Beberapa poin tentang komik

May 26, 2011 14:21

Dua minggu lalu ada teman yang bertanya beberapa hal soal komik ke gue, terus gue pikir, mendingan jawaban gue gue share aja kali yah?
Gue copy paste dan belon gue edit yah lolol orz


Komik Modern (Definisi yang diperdebatkan banyak orang)
Yang namanya komik modern adalah komik dengan format yang seperti Amet tahu sekarang. Dicetak dalam jumlah banyak lah, tinta di atas kertas lah, berpanel-lah, punya balon kalimat lah, berkarakter lah, banyak yang bisa mendifinisikan bermacam-macam "komik" seperti yang Amet tahu. Hanya saja, komik susah didefinisikan karena akan banyak sekali karya-karya yang tidak bisa masuk definisi itu. Kalau dibilang komik harus berpanel, ada komik yang tidak punya panel. Kalau harus dicetak, ternyata ada komik yang tidak perlu dicetak (online) kan? Yang pasti komik modern itu jadi berkembang berkat industri percetakan dan numpang perkembangan media-media yang dibaca orang banyak lain (surat kabar, majalah, etc). Jadi kalau ada yang bilang kalau ukiyo-e Jepang, relief candi, itu tidak termasuk komik modern, dan sebenarnya tidak termasuk komik juga. Tapi ini masalah lain yang juga banyak jadi perdebatan.

Selagi berbincang soal komik modern, komik modern Jepang dimulai sekitar tahun 1881 berupa komik panel 6 panel di majalah mingguan, mungkin mirip seperti kita tahun 1931, Put-On di koran Sin-Po. Sebelum mereka pasti ada pendahulunya, tapi mereka jadi pionir-lah karena paling dikenal. Mereka juga awalnya niru format komik luar negeri. Pada tahun 1969 ada komikus terkenal Jepang, Osamu Tezuka yang memprakarsai panel di karyanya "Shin-Takarajima" dimana gerakan-gerakan digambarkan dengan banyak panel detail sehingga kita bisa merasakan gerakan itu sendiri. Jadi kalau komik-komik selama itu pada waktu itu digambarkan adegan per panel, Tezuka membuat istilahnya, detik/detail/gerakan per panel, seperti storyboard film dan inilah yang dikembangkan oleh Jepang sehingga mereka membuat "perkembangan" panel yang berbeda dari komik-komik negeri lain. Pada akhirnya, ini juga akhirnya diadaptasi oleh negara-negara lain sekarang.

Soal detail per panel itu sendirinya padahal sudah dimulai pada sebelum Perang Dunia II, misalnya bisa dilihat dari karyanya Ooshiro Noboru yang judulnya "Kisha Ryokou," tapi ingatan soal karya-karya semacam ini entah hilang karena perang, atau sebenarnya dikembangkan kembali sampai mencapai kematangan pada saat Osamu Tezuka membuat Shin-Takarajima, kita masih belum tahu; karena ini masih jadi perdebatan di kalangan akademia komik di sini.

Ngomong-ngomong soal komik modern, di Jepang ada ahli komik yang ngomong kalau sekarang komik Jepang udah masuk post-modern, istilahnya sih komik sekarang udah dinilai dengan model database. Jadinya sekarang orisinalitas hampir tidak ada karena semuanya sudah pernah di-cover. Jadi kalau orang bikin komik sekarang adalah model membuat ulang dari database yang sudah ada. Misalnya gini deh, komik action robot. Ada tokoh hero, ada tokoh heroin, ada tokoh cerdik/intelegen yang membantu hero, ada tokoh antagonis, robot-nya nanti dipecah jadi 5 yang dikendarai oleh karakter2 lain, dengan perkembangan konflik yang sudah berpola yang jadi pengetahuan umum penontonnya juga. Jadi semua itu kayak sudah bermodel yang tinggal diisi kolom-kolom kosong. Sebenarnya komik-komik itu pada umumnya juga udah masuk zaman post-modern ini. Tapi kalau dibahas jadi panjang so I'll just leave it like this :D

Saat jumlah halaman untuk majalah komik diperbanyak & saat mata mulai berbintang
Soal halaman diperbanyak itu sebenarnya gue denger di dalam kuliah. Gue gak tahu sumber lengkapnya, jadi waktu itu narasumber mengatakan kalau Osamu Tezuka membuat Shin-Takarajima ada hubungannya dengan harga kertas menurun dan jumlah halaman majalah komik diperbanyak, jadi dia juga sengaja membuat panel-panel detail itu untuk menghabiskan tempat kosong di kertas. Karena gue belon pernah ngeliat sumber tertulis tentang ini, gue jadi mikir kalau itu hanya spekulasi dari narasumber gue. Walaupun sebenarnya sah sih.

Soal mata berbintang itu, buku tentang itu lupa gue taruh di mana, jadi gue gak berani ngomong banyak dulu.

Mengglobalnya Komik Jepang dan reaksi Perancis yang menganggap style komik Jepang sebagai ancaman (Karena di balik globalisasi budaya negara lain ada muatan terselubungnya! orz)

Mengglobalnya komik Jepang yah? Interesting...

