ia keluar dari mobil.

"Ah, Shin-chan, lagi-lagi berkata sesuatu yang merusak suasana begitu… Padahal Shin-chan kan, menanti-nantikan liburan ini juga," Takao merangkul pundak sobat yang lebih tinggi darinya itu sambil menyeringai tipis, sepertinya pria bersurai hitam itu bisa membaca perasaan Midorima dengan akurat karena semburat merah muda merekah di pipi Midorima.

"A-aku tidak begitu!" sangkal si ace Shuutoku dengan wajah sebal, tetapi lebih terlihat malu.

"Sudah, sudah, ayo masuk dulu. Tidak nyaman kalau berdiri di halaman depan terus, kan?" Akashi turun dari kursi penumpang yang paling depan. Entah mengapa ia ikut menjemput di stasiun, padahal seharusnya ia cukup menyuruh supirnya saja tadi.

Lalu, yang paling mengejutkan Kuroko adalah yang pertama kali disapa Akashi. Bukan Kuroko atau anggota Kisedai yang lain, tetapi malah Furihata. Ini makin membuat Kuroko penasaran.

"Akashi-kun, apa hanya kita yang menginap di tempat ini selama seminggu?" tanyanya kemudian, mencoba mengalihkan rasa ingin tahunya ke hal lain selain hubungan Akashi dan Furihata yang misterius itu.

"Tidak, nanti sore van jemputan akan ke stasiun sekali lagi untuk menjemput sisa tamunya. Atsushi kan, berangkat dari Akita, jadi dia naik pesawat dulu ke Tokyo sebelum naik Sinkansen ke Karuizawa. Kurasa ia serta partnernya baru sampai di sini sore nanti. Lalu, ah… tamu perusahaan ayahku juga akan datang terlambat karena masing-masing sibuk. Totalnya kira-kira ada sekitar… dua belas orang, termasuk aku. Oh, jadi lima belas kalau ditambah tiga staff yang akan melayani para tamu di mansion, jadi tenang saja soal makanan dan hiburan, sudah ada yang mengurus," jelas Akashi ringan.

"Seperti yang diharapkan, Akashi-chi! Kau memang penuh persiapan!" Kise mengacungkan jempol dengan ceria sambil tersenyum ala modelnya yang berkilauan.

"Ngomong-ngomong, Ryouta, bukannya kau seharusnya datang dengan seniormu?" Akashi menaikkan alis matanya, mungkin heran.

"Uh," Kise berjengit sejenak, tampak canggung. "Kasamatsu-senpai sedang sibuk, jadi…" dan entah mengapa sekarang ia terlihat lesu. "Tapi tak apa! Kan ada Kuroko-chi dan yang lain! Aku masih bisa berlibur dan bersenang-senang biarpun tidak bersama Senpai! Ramai-ramai dengan teman kan, menyenangkan juga!" Lalu tiba-tiba ia tersenyum cerah lagi seperti mentari pagi.

Aomine menatap belakang kepala kuning Kise dengan tatapan yang sulit dibaca. Namun, meskipun Kuroko melihatnya, ia memilih tak mengatakan apa pun. "Nanti kita main sama-sama, ya, Kise-kun." Sebaliknya, ia mencoba fokus dengan menghibur Kise.

"Kuroko-chi~!" Kise segera bereaksi, hendak memeluk Kuroko dengan haru. Namun, sebelum Kuroko sempat menghindar, Kagami mendahuluinya dengan langsung menghadang wajah Kise dengan telapak tangannya dan menjauhkannya dari sang pemain bayangan.

"Jangan main peluk begitu, ah! Serem tahu!" lontar Kagami senewen.

"Ah, Kagami cemburu, nih?" goda Furihata sambil meringis dan wajah Kuroko sedikit bersemu mendengarnya.

"Bu-bukan begitu, Furihata! Jangan berkomentar aneh-aneh, dong!" Kagami kontan menaikkan nada dan volume suaranya, jadi terdengar layaknya teriakan kucing tecekik. Air mukanya terlihat aneh dan lucu, seperti kebingungan ingin marah atau malu.

"Ahaha! Kagami, mukamu meraaaaah!" Takao tergelak seraya menuding wajah Kagami yang memang membara saat itu.

"Diam kau, Takao!" Sekarang Kagami berkoar ke arah sang point guard Shuutoku tanpa ampun. Kalau bisa wajahnya pasti sudah makin memerah.

"Kalian ini… berani juga mengabaikanku begitu." Sekarang Akashi tersenyum menyeramkan. Kedua matanya menyipit dan segaris tipis pembuluh darah menyembul di pelipisnya. Semuanya kontan memucat melihatnya.

"A-Akashi-kun, a-aku ingin melihat-lihat bagian dalam mansion!" seru Furihata tiba-tiba sambil mengibas-kibaskan kedua lengannya dengan nada panik. Ia kelihatan sedikit ketakutan.

Keheningan pun melanda tempat itu. Semua orang, kecuali Furihata dan Akashi, mundur beberapa langkah menjauhi sang pemilik Emperor Eye. Namun, tanpa disangka, Akashi menarik nafas dalam sebelum menghelanya ringan. "Kalau begitu, ayo masuk ke dalam," ajak si kapten tim Rakuzan itu dengan senyum kecil yang normal sekarang, dan semua itu, sepertinya,ditujukan pada Furihata seorang.

Mungkin Akashi-kun sedang diguna-guna oleh makhluk asing-pikir Kuroko mulai tidak rasional. Habis, masa' semudah itu Akashi mengubah sikap hanya karena ia berhadapan dengan Furihata? Bisa dipastikan ada makhluk tak kasat mata yang ikut campur dengan keanehan itu.

"Kise-kun, apa kau melihat apa yang aku lihat?" Kuroko tak kuasa menahan pertanyaan itu dalam hati. Bahkan sebulir keringat mengalir dari pelipis ke pipinya.

"Uh, aku berharap kalau aku hanya salah lihat dan itu hanya perasaanku saja," jawab Kise ragu. Tampaknya ia juga memikirkan hal yang sama dengan Kuroko perihal sikap Akashi yang sedikit… aneh terhadap Furihata. Entah mengapa sikap Akashi terlihat terlampau lembut, dan jujur saja, hal itu sangat mengusik batin Kuroko, dan mungkin juga Kise serta yang lain.

"Huh, memang apa yang kalian lihat?" Yah, dari tampang Kagami yang kebingungan saat ia menoleh ke arah Kise dan Kuroko, mungkin Kuroko telah menilai kemampuan observasi Kagami terlalu tinggi.

"Heeh, ternyata Akashi bisa juga berekspresi seperti itu pada orang lain," komentar Aomine pelan, terdengar malas, tetapi ada nada usil di sana. Tuh, bahkan Aomine saja sadar ada yang tidak beres dengan sikap Akashi pada Furihata. "Pasti Akashi sangat suka anak itu."

