Oct 28, 2011 12:17
Sudah hampir jam setengah 4 sore sebelum akhirnya Yuto menyadari bahwa ia belum meminjam satu buku ceritapun di perpustakaan sekolah untuk tugas Bahasa Jepangnya. Jika bukan karena perintah Ueto sensei, ia sudah pasti tidak akan mau menyeret kakinya menuju perpustakaan untuk meminjam buku kuno yang sebagian besar pengarangnya bahkan sudah meninggal dunia.
Yuto sampai di perpustakaan tepat 15 menit sebelum tutup. Ia memilih ke rak bagian ‘Novel’ yang berada di ujung barisan. Yuto menyempatkan diri untuk membaca sekilas cerita novel yang berada di belakang sampul buku. Tetapi kenyataannya tidak ada satu bukupun yang menarik minatnya. Maka ia memutuskan untuk mengambil novel paling lusuh yang ditempatkan diantara 2 novel super tebal yang menyamai dengan kamus bahasa Inggrisnya, berharap bahwa mungkin saja Ueto sensei belum membaca novel ini mengingat betapa lusuh dan jeleknya cover novel sehingga ia tidak perlu membaca seluruh halamannya dan mengarang sebagian besar tugas resensi novelnya nanti.
****
Halloween hampir tiba, begitu juga tugas 3 mata pelajarannya yang semakin mendekati deadline. Tepat sekali tanggal 30 Oktober, tepat di malam Halloween dimana sebagian besar teman satu komplek rumahnya memutuskan untuk berkeliling, meraung-raung meminta permen.
Jauh-jauh hari ia sudah menyiapkan segalanya untuk hari Halloween nanti.
Lampu buah labu yang berpijar suram, persis seperti di film-film horor Hollywood. Yuto bahkan sudah menyiapkan kostum horornya, yang adalah Yatterman dengan lumuran darah palsu, lengkap dengan robekan-robekan cacatnya. Ia sebetulnya tidak yakin dengan kostumnya ini. Tahun kemarin ia memakai kostum SAW dan kakak perempuannya dengan tega memukulnya dengan pukulan kasti saat Yuto mendatangi kamarnya tiba-tiba.
Ia memutuskan memakai kostum yang lebih Jepang dan normal dibanding harus menderita luka-luka dan lebam seperti tahun lalu.
“Yutooooo! Tidur!”
“Hmph?”Yuto menyahut malas.
Meskipun menguap, ia masih ada pekerjaan malam ini - membaca novel pinjamannya.
“Hey anak SMP!”kakaknya berteriak, muncul dari balik pintu kamar Yuto yang tidak terkunci,”Tidur!”
“Hee…,”Yuto memandang kakaknya dengan mata hampir tewas, rasa kantuknya hampir tak tertahankan,”Aku masih ada pekerjaan rumah. Tidak apa-apa. Masih jam 10 malam,”Yuto beralasan.
“Begitukah?”kakanya memandangnya khawatir.
“Um!”Yuto mengangguk, bersikeras melawan rasa kantuknya,”Tidak apa-apa, onni-chan!”
Kakaknya mengangguk setuju. Ia kemudian menutup pintu kamar Yuto perlahan.
Yuto duduk di kursinyanya yang menghadap ke jendela. Memandang pemandangan malam dengan angin menyejukkan di musim gugur membuat rasa kantuknya semakin menjadi-jadi. Tetapi taget tetaplah target. Meskipun benci, Yuto adalah orang yang berdedikasi tinggi terhadap apapun yang dikerjakan dan ditargetkannya. Menurut targetnya, ia harus selesai selama 3 hari ini untuk membaca dan membuat resensi novel. Jadilah ia yang baru saja menyelesaikan tugas matematikanya segera melanjutkan targetnya.
