Love Me Back [Chapter 1]

Jan 29, 2012 01:03


Title: Love Me Back [can't find a good title XD ]
Pairing: aoisakurai x Ohkura Tadayoshi
Author: jojojouna
Genre: Romance
Rating: G (so far~ :p)
Summary: Arine dan Ohkura adalah musuh bebuyutan ketika mereka masih SMA. mereka selalu saja bertengkar kalau sudah bertemu. Setelah penolakan Arine atas perasaan Ohkura, mereka berpisah tanpa pernah berhubungan sama sekali, sampai akhirnya mereka bertemu lagi sebagai atasan dan karyawan..

PS: karena terjadi perubahan karakter, jadi ceritanya agak sedikiiit dirubah..sedikiiit aja...back to chapter 1!!! ^^

Suara gagak terdengar di langit Tokyo yang kelabu dengan semburat kemerahan di sebelah barat. Hari telah sore, saat upacara kelulusan di sebuah SMA telah usai dan murid-muridnya masih bertahan untuk sekali lagi mengucapkan salam perpisahan pada teman - temannya. Arine menggenggam surat yang ada di tangannya.

Temui aku di taman di belakang sekolah setelah upacara selesai.

Selembar surat yang menyuruhnya untuk datang ke taman di belakang sekolah setelah upacara kelulusan selesai. Ia tahu siapa yang mengirimkan surat itu, dan ia sudah mempersiapkan dirinya untuk itu.

“Untuk terakhir kalinya, akan kuhadapi dia,”

Setelah mengucapkan salam perpisahan pada teman - teman sekelasnya, ia menyuruh supir pribadinya untuk menunggu sebentar lagi. Arine masih punya satu hal yang harus diselesaikannya sebelum meninggalkan sekolah ini untuk selamanya.


Di sudut taman di belakang sekolah, sesosok pemuda berdiri, menyenderkan badannya pada batang pohon Sakura yang sedang gundul. Musim gugur merontokkan daunnya, tapi ketika musim semi tiba, pohon itu akan berbunga dengan sangat indah. Tapi untuk sekarang, suasana hatinya tidak seperti pohon sakura yang akan berbunga di musim semi. Jantung Ohkura Tadayoshi berdebar dua kali lebih cepat dari biasanya. Dia tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya, apalagi melakukan ini. Tidak pernah terpikirkan olehnya dia akan melakukan hal ini. Sebuah pernyataan cinta di akhir hari kelulusan.

Dia masih ingat perkataan Yokoyama yang mendorongnya melakukan pernyataan cinta ini beberapa hari sebelum upacara kelulusan. Mereka sedang bersantai di kamar Ohkura ketika Yokoyama mengangkat topik itu.

“Aku dengar Murakami bakal dijodohkan setelah dia lulus nanti,”

Yokoyama tiba - tiba menghembuskan sepotong gossip ke dalam kamar Ohkura. Yokoyama memang dikenal bergosip. Dia mungkin sudah mengetahui hampir seluruh rahasia dan gossip - gossip murid - murid di sekolahnya. Pada dia lah murid - murid lelaki bertanya ketika mereka menyukai seorang murid perempuan. Yokoyama bisa dibilang informan handal. Dia tahu hampir semua info pribadi, tanggal lahir, prestasi, rahasia, dan gossip yang tidak mungkin seorang biasa tahu. Tapi Yokoyama tidak akan pernah berbicara kecuali dia ditanya terlebih dahulu.

Dan anehnya, Yokoyama malah yang memulai perbincangan gossip itu pada Ohkura.

“Ehh? Hontou?!” Ohkura yang sedang bermain PS segera menekan tombol ‘pause’ dan segera bergeser mendekat pada Yokoyama yang membaca komik di atas kasur Ohkura.

“Aku dengar itu dari sahabatnya, Maeda-san. Kamu tidak tahu? Gossip itu sudah jadi berita umum lho,” Yokoyama mulai memanas-manasi.

“Hontou?” kembali Ohkura mengeluarkan kata itu. Dia tidak percaya Murakami, saingannya di kelas akan segera menikah setelah lulus SMA. “Aku yakin Murakami-san tidak seperti itu. Dia lebih mementingkan kesuksesan dan prestasi belajarnya daripada masalah cinta. “ Ohkura mengeluarkan pendapat sambil mengingat-ingat profil Murakami Arine sejauh yang dia tahu.

