Entangled in Spider’s Web
By: itachi4ever
Disclaimer: Air Gear dan KHR bukan punya aye? :-“
Rating: T
Warning: OOC (maybe?), shonen-ai
Pairing: AgitoOC *dikepruk*, KazuOC (rikues), KururuIkkiSimca, MukuTsuna, YamaGoku, DinoHiba
Summary: Karena terjerat di benang laba-laba itu terasa antara nikmat dan menyakitkan-nikmat karena cinta yang diperoleh namun menyakitkan mengingat semua itu bisa jadi hanya ilusi. Air GearXKHRXKuroshitsuji
A/N: Yey, chap 2! XD sumpah dah buat fic ini ide ngalir terus :x
Chapter Two: Red Zone
Just remember you are not alone, so don't you fear
Even though you're miles away, I'm by your side
Ya, kini mereka berdua percaya, bahwa mereka akan selalu bersama. Semua ini begitu indah, begitu nyata. Dekat, sangat dekat.
Tidak ada lagi yang mampu memisahkan mereka. Jarak dan waktu bukanlah lagi suatu rintangan. Kesendirian bukan lagi sesuatu yang perlu ditakutkan, bukan? Karena tidak ada kata sendiri; mereka selalu berdua. Selalu. Selamanya.
So open up your mind and close your eyes
I'll be there for you no matter where you are
Janji yang begitu manis, bukan?
Manis, sangat manis, terlalu manis.
Ilusikah semua itu?
***
“Hei, cukup main-main ilusinya,” tegur Reborn dengan wajah yang agak kaku. “Dengar ya, kalian itu sudah terlalu banyak bergantung pada ilusi, tapi kan tidak bisa selalu dipakai. Sudah mencapai 5 angka, oke. Tapi 5 angka berikutnya...jangan gunakan Path of Hell, Kirisa.”
“Jadi kita mau bertarung...serius nih?” kata gadis dengan rambut biru tua model nanas itu. “Baiklah. Mari kita sajikan pada mereka, keseriusan Vongola.”
Pada akhirnya mereka mau main serius...eh?
Tsuna terdiam di tempat duduknya. Dia melipat tangannya di depan dadanya, pandangan matanya tertuju hanya pada pertarungan di depannya. Harapannya hanya satu, supaya semua anggotanya dapat menang tanpa terluka sedikitpun. Ah, memang hatinya terlalu polos dan bersih. Memang seperti itu yang harus diharapkan dari sang Langit kah...? Yang melingkupi bumi dan merengkuhnya, mengharapkan yang terbaik...
Tangan yang kuat melingkari pundaknya, dan Tsuna menoleh untuk mendapatkan Mukuro yang tersenyum padanya.
“Tenang saja. Mengenai Air Treck ini, kita memang pemula...” kata sang Mist Guardian itu. “Tapi soal pertarungan, merekalah yang amatiran.”
Tersenyum, pemuda berambut coklat itu mengangguk mengiyakan.
“Ya, kau benar.”
***
“Kita disuruh serius, tuh!” kata Kirisa sambil tersenyum lebar.
“SERIUS TO THE EXTREME! WOOOOH!!!”
Teriakan yang sangat nyaring itu sekali lagi terdengar, tapi kali ini para Vongola telah siap dengan penyumbat telinga terpasang erat. Yeah, yang tidak beruntung sih para penonton yang tidak tahu menahu dan juga lawan mereka. Rasain muahaha, itulah salah satu senjata pengalih perhatian: Teriakan Super Nyaring Ekstra Berisik dan Minta Digigit Sampe Mati oleh Hibari (c) Sasagawa Ryohei. Tapi no problah. Secara dia teriak gitu juga diikuti aksi yang lumayan juga, bok. Dia mengeluarkan sebuah kotak berukiran dari kantongnya, lalu menempelkan cincin yang ada di jari tengahnya ke kotak itu.
Cahaya terang pun menyelimuti arena, dan yang kemudian keluar adalah...
