Memories Of Halloween

Oct 28, 2011 12:19



Akan ada sinar mentari hangat di pagi hari setelah malam yang gelap dan dingin.

Hallowen selalu mengingatkan Nino pada hari-hari ketika ia dirawat di rumah sakit, lima belas tahun yang lalu.

Ketika itu ia berumur 10 tahun, kurus kering, pucat, dan kesepian. Karena ia terlalu sering dirawat di rumah sakit dan sering pindah sekolah, tak ada teman sekelas yang mau menjadi temannya. Jadi, game merupakan satu-satunya teman bermain dan berbicara selain ibunya.

Kali ini, ibunya harus konser di Amerika, dia terpaksa dititipkan pada Neneknya. Sebenarnya dia paling benci  harus tinggal bersama Neneknya. Selain karena rumah neneknya terletak di sebuah kota yang jauh dari Tokyo, di rumah neneknya hanya ada televisi biasa dan tidak  VCD player, sehingga ia tidak bisa main game.

Dan hal yang paling menyedihkan lagi adalah asma nya kambuh saat itu. Sehingga neneknya harus membawanya untuk dirawat di rumah sakit setempat. Sebenarnya ia paling senang ketika harus dirawat di rumah sakit, karena ia bisa main game sepuasnya tanpa harus pergi ke sekolah di kamar VVIP yang luas dengan para suster yang cantik dan baik.,

Tapi, di rumah sakit ini hanya ada suster-suster setengah baya yang menakutkan, kamar yang sempit dan dia ditempatkan di ruang khusus anak-anak, dimana dia harus berbagi kamar dengan orang lain. Dia sempat protes pada neneknya untuk mengganti dengan kamar yang lebih luas dan sendirian. Tapi, neneknya tidak punya uang sebanyak ibunya yang seorang pianis terkenal.,

Dia terpaksa menerima nasibnya dan berdoa supaya ibunya cepat kembali.

Ada seorang anak kecil, berambut hitam lurus, mata kecil dan pipi chubby yang mengintip ke tempat tidurnya yang hanya dibatasi gorden dengan tempat tidur yang lain, hari itu…

“Kamu pasti anak baru ya,, aku belum pernah lihat” tanyanya dengan mata antusias, dan mulut sedikit terbuka. Ekspresinya saja sudah membuat Nino malas menjawab pertanyaannya. Dia hanya diam, pura-pura tidak mendengarkan dan terus bermain game boy.

“Hei! Aku bertanya padamu!” anak itu berkata dan mencibir padanya.,

“Ya. Aku baru disini, memangnya kenapa?” Nino menjawab dengan suara acuh.,

“Hehe.. kenalkan, Namaku Ohno satoshi” Anak itu mengulurkan tangannya pada Nino.

Nino tertegun, tidak pernah ada yang mengulurkan tangan padanya untuk berkenalan. Dia menyambut tangan anak itu.,

“Ninomiya kazunari” jawabnya dengan malu.

“Panggil aja aku Satoshi, panggil kamu apa?” tanyanya antusias, dan naik ke tempat tidur Nino, sehingga mereka sekarang duduk berhadapan.

“Ni-Nino”

“Nino? Namamu lucu juga ya,, kayak nama orang luar negeri” katanya dengan ceria.

Nino terpana pada suara ceria dan senyum yang menghias pipi chubby-nya.

“Kamu sakit apa?”

“Asma.,”

“Oh,, aku tahu, pasti papamu atau mamamu punya asma juga kan? Soalnya kata papaku, anak yang kena asma, biasanya keturunan papa atau mamanya”

“aku nggak punya papa” jawab Nino sedih.

Anak itu menatap Nino dengan pandangan khawatir dan simpati., dia memegang kedua pundak Nino dengan tangannya.

“Kalau begitu, aku akan bagi papa aku dengan kamu! Soalnya papa ku papa paling baik sedunia.” katanya dengan ceria,

Nino mengangguk senang. Baru kali ini ada anak yang mau membagi papanya dengan Nino. Dia tersenyum lebar pada anak itu.

“Satoshi, mendingan kamu jangan main ama dia, dia kan kena sakit asma, asma itu menular lho” kata seorang anak lain yang dirawat di kamar yang sama dengan Nino, tempat tidurnya di depan tempat tidur Nino.

“Kata siapa asma itu menular? Nggak menular kok” Nino berusaha membela diri.,

“Buktinya kamu kena asma gara-gara orangtua kamu, berarti asma itu kan menular., ya, nggak?” kata seorang anak lain yang tempat tidurnya di sebelahNino.