"Jangan berkata sembarangan, Aomine. Kau membuatku merinding," cetus Midorima sembari menyipitkan mata pada Aomine dengan tajam, sekali lagi membetulkan posisi kaca matanya yang sebenarnya tidak miring, tanda kalau dia sedikit tak nyaman dengan ide yang ditanamkan Aomine barusan. Yah, setidaknya Midorima hanya dalam penolakan saja, bukan berarti ia tak melihat kejanggalan tersebut.

"Ahaha, baguslah kalau Akashi menemukan pujaannya," Takao tertawa salah tingkah, tetapi dengan nada penuh humor pula. Kalau Takao, terang saja ia menangkap pemandangan tersebut dengan sangat jelas. Ia kan, memiliki Hawk Eye.

"Pujaannya? Siapa?" Kagami agaknya tambah bingung. Ia bahkan sampai celingukan, seolah-olah mencari-cari sesuatu yang ia lewatkan.

"Kalian, mau sampai kapan bercuap di sana? Kutinggal, lho," Akashi sekali lagi memandang mereka dengan tatapan tajam, seolah ia bisa mendengar bisik-bisik dan kasak-kusuk mereka yang tengah menggosipkan dirinya. Furihata hanya terlihat prihatin saat mereka terpekik kaget.

"Kami segera ke sana, Akashi-chi!" seru Kise dengan panik, buliran keringat di pipinya makin menjadi.

"Kami tidak sedang bergosip tentang dirimu, kok!" sahut Takao sedikit pucat.

"Takao, dasar bodoh! Kau cari mati, ya!" Midorima dan Aomine berbisik galak bersamaan di sampingnya. Si kaca mata memukul punggungnya keras-keras, sedangkan Aomine meninju lengannya. Kontan Takao mengeluh karena diperlakukan kasar.

"Sudahlah, ayo kita pergi," Kuroko hanya menghela nafas panjang sebelum meraih tangan Kagami (yang sepertinya masih tak mengerti dengan apa yang mereka bicarakan) dan menariknya untuk berjalan di sebelahnya, menuju ke pintu masuk mansion.

~GoM v Kindaichi~

"Wuaaaah!" Furihata bersorak dengan semangat, sangat terpesona dengan desain interior di dalam mansion begitu pintu depan dibuka. Lantai dasar mansion terbuat dari marbel yang berkilauan, sangat luas, dan ada hiasan patung makhluk mitologi dari kaca bening yang dikelilingi taman bunga berbentuk bulat di sekitarnya, di tengah-tengah ruang yang seperti ruang dansa itu.

"Wow, ini mewah sekali," Kise turut berkomentar, tampak takjub juga. "Lebih mewah dari bayanganku."

"Aku merasa terintimidasi," kata Kagami dengan canggung.

"Aku benci mengakuinya, tapi aku setuju dengan Kagami," komentar Aomine kemudian, sedikit berkeringat juga.

"Memangnya tak apa-apa kita menginap dengan gratis di tempat seperti ini?" Midorima bergumam, terdengar agak khawatir juga.

"Wahaha! Ini benar-benar hebat! Shin-chan! Lihat patung itu! Pasti sangat mahal membuatnya! Wow!" Takao dengan antusias menarik lengan baju Midorima dan menunjuk-nunjuk patung di tengah ruangan tersebut.

"Ini luar biasa, Akashi-kun," Kuroko tersenyum sejenak ke arah Akashi, dan ia membalas senyum kuroko dengan tatapan bangga.

"Terima kasih. Ayah dan kakak yang merencanakan desain renovasi tempat ini. Tadinya sih, lantainya tidak dari marbel. Lalu mereka juga menambah hiasan taman kecil di sekitar patung Kirin itu," Akashi menoleh ke arah patung tersebut.

"Ooh, jadi nama hewan mistis itu Kirin, ya?" Furihata masih memandangi patung tersebut lekat-lekat. "Apa patung kaca itu juga didesain oleh keluargamu?" Lalu ia menoleh lagi ke arah Akashi, penasaran dan sangat tertarik untuk mengetahui asal-usulnya.

"Oh, bukan. Patung itu sejak awal sudah ada di sini. Sama dengan patung naga yang ada di kolam buatan di halaman depan," jawabnya. "Lagipula, patung Kirin itu bukan terbuat dari kaca, tetapi dari kristal." Akashi meraih tangan Furihata dan mengajaknya untuk mendekati patung tersebut. "Coba lihat ke dalam. Struktur bahannya tidak sepenuhnya bening, kan? Ada refleksi cahaya di sana yang membuatnya sedikit berkilauan. Itu kristal, Kouki," lanjutnya menambahkan dengan senyuman hangat.

Furihata merasa wajahnya sedikit memanas melihat ekspresi lembut Akashi. Ia lebih terpesona pada Akashi daripada patung yang sepertinya sangat istimewa itu. "Oh, um, baiklah," katanya sambil menunduk, berusaha menenangkan jantungnya yang tiba-tiba berdegup terlalu kencang.

"Ada cerita apa di balik patung itu, Akashi-chi?" Suara Kise yang tiba-tiba muncul dari samping Furihata sedikit mengagetkan pemuda berambut cokelat itu. Saking terpesonanya ia dengan Akashi, Furihata tak sadar kalau semua orang sudah berkumpul di sekeliling patung Kirin tersebut.

"Yang kubaca di internet, sih, katanya Kirin itu hewan suci dari mitologi Cina. Entah sejak kapan Jepang menyadur ceritanya, menjadikannya hewan suci pembawa pesan dari dewa. Kirin memiliki hak untuk mempertimbangkan kelakukan manusia di dunia dan memutuskan ia berdosa atau tidak. Jika ia memutuskan manusia itu bersalah, ia juga memiliki wewenang untuk menghukumnya secara langsung di tempat. Biasanya hukumannya cukup kejam. Dari catatan yang kubaca, setiap orang yang dihukum Kirin akan disambar petir, atau tertusuk pasak besi tepat di jantung, atau mengalami kecelakaan yang sangat naas sampai wujudnya tak lagi dikenali," jawab Akashi, sekalian menjelaskan panjang lebar tentang kengerian hukuman dari Kirin yang membuat semua pemuda di sana memucat.

"Wow, Akashi… kau sengaja membuat kami ketakutan ya?" Komentar Takao, sepertinya berkeringat dingin.

"Ah, Kazunari tahu saja. Apa kau juga tahu pepatah lokal di sini? Orang yang mengganggu cinta orang lain akan dimakan oleh Kirin." Senyum manis Akashi makin membuat kata-katanya terdengar seperti sebuah ancaman dan semuanya makin berkeringat salah tingkah mendengarnya.

"Tunggu dulu! Yang benar itu orang yang mengganggu cinta orang lain akan ditendang kuda! Lagipula, itu kan pepatah dari Hokaido, bukan dari sini." Midorima, yang selalu anal mengenai hal seperti itu, mengoreksinya.