Sahabatnya mengangkat bahu, tanda tidak tahu menahu soal itu. “Mana aku tahu. Aku cuma mendengar kabar ini dari Maeda-san. Siapa lagi yang bisa kamu percaya tentang Murakami-san, selain Maeda-san? Ha?”

Ohkura hanya diam, tidak menanggapi pertanyaan Yokoyama. Ohkura tidak ingin berprasangka buruk dulu. Murakami Arine, di mata seorang Ohkura, adalah seorang putri. Ia akan, dan harus mendapatkan apa yang ia inginkan. Tidak perduli barang itu berada di bagian Bumi paling terpencil di dunia. Murakami mungkin manja, tapi ia buka seorang gadis yang keibuan. Murakami cenderung tomboy. Selain itu, ia tidak bisa memasak dan tidak cocok dengan anak kecil. Apa yang membuatnya memilih untuk menikah?

Seakan bisa merasakan pertanyaan yang berkecamuk dalam kepala Ohkura, Yokoyama melanjutkan argumennya, “Mungkin saja ini pernikahan bisnis. Kamu tahu, kan, banyak kakak kelas kita yang cepat menikah demi bisnis keluarga.”

Ohkura merasa alasan itu masuk akal juga.

“Apalagi,” Yokoyama melanjutkan, “ dia itu putri tunggal dari keluarga Murakami, pengusaha dan juga orang pemerintahan. Apa yang tidak mungkin untuk dia?”

Ohkura tidak mengerti, kenapa gossip yang tidak jelas asalnya itu bisa membuat dadanya berdebar kencang. Kenapa?

“Ano, Yuu-kun, kamu yakin berita itu benar?” Ohkura berusaha mencari konfirmasi dari gossip yang dikeluarkan Yuu, si raja gossip itu.

Kembali Raja Gosip itu mengangkat bahunya. “Kamu coba saja konfirmasi dengan Maeda. Dia yang cerita kemarin.” Yokoyama mengembalikan pandangannya pada majalah orang dewasa yang dibawanya dari rumah untuk dibaca di rumah Ohkura. Tapi beberapa saat kemudian, dia merasakan hal yang aneh dan segera mengamati Ohkura. Ohkura sendiri masih termangu, seperti ada sesuatu yang merasukinya. Merasa mengerti hubungan dari sikap tidak biasa Ohkura tadi dengan keadaannya sekarang ini, Yokoyama mengambil kesimpulan dan tanpa ragu langsung melontarkan pendapatnya itu dalam satu kalimat singkat. “Kamu menyukai Murakami,”

Terkejut mendengar pernyataan Yokoyama, Ohkura segera menoleh pada sahabat kentalnya itu. “Ti, tidak, aku tidak pernah menyukai putri manja itu.”

“Lalu kenapa kamu bersikap linglung seperti itu? Kamu tidak rela Murakami menikah, kan?”

“Hah?! Tidak rela? Yang benar saja, Yuu! Kalau dia mau menikah setelah lulus nanti, terserah dia saja. Kenapa aku harus merasa tidak rela?”

“Karena kamu menyukainya, Tadayoshi. Akui saja,” bujuk Yokoyama lagi. Dari awal dia sudah merasa ada yang aneh dengan hubungan Ohkura Tadayoshi dan Murakami Arine. Sesuatu yang lebih dalam dari hanya sebagai teman bertengkar.

“Tidak, tidak mungkin aku menyukai cewek seperti dia..” Ohkura mendapatkan pandangan menyelidik dari Yokoyama. “Benar, Yuu, kalau aku suka padanya, sudah dari awal aku menyatakan perasaanku dan tidak akan bertengkar selama tiga tahun ini. Benar, tidak?”

Ohkura mencari-cari tanda ekspresi dari Yokoyama, bahwa dia mempercayai ceritanya. Tapi tidak semudah itu meyakinkan raja gossip. Paling tidak, dia hanya harus mengganti topic pembicaraan.

“Jadi, Yuu, kamu sudah tahu kalau Niida sensei itu hamil?”

