title: shinjuu
chap: 2
author:
kiyora_ruki band: the GazettE
pairs: ReitaxRuki, ReitaxOFC
rating: PG-13
genre: romance/angst/suicide
summary: Aku ingin terus bersamanya lebih lama lagi
disclaimer: Inspirasi beberapa fikku teman tentang suicide. Wkwkwkwk... *maapin kiyo yak T.T*. Sensei saia yang ngasih tugas nelaah cerpen tentang Shinjuu *doumo arigatou sensei dah bikin saia stress +_+* *digampar*
author’s note: geez sekali lagi sodara2, sayangnya mereka punya diri mereka dan keluarganya masing-masing =o=". demo Gazetto ga daisuki da yo XD *bahh yang baca juga udah tauk dodol ==a*. Yap yey Yaoi inside~~~~, stop read if you don’t like it yayy ;)
*yaudah hayok atuh minasan silahkan dibaca yaa X)*
++++++
Bibir Ru terasa sangat basah di bibirku, ia melumat habis kedua belah bibirku sampai sama sekali tidak memberiku celah untuk bernafas. Ia mendekapku dengan kedua belah tangannya yang mulai mendingin. Saat ini kami begitu dekat, bahkan sangat dekat, aku pun bisa merasakan detak jantungnya yang bergerak tidak beraturan. Kedua matanya pun menutup secara otomatis sesuai dengan ciuman hangat kami yang mulai berubah menjadi ciuman penuh dengan hasrat. Ya hasrat, hasrat ingin sama-sama saling memiliki, saling melindungi, dan hasrat untuk saling menunjukkan rasa cinta kami yang selama ini tidak pernah bisa kami ungkapkan.
Ciuman itu mulai semakin menggila dengan permainan lidah yang kami lakukan secara bersamaan, seperti biasa Ru tangannya selalu gemetar bila ingin mulai melakukan hal seperti ini. Aku pun makin mempererat dekapanku dengannya, mulai menciumi tengkuk lehernya untuk menenangkannya, lalu kuteruskan dengan mengecup berulang kali kedua pipi dan bibirnya. Aku sangat mencintainya, rasanya ingin sekali untuk memiliki makhluk manis di depanku walau hanya sesaat seperti ini.
“Rei….”
Aku mendengarnya memanggil namaku berulang kali, namun sudah berkali-kali aku menghiraukannya. Tanganku pun mulai menjelajahi punggungya dan berkali-kali Ruki terdengar seperti mendesahkan sesuatu. Kemudian tanganku mulai memasuki balik celananya lalu meraba berbagai bagian sensitifnya, ia pun tampak menikmati hal yang kulakukan saat ini. Namun sepertinya kami sudah melewati batas dari sekedar berciuman, kami ingin lebih merasakan perasaan yang lebih dari hasrat itu. Ingin rasanya aku meneruskan hal ini sampai kami berada di titik puncak kepuasan, tapi aku merasa tempat dan waktu kami saat ini sangatlah tidaklah tepat.
Seperti merasakan hal yang sama denganku Ruki pun mulai menghentikan segala tindakannya, dengan sama sekali tidak berbicara sepatah katapun ia mendekapku dengan sangat erat, mencoba memberitahuku bahwa ia sudah cukup puas dengan ciuman yang kami lakukan tadi. Aku tahu pasti, Ruki sedang berusaha menyembunyikan wajahnya yang memerah karena malu, lalu aku pun mendekatkan daguku ke atas kepalanya, membelai halus rambut pirang makhluk manisku ini dengan tanganku yang sedikit berkeringat. Walaupun udara di atap saat ini sangat dingin, udara disekitar tubuhku dan Ruki sangatlah hangat.
“Ru, aku ingin kita terus seperti ini”
“Iya aku juga”
Kami tenggelam dalam hangatnya pelukan di tengah udara malam saat ini. Aku ingin merasakan hal ini lebih lama dengannya, ingin sekali menghentikan laju waktu di sekitar kami walaupun hanya sesaat.
Tuhan bisakah engkau hentikan waktumu sebentar saja, walau kami sudah berniat melakukan hal itu, aku ingin sekali terus berada sedekat ini dengannya lebih lama lagi. Kami pun mencoba berciuman lagi, mendekatkan kedua tubuh kami dengan begitu erat, begitu hangat, begitu membuatku nyaman. Aku ingin terus bersamanya lebih lama lagi.
++++++
‘Maaf, aku ingin terus didekatnya. Aku ingin kita mengakhiri hubungan kita.
Maafkan aku’
Ayano terkejut saat membaca sebuah pesan pendek yang dikirim oleh seseorang bernama Reita di ponsel miliknya. Diantara tingkat kesadarannya yang masih belum sepenuhnya, ia terus saja mencoba membaca deretan kata-kata yang terpantul di layar ponsel tersebut. Mencoba mencerna maksud dari pesan yang dikirim kekasihnya yang selama ini sangat ia sayangi itu. Lalu begitu menyadari maksud dari kata-kata tersebut, tak terasa air mata pun mengalir jatuh dari kedua matanya.
Sakit. Ya itu yang perasaan itulah yang ia rasakan saat ini, ia sudah tahu kata itu akan dikatakan Reita semenjak beberapa hari yang lalu. Malam itu ia hanya bisa menangis terisak sambil menutupi tubuhnya yang kedinginan dengan selimutnya yang tebal.