"Midorima/Midorima-chi, apa-apaan!?" Aomine, Takao, dan Kise berbisik kepadanya penuh kepanikan, membuat Midorima tersadar dan menutup mulutnya dengan telapak tangannya sendiri dengan kaget. Sedangkan Kuroko hanya menghela nafas lagi dan Kagami memiringkan kepalanya, sepertinya tak sepenuhnya paham dengan pembicaraan mereka.

Kisedai itu benar-benar, deh…-pikir Furihata sambil menutup mukanya dengan satu tangan.

"Ooh, kalau begitu apa kau tahu juga pepatah ini? Orang yang tak bisa membaca situasi, akan diinjak oleh Kirin," sahut Akashi dengan senyuman melebar, ditambah tatapan mata dikromatiknya yang mengerikan itu, semuanya langsung menciut dalam teror, mungkin saja bertanya-tanya apakah mereka bisa keluar dari tempat itu hidup-hidup seminggu ke depan.

"A-Akashi-kun, mu-mungkin lebih baik kita menaruh barang di kamar dulu sebelum berkumpul lagi untuk bermain bersama." Furihata, lagi-lagi mencoba menyelamatkan suasana sebelum pacarnya yang kadang masih suka bersikap menyeramkan itu sungguh mengamuk.

Kesunyian menyapu tempat itu sekali lagi, sebelum Akashi menoleh ke arahnya dengan senyuman jujurnya yang sangat menawan itu. "Tentu saja, Kouki. Itu ide yang brilian," katanya, menyematkan telapak tangannya di punggung bawah Kouki sekali lagi, membimbingnya untuk berpindah tempat.

Semuanya kontan menghela nafas lega, sekali lagi lolos dari amarah Akashi, sebelum mengikuti mereka berdua.

~GoM v Kindaichi~

"Wow, kamarnya juga indah!" Takao berseru ketika ia masuk ke dalam kamarnya. Kamar itu berbentuk persegi panjang, didesain modern dengan perabot kayu mengkilap, dua tempat tidur seukuran queen di masing-masing pojok dengan bingkai berwarna cokelat tua. Satu meja pendek dari kayu juga tertambat di tengah-tengah kedua tempat tidur sewarna dengan warna bingkai tempat tidurnya. Di sebelah kanan ada lemari kayu dengan tiga pintu yang dipernis sempurna dan di sebelah kiri ada pintu lain yang mungkin menuju kamar mandi. Lalu di tembok samping pintu masuk kamar yang menghadap tempat tidur, tertambat TV layar datar berukuran 29" yang tampak baru. Lantai kamar itu, tak seperti lantai dasar dan tangga menuju ke lantai dua yang dari marmer, terbuat dari kayu dengan warna cokelat yang lebih terang dari warna perabotnya.

"Tapi kok tidak ada kursi di kamar ini?" tanya Midorima yang menyusul masuk kemudian setelah menurunkan beberapa barang bawaannya, satu koper dan satu tas punggung, di lantai samping tempat tidur sebelah kiri.

"Kan bisa duduk di kasur, Shin-chan!" seru Takao sambil meringis, sudah cukup puas dengan desain kamarnya. "Yah, tapi nanti kalau ada tamu di kamar repot juga, sih. Masa' tidak mempersilakan mereka duduk. Nanti kita beri tahu Akashi soal ini, biar jadi pertimbangan," lanjutnya sambil menyeret tas olahraga yang cukup besar berisi penuh pakaian untuk seminggu dan alat mandi serta MP3 player dan bola basketnya ke lemari, sebelum kemudian membuka lemari tiga pintu tersebut untuk memeriksa apa yang ada di dalamnya. "Ooh! Ada kimono untuk tidur! Baguslah, soalnya aku tidak membawa piyama ke sini. Ada sandal rumah juga, nice! Kalau ada kulkas juga, sudah seperti hotel bintang lima, nih!" Ia tertawa sendiri mendengar leluconnya.

"Dilihat dari kemewahan lantai dasar yang seperti ruang dansa itu saja sudah jelas kalau tempat ini akan jadi resort yang cukup mahal. Mungkin akan menyaingi harga hotel bintang lima," komentar Midorima dari belakangnya, memilih untuk duduk di kasur dan meluruskan kaki dan tangannya dulu. Sepertinya duduk terus di kereta dan mobil masih membuat otot-ototnya kaku.

"Tapi senang juga bisa sekamar dengan Shin-chan!" Takao bermaksud menggodanya dan melirik Midorima dengan pandangan sugestif. Midorima awalnya tak menangkap maksud kata-katanya dan hanya membalas tatapan Takao dengan air muka heran. Namun, beberapa saat kemudian, warna merah meledak ke seluruh penjuru wajahnya.

"B-bodoh! Hal kotor apa yang kau pikirkan, sih!? Kau tidur di kasurmu sendiri, Bakao!" teriaknya keras, sepertinya sangat malu dan kesal, sementara Takao hanya tertawa terbahak-bahak.

"Oh, Shin-chan! Wajahmu! Adu-du-du-duh!" Takao jungkir balik di kasurnya sembari memegangi perutnya yang kram saking kerasnya ia tertawa. "Reaksi Shin-chan memang sangat maniiiiis!"

"Berisik! Dasar bawel! Diam kau!" Midorima sepertinya masih sangat malu dan gusar saat ia melempar bantal bersarung putih dari tempat tidurnya, tepat ke kepala Takao yang kaget dengan serangan tiba-tiba itu.

"Ooh! Mau perang bantal, nih? Oke! Terima ini, Shin-chan!" balas Takao menantang kemudian, melempar bantalnya ke Midorima juga, tetapi Midorima menangkapnya dengan sigap.

"Huh, lemparan lemah begitu tak akan bisa menjatuhkan aku. Bersiaplah, Takao!" lontar Midorima kemudian dengan serius, seolah-olah mereka sedang dalam perang sungguhan.

Perang bantal mereka pun berlangsung dengan sangat ramai dan meriah, membuat keduanya tak sadar kalau mereka telah membuat keributan dan memancing orang-orang untuk berkumpul dan melihat apa yang sebenarnya tengah terjadi. Jadi baik Takao dan Midorima tak kuasa menahan rasa terkejut mereka ketika-

"Apa yang sedang kalian lakukan, sih?" -suara Akashi membahana di dalam kamar tersebut. Kontan Takao dan Midorima tersentak kaget, menghentikan aktivitas mereka dan menoleh ke arah pintu sambil mengerjap-kerjapkan mata dengan bingung. Saat melihat wajah sebal sekaligus tertegun Akashi, Midorima kontan memerah dan Takao terkekeh, merasa agak bersalah. "Aku masih mengerti kalau itu Kazunari, tapi masa' kau juga ikut-ikutan bertingkah seperti anak SD, Shintarou?" tanya Akashi sambil menggelengkan kepala. Meskipun bicara begitu, pojok mulutnya terangkat ke atas sedikit, sepertinya ia tengah berusaha keras menahan senyum menggoda.