...kanguru.
“WOI SIAPA BILANG BOLEH BAWA-BAWA KANGURU KE BATTLE?!” teriak si komentator.
“TO THE EXTREME! KANGARYUU CUMA BUAT NGANTERIN SESUATU KOK! SUMPAH DAH NGGAK DIPAKE BERANTEM TO THE EXTREME!”
“Heh?”
Benar juga apa yang dikatakan si Sun Guardian. Kanguru yang sedikit bersinar kekuningan itu makin lama makin terang cahayanya, hingga sesuatu keluar dari balik kantungnya dan segera terbang ke tangan Ryohei. ‘Sesuatu’ itu pun dipakai olehnya, sepasang sarung tangan dengan simbol Sun Vongola, juga bersinar kekuningan sebagai pertanda Flame Sun. Ya, itulah senjata andalannya selama ini.
“Sereno Gloves,” kata Ryohei bangga sambil memamerkan sarung tangannya. “Inilah tanda kalau kami akan serius.”
Dan si kanguru pun kembali ke dalam boxnya. Selesai.
“...” Hibari hanya mengeluarkan tonfanya, tetapi memasang cincin Vongola Cloud di tangannya. Yeah, sejak tadi dia tidak mengenakan cincin itu, entah alasan apa. Tetapi sebenarnya, yang mampu menahan Flamenya kan hanya cincin Vongola itu. Cincin dengan tingkat kemurnian di bawahnya hanya akan...hancur dibuatnya, bukan?
“Kufufu... Kalian bodoh sih~” kata Kirisa sambil tertawa perlahan. “Bikin peraturan kok ya terlalu rancu? Tidak ada batasan mana yang tidak boleh digunakan dan mana yang boleh digunakan dalam battle seperti ini...”
Gokudera hanya mupeng sesaat mendengar perkataan dari Psycho Junior itu. My, sepertinya memang perkataan darah lebih kental dari air itu benar, ya? Sama saja dengan kakaknya. Pria berambut abu-abu berantakan itu pun menempelkan salah satu dari empat cincin di tangan kanannya ke salah satu box di sekeliling pinggangnya. Sesuatu yang tampak seperti meriam kecil dengan ukiran tengkorak kini telah terpasang mantap di tangan kirinya.
“...sebenarnya aku tak merasa perlu memakai Sistema C.A.I sih di sini...” gumam Gokudera perlahan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Mau tidak mau Kirisa benar sih,” kata si Hibari Junior, also known as Hibari Sora, yang sekarang tengah mengguncangkan rantai yang meliliti tangannya. Rantai-rantai itu kini mulai lepas dari tangannya, tetapi melayang di udara. Cahaya kemerahan yang tadinya pudar mulai semakin terlihat lebih jelas dari sebelumnya. “Payah ah yang begini.”
“Mmm...? Jadi mau lanjut lagi nggak nih?” tanya Kirisa dengan senyum lebar di wajahnya.
“Hoi, kita disuruh serius tauk,” tegur Sora pelan.
“...sayangnya, aku justru tidak boleh serius,” jawab Kirisa santai. “Kalau serius...entahlah jadi apa tempat ini.”
Dan kelima anggota Vongola itu pun berbalik, kembali menghadapi lawan mereka. Olala, tampak jelas kalau nyali tim yang katanya tim B Class terbaik di area itu semakin lama semakin menciut. Yeah, mereka lupa kalau tidak ada aturan khusus mengenai apa saja yang boleh digunakan dalam battle. Dan tidak ada yang melarang penggunaan senjata seperti itu, apalagi yang digunakan tim baru-tapi-bertaring itu bukanlah pistol atau apapun yang dianggap ‘secara manusiawi berbahaya’.
...tapi tetap saja menakutkan!
“Lei è pronto, lei i deboli?”*
***
...mereka sebenarnya ada di mana sih?