****
“Hey hey..kalau tidur jangan di kursi…”
Yuto membuka matanya perlahan. Ia melihat kakaknya berada tepat di hadapannya. Keringat dingin mengucur dari dahinya, ekspresi wajahnya tampak luar biasa ketakutan.
“Ada apa?”tanya kakaknya khawatir seraya menunduk memandang adiknya,”Kau hampir melompat dari tempat dudukmu saat kutepuk bahumu tadi. Kau seperti sedang dikejar-kejar..”
“Iya! Aku dikejar-kejar geisha itu kak!”seru Yuto panik, menggoncang-goncangkan bahu kakaknya kasar,”..geisha..atau hantu…! Entahlah! Wajahnya putih pucat! Hiiii…!!!”
Yuto tampak terpukul. Ia menutup mukanya sendiri, menggelengkan kepalanya ngeri.
Kejadian itu terlalu nyata untuk Yuto. Seperti nyata lebih tepatnya.
Ia..entah bagaimana caranya ia berada di sebuah kota, memakai baju seragam pasuka Jepang zaman dahulu, zaman Samurai. Kemudian ia melawan banyak orang, membunuh belasan battalion, dikejar-kejar wanita cantik yang kemudian menjulurkan lidah yang memiliki panjang ratusan meter, membuatnya lari tunggang langgang..
“Aku sedang mengerjakan tugas skripsiku dank kau tiba-tiba berteriak,”kakaknya menjelaskan,”Dan ini pertama kalinya kau tidak mengunci pintu kan?”
Yuto melirik pintunya sekilas. Ia lupa menguncinya. Ia terlalu sibuk membaca novelnya. Kepalanya masih pusing untuk memberi alasan pada kakaknya. Ia masih belum bisa berfikir normal sepenuhnya..
“Yuto sayaaaang,”kakaknya mengambil novelnya yang terjatuh,”Lihat?Ini pasti gara-gara isi novel ini ya?”
Yuto menelan ludahnya dalam. Melihat profil novel itu yang sekarang sedang digantungkan kakaknya dengan tangan kanan.
“Kapan tugas ini dikumpulkan?”tanya kakaknya.
“Se…seminggu lagi,”jawab Yuto lemah, separuh jiwanya masih pergi entah kemana, ia merasa belum sepenuhnya sadar.
“Seminggu?”kakaknya meloto tak percaya,”Terlalu! Sebaiknya kau tidur!”kakaknya berteriak galak,”..aku akan membantumu menyelesaikannya kalau begitu!”
Yuto tampak berbesar hati mendengar kakaknya. Fakta bahwa ia akan dibantu oleh kakaknya yang gemar membaca novel membuatnya lega. Ia menuruti kakaknya untuk pergi tidur sekarang.
Yuto menutup matanya, bersamaan dengan kakaknya yang menutup pintu.
Yuto tersenyum kecil. Ia punya rencana lain..
*****
Keesokan harinya Yuto kembali ke perpustakaan. Niatnya tidak lain adalah meminjam novel yang lain. Bagaimanapun ia beharap akan menemukan novel yang lebih relevan di zamannya, bukan novel terlalu konvensional yang membuatnya keringat dingin dan bermimpi buruk.
Di luar rencananya, tiba-tiba muncul kakak kelas yang ia sukai selama 6 bulan terakhir. Tidak cantik, tetapi cute sekali. Rambutnya hitam sebatas bahu, poninya berantakan..seksi..
Selama ini, Yuto tidak berani menyapanya sekalipun. Ia hanya memandang gadis itu dari kejauhan, menikmati wajahnya yang teduh dan rambut kuncir-kuda-poni berantakan yang membuatnya kadang terlihat menggoda di matanya.
Dia tepat berada di sebelah Yuto ketika Yuto akhirnya menemukan novel terbaru yang telah ia putuskan akan diambilnya untuk pekerjaan rumahnya. Sedangkan novel kuno itu, akan menjadi cadangannya saja.