Furihata yang menyembulkan kepalanya dari samping Akashi tertawa kecil, tampaknya mentertawakan tindakan kekanak-kanakan mereka juga dan kalau bisa, wajah Midorima sudah seperti lobster rebus sekarang, sangat merah saking malunya. Apalagi ketika Takao dan Midorima mendengar suara dari lorong.

"Aku tak mengira kalau Midorima-kun bisa bersikap lucu begitu." Kuroko dan suara datarnya, seperti biasa.

"Ah, dia kan hanya orang aneh." Kagami, dan ia mendenguskan tawanya.

"Ahaha, tapi Midorima-chi yang begitu juga asyik, kok!" Kise, sepertinya ia berseru dengan semangatnya.

"Dia positif sudah tertular sifat partner-nya, tuh," dan Aomine, yang sama sekali tak mencoba menyebunyikan gelak tawanya.



"I-Ini semua salahmu, Takaooooo!" Tentu saja Midorima pun mengamuk untuk menghindari rasa malunya, seperti biasa, berusaha menangkap Takao yang kontan berlarian dalam kamar untuk menghindari kejaran dan serangan sang ace karena ia tahu kalau ia bakal dipukul.

"Waaaaah! Aku anti kekerasan, Ace-sama!" teriak Takao panik, tetapi entah mengapa ia merasa sangat senang dengan situasi itu. Berkumpul dan bermain bersama teman-temannya, lalu tertawa bersama dengan ceria.

Liburan kali ini, Takao menebak, bakal menjadi liburan yang sangat menyenangkan!

~GoM v Kindaichi~

"Huh?" Kise mencoba membuka pintu kamarnya, tetapi kunci pintunya tidak dapat diputar setelah dimasukkan ke lubang kunci. Ia mencoba kenop pintunya, tetapi pintunya tetap tidak terbuka. "Eh, aneh… apa Akashi-chi salah memberikan kunci, ya?" Ia memiringkan kepalanya dan menraik kuncinya dari lubang kunci, mencoba memeriksa apa nomor tag-nya sudah benar.

Nomor yang tertera di tag adalah nomor 6, sama dengan yang ada di papan penanda yang menempel di pintu. "Apa kuncinya tertukar dengan kunci kamar lain?" Kise menghela nafas sembari menyandarkan kopernya ke dinding. Beruntung Akashi masih ada di lorong, di depan kamar Midorima dan Takao yang tadi membuat keributan. Sepertinya ia sedang mendiskusikan bagusnya menaruh kursi dalam kamar sebagai salah satu perabot yang penting dengan Takao. Kise pun segera menghampiri pemilik mansion itu.

"Akashi-chi!" panggilnya dan Akashi menoleh ke arahnya, menaikkan satu alis matanya.

"Ada apa Ryouta?" tanyanya tepat setelah Kise tiba di depannya.

"Kunci kamar ini sepertinya tertukar dengan kunci kamar lain, deh. Soalnya aku tak bisa membuka kunci pintu kamarku dengan yang ini," lapornya sambil menyerahkan kunci ber-tag nomor 6 itu ke tangan Akashi.

"Yang benar?" Akashi tampak skeptis, mengerutkan dahinya. "Padahal aku sendiri yang memberi tanda. Sini, biar kucoba." Ia menuju kamar yang akan Kise dan mencoba membuka pintunya. Hal yang sama dengan Kise pun terjadi padanya, kuncinya macet. "Huh? Apa kuncinya rusak ya?" Akashi memandang kunci itu dengan tatapan aneh.

"Mungkin lubang kuncinya berkarat, Akashi-chi. Kadang-kadang hal itu terjadi pada lubang kunci yang sudah tua, kan?" Kise mengangkat bahu dan kedua tangannya.

"Iya sih, tapi kan tempat ini baru saja direnovasi…" Akashi menghela nafas. "Repot juga, kamar twin yang lain belum siap, dan kamar individunya sudah dipesan untuk tamu Ayah. Bagaimana…" Ia berhenti sejenak saat Aomine dengan santainya membuka pintu kamar dan memasukkan barang bawaannya, sebuah tas duffel panjang bermotif army.

"Akashi-chi?" panggil Kise heran mengapa Akashi tiba-tiba memandang Aomine dan kamarnya dengan tatapan kalkulatif. Ia agak kaget saat Akashi tiba-tiba beranjak ke kamar Aomine.

"Daiki, kau sendirian di kamar twin, kan? Biarkan Ryouta menginap di kamarmu, ya?" pinta Akashi sambil tersenyum menyandarkan punggungnya ke bingkai pintu.

"Eh?" Kise mengerjapkan matanya sekali saat Aomine mengangkat wajahnya dan bertemu pandang dengan dirinya. Ada kilatan aneh di mata safir Aomine, tetapi Kise tak dapat membaca artinya.

"Boleh saja. Makin ramai kan, makin seru," ujarnya dengan seringai kecil yang terlihat keren di wajahnya yang ganteng itu.

Pipi Kise sedikit bersemu saat otaknya berpikir demikian.

"Kau tak apa-apa sekamar dengan Daiki kan, Ryouta?"

Suara Akashi sedikit mengejutkannya, tetapi ia segera bereaksi karena tak ingin disangka bengong. "Oh, baiklah. Mohon kerja samanya selama seminggu, ya, Aomine-chi?" Kise meringis ke arah Aomine saat ia memasuki kamar tersebut dengan koper besarnya.

"Ya ampun, kopermu besar sekali. Isinya apa saja, tuh?" komentar si pria berkulit tan sambil bersiul rendah.

"Baju-baju keren dan semua alat kecantikanku, dong. Aomine sendiri, bawaannya tidak terlalu sedikit, tuh? Kita seminggu di sini, lho." Kise menjulurkan lidahnya ke arah Aomine dan mereka pun berbincang dan saling mengejek layaknya sobat karib yang tengah bersenda gurau.

~GoM v Kindaichi~

"Fuh, akhirnya sampai juga," Kuroko menghela nafas panjang sembari menjatuhkan tubuhnya ke kasur di sebelah kanan setelah menyeret tasnya ke samping tempat tidur. Ia tak bergerak dari sana selama beberapa saat.

"Kuroko, jangan langsung tidur, dong. Bereskan dulu barang bawaanmu," cetus Kagami saat ia membuka tas olah raga besarnya dan mengeluarkan baju-bajunya untuk diletakkan di dalam lemari, lalu alat mandinya untuk didepositkan ke kamar mandi. Kuroko tampaknya tidak menggubris kata-katanya karena begitu ia kembali dari kamar mandi, ia melihat bocah berambut biru itu makin menenggelamkan mukanya ke bantal. "Hei," panggil Kagami salah tingkah.

"Habisnya aku lelah, Kagami-kun. Musim panas itu bukan musimku." Suara Kuroko sedikit tak jelas karena ia bicara tanpa mengangkat wajahnya dari bantal putihnya dan Kagami mendengus.