“Aya… kau bodoh! Ayolah kau tidak boleh menangisi orang bodoh itu. Kau bodoh Aya! Sangat bodoh!”
Berkali-kali ia mengucapkan kata tersebut kepada dirinya sendiri, mengapa ia masih saja mengharapkan Reita masih bersama dengannya walaupun tahu bahwa hatinya tidak sepenuhnya diberikan kepadanya.
Semakin ia memikirkan segala hal tentang Reita, air matanya pun semakin tidak berhenti mengalir seakan mengikuti kepedihan hatinya. Ia dan Reita sudah bersama semenjak mereka memulai tahun pertama di sekolah menengah atas, walaupun mereka sudah berada di tahun ketiga seperti saat ini tampaknya hal itu tidak menjamin hubungan mereka semakin dekat.
Ia pun teringat tentang hal yang dilakukan Reita bersama dengan seorang teman sekelasnya tepat seminggu yang lalu. Saat ia dan sahabat baiknya, Yuka, melihat kekasihnya yang selalu ia banggakan di depan teman-temannya sedang berpelukan dengan seorang murid laki-laki di atap sekolah. Berita yang cukup membuat sekolah menjadi gempar dan membuat kedua murid tersebut terancam dikeluarkan dari sekolah.
Sebenarnya hal itu sudah bisa ia prediksikan sebelumnya, karena sejak awal ia tahu Reita tidak sepenuhnya mencintainya, ia merasa selama ini Reita hanya kasihan padanya. Dan yang paling membuatnya semakin sedih, saat ia mengetahui hati Reita hanyalah untuk adik laki-laki angkatnya itu. Ia tahu dengan jelas hal tersebut, tapi dengan memaksakan egonya, ia terus berusaha keras menjaga Reita agar tetap berada di sisinya.
‘Selamat tinggal Rei’
Hanya pesan itulah yang mampu ia kirimkan kepada Reita. Hatinya terasa sangat sakit dan malam itu ia pun tidak berhenti menangis. Ya Ayano, kau akan selalu menjadi orang naif dan bodoh jika terus memikirkan Reita. Kau harus bisa merelakannya.
++++++
“Lalu bagaimana kita akan melakukannya?” Aku memecah kesunyian diantara kami dengan menanyakan rencana yang akan kami lakukan sebentar lagi.
“Hmmm… Udara malam sangat dingin ya” Ruki memasukkan kedua telapak tangannya ke dalam kantong jaket abu-abunya. “Tapi pemandangan malam tampak sangat indah jika kita lihat dari sini lho!”
Ia lalu menggenggam tangan kananku dan mengajakku berdiri di dekatnya. Aku yang takut dengan ketinggian pun hanya bisa menggenggam erat tangan Ruki. Ruki pun hanya bisa tersenyum dengan tindakanku. Tapi anehnya aku tidak terlalu merasa takut, memang benar yang dikatakannya, pemandangan kota di waktu malam begitu indah. Kami pun hanya bisa terdiam sambil menatap pemandangan kota yang terlihat tepat di depan gedung sekolah kami.
Tapi tiba-tiba saja ia melepaskan genggamannya tangannya dari tanganku kemudian memegang kepalanya dengan sangat erat.
“Ru… kau tidak apa-apa? Kepalamu sakit??”
Aku benar-benar tidak tahu hal apa yang harus aku lakukan saat ini. Ruki hanya terlihat berusaha menahan rasa sakitnya dengan menutup mulutnya dengan tangannya yang mulai tampak memerah.
“Ru, kau harus minum obat ini” Yang bisa kulakukan saat ini hanyalah memberinya obat yang biasa ia minum.
“…………”
“Ru, kau dengar? Ayo cepat diminum”
“Aku tidak apa-apa Rei” Seakan berusaha menenangkanku, ia pun mencoba menutupi rasa sakitnya dengan berpura-pura bersikap normal.
“Ru, kau harus meminumnya!” aku sudah tahu kebiasaanya, ia sama sekali tidak pernah mau menyentuh obat yang rutin dibelikan ibu setiap bulan. Akupun menyodorkan tiga buah pil ke telapak tangannya.
“Tidak usah, Rei. Aku sudah tidak apa-apa” Dengan muka yang masih pucat ia menolak tawaranku. Aku tahu dia sangat benci minum obat, tapi aku tidak ingin makhluk manisku menahan rasa sakitnya di depan kedua mataku. Tak terasa air mataku pun jatuh, Ru kalau kau sakit hatiku juga sakit, tolonglah kau mengerti.
Ruki yang melihatku menangis, kembali memeluk tubuhku dengan tangan kecilnya yang mulai kedinginan.
“Sudah, aku tidak apa-apa Rei. Kau tidak perlu khawatir”
Aku menenggelamkan wajahku ke jaket abu-abunya yang mulai tampak kusut itu, aku benar-benar tidak bisa menahan rasa ini, walau aku ada di dekatnya tapi mengapa aku selalu tidak bisa melindunginya.
“Ru, aku mohon kau harus berada di sisiku selamanya”
Saat ini aku sudah siap. Ya akhirnya aku merasa yakin dengan keputusanku kali ini. Meskipun dijauhi semua orang, aku akan tetap bersamanya, meskipun ditentang semua pihak termasuk ibuku, aku akan tetap bersamanya, dan meskipun Tuhan mengambilnya dariku saat ini pun, aku bersumpah akan terus bersamanya apapun itu caranya. Aku sudah siap untuk mati bersamanya.
to be continue~~~~~~~