Yuto belum pernah sedekat ini dengan gadis yang ia sukai. Ia bisa melihat wajahnya yang kecil, bibirnya yang mungil, pinggangnya yang ramping, juga mencium harum parfumnya yang segar dan sporty.
“Konnichiwa, Itano-san!”
Ini..ia tidak tahu apa yang merasukinya. Ia tidak mengerti darimana keberanian itu datang.
Gadis itu terkejut. Ia memandang Yuto bingung. Telunjuknya menunjuk dirinya sendiri dan bibirnya terbuka, seraya berkata pelan.”Watashi?”
“Hai.”
Yuto mencoba untuk tersenyum. Ia hampir kehilangan kontrol saking senangnya. Sudah lama sekali ia menantikan ini..menyapa seniornya yang ia sukai!
Gadis itu mengangguk pelan, tersenyum simpul.
“Konnichiwa…,”ia terhenti, memandang Yuto diam.
“Saya Nakajima Yuto dari kelas 8B,”Yuto memperkenalkan diri, membuatnya semakin tegang.
Gadis itu mengangguk lagi, jelas bahwa ia melakukan ini sekedarnya saja. Di lain pihak, Yuto senang sekali. Tidak henti-hentinya tersenyum riang.
Gadis itu meneruskan mencari buku. Setiap buku ia periksa satu-persatu dengan hati-hati.
Yuto memperhatikannya, tenggelam dalam cinta monyet yang membuat hormon gonadnya berinteraksi lebih cepat dengan berbagai reseptornya.
“Kakak sedang mencari apa?”tanya Yuto, sekuat tenaga membuat suaranya sedewasa mungkin.
“Koleksi novel paling baru,”jawab gadis itu, tanpa memandang Yuto.
“Oh..,”Yuto langsung menyerahkan novel di tangannya,”Ini. Ini koleksi novel terbaru,”katanya tanpa berfikir.
Gadis itu langsung menoleh. Wajahnya sangat cerah saat melihat novel di tangan Yuto.
“Wah!”ia berdecak,”Aku boleh mengambilnya?”tanya gadis itu, memandang Yuto dengan senyum lebar.
“Um!”Yuto mengangguk setuju, kebahagiaan tak terhingga sedang meliputinya,”Tentu saja!”
“Arigatou!”gadis itu berterima kasih, membungkuk rendah pada Yuto yang yakin bahwa ia bisa mati lemas karena terlalu senang dengan momen berharga ini.
Gadis itu kemudian melambai padanya, pergi..
Selama beberapa detik, Yuto berkhayal bahwa Itano Tomomi akan berbalik, memeluknya sebagai tanda terima kasih atau mungkin mereka bisa saling bertukar nomor telefon dan melanjutkan hubungan ke tahap yang lebih serius.
Tetapi..tidak ada yang terjadi. Itano Tomomi tidak kembali padanya. Gadis itu pergi begitu saja tanpa sedikitpun menoleh padanya..
Melihat ini, Yuto akhirnya sadar bahwa yang terjadi sebenarnya adalah Itano Tomomi meninggalkan dirinya yang sekarang juga telah kehilangan satu-satunya Tomomipan resensi novel terbaiknya.
“Kepada pengunjung perpustakaan, diberitahukan bahwa perpustakaan akan tutup 5 menit lagi.”
Terdengar suara Ishikawa sensei menggema, membuat Yuto melenggang lesu kembali mencari novel cadangannya yang lain…
****
Tinggal beberapa hari lagi menjelang Halloween dan Yuto masih tenggelam dalam tugas-tugasnya.
Yuto sangat bersyukur bahwa kakaknya benar-benar membantunya. Bukan hanya dibantu, tetapi kakaknya sendirilah yang menawarkan diri untuk membuat resensi novelnya untuk Yuto.
Yuto sendiri akan membaca novel yang baru saja dipinjamnya. Prinsipnya adalah ‘..bersiaplah untuk hal yang terburuk.’.