"Ini kan, di gunung. Cuacanya tidak sepanas Tokyo," bujuk Kagami. "Ayolah, cepat bereskan barang-barangmu, lalu kita bisa bermain di luar," lanjutnya sembari duduk di tempat tidur yang dipilih Kuroko, tepat di sampingnya. "Aku ingin melihat ada hiburan apa saja di sini. Kau ikut, kan?"

"Mm… biarkan aku istirahat sebentar lagi, Kagami-kun." Kuroko mengangkat wajahnya sedikit, lalu mengubah posis tidurnya yang tengkurap jadi telentang. Ia memiringkan kepalanya agar bisa menghadap Kagami. "Apa Kagami-kun tidak capek setelah perjalanan kereta dan mobil tadi?" tanya Kuroko dengan tampang sayu yang sedikit terlihat penasaran, atau mungkin kagum. Tampaknya Kuroko memang kepayahan. Sepertinya musim panas memang menghabiskan energinya lebih dari biasanya.

Kagami menghela nafas sembari tersenyum kecil. "Aku hanya merasa agak lapar," jawabnya, melebarkan senyumnya sebelum meraih surai Kuroko yang halus dan sangat menyenangkan untuk disentuh itu. Ia mengelusnya perlahan. "Apa kau ingin minum sesuatu?" tawarnya kemudian.

"Kau punya Pocari, Kagami-kun?" Nada suara Kuroko terdengar sedikit berharap.

"Ada. Aku sudah menyiapkan banyak untuk persiapan perjalanan." Kagami menghentikan belaiannya, lalu berdiri untuk mengambil minuman kemasan yang tersimpan di pinggir tas olah raganya. Ia sengaja membeli banyak Pocari kemarin malam di konbini karena ia tahu Kuroko suka minuman isotonik tersebut.

"Terima kasih, Kagami-kun." Kuroko tersenyum lembut saat ia bergerak untuk bangun dan memposisikan tubuhnya setengah duduk dengan menyandarkan punggungnya di tumpukan bantal. Sesaat Kagami merasa jantungnya berdegup terlalu kencang ketika ia melihat gerak-gerik Kuroko yang terlihat manis itu. Ia jadi agak canggung saat menyerahkan botol minum tersebut ke tangan Kuroko. Apalagi saat tanpa sengaja ujung jari telunjuk mereka bersinggungan sedikit, entah mengapa ia merasa seperti tersengat listrik dan kontan menarik tangannya dengan cepat. Sementara tanpa alasan yang jelas, suhu di kamar sepertinya naik beberapa derajad karena Kagami merasa tubuhnya jadi agak panas.

Kuroko hanya menatapnya lurus dengan bola mata biru langitnya yang besar dan sangat bening itu, dan mungkin Kagami hanya salah lihat, tetapi pipi Kuroko sedikit merona meskipun ia masih tak berekspresi seperti biasa. Tiba-tiba Kagami merasa sedikit khawatir. Apa Kuroko terkena demam musim panas? "Kau baik-baik saja?" tanyanya.

"Uh, iya, hanya sedikit lelah," jawab Kuroko mengalihkan pandangannya ke botol di tangannya. Kagami merasa kalau Kuroko tidak sepenuhnya jujur. Ia kembali duduk di samping Kuroko dan menjulurkan tangannya untuk menyentuh pipi 'bayangannya' itu, lalu menarik wajah Kuroko ke arahnya untuk melihat lebih dekat. "Eh? Tu-tunggu, Kagami-kun?" Kuroko tampak agak grogi, tetapi Kagami tidak mempedulikan protesnya saat ia menyentuhkan dahinya ke dahi Kuroko yang memejamkan matanya dengan tiba-tiba.

"Huh, suhu tubuhmu sedikit naik," komentar Kagami mengernyitkan dahinya. "Sepertinya kau kena demam, Kuroko." Ia menarik wajahnya menjauh dan mengecek temperatur dahi Kuroko dengan telapak tangannya sekarang, lalu membandingkannya dengan suhu dahinya sendiri dengan telapak tangannya yang bebas.

"Eh? A-aku baik-baik saja," protes Kuroko lemah, dan kalau diperhatikan wajahnya sepertinya makin memerah. Apa demamnya naik, ya?

"Itu bukan baik-baik saja, kan? Setahuku demam musim panas bisa memburuk sangat cepat kalau tubuh tidak diistirahatkan dengan benar. Hari ini kau istirahat saja di kamar. Aku akan menemanimu," wanti Kagami seraya beranjak untuk mengambil kotak P3K yang ada di kabinet kamar mandi. Tadi ia melihat ada plester kompres dingin di sana.

"Ta-…tapi kan, sudah susah payah sampai di sini, masa' Kagami-kun tidak main di luar bersama yang lain?" Kuroko jadi terlihat lesu dan sedih.

"Bodoh, aku masih harus menyelesaikan PR musim panasku. Nanti kau harus membantuku mengerjakan PR Bahasa Jepang Klasik dan Modern," sahutnya sambil meringis begitu ia kembali ke kamar dengan kompres dinginnya dan Kuroko mengerjapkan mata sekali sebelum senyuman imut kembali mengembang di wajahnya.

"Oke," katanya ringan. Kagami hanya bisa heran saat merasakan hatinya berdesir dengan aneh. Entah mengapa ia merasa berdebar-debar dan sangat bahagia karena bisa membuat Kuroko tersenyum begitu manisnya kepadanya.

"Memang harus begitu, dong," katanya kemudian, memasangkan kompres dingin tersebut ke dahi Kuroko sambil tersenyum senang.

~GoM v Kindaichi~

"Ooh, jadi ini kamarku?" Furihata terlihat senang saat ia masuk ke kamarnya. "Agak lain dengan kamar Midorima dan Takao, ya? Punya mereka tempat tidurnya ada dua," gumamnya perlahan sembari meletakkan tasnya di dekat lemari.

Memang benar, kamar Furihata tampak sedikit lain. Perabotnya sih, sama saja, luas dan susunan kamarnya juga. Hanya saja, di kamar Furihata cuma ada satu tempat tidur berukuran king, sedangkan di kamar yang lain ada dua queen. Seijuurou sudah memperhitungkan dan merencanakan hal ini.

"Tentu saja lain. Kouki kan, spesial," celetuk Seijuurou dengan senyuman penuh arti.

"Wah, maksudnya apa tuh?" Furihata menoleh ke arahnya dengan tatapan heran, tetapi sama sekali tak ada kecurigaan dalam nada suaranya. Seijuurou jadi sama sekali tak ingin berbohong atau mengalihkan perhatiannya dari topik itu.

"Soalnya aku juga akan menginap di kamar ini," jawabnya penuh janji dan kontan wajah Furihata bersemu mendengarnya.

"Eh?!" Ia terlihat panik dan gelagapan, membuat Seijuurou ingin tertawa.

"Aku tak ingin Kouki kesepian kalau tidur sendirian di kamar sebesar ini, jadi aku juga menginap di kamar ini. Tidak apa-apa, kan?" tanya Seijuurou sedikit membujuk, melihat Furihata dengan tatapan lembut dari balik bulu-bulu mata merahnya yang lentik itu.