Oke kalau gitu aku mulai dari prolognya dulu yah... Dulu, juga komik Eropa dan Amerika sangat menyebar ke mana-mana. Istilah kartun sendiri dimulai di London tahun 1840-an, karena orang-orang Inggris membikin sketsa-sketsa di atas "karton" (cartoon, baca: kartun) untuk mengkritik pemerintah Inggris. Terus kartun ini menyebar akhirnya ke Amerika, setelah lama jadi komik yang kemudian disebarkan ke berbagai negara-negara bersama-sama dengan kebudayaan Amerika (yang adalah negara impian pada zaman itu), akhirnya (dan ironisnya) masuk ke Eropa lagi. Komik itu juga akhirnya diadaptasi di Jepang, dan juga ke Indonesia (lewat Belanda, yang waktu itu ngejajah kita).

Di Jepang komik bisa ada karena globalisasi komik Amerika, yang bermula dari globalisasi komik Eropa. (Dan sekarang kedua negara itu terkena globalisasi komik Jepang juga).

Ada banyak spekulasi kenapa komik Jepang bisa mengglobal. Ada pendapat menarik dari seorang sosiologis namanya Iwabuchi Kouichi yang nulis kalau alasannya karena populasi orang Asia tersebar di seluruh dunia, mereka mendambakan sesuatu yang oriental (apalagi di tengah-tengah maraknya globalisasi barat dan westernisasi setelah kemenangan Sekutu di pasca perang dunia II. Mereka menemukan itu di komik Jepang yang banyak diekspor ke luar negeri, terutama pada sekitar tahun 1980-an. Sebenarnya Jepang sendiri sedang menggalakkan ekspor komik ataupun barang-barang kultural itu (seperti drama Jepang: Oshin, Tokyo Love Story, musik Jepang), demi memperbaiki namanya terutama di negara-negara bekas jajahannya. Mereka menggalakkan ekspor ini karena kerja sama dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mereka dan Japan Foundation yang punya stasiun di setiap negara di luar negeri, juga NHK International. Yang membuat ekspor ini sukses, gampang diterima oleh orang-orang di luar negeri adalah bahwa apa yang mereka jual ke luar negeri ini adalah yang tidak berbau lokal Jepang, tetapi yang Iwabuchi bilang sebagai produk-produk "odorless" yang bisa diterima oleh semua orang, atau produk-produk yang berbau "oriental" secara umum supaya bisa diterima oleh orang Asia secara umum. Misalnya yang masuk Indonesia pertama kali dan sukses justru Candy-Candy yang settingnya di Amerika dan Eropa. Atau yang punya konflik-konflik umum yang bisa dicerna oleh semua orang Asia. Misalnya Oshin, yang adalah cewek, dari kecil bantu keluarga, jadi istri orang, jadi ibu, yang mungkin sewarna sama penonton-penontonnya ibu-ibu Asia saat itu. Dia bukan tipe cewek didikan feminisme barat seperti yang populer di drama Barat pada masa itu (misalnya Charlie's Angels). Komik Jepang juga ikut dalam boom culture Jepang ini.

Dan, produk-produk ini juga diterima dari Amerika dan Eropa karena dibaca oleh imigran Asia yang banyak di negara itu, atau orang-orang yang melihat sesuatu yang baru, yang berbeda dari apa yang mereka lihat.

Wajar saja kalau orang Perancis takut, karena budaya luar ini adalah invasi "soft power," yang berbeda dengan invasi militer atau politik; dan lebih berbahaya (hahaha) karena yang menerima juga menerimanya dengan senang hati. Ketakutan ini dialami kok oleh orang Cina dan Korea. Mereka yang termasuk dalam generasi yang merasakan penjajahan Jepang, merasa ngeri, takut, dan marah karena anak-anak mereka justru lebih suka produk Jepang.

Tapi, yang harus orang Perancis itu ingat, bahwa kebudayaan itu berkembang. Dan daya tahan kebudayaan itu justru semakin berkembang dan diperkuat karena pengaruh kebudayaan lain; karena mereka melihat, meniru, dan kemudian berupaya melebihi kebudayaan itu. Kalau dilihat dari asal-usulnya lagi, komik Jepang juga jadi seperti ini berkat prakarsa komik Inggris yang bikin kartun. Mereka saling mengasimilasi, berkreasi dan kembali mengekspor itu ke tempat yang lain. Jadi kalau kita lihat, budaya global itu seperti dialog antara satu negara dan negara yang lain, dan yang paling beruntung adalah mereka yang bersosialisasi lebih banyak dengan berbagai kebudayaan global, bukan mereka yang diem saja dan ngomong soal diri sendiri dan tradisi pribadi. Sama seperti sosialisasi manusia biasalah, met. Seperti budaya Jepang, kalau mau menghampiri orang lain, yang baiklah mulai dengan ngomong dengan topik yang sama-sama tahu.
Previous post Next post
Up