Jujur, sekarang rasanya wajah mereka bener-bener ngeblank karena nggak ngerti. Semuanya benar-benar di luar logika. Oke, memang sih fenomena AT dan segala jurus-jurusnya sendiri memang terkadang agak kurang waras, tetapi setidaknya masih bisa dijelaskan secara ilmiah...sebagian sih. Nah, masalahnya sekarang apa yang dikeluarkan tim Vongola itu benar-benar seperti suatu...khayalan? Entahlah. Senjata-senjata yang sangat unik, dengan sinar-sinar aneh yang tidak jelas.
“Berarti...mereka memang bukan orang sembarangan,” kata Ringo perlahan. “Pantas saja, sejak awal aku sudah curiga. Tidak mungkin tim yang baru dua, tidak, hanya dalam hitungan bulan saja sudah nyaris mencapai B Class. Rupanya mereka ini...”
“Sebelum punya AT, mereka sudah punya kekuatan yang lain,” ujar Agito, seolah melanjutkan perkataan Ringo. “Dan setelah terjun ke dunia AT, mereka hanya tinggal menggabungkan kekuatan mereka yang telah ada, bukan?”
Vongola, team yang mengerikan.
***
“HORYAAA!!!”
“NO! RYOHEI JANGAN! HUANJRIT! OI! LAWAN YANG GAK MEGANG DISK GAK BOLEH DISERANG, BEGO!”
“AKU LUPA TO THE EXTREME! HAHAHAHAAAA!”
Yes, kehilangan angka pertama, gara-gara penalti. Tepat setelah bilang mau serius, lagi. Kali ini tawa memenuhi area battle dan bahkan Mukuro dan Tsuna yang menunggu di tepi pun ikut tertawa terbahak-bahak. Yeah, lucu aja gitu ngedenger Ryohei bilang lupanya dengan tampang bego begitu. Lagian satu angka doang, kan?
“Si bodoh itu...” gumam Hibari dengan kesal sambil menyiapkan tonfanya. “Boleh kugigit sampai mati?”
“Dengan senang hati akan kubantu, setelah ikan teri ini kena dulu.”
Gokudera menyahut dari belakang Hibari, mengarahkan ‘meriam’nya ke arah pemain team lawan yang membawa disk. Kali ini, penalti tidak boleh terjadi lagi untuk yang kedua kalinya. Lensa kontak yang dia gunakan sedikit bersinar kemerahan, dan peluru di dalam meriamnya pun mulai bergejolak, siap untuk dilontarkan.
“Jarak ke lawan, 2600. Suhu 20 derajat, kelembaban 30%, angin ke kanan. Gravitasi dan area magnetik 0,3. Clear.”
BHAM!
Tiga peluru langsung saja mengarah ke si pemegang disk itu. Satu dengan mantap mengenai #3 yang tidak berdosa secara langsung, membuat disk yang dipegangnya dengan mantap terlempar ke atas. Peluru yang kedua hanya mengenai lantai, namun ledakan yang ditimbulkan sangatlah dashyat; lantai sampai nyaris hancur. Dan yang terakhir...
“EXTREMEEE!!!” teriak Ryohei sambil mengambil disk yang terlempar, menggunakan ATnya yang telah diboost oleh Sun Flame sehingga menjadi jauh lebih cepat dari semula dan berhasil melakukan touchdown.
...tunggu, ini gawat sekali. Peluru yang terakhir mengarah ke...arah penonton!
***
Gawat.
Kali ini beneran gawat.
Setelah suatu kejadian yang mengundang tawa, karena si ribut dari Vongola malah menyerang orang yang tidak memegang disk, kejadian berikutnya sama sekali tidak bisa membuat tertawa. Pria berambut abu-abu yang ATnya sejak tadi bersinar kemerahan mengarahkan meriam di tangannya ke arah lawannya, dan tiga peluru langsung melesat. Yang pertama...kasihan benar si #3. Yang kedua tidak masalah. Tapi yang terakhir mengarah ke mereka, ke penonton. Tepatnya ke...