Kalau bisa, sepertinya wajah Kouki akan menjadi semerah tomat saat ia tergagap, "T-t-tentu saja, ta-tak apa-apa, kok! Uh, a-aku bisa tidur di-di lantai…!"

"Lho, Kouki akan tidur bersamaku di kasur, dong. Tenang saja. Ukurannya king, jadi kita berdua bisa muat tidur di situ," Seijuurou tersenyum menggoda dan ia hampir bisa melihat kalau uap imaginer sudah mengepul dari kepala Furihata yang wajahnya sudah memerah secara permanen saking malu dan syoknya dia dengan kata-kata Seijuurou yang menjurus.

"Akashi-kun!" protes Furihata sebal saat Seijuurou mulai tertawa kecil melihat wajah malu-malunya yang sangat manis itu. "Ayolah, berhenti menggodaku begitu!" Sekarang Kouki jadi cemberut meskipun mukanya masih merah padam.

"Maaf, maaf, aku sedikit kelewatan menggodamu," sahut Akashi seraya mendekat dan memeluknya, masih tertawa pelan, dan terus mencoba menghentikannya. "Habis, reaksi Kouki manis sekali kalau digoda, sih. Lagipula, aku tak akan melakukan hal yang aneh-aneh kalau Kouki belum siap," lanjutnya seraya mengecup rambut cokelat Furihata yang harumnya seperti matahari itu.

"Eh, jadi tidur barengnya serius, ya?!" Furihata melebarkan matanya, tampaknya masih syok dengan hal itu.

"Ya, tentu saja. Kamar yang lain belum siap. Kalau bukan di sini, lalu di mana aku akan tidur?" tanya Seijuurou sambil menaikkan satu alis matanya.

"O-oh… jadi itu alasannya. Dasar, katakan sejak awal, dong. Aku kan, jadi berpikir yang bukan-bukan." Furihata meletakkan dahinya di pundak Seijuurou, menghela nafas panjang sembari melingkarkan kedua lengan dari kedua sisi tubuhnya, dan mempertemukan kedua tangannya di punggung Seijuurou.

Seijuurou mengelus kepala Furihata dengan tangan kiri dan tangan kanannya tertambat intim di pinggang Furihata. "Kouki, diam-diam pikirannya kotor juga," komentarnya, kontan Furihata tersedak.

"Akashi-kun!"

~GoM v Kindaichi~

"Huh, Kagami-chi, mana Kuroko-chi?" tanya Kise dari tempat duduknya saat Kagami muncul ke ruang makan sendirian. Semua tamu, termasuk Akashi, sudah berkumpul di ruang makan di lantai satu dekat dapur, tepat di belakang hall utama. Ruangan itu memang dibangun menjadi ruang jamuan makan besar untuk pesta, jadi tempatnya cukup luas dan meja panjang di tengah ruangan juga cukup panjang dan lebar untuk dipakai banyak orang sekaligus. Kursinya saja ada dua puluh.

"Oh, Kuroko sedang istirahat. Ia agak tak enak badan," jawab Kagami santai sembari memeriksa papan nama di meja, tampaknya mencari namanya sendiri. "Makan siang kita apa, nih?" tanyanya sesaat setelah menemukan namanya dan duduk di samping Furihata. Akashi duduk di sisi lain pemuda bersurai cokelat itu dan tampaknya merasa harus menjamu tamunya dengan baik, jadi ia menjawab pertanyaannya.

"Koki kami, Pak Yamane Ryuuji, memutuskan untuk memasak ayam panggang saus barbekyu sebagai menu utama, dengan salad buah sebagai makanan pembuka, dan pudding cerry sebagai makanan penutup." Akashi memandangnya dengan satu alis terangkat, seolah bertanya apa menu itu sudah seusai dengan seleranya.

"Ooh, sepertinya sedap. Aku jadi tak sabar memakannya. Perlu kubantu siapkan tidak, nih?" Kagami tiba-tiba berdiri lagi.

"Tidak usah, kali. Koki keluarga Akashi itu kan pro, Kagami. Nanti kau malah akan menyinggungnya," wanti Aomine sambil menguap dari kursinya di sebelah kanan Kise.

"Yah, tetap saja aku ingin lihat. Begini-begini aku kan, hobi memasak. Barangkali ia mau berbagi resep masakan denganku. Dapurnya sebelah sini, kan?" Kagami menunjuk ke belakang jajaran kursi yang memenuhi meja makan tersebut sebelum ia beranjak menuju pintu cokelat itu.

Akashi kini menaikkan kedua alis matanya. "Memangnya apa yang ingin kau buat di dapur, Taiga?" tanyanya tiba-tiba. Kontan Kagami hampir tersandung kakinya sendiri, sepertinya terkejut dengan tebakan Akashi tersebut.

"Huh? Memangnya Kagami mau bikin sesuatu, ya?" tanya Furihata, tampak heran.

"Uh…" Wajah Kagami sedikit berkeringat saat ia menoleh ke arah semua orang di meja yang memandangnya dengan penuh penasaran. Bahkan Midorima yang notabene selalu cuek itu sepertinya juga menaruh minat dengan jawaban Kagami. Sedangkan Takao tanpa malu-malu meringis, sepertinya sudah menduga apa yang akan Kagami lakukan. "K-Kuroko kan sedang tidak sehat, jadi pencernaannya juga melemah. Aku ingin membuat sesuatu yang bergizi dan mudah dicerna untuk makan siangnya," jawabnya buru-buru sebelum mengambil langkah seribu dari tempat itu dan segera menyembunyikan mukanya yang sudah sedikit bersemu itu di balik pintu kayu mahogani yang membawanya ke dapur tersebut, tak memberikan kesempatan pada yang lain untuk bereaksi.

Kesunyian pun melanda ruang makan selama beberapa saat sampai-

"Uwah… Kagami-chi, kok kelihatan agak…" Kise memecah keheningan, tak tahu bagaimana harus mengomentari kejadian barusan. Sepertinya Kagami sangat malu, tetapi bukan hanya itu yang terlihat dari lagaknya.

"Ahaha! Kagami perhatian sekali pada Kuroko, ya! Duh, pake malu-malu segala, lucuuuuu! Kagami diam-diam ternyata imuuuut!" seru Takao kemudian sembari tertawa terbahak-bahak.

"Takao," Midorima mendengus sambil memberikan pandangan mencela.

Furihata tertawa kecil juga sebelum berkomentar. "Tapi Kagami dan Kuroko memang selalu begitu, deh. Walau teman-teman yang lain tak sadar, Kagami atau Kuroko pasti sadar kalau salah satu dari keduanya ada masalah, dan mereka selalu mencoba membantu satu sama lain terlebih dahulu sebelum meminta bantuan teman dan senior semisal masalahnya terlalu besar untuk ditangani mereka sendiri." Senyum Furihata terlihat penuh sayang dan kebanggaan saat ia memandang pintu menuju dapur itu dan Akashi hanya tersenyum juga melihatnya.