Ternyata topic yang diajukan Ohkura tidak berhasil dan akhirnya Ohkura menyerah pada serangan Yokoyama. Dia mengakui bahwa mungkin, kata ini harus digaris bawahi dan ditulis dengan huruf besar, MUNGKIN dia, Ohkura Tadayoshi, menyukai Murakami Arine. Sekali lagi, MUNGKIN. Tapi akhirnya Yokoyama Yuu yang licik itu berhasil membujuknya untuk mencoba mengakui perasaannya yang MUNGKIN saja masih bias ini.

“Tidak ada salahnya mencoba. Toh, kalian juga akan berpisah dan kecil kemungkinan akan bertemu. Kalau memang ditolak kan kamu sendiri yang lega,” ucap Yokoyama di kamar Ohkura disaat ia berhasil diyakinkan si raja gossip itu untuk mencoba.

Dan disinalah dia sekarang, menunggu musuh bebuyutannya yang selama tiga tahun ini selalu menjadi pasangannya dalam hal bertengkar. Meminta sahabat karibnya untuk menyampaikan surat cinta pada Murakami setelah upacara kelulusan selesai, dan kemudian menunggunya di halaman belakang sekolah. Oh, tidak, mimpi apa aku semalam? katanya dalam hati. Ada bermilyar - milyar gadis di dunia, tapi kenapa hatiku tertambat padanya?

Ralat! MUNGKIN tertambat padanya..

Kembali Ohkura memandangi ranting pohon sakura yang meranggas termakan musim. Dibelakangnya, latar langit musim gugur mewarnai harinya. Tidak mengerti kenapa, tapi dadanya berdegub begitu keras, seakan mau keluar dari dalam lindungan tulang rusuknya.

“Kenapa aku ini?” tanya Ohkura pada dirinya sendiri.

Terdengar suara daun kering terinjak. Yang ditunggu sudah datang. Jantung Ohkura makin berdebar kencang. Perasaannya meluap - luap, antara cemas, gembira, takut, dan malu. Tiba - tiba saja Ohkura menyesal kenapa dia mengikuti perkataan Yokoyama. Sekarang lihat dirinya, dia merasa terpojok, padahal yang dinanti belum sampai di depannya.

Beberapa saat kemudian, muncullah Murakami Arine. Dengan tangan yang bersidekap, ia dalam posisi siap untuk melawan Ohkura, orang yang selalu mencari gara-gara padanya selama ini. Tapi ada yang aneh disini, pikir Arine dalam hati. Wajah Ohkura terlihat malu - malu dan agak bersemu merah. Kedinginan? Memang udara agak dingin sekarang ini. Temperatur udara menurun karena musim gugur. Sudah berapa lama dia menungguku disini?

“Oi, Ohkura!” panggil Arine. Ohkura yang sedang menggosok - gosokan tangannya segera menengok ke asal suara. Dilihatnya Arine sudah datang, tapi dilihat dari ekspresi dan sikapnya sepertinya Arine mengira mereka akan bertengkar lagi.

“Murakami, kamu datang,” balas Ohkura. Tanpa dia sadari, suaranya jadi lebih lembut dari yang Arine ingat. Perubahan ini tentu saja membuat Arine curiga.

“Kenapa kamu memanggilku ke sini? Apa pertengkaran kita selama tiga tahun ini belum cukup bagimu?” serang Arine. Kali ini aku pasti menang, yakin Arine dalam hati.

Ohkura terlihat ragu-ragu. Katakan, katakan padanya apa yang ada di dalam hatimu itu! Suara hati itu terus mendesak Ohkura.

“Aku, aku menyukaimu, Murakami-san!” tegas Ohkura. Akhirnya terjadi juga. Pengakuan ini benar-benar berantakan.

Terasa keheningan menyesakkan dada menguasai daerah disekeliling mereka. Waktu seakan terhenti. Tidak terdengar suara satupun, bahkan suara daun yang jatuh. Semuanya diam. Hingga terdengar gelak tawa dari Arine.

“Hahahahaha… Ohkura Tadayoshi, kamu pikir kamu bisa membohongi aku? Walaupun aku ini tidak pernah terlihat berjalan bersama seorang cowok, bukan berarti aku stress karena tidak punya pacar, ya. Ingat! Standarku ini tinggi. Setelah ini aku akan masuk ke Todai, lalu meneruskan perusahaan keluarga. Standar pria pilihanku itu tinggi dan kamu,” tunjuknya pada Ohkura,”tidak akan bisa sedikit pun menyamainya. Jadi, sayonara~.”