Yuto mengambil novelnya dari dalam tas. Novelnya mirip sekali dengan novel sebelumnya yang ia pinjam. Covernya berwarna putih nyaris kuning karena umurnya, dengan gambar samurai yang menyilang. Meskipun begitu, novel yang ini terlihat lebih tua lagi. Tampak kotor tetapi..auranya terkesan lebih berkelas..
Yuto mulai membaca judul novelnya.
“Si Hebat Shogun..,”Yuto bergumam pelan.
(Shogun adalah sebutan pemimpin militer Jepang pada zaman dahulu)
Ia melanjutkan ke halaman selanjutnya. Ia tidak menemukan nama pengarang, penerbit, apalagi undang-undang yang melatarbelakangi peluncuran buku ini. Sungguh aneh. Tetapi mengingat bahwa buku ini kemungkinan terbit pada zaman samurai yang terlihat dari covernya yang bergambar 2 samurai saling menyilang, kemungkinan besar bahwa memang buku ini dibiarkan begitu saja seperti asalnya.
Yuto meneruskan membaca, menemukan chapter pertama dengan tulisan ‘CHAPTER tepat diatas barisan tulisan.
Kedua mata Yuto menuju barisan bawahnya, mulai membaca dalam hati. Disana bertuliskan prolog sebagai acuan petunjuk buku ini.
‘Tertidurlah engkau bersama keindahan kata dan kemurnian cerita didalamnya..’
‘Shogun terakhir tidak pernah mati. Setiap keping darahnya hidup dalam setiap bagian terkecil ksatrianya..’
Yuto merasa sedang membaca buku sejarahnya dalam versi puitis yang mendayu-dayu versi Ueto sensei.
‘Perjuangannya tidak akan pernah padam sampai punah musuhnya..’
Yuto mengernyitkan dahi, sebelah alisnya naik.
Menurutnya, prolognya sangat bias. Ia tidak mengerti visi dan misi mulai dari prolog. Ia tidak terlalu mengingat bagaimana cerita kuranbuku pertamanya. Yang ia ingat adalah mimpi buruknya. Ia hanya membaca dari setengah halaman, kemudian tertidur. Tetapi ia sama sekali tidak menyesalinya karena pada akhirnya kakaknyalah yang akan mengerjakan tugas resensinya.
Yuto membalik bukunya, menuju halaman terakhir.
“Peminjam terakhir bernama Nakajima Keito,”ia membaca sebuah nama yang berada diatas namanya,”Wah..sudah hampir 5 tahun yang lalu,”gumamnya.
Yuto kembali meneruskan membaca, kembali menju halaman awal. Ia lanjut membaca kata demi kata. Lambat tapi pasti, ia akhirnya tenggelam dalam ceritanya. Meskipun tidak lebih dari 100 halaman, Yuto merasa bahwa jalan ceritanya berlangsung sangat lama. Plotnyapun agak tidak jelas dan tidak berjalan sebagaimana dengan apa yang biasa ditemukan di cerita-cerita pada umumnya.
‘Mati, hidup, dan mimpi’ adalah chapter terakhir yang diselesaikannya sebelum rasa kantuk memanggilnya, membuatnya kembali tertidur dalam posisi yang sama, persis seperti beberapa hari yang lalu saat ia membaca novel pasangannya...
Dia..sekali lagi bermimpi.
Entah darimana ia tiba-tiba berada di depan gerbang satu kota. Kotanya tampak tidak berpenghuni, bahkan berkesan berhantu.
Di sekitar gerbangnya ditumbuhi ilalang tinggi yang mencapai ketinggan setengah gerbang. Sebagian besar catnya sudah luluh, ditumbuhi lumut, dan didominasi warna hitam pekat, seperti bekas terbakar.
Angin kencang semarak berhembus dibelakangnya. Berputar-putar seperti akan datang badai besar yang siap memusnahkan apapun yang ada dihadapannya.