Aomine diam saja, tetapi air mukanya terlihat seperti memikirkan sesuatu dengan serius, dan matanya tidak teralihkan dari pintu penghubung tersebut. Beberapa saat kemudian ia menurunkan tangan yang dari tadi menyangga dagunya, tampaknya ia telah memutuskan sesuatu.

"Eh, kalau Kuroko-chi tidak enak badan, berarti tidak bisa ikut kita melihat-lihat tempat hiburannya, dong," Kise sedikit menyayangkannya. Padahal ia sudah menanti-nantikan liburan bersama kawan-kawan Kisedai-nya secara lengkap juga.

"Tak apa, besok kan dia bisa pergi, dan kita bisa menemaninya lagi," sahut Midorima tenang sembari membetulkan letak kaca matanya yang agak melorot.

"Aw, Shin-chan baik hati, ya," puji Takao dengan nada menggoda dan sesaat kemudian ia memekik karena tampaknya Midorima menendang kakinya di bawah meja. "Uh, Shin-chan, tega ih! Aku kan memujimuuu!" protes pemuda bersurai hitam itu masih meringis kesakitan.

"Huh," Midorima membuang mukanya dengan acuh saja, tetapi pipinya sedikit memerah juga, sih. Ia jadi terlihat lucu. Kise sampai terkikik melihatnya.

Beberapa waktu kemudian hidangan pembuka disajikan di atas meja secara pribadi oleh chef keluarga Akashi. Ia juga memperkenalkan dirinya dengan sopan. Namanya Yamane Ryuuji, 38 tahun, orang lokal daerah Karuizawa. Ryuuji memiliki rambut berwarna hitam, lurus dan panjang sampai ke punggung dan dikucir ekor kuda dengan ikatan longgar. Bola matanya juga berwarna hitam seperti rambutnya. Tubuhnya cukup tinggi, tetapi tidak sampai setinggi Kise, mungkin sekitar 180-an. Awalnya, Ryuuji cukup tampak terkejut karena tamu-tamunya semua masih sangat muda dan sebagian besar lebih tinggi darinya.

"Tenang saja, Pak Ryuuji. Akashi-chi, Furihata-kun, dan Kuroko-chi tidak setinggi Pak Ryuuji, kok," Kise tersenyum ceria sebelum beberapa detik kemudian ia memucat dan merinding karena Akashi memelototinya dengan tatapan iblisnya yang sadis itu.

"Bodoh," cela Aomine sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Lalu Kagami kembali ke ruang makan dengan satu nampan yang membawa satu mangkuk bubur ayam keju dengan sayuran yang ditumbuk halus dan segelas sake telur. "Sake telur baik untuk menurunkan demam," katanya sembari minta ijin untuk membawa menu spesial itu ke kamar Kuroko sebelum ia sendiri mulai makan.

"Dia anak yang agak unik, ya?" komentar Ryuuji sesaat setelah Kagami meninggalkan ruangan, tetapi ia mengatakannya dengan senyum kecil, jadi sepertinya tidak ada maksud buruk dalam kata-katanya.

"Ha, biar kelihatan garang begitu, hati Kagami sebetulnya lembut, sih," Takao meringis lagi.

"Tahu saja, memang seakrab apa kau dengan dia, Takao?" tanya Midorima sambil menaikkan sebelah alis matanya.

"Eh, Shin-chan cemburu, ya?" goda Takao usil dan ia kembali memekik karena sepertinya Midorima lagi-lagi menghajar kakinya di bawah meja. "Shin-chan… kau jadi kasar, ih," keluh sang pemilik Hawk-eye itu sambil menangis komikal, mengelus-elus kakinya yang pasti sudah memar sekarang.

Beberapa waktu kemudian, Kagami kembali ke ruang makan, dan Akashi membuka jamuan makan siang tersebut dengan sangat profesional sebagai tuan rumah. Semuanya memuji masakan Ryuuji dan pria itu terlihat senang saat ia kembali ke dapurnya untuk menyiapkan menu utama dan penutup.

Seusai makan, Kise bercuap. "Setelah ini kita akan keliling mansion, kan?"

"Iya, Kiri akan memandu kita. Ah… Yamane Kiri adalah adik perempuan Ryuuji. Ia staf yang mengurusi soal hiburan di tempat ini," jelas Akashi.

"Wah, jadi tak sabar untuk jalan-jalan, nih!" Takao saling mengeluskan kedua telapak tangannya di depan wajah sembari terkekeh, agaknya sangat menantikan kegiatan mereka.

"Ah, kalau begitu kalian saja yang pergi. Aku tidak ikut," ujar Kagami kemudian dengan nada santai sembari berdiri.

"Lho, memangnya kenapa, Kagami-chi?" Kise sangat heran.

"Tidak seru, ah. Masa' kau mau mangkir dari acara bersama?" cela Aomine dengan alis berkerut.

"Aku mau mengerjakan PR musim panasku yang belum kelar," sahutnya sembari melambaikan tangan dengan cueknya, beranjak pergi dari ruang makan ke hall utama, kemudian berbelok untuk naik tangga ke lantai dua. Tampaknya, ia bermaksud kembali ke kamar.

"Kagami baru saja bilang ia ingin mengerjakan pekerjaan rumah… saat liburan." Furihata nyaris terlihat syok. "Kagami yang paling ogah-ogahan belajar itu…" Ia membuka dan menutup mulutnya dengan tampang tak percaya.

Wajah Midorima terlihat seperti sedang berpikir sebelum kemudian ia menghel nafas panjang. "Barangkali Kagami hanya tak ingin meninggalkan Kuroko sendirian di kamar," gumamnya sebelum mengambil gelas di meja dan menenggak air mineralnya pelan-pelan. Ia menurunkan gelasnya kembali dan mendongak saat semuanya langsung menatapnya dengan wajah kagum. "Apa, sih? Itu wajar, kan. Kagami dan Kuroko adalah partner," lanjutnya dengan nada agak defensif.

"Tumben Midorima-chi bisa membaca gelagat dan situasi," Kise tak kuasa menahan senyumnya, dan Midorima hanya memberinya pelototan sebal. "Padahal dulu Midorima-chi sama sekali tak sadar kalau Momo-chi suka sekali pada Kuroko-chi, meskipun gadis itu sudah mati-matian mencoba merayunya," sekarang Kise tertawa penuh humor, teringat pengalaman lucu tersebut.

"Yang waktu itu ya, waktu itu, Kise. Tidak ada hubungannya dengan sekarang!" Kali ini wajah Midorima memang memerah karena malu meskipun nada suaranya terdengar sangat sebal.

"Kalau begitu, bagaimana kalau hari ini kita istirahat saja dan ikut mengerjakan pekerjaan rumah. Beberapa dari kalian juga ada yang belum selesai mengerjakannya, kan?" tawar Akashi tiba-tiba, membuat Aomine, Kise, dan Takao menoleh kearahnya dengan sangat cepat seolah leher mereka hampir putus, dan dalam kebersamaan mereka, protes pun meluncur.