...tempat Ikki dkk.
“...WAAAAAAAAAAAA!!!” teriak mereka semua tepat ketika peluru itu nyaris saja menghunjam tempat duduk mereka, tidak bisa menghindar...
DHUAAAAAAAAAAAAAAAAARRR!!!
Ledakan yang panjang terdengar...tetapi mereka tidak apa-apa?
“Oya, oya. Kalian ini bodoh atau apa sih? Sudah lihat ada yang aneh, kenapa tidak menghindar?”
Suara itu...
***
Rokudou tidak suka bersikap ksatria. Itulah darah yang turun menurun di antara mereka. Mereka berdua lebih suka diam saja, mengamati dari jarak jauh. Diam di balik kabut yang menyembunyikan mereka, hanya sebagai pengobservasi. Dikecualikan sesuatu yang berbahaya terjadi pada apa yang mereka anggap berharga, mereka tidak akan berbuat apa-apa.
Masa bodoh kalaupun ada yang sekarat, masa bodoh dunia mau hancur sekalipun. Itu...pikiran mereka, bukan?
Mukuro hanya mengerjapkan matanya berkali-kali, sebelum pada akhirnya mengangguk mengerti.
Pastilah adiknya telah menemukan kandidat ‘Langit’nya di antara para pecundang itu.
***
Dia sendiri tidak tahu kenapa dia melakukannya. Ya, dia sama sekali tidak mengerti. Padahal, apa urusannya kalau orang-orang itu terkena serangan Gokudera? Anggap saja kalau itu memang sialnya mereka, kan? Siapa suruh mereka mengambil ramennya waktu itu, membuatnya harus menahan lapar selama melaksanakan misi dari si Xanxus sial itu, eh?
Yep, harusnya dia diam saja.
Lalu kenapa ya...? Dia malah bergerak, meluncur secepat mungkin supaya dapat menyusul peluru Gokudera yang melesat dengan cepat itu. Dan, mengaktifkan mata kanannya hingga kanji yang ada di sana pun berputar menjadi angka 4. Warna indigo pun meliputi matanya, menambah tenaganya hingga dia berhasil sampai di depat orang-orang bodoh itu dengan cepat. Heh, bodoh kok ya keterlaluan? Sudah tahu akan ada serangan yang datang, kenapa masih saja diam di tempat?
Tapi kenapa...justru dia tertarik pada kebodohan yang berlebihan itu?
...mungkin sama seperti alasan kakaknya tertarik kepada Tsunayoshi, huh?
Sambil tersenyum dalam diam, dia pun menendang balik peluru yang melayang itu ke lantai, memastikan kalau Flamenya telah memenuhi daerah kakinya. Flame Mist juga merupakan salah satu counter dari Flame Storm, karena kemampuan Reconstructionnya saling mengcounter dengan Destruction dari Storm. Dan tentunya, ketika keduanya bertemu, status kerusakan senjata Gokudera itu pun menjadi 0.
Peluru itu jatuh ke tanah hanya dengan menimbulkan efek ledakan.
Dia menghela nafas panjang, tetap melayang di udara tapi perlahan mulai memperbaiki posisinya.
“Oya, oya. Kalian ini bodoh atau apa sih? Sudah lihat ada yang aneh, kenapa tidak menghindar?” katanya sambil mengelap peluh di dahinya, sedikit memiringkan tubuhnya untuk menatap orang-orang itu.
Wajah shock menyapanya, dan dia mencibir pelan lalu kembali ke arena, bergabung dengan teman-temannya.
***
Hasil selanjutnya tentu sudah mampu ditebak. Sekalipun sudah sedikit ditegur supaya tidak menggunakan senjata yang mampu menghancurkan arena, tetap saja kekuatan tempur Vongola terlalu dashyat.