Nino merasa sedih dan takut kalau Satoshi tidak jadi berteman dengannya.,

“Kata papa aku asma nggak menular kok, ga apa apa Nino. Aku akan tetap temenan sama kamu” Kata Satoshi meyakinkannya dan tersenyum

Nino mengangguk dan  tersenyum lebar pada Satoshi, mencibir pada dua anak lain yang mengejeknya.,

“Satoshi, sudah saatnya pulang. Mama mencarimu” Tiba-tiba seorang pria yang berjas putih dan berkacamata menegur Satoshi.,

“Papa!” panggil Satoshi ceria. Turun dari tempat tidur dan berlari memeluk papanya.

Papa? Jadi dokter yang merawatku selama ini adalah papa Satoshi? Tanya Nino dalam hati.,

“Papa, aku punya teman baru, namanya Nino” ujarnya ceria pada papanya.

“Iya, papa tahu, sekarang pulang dulu ya, mama mencarimu” kata dr.Ohno mengusap kepala putranya dengan sayang. Sejenak, Nino merasa iri pada Satoshi, karena ia tidak punya papa.

Satoshi berlari kembali ke tempat tidur Nino dan berkata
“Nino, aku pulang dulu ya, besok aku datang lagi, dan jangan khawatir, aku tetap teman kamu.. Bye bye”

Nino tiba-tiba teringat pada perkataan Satoshi sebelumnya.,
“Ta-tadi kamu bilang, kamu mau membagi papamu dengan aku?”

“Tentu saja! Iya kan papa? Papa bisa jadi papa Nino juga kan?” Tanya Satoshi antusias. Dada Nino berdegup kencang mendengar jawaban dr.Ohno

“Tentu saja” jawab papa Satoshi dengan senyum lebar. Mengusap dan mengacak-acak kepala Nino.

Nino merasa sangat senang, walau Satoshi hanya membagi papanya dengannya, tapi hal itu sangat berarti buat Nino. Mereka berteman baik, dan Satoshi mengunjungi Nino setiap hari, dr.Ohno pun sangat perhatian dan ramah padanya

***

“Hei, tahu tidak, besok kan hallowen.,” Kata Satoshi suatu hari, ketika mengunjungi tempat  tidur  Nino lagi.

“Aku benci hallowen” Jawab Nino cemberut.

“Lho, Kenapa? Anak-anak disini biasanya merayakan hallowen dengan senang, karena kami akan memakai kepala labu atau kostum drakula dan berkeliling setiap rumah untuk minta permen”

“A-aku takut sama hantu dan gelap” jawab Nino malu, Satoshi menatapnya dengan mulut melongo

“Ka-katanya kalau Hallowen, semua hantu keluar ya? Aku takut banget”  tambah Nino dengan wajah pucat

“Kalau begitu, kita tidak usah merayakan hallowen., dan malam ini aku akan minta ijin sama papa untuk tidur sama kamu, gimana? Boleh kan?” Tanya Satoshi antusias

“I-iya kalau boleh” jawab Nino malu, baru kali ini ada teman yang ingin tidur bersamanya

“Okeh, kalau begitu” kata Satoshi ceria. Mereka meneruskan bercakap-cakap, kadang-kadang Nino akan memainkan game boy nya dan Satoshi akan menonton dari balik bahu Nino dengan antusias,  memberi Nino semangat untuk menghancurkan monster dalam game tersebut.

Akhirnya malam tiba, dan Satoshi diperbolehkan menginap bersama Nino. Nino merasa sangat lega, karena dua anak yang dirawat bersamanya sudah pulang dan ia hanya sendiri di kamar.,

Mereka tidur berdampingan di tempat tidur Nino. Satoshi menceritakan kejadian sehari-harinya di sekolah dengan ceria dan Nino mendengarkan dengan antusias.,

Tiba-tiba, Satoshi ingin ke kamar mandi.,

“Ta-tapi,,,” kata Nino ragu-ragu

“Nggak apa-apa.,, aku segera kembali” katanya, turun dari tempat tidur dan berlari keluar kamar.,

Nino menggigil, tapi dia menguatkan hatinya.,

Tiba-tiba lampu kamarnya mati dan semua menjadi gelap. Nino merasa ketakutan dan ingin berteriak, tapi dia tidak ingin terlihat penakut, jadi dia berusaha pelan-pelan bangkit dari tempat tidurnya untuk memanggil suster.,