Arine melangkah pergi ke arah dia tadi datang. Ohkura masih termangu disana, dia tidak menyangka penolakan yang diterimanya bakal seperti itu.

“Tapi wajar saja dia seperti itu,” renungnya sambil menyisiri rambutnya dengan jari,”kami terus dan terus saja bertengkar tanpa sebab yang jelas. Dan menurut dia, inilah saatnya membuat pukulan telak untukku. Maafkan aku..”

***

9 tahun kemudian…

“Kenapa jadi seperti ini?”

Di dalam sebuah kamar yang sempit dan panas, hiduplah seorang gadis yang jika dilihat dari penampakannya tidak akan cocok tinggal disana. Terlihat sekali gadis itu adalah gadis dari kalangan kaya. Kukunya dimanikur mahal. Rambutnya lembut seakan dia setiap hari pergi ke salon untuk mencuci rambutnya. Kulitnya juga bersih dan pakaian yang menempel di badannya yang kini berkeringat itu terbuat dari bahan mahal. Tapi kenapa gadis itu disini?

Ia berusaha membuat kamarnya terasa lega dan sejuk, tapi angin tidak akan bisa masuk ke dalam jendela yang hanya berjarak 30 cm saja dari gedung disebelahnya. Ia terus berusaha membuat dirinya dingin, terus mengipasi dirinya dengan kipas yang ditemukannya ketika gadis itu menyewa tempat itu.

“Argh, aku benci kakek!” teriaknya pada dinding yang dingin. Ini semua terjadi padanya karena kakeknya. Kakeknya, walaupun pernah tinggal di Amerika, tapi tetap saja pandangannya tentang pernikahan sama kolotnya dengan orang-orang dari jaman kerajaan kuno.

Menurut kakeknya, seorang gadis itu harus ditentukan lewat perjodohan dan dengan otak bisnisnya itu jadilah Arine sebagai ‘persembahan’ bagi calon suaminya.

“Cih! Sampai mati pun tidak akan aku sudi menikah dengan laki - laki tua bangka itu!” Arine menyumpah, mengeluarkan kata - kata kasar yang pernah ia pelajari dan gunakan pada masa SMA-nya.

Arine mencoba meringankan hatinya dengan menghitung uang yang tersisa di dalam dompetnya. Hanya tinggal 50,000 yen saja. Tidak akan bisa bertahan lama kalau ia tidak melakukan apa - apa. Ditambah lagi kartu kredit dan akun bank-nya langsung dibekukan ketika kakeknya tahu ia kabur dari rumah.

Menempel di dinding kamar sembari mencari kesejukan disana, Arine terus berpikir. Ayo, Arine, berpikir! Berpikir! Pekerjaan apa yang mudah mendapatkan uang?

Merasa tidak ada hasil hanya dengan berpikir di dalam kamarnya yang sumpek dan sempit, Arine memilih berjalan-jalan sambil menghirup udara segar musim semi. Sembari merenggangkan badannya, Arine berjalan menuju taman melewati sebuah taman kanak-kanak. Tidak sengaja ia melihat iklan lowongan pekerjaan disana.

“Jadi guru? Anak-anak TK? Tapi aku kan tidak suka anak kecil.”

Arine merasa ragu dengan pilihannya. Di satu sisi, ia membutuhkan pekerjaan untuk membantunya bertahan hidup. Di sisi lain, dia tidak terlalu bisa akrab dengan anak - anak. Tapi…

“Apa Anda tertarik untuk mencoba mengajar disini?”

“Eh?”

Seorang wanita tua tepat berada disamping Arine, nyaris saja ia menabraknya.

“Maaf, Bu, saya tidak melihat Anda.” Arine membungkuk meminta maaf sambil menyembunyikan keterkejutannya pada kehadiran wanita tua ini.

“Tidak apa-apa. Ini sudah kebiasaanku membuat kaget orang-orang yang sedang melamun.” Wanita tua itu tersenyum hangat. “Nah, aku lihat kamu tadi sedang merenungi lamaran pekerjaan di TK ini ya? Kenapa tidak kamu coba saja?” tembak wanita tua itu langsung pada sasarannya.