Hibari Kyouya melesat dengan cepat, melintasi segala rintangan yang terjadi akibat amukan Gokudera tadi. Dia berputar di udara, mengayunkan tonfanya hingga flail di ujungnya keluar dan menghantam #2 dari tim lawan yang tengah memegang disk. Disk yang dipegang si makhluk-yang-sangat-tidak-penting-sampai-tidak-dinamai itu pun melayang ke tempat lain.
Gemerincing rantai terdengar, disk itu pun dililiti rantai hingga akhirnya berhasil sampai ke tangan gadis berambut hitam pendek itu. Dengan senyum yakin di wajahnya, gadis itu dengan cepat berputar di tempat, melesat ke kiri dan memberikan sedikit belokan ke kanan untuk mengecoh lawan yang menghalanginya. Sora pada akhirnya sampai di tempat untuk mencetak skor, dan setelah disk itu kembali disentuhkan.
“TOUCHDOWN! TIGA SET DIMENANGKAN OLEH VONGOLA! LUAR BIASA! INI BATTLE PALING BARBAR DAN PALING...AJAIB YANG PERNAH KULIHAT!”
Si komentator itu sangat beruntung karena Mukuro dan Tsuna sekaligus turun ke lapangan untuk menghentikan amukan Hibari yang sudah siap menggigit si komentator sampai benar-benar mati. Ah, tentunya dia tidak sadar sih, mengingat wajahnya saja ditutupi TV yang tidak jelas. Untung juga, soalnya konon kata orang Hibari mampu membunuh hanya dengan tatapannya saja. Saingan sih sama si Mist Guardian, yang senyum mautnya mampu membunuh siapapun hanya dalam sekejap. Eh, senyum atau auranya ya? Entahlah, tidak jelas.
Yang jelas mereka menang.
“A-ah, terima kasih atas kerja keras kalian semua!” kata Tsuna sambil tersenyum manis. “Selamat ya, kalian menang!”
Kirisa dan Sora saling pandang sejenak sebelum tersenyum lebar. Si rambut nanas biru dan si rambut landak hitam itu pun melesat ke arah Tsuna, memeluk pemuda berambut coklat berantakan itu dari kiri dan dari kanan. Keduanya benar-benar berkespresi ‘gyaboo’ saat itu, riang.
“K-KAWAIII~! TSUNA KAMU UKE BANGET SIIIH!!!” teriak keduanya bersamaan.
“Awawawa!!! Aaah! Lepaskan aku!” teriak Tsuna dengan panik.
“Co...coba tadi aku ikutan...” kata Mukuro sambil berpundung-ria. “Kalau menang...bisa dapet Victory Kiss...”
“Salahmu sendiri,” ujar Reborn cuek sambil melewati si nanas yang tengah berlebay.
Setelah selesai berpuas-ria dengan meraep...ah, maksudnya mensekuhara...tolong baca itu sebagai ‘memeluk’ Tsuna, kedua fangirls itu pun melepaskan pelukan mereka dan melangkah menjauh. Si gadis dengan rambut biru tua model nanas, dikenal sebagai Rokudou Kirisa, berjalan ke arah bangku penonton, mulai mendaki tangga. Aih, ada apa gerangan?
“Oi, mau ke mana kau?” tanya Sora.
“Mau nagih utang,” jawab Kirisa dengan santai. “Mau ikut?”
Adik dari Hibari Kyouya itu hanya mengangkat bahunya dan mengikuti langkah sohibnya. Yah, tidak akan terlalu banyak masalah hanya dengan ikut temannya sendiri nagih utang kan? Siapa tahu dia bisa minta persenan juga, seandainya memang utang itu dibayar langsung di tempat. Di dunia ini kita harus selalu mengambil untung, kawan, apapun yang terjadi.
***
Pada akhirnya yang menang Vongola...ya.