Sejenak, ada suara-suara langkah kaki mendekatinya.,

“Sa-satoshi?” tanyanya ketakutan.,,

Lantai rumah sakit terasa sangat dingin dan Nino menggigil di balik piyamanya yang tipis.  Jantungnya berdegup sangat kencang. Rasanya seperti akan copot dari tubuhnya.,

Langkah-langkah kaki tersebut semakin mendekatinya..,,

“Si-siapa?” Tanya nya dengan suara hampir menjerit, tapi ia terlalu takut untuk berteriak. Ia melangkah mundur, dan menabrak meja dibelakangnya., langkah-langkah kaki semakin mendekat

“Si-siapa disitu” tanyanya lagi, dengan suara terisak hampir menangis. Ia merasa sangat ketakutan.,

Tiba-tiba ada kepala labu yang bercahaya mendekatinya, Nino membelalakkan matanya, tapi ia tidak punya suara untuk berteriak.,

Kepala labu yang bercahaya tersebut tidak punya kaki dan lengan, hanya kepala saja, Nino merasakan aliran dingin di sekujur tubuhnya dan wajahnya sangat pucat, ketika kepala labu tersebut semakin mendekat, ia tidak punya pilihan lain selain berteriak sekencang-kencangnya.

“WAaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa” Teriaknya.

Tiba-tiba lampu menyala. Dan kepala labu tersebut ternyata mempunyai lengan, kaki dan tinggi yang hampir sama dengannya.,

Disebelah kepala labu, ada drakula kecil yang mempunyai taring dan berpakaian hitam-hitam. Nino mengenalinya sebagai salah satu anak yang dirawat bersamanya kemarin. Si kepala labu membuka kepala labunya dan terlihat wajah anak yang satunya lagi yang dirawat bersamanya juga.,

Mereka menertawakannya.

“Hei! Apa yang kalian lakukan pada Nino?” tiba-tiba Satoshi datang.,

“Haha., Satoshi, kau harus lihat wajahnya yang ketakutan tadi sangat lucu” kata salah satu anak tersebut.,

“Pergi kalian! Kalian sudah menjahati Nino” Satoshi berkata pada mereka.,

“Apa sih, Satoshi? Kita kan cuma bercanda” jawab anak tersebut

“Tapi Nino sudah hampir menangis gara-gara kalian” Jawab Satoshi ketus

“Itu kan karena dia pengecut,, hahahaha” mereka menertawakan Nino lagi

Tiba-tiba Satoshi mendorong anak yang berkepala labu sampai jatuh.,

“Jangan menganggu Nino lagi,,!” katanya sambil berteriak

Anak berkepala labu menangis, dan temannya menyeretnya keluar dari kamar rawat.,

“Kamu nggak apa-apa?” Tanya Satoshi, menatap lekat-lekat wajah Nino.,

Nino merasa sangat lega, hingga ia akhirnya memeluk Satoshi dan menangis di pundaknya.,

“A-aku tadi ta-takut banget.. hiks…” tangisnya..

“Sudah, sudah nggak apa-apa.  Ayo kita tidur sekarang” ajak Satoshi, mengusap punggung Nino.,

“Ma-makasih ya udah nolongin aku” kata Nino dengan mata penuh airmata. Satoshi tersenyum, mengusap airmatanya. Menariknya untuk naik ke tempat tidur

Mereka berdua akhirnya naik ke tempat tidur.

“Tenang saja, malam ini aku akan menemanu kamu” kata Satoshi tersenyum lebar, membaringkan badannya disebelah Nino yang masih duduk di tempat tidur

“Ma-mau nggak peluk aku,, A-aku takut banget” Tanya Nino memohon

“Oke” jawab Satoshi.

Nino membaringkan badannya, dan memeluk pinggang Satoshi erat-erat. Satoshi menenangkan Nino yang masih terisak-isak.

“Satoshi, apa kamu takut gelap?” Tanya Nino setelah ia tenang.

“Nggak.”

“Kenapa?”

“Karena kata papaku, akan ada sinar mentari hangat di pagi hari setelah malam yang gelap dan dingin. Jadi, kita nggak perlu takut gelap, karena kalau nggak ada gelap, maka sinar matahari pagi pun nggak akan ada”

“Ooh..,”

“Nino, aku janji, kalau aku besar nanti, aku akan jadi dokter seperti papa dan aku akan menyembuhkan kamu”  kata Satoshi menatap mata Nino lekat-lekat.,

“Aku juga janji untuk nggak akan takut gelap lagi, dan aku akan menjadi anak yang kuat” Balas Nino

Mereka berdua tersenyum lebar,., dan tidur saling berpelukan sampai esok pagi.,

Tetapi, esok pagi Ibu Nino datang, dan Nino harus kembali ke Tokyo. Nino menangis meraung-raung tidak ingin pulang dan ingin terus bersama Satoshi. Tetapi ibunya bersikeras mereka harus pulang ke Tokyo.