Arine merasa malu, menyadari dirinya diperhatikan dari tadi.

“Aku tidak yakin dengan keputusan itu, Bu. Saya merasa saya tidak terlalu akrab dengan anak-anak. Sejak dulu begitu.”

“Ah, tidak mungkin. Ada pepatah mengatakan, bisa karena biasa. Kalau kamu mau, bagaimana kalau kita praktek hari ini juga? Sekarang? Aku menyukaimu dan aku bisa melihat kamu gadis yang pintar. Aku yakin kamu bisa melakukannya. Bagaimana?”

Arine merasa ragu, apalagi wanita tua itu begitu percaya pada kemampuannya. Padahal aku sudah bilang kalau aku tidak bisa akrab dengan anak kecil. Ibu ini kenapa begitu percaya padaku?

Wanita tua itu tidak sabar lagi. Ia segera menggenggam tangan kiri Arine dan menariknya masuk ke halaman sekolah dan menuju ke ruang kelas. Di atas hamparan futon, beberapa anak-anak TK sedang tidur siang. Mereka terlihat nyenyak sekali. Melihat sisi lembut dan lemah dari anak kecil yang sedang tidur membuat Arine jatuh hati.

“Bagaimana, nak? Kamu mau, kan?”

Tersentuh dengan kesungguhan hati wanita tua itu untuk memperkerjakan dirinya, membuat Arine tidak sampai hati untuk menolaknya. Arine mengangguk tanda setuju. Wanita tua itu tersenyum dan membungkukan badan memulai perkenalan diri.

“Saya Maruyama Michiko. Saya kepala yayasan TK ini,”

“Nama saya Murakami Arine. Yoroshiku,” Arine membungkukan badannya ke arah Michiko.

Michiko memintanya untuk bisa segera memulai pekerjaannya hari ini juga. Besok Arine diminta untuk membawa hal-hal yang dibutuhkannya untuk melamar pekerjaan. Dan ketika anak-anak bangun dari tidur siangnya, dimulailah perjuangan Arine melawan anak-anak TK ini. Seperti yang ditakutkannya, dia tidak bisa akrab dengan anak kecil. Sikapnya kaku sekali pada mereka. Tapi untungnya jam kerjanya hari itu hanya dua jam saja. Setelah itu para orang tua datang menjemput mereka. Tapi ternyata masih ada satu anak yang tertinggal.

Berusaha mencoba, Arine mendekati anak itu yang sedang mewarnai gambar Urashima Taro di buku mewarnainya.

Kalau tidak salah, nama anak ini Yuri. Arine mengingat-ingat nama anak-anak di kelas yang akan resmi dipegangnya besok pagi. Dan sekarang ia mendapat kesempatan untuk mendekati salah satu dari mereka. Siapa tahu bisa berguna untuk mendekati yang lainnya, pikir Arine.

Arine berjongkok di sebelah Yuri, yang masih asik mewarnai. “Yuri, apa Mamamu terlambat menjemput?”tanya Arine.

Yuri menggeleng singkat, “Tidak, Mama tidak akan menjemput Yuri. ”

Eh? Apa maksudnya?

Disaat ia masih terkejut, Michiko bergegas masuk ke dalam kelasnya sambil membawa seorang pria bersamanya. Arine masih tidak terlalu memperhatikan pria ketika Michiko memanggilnya, menjauhkannya sebentar dari muridnya.

“Murakami sensei, ini kepala sekolah TK Midori, Ohkura sensei, yang juga mengajar kelas bunga sakura. Ohkura sensei, ini Murakami sensei, dia akan mulai bekerja besok pagi untuk kelas bunga lili,” Michiko memberikan perkenalan singkat pada mereka berdua. Tepat ketika Arine mengangkat wajahnya, ia terkejut dengan apa yang ada di depan matanya.

“Ohkura?!”

“Murakami?!”

“Papa!” Yuri berlari memeluk kaki Ohkura ketika dia menyadari Papa-nya ada di dalam kelas, sangkanya untuk menjemputnya.

“Papa?!”

fanfic, type: chaptered, pairing: various

Previous post Next post
Up