Biarkan Hati Bicara (prolog)

Aug 07, 2013 15:20

Sebuah perkantoran,
Hak sepatu setinggi 5 cm membentur-bentur ubin porselin beralur bunga lili putih. Langkah-langkah kaki yang nampak begitu yakin dan percaya diri. Wanita dengan aura kharismatik itu sesekali melirik arloji di pergelangan tangannya. Langkah kakinya pun segera dipercepat. Senyuman lembut selalu terlontar dari bibir mungil kemerahan miliknya setiap kali berpapasan dengan karyawannya. Jilbabnya berkibaran ketika langkahnya agak cepat.
“Pimpinan masih muda dan cantik sayang belum ada kekasihnya.”
“Hussh sembarangan kamu.”
Wanita itu hanya tersenyum kecil. orang-orang memang sering memperbincangkan statusnya yang masih single. Banyak orang salah menyangka dirinya terlalu pemilih dan terlalu perfectionist. Ah! Dia tak ambil pusing. Biarlah orang berkata apa toh dia memiliki alasan tersendiri bukan? Alasan yang tak bisa diutarakan pada siapapun bahkan, pada wanita yang paling dekat dengannya. Dia hanya perlu menunggu sedikit lagi. Laki-laki itu akan datang....
Dia semakin mempercepat langkahnya menuju lobi kantor. Resepsionis mengatakan seseorang menunggunya di lobi. Dia sudah datang...., pikirnya. Hatinya semakin tak sabar namun di tengah jalan kesabarannya mesti diuji. Salah seorang relasi bisnis mencegat langkahnya. Dia terpaksa kembali ke ruangannya bersama relasi bisnis. Tak lupa sebuah pesan dikirimkannya,
Maaf sedikit terlambat, ada relasi yang datang mendadak.
Ponsel bergetar, sebuah pesan balasan.
Tak apa aku akan menunggu.
Relasi bisnisnya mulai menjelaskan ini dan itu. Wanita itu hanya mengangguk-angguk. Sebenarnya dia tak sepenuhnya mendengarkan. Pikirannya jelas tertuju pada lelaki di lobi. Beruntung, relasi bisnis yang satu itu tak lama. Hanya memakan waktu kurang lebih tiga puluh menit. Setelah mengantarkan tamunya. Sang pimpinan segera mengubah arah langkahnya menuju lobi. Kali ini jauh lebih cepat. Tak mau dirinya jika ada rintangan lagi. Hati sudah tak sabar. Dada sudah sesak oleh rindu.
...
Lobi,
Wanita itu menghembuskan napas berkali-kali. Dia dapat menangkap wajah lelaki itu dari kaca bagian luar lobi. Meski waktu telah berjalan, wajah itu tak banyak berubah. Dilihatnya lelaki bermata elang nampak gelisah. Jelas dari kejauhan dapat terlihat jemari kokoh mengenggam dua utas cincin. Wanita itu menelan ludah. Buliran bening mengumpul di sudut mata. Langkah kakinya mendadak menjadi beku, kerinduan yang hampir menemui puncaknya itu bagaikan es yang diguyurkan dari ujung rambut hingga ujung kaki, membuat tubuhmu menjadi beku seketika.
Lama tubuh itu membeku di tempat. Seulas senyuman lembut melayang dalam pikiran, memberikan kesejukan. Wanita itu menarik napas sekali lagi dan menghembuskannya perlahan. Gemetar jemarinya memegang ganggang pintu lobi. Perlahan namun pasti dibukanya pintu lobi. Si lelaki nampak tersentak kaget. Dua pasang mata bertatapan. Air mata tumpah....

author's note : Ini novel saya yg gak lolos seleksi lomba, biar saya upload disini aja deh he he

romance, novel

Previous post Next post
Up
[]