Pada hari kepulangan Nino, Satoshi berkata.,

“Kalau besar nanti, aku akan jadi datang menemui Nino dan akan menikah dengan Nino agar kita terus bersama selamanya,,”

“Janji yaa” Kata Nino dengan penuh airmata.,

“Janji!” Ucap Satoshi.,

Tapi Satoshi tidak tahu alamat Nino, dan Nino pun tidak pernah kembali lagi ke kota itu.,

***
Sudah lima belas tahun berlalu, namun kenangan itu masih membekas di hati Nino. Satoshi adalah teman pertama dan cinta pertamanya.

Nino sekarang sudah berumur 25 tahun dan sudah menjadi pianis yang terkenal seperti ibunya. Walau dia masih kurus, pucat dan kesepian. Tetapi ada satu hal yang berbeda dari dirinya. Nino tidak takut gelap lagi dan dia sudah memenuhi janjinya pada Satoshi untuk menjadi anak yang kuat.,

Tapi Satoshi belum memenuhi janjinya untuk menemui Nino lagi.,

Terkadang Nino merasa sedih dan berfikir mungkin Satoshi sudah melupakannya. Mungkin Satoshi sudah punya pacar dan Nino bukan hal yang penting untuk diingat. Dan ketika Nino memikirkan kemungkinan tersebut, hatinya akan sedih dan dia akan mengurung diri di kamarnya, mematikan lampu kamar, dan menyalakan sebuah lampu meja yang berbentuk kepala labu hallowen yang punya mata segitiga, hidung bulat dan mulut bergerigi.

Bola lampu itu mengingatkan Nino pada Satoshi. Saat Satoshi menyelamatkannya dari anak-anak yang menganggunya.

Dan saat hampir hallowen, Nino akan memaksakan diri, berpura-pura kalau asmanya kambuh, agar dia dirawat di rumah sakit. Karena Nino menikmati suasana rumah sakit dan bola lampu kepala labu di samping tempat tidurnya.

Begitupun hari ini, karena besok adalah hari hallowen, Nino berkata pada ibunya bahwa dia merasakan sesak nafas, sehingga ibunya membawanya ke rumah sakit.,

“Ada apa sih, Kazunari? Seingat mama, asma mu selalu kambuh di bulan Oktober? Ada sesuatu yang kamu sembunyikan dari mama?” Tanya ibunya curiga, setelah ia mendapat tempat tidur di ruang VVIP dan telah berbaring dengan menggunakan piyama rumah sakit

“Nggak ada kok ma,” jawabnya, membalikkan badan membelakangi ibunya, takut ketahuan kalau ia berbohong

“Baiklah. Mama harus menghadiri konser di Hongkong besok, nggak apa-apa kan?”

“Nggak apa-apa Ma, aku kan bukan anak kecil lagi” jawab Nino. Terkadang Nino sebal dengan sifat overprotektif Ibunya yang kelewat batas. Dia kan bukan anak kecil lagi, dan sudah menjadi pria dewasa (setidaknya begitu pikir Nino).

“OK, kalau begitu, mama tinggal ya”

Dan pintu kamar tertutup dengan suara “klik” meninggalkan Nino sendirian dengan bola lampu kepala labunya. Kali ini Nino tidak takut lagi sendirian. Ia mengusap kepala labu, dan mengingat kembali memori-memori yang menyenangkan saat bersama Satoshi.Satoshi dengan pipinya yang chubby, mata yang selalu ngantuk, hidung mancung kecil dan bibir tipis penuh senyuman.

“Selamat Malam, Ninomiya-san. Saya dokter yang merawat anda”  sebuah suara terdengar di belakang Nino, tetapi dia tidak membalikkan badan hanya mengucapkan  “hmm” sambil terus menatap si kepala labu.

“Ehem, Ninomiya-san?” si dokter berusaha menarik perhatian pasiennya.,

Nino membalikkan tubuhnya dengan malas, dan melihat wajah seorang pria muda yang rambutnya di spike berwarna coklat, pipi chubby dan senyum lebar. Nino merasa pernah melihat pria ini.,

“Kamu nggak berubah ya, tetap kurus dan manja” ujarnya dengan senyum kecil menggoda.,

Apa tadi katanya? Nggak berubah? Nino berusaha mencerna., Tunggu, pipi chubby, senyum lebar, mata yang selalu terlihat mengantuk, hidung kecil dan mancung,…..