"Eeeeh?! Masa' mengerjakan PR saat liburan di luar kota?!" Bahkan kata-kata mereka pun senada.

"Tidak apa-apa, kan? Hanya hari ini, sekalian saja kita selesaikan semuanya, jadi mulai besok kita bisa bebas bermain." Furihata sepertinya setuju saja dengan ide Akashi yang eksentrik itu.

"Aku setuju, ada beberapa soal matematika yang belum bisa kupecahkan dalam PR-ku," Midorima mengangguk, mendukung usulan Akashi dan Furihata.

"Duuuh… masa disuruh belajar juga pas liburan, benar-benar deh…" Kise masih mengeluh saja karena ia benar-benar malas memikirkan pekerjaan rumahnya yang barus selesai setengahnya itu. Ia kan sibuk kerja jadi model, jadi wajar kalau belum semua PR-nya selesai. "Panas, nih… tak mungkin aku bisa berpikir jernih!"

"Jangan khawatir, Kise. Aku mau mengajarimu, kok," tawar Akashi sambil tersenyum, tetapi entah mengapa senyumnya terlihat bagai es yang membuat bulu kuduk Kise berdiri. "PR-ku sudah selesai, jadi aku bisa membantu kalian semua, secara pribadi," desisnya makin membuat Kise menggigil dan memutih bak bulan kesiangan.

"A-aku akan berusaha keras menyelesaikan semua PR-kun…" ujar Kise gemetaran. Aomine dan Takao menghela nafas, tampaknya menyerah juga karena tentu saja mereka tak ingin menjadi bulan-bulanan aura Akashi yang kadang memang terlampau menyeramkan itu.

"Ka-kalau begitu, ayo kita naik ke atas. Lebih baik kita kerjakan PR di kamar Kagami dan Kuroko saja, jadi bisa sekalian memantau perkembangan PR Kagami. Aku agak khawatir kalau ia hanya mengerjakan sendirian," saran Furihata perlahan dengan senyuman canggung dan telapak tangan di punggung Akashi, seolah menenangkannya.

Semua orang di meja bergumam setuju. Akashi meminta Ryuuji untuk membawakan mereka beberapa meja pendek untuk belajar agar mereka bisa nyaman mengerjakan PR sambil duduk di lantai.

~GoM v Kindaichi~

Kagami melebarkan matanya dengan kaget saat membuka pintu kamar setelah mendengar tiga ketukan ringan dan semua orang tiba-tiba sudah ada di sana dengan buku teks dan kertas soal mereka.

"Kami juga mau mengerjakan PR," Furihata meringis dan Kagami terpaksa menyingkir dari depan pintu karena Ryuuji, dibantu Aomine, Kise, dan Midorima yang menggotong sebuah meja pendek yang cukup lebar tengah memaksa masuk.

"Minggir, Kagami. Berat, nih!" cetus Aomine dengan peluh menetes dari pelipisnya. Kise juga mengeluhkan hal yang sama, tetapi ditambah adanya udara panas yang membuatnya tak tahan. Ryuuji meninggalkan mereka dengan janji membawa jus dingin setelah mejanya di masukkan dan semua orang duduk mengelilinginya, buku dan kertas soal terhampar di atasnya.

"AC-nya tak akan kunyalakan, lho. Kuroko kan, sedang demam," wanti Kagami dan semuanya mengerang kelelahan dan kepanasan.

"Jendelanya dibuka saja, Kagami-kun. Biar tidak pengap," kata Kuroko perlahan dari tempat tidur.

"Oke," Kagami pun berdiri dan bergerak ke tengah ruangan untuk membuka jendela besar yang ada di belakang meja kecil pemisah tempat tidurnya dan Kuroko. "Kau tidur saja, Kuroko," katanya dengan senyuman kecil.

"Oke," jawab Kuroko ringan sambil tersenyum juga, perlahan-lahan kembali memejamkan matanya.

Saat Kagami yakin kalau Kuroko sudah kembali tidur, ia menoleh ke arah teman-temannya yang lain. "Jangan ribut, oke?" Semuanya mengangguk setuju, barangkali tak menemukan kata-kata untuk berkomentar dengan apa yang mereka saksikan barusan.

Meskipun begitu, Kagami masih bisa mendengar kasak-kusuk Takao yang berbisik kalau Kagami itu ternyata memang imut dan ia melotot padanya supaya diam, agak malu juga dengan pandangan pemuda berambut hitam tersebut, dan agak sebal dengan cara mereka mentertawakannya beberapa saat kemudian. Namun, ia juga cukup tersanjung karena bisa membuat Akashi memperlihatkan ekspresi puasnya. Tampaknya ia berkenan dengan sikap Kagami terhadap mantan Pemain Bayangan Teikou itu.

Hari itu pun berlalu tanpa keriuhan. Akan tetapi, dalam kamus Kagami, hari pertama seminggu terakhir liburan musim panasnya berjalan dengan cukup baik. Besok, setelah PR mereka semua selesai (dan setelah Akashi puas menjadi tutor mereka), liburan yang sesungguhnya baru dimulai dan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan menanti mereka semua.





Hanya saja, tak ada seorang pun yang menyangka, kalau kegiatan-kegiatan menyenangkan itu akan dibayangi kejadian-kejadian aneh menakutkan yang nantinya akan membuat liburan itu dipenuhi kengerian dan horor yang tiada bandingannya…

Bersambung…

P. s. Um… kok yang baca cerita ini sedikit, yah? Apa karena genrenya? Atau ceritanya sama sekali nggak menarik minat pembaca? Apa karena ditaruh di cross-over section? Ya sudahlah… luna ganti placement-nya di regular KnB section. Jarang yang mengunjungi cross-over section sih ya, apa boleh buat. Apalagi kalau ini bahasa Indo, jadi lebih jarang lagi yang baca.

Well, buat yang baca, gimana capter 2-nya? Oke? *grins* He-eh, misterinya memang belum muncul, tapi sudah ada hint-nya. Himuro dan Mukkun bakal nongol di capter 3, terus~ bersama keanehan dan misterinya juga~ XD Luna harap pembaca menikmati cerita ini.

Oya, buat para pembaca Mukmin dan Mukminah, luna ucapkan selamat merayakan Iedul Fitri, 1 Syawal 1435 H. Mohon maaf lahir dan batin, ya~ *dengan semangat silaturahim yang menggebu-gebu*

File 2

Prolog

genre: crime, genre: suspence, genre: mystery, pair: aomine/kise, kuroko no basuke/kurobasu, title: misteri medali emas kirin, pair: akashi/furihata, fan: fiction, pair: midorima/takao, rating: pg-15/t, pair: kagami/kuroko, genre: romance, kindaichi shounen no jikenbo, pair: murasakibara/himuro

Previous post Next post
Up