Kogarasumaru dengan anggota tambahan tiga orang cewek itu hanya bisa terdiam di tempat duduk mereka. Oh well, seharusnya mereka sudah bisa menduga hasil yang seperti ini sih. Sejak awal saja, sudah diperlihatkan kalau Vongola berada di atas angin. Satu-satunya angka yang berhasil dicuri Tight Wild adalah ketika salah satu anggota salah sangka, malah menyerang orang yang tidak memegang disk. Sudah, itu saja. Tidak ada yang lain.
“...mereka itu apa sih?!” teriak Onigiri panik. “Oke, dua cewek itu memang cantik, bentuk badan mereka bagus pula tapi-”
“Oya, tidak sopan sekali sih,” terdengar lagi suara dari sisi kiri mereka, suara yang sama seperti yang tadi menegur mereka. Dan benar saja, si pineapple nomor dua dari tim aneh dengan nama Vongola itu sudah berada di sana, tersenyum santai sambil berdiri kasual. “Kau beruntung dua manusia buas itu tidak mendengar apa yang kau katakan. Seandainya Kyoya dan Nappo-kun dengar, bisa-bisa kalian sudah tercincang sekarang.”
Shit.
Oke, siapa tadi nama cewek itu? Rasanya bayi aneh yang ada di sisi tim Vongola sudah memanggilnya sesuatu...Kirisa ya? Baik, sekarang sih memang gadis itu cuma senyum-senyum di depan mereka, sama sekali tidak bertindak yang mencurigakan. Tapi auranya...benar-benar menakutkan. Lalu, ada juga gadis lain di sebelah gadis itu. Eh sebentar...rambut hitam yang pendek itu kan...kalau tidak salah...
“AAAAH DIA CEWEK YANG KEMARIN!” teriak Kazu sambil mengacungkan jari telunjuknya ke arah gadis itu.
Gadis itu menaikkan sebelah alis matanya, sebelum akhirnya matanya membulat dalam pengertian dan-
SNAP!
“Sora!” teriak Kirisa memperingatkan sebelum berusaha menahan sahabat karibnya dari menggunakan rantainya untuk mencekik si rambut pirang dengan topi rajut tidak jelas itu.
Gadis dengan rambut hitam itu tidak mendengarkan, melesat dengan kecepatan yang hanya bisa ditandingi kakaknya dan menggoyang tangannya sehingga rantai di sana mulai melayang di udara, siap menghantam bagaikan cambuk. Kirisa pada akhirnya terpaksa melompat dan berdiri di depan Ikki dkk, mengeluarkan sesuatu dari kantungnya dan...
BHAM!
“Damnit, Sora, jangan terlalu emosi!” tegur gadis dengan rambut biru tua itu sambil menahan rantai yang nyaris saja menghantamnya dengan menggunakan tongkat panjang di tangannya. “Apa sih masalahmu? Orang-orang ini cuma utang ramen padaku, tauk!”
“Bukan...masalah...itu...” geram Sora perlahan. “Mereka kemarin...menantang Nii-san...mereka mata-mata musuh...”
Kirisa nampak ngeblank sebentar sebelum menoleh, mengamati Kogarasumaru satu per satu. Matanya pada akhirnya berhenti di Agito dan kemudian dia...
“Pfft...HAHAHAHAHAHA! OAHAHAHAH! OH SHIT MY STOMACH...AHAHAHAHA!!!”
Yep, gadis itu tertawa keras-keras, sama sekali tidak peduli dengan aura Sora yang masih saja berbahaya. Sementara yang nyaris saja menjadi korban cambuk dengan wujud rantai? Oh, mereka hanya bisa ngeliatin Kirisa tertawa dengan wajah ngeblank. Gimana nggak ngeblank, lha wong mereka sama sekali nggak ngerti kenapa itu cewek sampe ketawa.
“Sora...astaga! Jangan ngocol ah! GA MUNGKIN COWO YANG LEBIH PENDEK DARI GUA KEK GINI JADI MATA-MATA GESSO! SI BYAKURAN BIAR UBANAN JUGA MASIH PUNYA MATA TAUK! AHAHAHAHAH! Anjrit perut gua sakit...”