“Sa-satoshi?” Tanyanya dengan kaget, bangun hingga duduk di tempat tidurnya.,

“Iya. Ini aku,” Jawabnya dengan senyum lebar dan duduk di pinggir tempat tidur Nino.

“Ka-kamu Satoshi?” Tanya Nino hampir tidak pecaya, ia menatap lagi wajah itu, berusaha meyakinkan diri kalau ia tidak salah. Satoshi hanya mengangguk dan  tersenyum.

Nino merasakan perasaan antara bahagia dan kesal campur aduk., dia berbaring lagi di tempat tidur dan membalikan badannya membelakangi Satoshi

“Kamu tidak menepati janji, katanya kamu akan menemui aku?”  gumannya dengan suara kesal.

“Maaf, aku nggak bisa menemui kamu, karena aku harus berjuang menepati janji aku untuk menjadi dokter seperti papa”

“Ta-tapi setidaknya kamu kirim surat atau menelpon aku,, aku kan jadi berfikir kalau kamu sudah melupakan aku” Kini Nino sudah terisak,.

“Hey,,jangan menangis, Maaf ya aku nggak kirim surat atau menelpon kamu, tapi aku nggak  pernah lupa sama kamu” Kata Satoshi, dia berusaha membalikkan Nino supaya berhadapan dengannya, tapi Nino menolak.

“Bohong! Kalau kamu nggak lupa, harusnya kamu berusaha menghubungi aku” kata Nino dengan suara terisak

“Aku minta maaf. Sekarang boleh aku liat wajah kamu, udah lima belas tahun lho, aku nggak liat kamu” Ujar Satoshi menggoda.,

“Nggak!” kata Nino, tapi dia tidak menolak saat Satoshi membalikkan badannya, menariknya hingga duduk dan memeluknya erat.,

“Aku kangen banget sama kamu” Ujarnya. Nino melingkarkan lengannya di pinggang Satoshi, menikmati pelukan yang selama ini dia rindukan.,

“Kamu tetap kurus aja ya”

“Berhenti mengatai aku kurus!”

“Tapi tambah imut dan manis”

Muka Nino memerah

“Aku bukan cewek, apanya yang imut dan manis” Ujarnya ketus.

Satoshi menarik pelukannya dan menatap lekat-lekat ke dalam mata Nino.

“Ingat nggak, janji aku satu lagi padamu?” tanyanya

“Apa?” Nino berusaha mengingat

“Bahwa aku akan menikahi kamu agar kita bisa bersama selamanya”

“Tapi kita nggak bisa menikah, kita kan sama-sama cowok” Nino menggigit bibirnya, khawatir Satoshi akan mengubah pikirannya.,

“Kalau begitu, kamu mau kan bersama dengan aku selamanya, karena aku telah jatuh cinta padamu sejak dulu” Ujar Satoshi.,

Nino merasa pipinya memerah dan ia menunduk malu, tidak tahu harus berkata apa.,

“Hey, tidak mau jawab pertanyaanku?” Satoshi memegang dagunya, menaikkan wajah Nino dan menatap matanya.,

“Te-tentu saja aku mau,, karena aku juga telah jatuh cinta padamu,, sejak dulu” jawabnya dengan pipi yang memerah jambu.,

“Oke, kalau begitu kita akan bersama selamanya” Kata Satoshi, mencium bibir Nino dengan lembut dan memeluknya dengan erat.

Sangat erat.,

Nino merasa nyaman dan bahagia dalam pelukan Satoshi,  bersyukur bahwa orang yang selama ini ia rindukan telah kembali ke dalam pelukannya lagi.

“Jadi, kenapa kamu berbohong, pura-pura sakit asma sampai dirawat di rumah sakit, pake bawa-bawa bola lampu segala?” Tanya Satoshi, masih dalam pelukan Nino

“Jangan merusak suasana deh!” Ujar Nino, memukul lembut pundak Satoshi.,

Satoshi tertawa dan Nino ikut tertawa bersamanya. Hallowen kali ini dan selanjutnya ia akan selalu bersama Satoshi, karena Satoshi adalah sinar mentari pagi nya setelah malam yang gelap dan dingin.

The End.

* lomba fanfic

Previous post Next post
Up