Title: Between Dimensions
Author:
isumi_ilde aka isumi'kivic' on FFnet
Pairing: LockTier, but this is mostly Tieria-centric, I think. Or rather, human-centric. I don't know, whatever.
Disclaimer: I don't own Gundam 00-Sunrise and Bandai does.
A/N: Written as a
challenge for
rizuka, based (or not really based on?) on the song The Garden of Everything by Steve
(
Read more... )
Seperti yang pernah kita diskusikan lewat YM, sista bilang merasa kurang puas sama angst kali ini, ya kan? Tapi kalau menurutku, justru atmosfer yang tenang itulah yang membuatku enjoy membaca Between Dimensions berkali-kali. Kesedihan Tieria ditampilkan dengan cara yang kalem, meskipun masih mengandung kedukaan yang mendalam. Wistful, but serene. Jika sista mau tahu, angst seperti ini mirip dengan angst yang sista tuangkan di One in Eternity. Pun entah kenapa, aku sendiri tidak keberatan dengan cara pendekatan seperti ini, karena aku sendiri merasa suasananya pas dengan kondisi Tieria sekarang. Dia sudah jauh lebih tenang dibanding pada saat baru saja kehilangan Neil. Tieria hanya sedang menunggu, menunggu waktu membawanya kembali ke Neil yang senantiasa mengawasinya sedari dulu. ♥
Bagian dimana Tieria merenungkan bahwa Neil sangat, sangat egois karena membuang nyawanya sendiri itu spot-on banget. Neil memang
lovable, tapi tindakan bodohnya itu tetap saja membuatku ingin menghajarnya karena Neil tidak memikirkan konsekuensi dari tindakannya. Ironisnya, justru karena kematiannya, Tieria, Setsuna, dan Feldt menjadi lebih peduli terhadap 'keluarga' dan 'rekan seperjuangan' mereka, yaitu kru Ptolemy. Perannya sebagai perekat hubungan di kalangan orang-orang yang terbelakang secara sosial memang tidak pernah luntur ya? :D
Di sisi lain, aku suka banget dialog Setsuna dan Tieria. Hidup memang terasa lebih mudah kalau kita mempunyai sesuatu untuk dipercayai, karena dengan begitu kita mempunyai harapan bahwa walau entah bagaimana, suatu saat hidup akan jadi lebih baik. Setsuna boleh saja bertahan dengan pendapatnya bahwa Tuhan itu tidak ada, namun sebenarnya akar permasalahannya bukanlah apa Tuhan itu ada atau tidak. Setsuna hanya terperangkap oleh idealisme yang tertanam di jiwanya semenjak dia masih muda. Seperti kata Marina, Tuhan itu ada di dalam diri kita. Namun Setsuna pernah mempercayai hal yang salah--dia mengira dia mempercayai Tuhan, namun yang terjadi sesungguhnya dia mempercayai Ali; segala kebohongan dan cuci otak dari pria itulah yang membuatnya memilih jalan yang keliru, yang akhirnya mengakibatkan dia membunuh ibunya sendiri.
Reply
Leave a comment