Huh?
Semua mata langsung tertuju pada Agito. Benar juga, kalau diperhatikan, Kirisa itu lebih tinggi daripada Agito, padahal dia cewek. Kalau tidak salah tinggi Agito sekitar...142 cm, bukan? Joyful, readers, masuk golongan shota tuh. Nah, masalahnya, Nappo junior itu tingginya sekitar 154 cm juga ada sih, mungkin lebih. Oke, apa jadinya kalau ada cowok seumuran yang lebih pendek daripada cewek?
“Haha...aduh sumpah dah...Sora ente mikir apa sampe bisa ngira ini chibi mata-mata Byakuran sih?” tanya Kirisa, pada akhirnya menghentikan tawanya tetapi terpaksa mengelap air mata tawa yang berkumpul di sudut matanya.
“Mereka mengintipku waktu menghabisi yakuza di kota ini,” jawab gadis itu pendek, sedikit memerah wajahnya karena ditertawai Kirisa di depan orang-orang.
“Tapi itu kan tidak berarti mereka mata-mata Byakuran, tauk. Bisa jadi mereka cuma kebetulan ngeliat.”
Sora membuka mulutnya sejenak, seperti hendak mengatakan sesuatu, tapi diam lagi. Kirisa melemparnya tatapan bertanya, jelas-jelas tidak mengerti apa yang membuat sohibnya itu mendadak diam. Sora hanya menunjuk ke belakang Kirisa dengan tampang datar. Dan ketika gadis berambut biru tua itu menoleh untuk melihat apa yang membuat Sora mendadak diam...
...dia menemukan hiu ngamuk.
Eh salah. Maksudnya, dia mendapatkan Agito sudah beraura gelap di sekitarnya, bahkan Ikki yang sejak tadi berdiri dekat si chibi itu perlahan mulai menjauh. Kirisa sweatdropped, bingung karena tidak mengerti apa yang mungkin membuat pemuda itu marah...oh tunggu sebentar tadi dia mengatai Agito pendek ya? Oke, penyebab sudah diketahui sekarang. Jadi...
Kirisa dengan cepat menghindar ke samping. Nyaris saja, karena helai rambut birunya sebagian terkena serangan Agito. Sejak kapan (lagi) sih ada AT di kaki si pendek dengan rambut biru tua itu? Entahlah, tidak jelas. Yang pasti, sekarang benar-benar bahaya. Yeah, memang sih apa yang dikatakan Kirisa adalah fakta, tapi masalahnya buat orang dengan pride tinggi seperti Agito, hinaan soal tinggi badan kan...
“Whoa, whoa! Selow boy, selow!” teriak Kirisa sambil terus menghindari serangan demi serangan yang dilancarkan Agito. “Itu kan emang bener! Astaga! Jelas-jelas gua lebih tinggi kan?”
“FUCK!” teriak Agito kesal. “Jangan lari kau, brengsek! Sini, akan kuukir Roadku di wajahmu!”
“Oya, mirip Kyoya banget sih,” kata Kirisa dengan wajah datar sebelum melompat jauh ke belakang hingga akhirnya mencapai Sora, lalu kemudian menarik tangan gadis itu supaya mereka bisa kabur bersama. “Hoi, aku akan kembali lagi untuk menagih ramenku. Sampai saatnya tiba...JINAKIN DULU KEK ITU MAUNG! SEREM DAH GUA!”
Hilang lagi dalam sekejap. Sepertinya memang itu keahlian mereka. Agito mendarat, terengah-engah karena kesal. Benar-benar kurang ajar mereka itu. Tunggu sampai dia berhasil mendapatkan mereka lagi...
Dan ketujuh orang lainnya di sana hanya menatap kejadian di depan mereka dengan wajah datar. Really. Sepertinya gadis yang bernama Kirisa itu antara bodoh dan tidak. Hanya dalam sekejap, dia berhasil membuat Agito dendam padanya. Oh wait, bocah itu kan kerjanya dendam terus ke semua orang, jadi nggak bener-bener salah Kirisa juga.
