Aug 20, 2009 23:44
Aku menemui seorang satpam yang kemudian memberi tahuku bahwa Bumi sedang dirawat di rumah sakit. Aku langsung menanyakan setiap detail lokasinya dan bergegas berangkat ke sana. Sesampainya di depan pintu ruang rawat inap Bumi, aku menemukan Bumi sedang duduk di kursi tunggu di luar ruangan dengan wajah tersenyum padaku dia memakai baju persis seperti saat pertama kami bertemu sampai tatanan rambutnya juga persis, padahal seharusnya rambut Bumi sudah sedikit lebih gondrong dari ketika pertama kali kami bertemu dulu.
“Bumi??”
Dia masih tersenyum. Wajahnya tampak damai.
“Lo kok diluaran gini??”
Bumi memberiku isyarat agar aku duduk di sampingnya. Aku langsung duduk.
“Bumi, aku datang ke sini mau ngucapin terima kasih ke kamu”, kataku.
Bumi menggeleng.
“Aku yang harusnya ngucapin terima kasih ke kamu. Karena kamu udah bikin hidupku terasa jauh lebih bergarga. Terima kasih, Nara”, balasnya dengan senyum tulus yang begitu manis.
Kemudian Bumi berdiri dan meninggalkan aku berjalan menuju koridor yang penuh dengan hiruk-pikuk kegiatan rumah sakit. Setelah sekali menengok kembali padaku dan melambaikan tangannya, sosok Bumi menghilang diantara kerumunan manusia di koridor. Aku balas tersenyum dan melambai padanya.
Sesaat aku mendengar teriakan dan isak tangis dari dalam ruang rawat inap Bumi. Aku melihat seorang pria dan wanita paruh baya keluar dari ruangan itu. Pria itu berwajah sedih, sedangkan wanita di sampingnya menangis tak karuan. Aku teringat, mereka adalah orang tua Bumi. Aku pernah melihat fotonya di dompet Bumi.
Ketika melihatku, ibu Bumi langsung datang padaku dan menggenggam tanganku dengan erat.
“Nak Nara??”, tanyanya.
“Iya, tante”, jawabku gelisah.
“Bumi sudah meninggal....dia minta tante untuk menyampaikan ini ke Nak Nara”, katanya disela-sela isak tangisnya.
Dengan tatapan kosong aku meraih surat di tangan ibu Nara. Air mataku tidak bisa keluar. Aku bingung. Harus berkata apa. Bingung harus bagaimana. Aku membuka amplop surat yang berwarna biru langit itu dengan tanganku yang gemetar. Ada print gambar sepasang sayap buatanku di muka amplopnya. Di situ tertulis rapi namaku. Di dalamnya terdapat surat tak bertanggal. Kubaca surat itu perlahan.
Untuk Nara The ~Myriad Passion
Aku Bumi. Berterima kasih atas semua waktu yang kamu luangin buatku. Aku harap aku bisa ngeliat semua artwork kamu sampai pice yang terakhir. Tapi aku nggak punya cukup banyak waktu untuk itu. Karena aku tahu kamu masih akan terus berkarya sampai 1000 tahun lagi. Mungkin aku nggak akan hidup dan ada di samping kamu waktu kamu dapet pengahargaan dari presiden. Tapi aku mau kamu tahu, aku selalu jadi fans beratmu.
Dari Bumi The ~ThreeHugger
Aku menutup surat dari Bumi dan menyelipkannya kembali ke amplop. Aku memeluk ibu Bumi yang kembali menangis histeris. Akhirnya aku menangis. Merasa kehilangan separuh sayapku. Tapi aku harus percaya bahwa Bumi akan selalu menyemangatiku di mana pun dia berada.
.Terbang Lebih Tinggi.
cerpen