Mereka tidak menyadari, kalau dalam tubuhnya, Akito tertawa perlahan. Yah, ini pertama kalinya dia lihat Agito benar-benar marah karena diejek begitu, bahkan sampai dendam. Sepertinya...orang yang bernama Kirisa itu benar-benar unik.
Dan Kazu? Apa yang dia rasakan setelah hampir dibunuh dua kali berturut-turut? Dia hanya bisa diam di tempat, memikirkan kenapa harus dia yang diincar gadis berambut hitam itu. Menderita banget dah dunia.
***
“Oh iya, kau tidak jadi menagih utangmu?” tanya Sora dalam perjalanan mereka kembali ke tempat semuanya berkumpul.
“Nah, kukatakan kalau aku akan kembali lagi menagih utang mereka kan?” jawab Kirisa dengan santai sambil melipat kedua tangannya di belakang kepala. “Perhatikan seragam mereka, Sora. Itu seragam Higachuu. Dan ke mana Reborn menyuruh kita sekolah?”
“Ah, benar juga.”
***
Yah, pagi itu begitu cerah. Burung-burung berkicauan, matahari bersinar dengan terangnya di langit. Awan tidak terlalu banyak berkumpul, sehingga sang bola cahaya bisa melimpahkan sinarnya ke segala penjuru. Namun, tahukah kau kalau di kelas 2-5, auranya sudah seperti aura neraka? Ya, tepatnya karena seseorang sedang kesal. Sangat kesal.
“Dia masih kesal karena dipanggil pendek?” tanya Emily ke Yayoi dengan suara pelan.
“Sepertinya,” jawab bitch...I mean si cewek plain itu.
Yah, memang benar sih. Saat itu area di sekitar Agito entah kenapa dikosongkan beberapa meter. Tepatnya, karena orang-orang terlalu takut untuk mendekati bocah itu di saat auranya tengah mengerikan begitu.
Pintu terbuka, dan masuklah guru mereka. Yep, siapa lagi kalau bukan Ton-chan? Guru yang terlalu polos, dengan bajunya yang begitu dan...oh my, siapa yang dibawanya di belakangnya? Dua orang gadis itu...
Seisi kelas langsung diam. Ikki dkk terdiam dengan wajah seperti melihat hantu, dan Agito perhatiannya langsung teralih dari luar jendela ke depan kelas.
“Yak, hari ini kita kedatangan dua anak baru!” kata Ton-chan dengan riang. “Kelas, sambut mereka berdua. Baik-baiklah dengan mereka ya!”
“Oya? Kita sekelas toh, chibi?” tanya gadis dengan rambut biru tua model nanas sambil nyengir lebar, sama sekali tidak sadar dengan aura pembunuh yang semakin keluar dari Agito.
“Tolong perkenalkan diri kalian!”
“Hibari Sora,” kata gadis yang berambut hitam pendek. Dia nampak tidak peduli dan bosan, tapi pandangan tajamnya langsung kembali ketika menemukan seseorang yang membuatnya dendam. Dan Kazu berjengit, merasakan pandangan itu ke arahnya.
“E mi chiamo Rokudou Kirisa. È piacevole per incontrarla.”
“Hah?”
“Oh, maaf. Itu artinya: Dan namaku Rokudou Kirisa. Senang bertemu dengan kalian, kufufufu...”
Sekolah itu memang tidak ditakdirkan untuk damai.
TBC
NOTE: * = Are you ready, you weaklings, menurut FreeTranslation.Com
YEAAH CHAP 2 JADI TO THE EXTREME! XDDD Sesuai janji kan? Hubungan Kiri-Agito bener-bener kayak Mukuro-Hibari =)) *diinjek*
btw, shall I post Kiri and Sora's bio and pic? xD?