Maka Yuto tidak punya pilihan lain selain maju kedepan. Setidaknya ia masih memiliki harapan hidup dibanding harus begitu saja menyerahkan nyawanya begitu saja, menyerah pada angin topan.
Yuto berjalan cepat menuju kota. Jantungnya berdebar cepat. Matanya begerak cepat ke segala arah, bersiap. Sepi..sangat sepi..
Yuto melempar pandang ke arah angin topan yang berada di belakangnya. Dia (angin) tidak mendekat. Seakan mereka memang memaksa Yuto untuk masuk kedalam kota..
Yuto berjalan perlahan, berkali-kali melihat sekitarnya, waspada. Pakaian yang dipakainya, bukan piyama bermotif teddy bear seperti saat ia tidur tadi. Kini berganti dengan celana jeans robek, kaos putih lusuh polos, dan jaket jeans sebatas pinggang.
Ada 2 gedung besa di hadapannya. Bangunannya seperti gedung parlemen di St. Johannesburg sebelum kehancurannya saat diserang oleh rakyat Uni Soviet saat revolusi Indutri pecah. Cat-nya sudah luluh dengan dominasi warna hijau lumt dan jamur yang tumbuh subur disekitarnya.
Yuto berjalan lurus, sama sekali tidak penasaran dengan apa yang telah terjadi pada kota ini, apalagi apa yang ada di dalam gedung. Tujuan dia hanya satu, yaitu keluar dari tempat ini dan kembali ke kehidupannya yang normal.
Prak! Prak! Prak!
Yuto terhenti. Dadanya mendadak sesak. Sesuatu yang besar..atau banyak mungkin akan segera datang entah darimana. Yuto langsung curiga bahwa ini adalah tentara yang mengejar-ngejarnya saat mimpinya yang terdahulu.
‘Cover buku itu mirip. Mungkinkah mimpi ini juga begitu?Atau mungkin berseri?’Yuto bertanya dalam hati.
Ia tahu. Ia mengerti bahwa ini mimpi. Tetapi ia tidak tahu bagaimana cara keluar dari sini. Tidak seperti film Inception yang baru saja ditontonnya bersama Takeshi Riku kemarin, dimana si pemain masuk kedalam mimpi dengan tujuan dan rencana, Yuto masuk ke dalam sini tanpa sengaja. Dia benar-benar tidak sengaja, apalagi berencana untuk melakukan sesuatu disini.
Benar saja. Sekolompok tentara datang dari segala penjuru, lengkap dengan persenjataannya. Pakaian mereka seperti tentara zaman perang dunia kedua dahulu. Tidak jauh seperti halnya tentara-tentara yang bergabung dalam ‘Nihon Sakai’ saat kependudukannya di Indonesia.
Sangat sulit untuk mengangkat kakinya dari tempatnya berpijak sekarang. Ia perlu mengerahkan sekuat tenaga.
“Lari Yuto! Lari!”ia mendesis pada dirinya sendiri,”Cepat!”
Susah payah, Yuto mangambil langkah seribu. Perlawanan adalah hal yang mustahil baginya. Ia hanya membawa diri, tanpa perllindungan, dan parahnya lagi, tanpa seorangpun teman. Ia berjalan ke arah barat, menuju matahari tenggelang, ke sebelah kiri dari pasukan.
Nafasnya tersengal, oksigen di paru-parunya hampir saja habis. Ia yakin sepenuhnya bahwa cadangan 500cc di paru-parunya, pastilah telah habis dipakai untuk membakar karbohidratnya.
Yuto tidak terlalu melihat kanan-kirinya. Sekelebat, ia bisa melihat gedung-gedung zaman revolusi Industri di Uni Soviet..entahlah. Gedungnya nyaris sama persis seerti apa yang ia lihat di buku sejarah. Rasanya lama sekali ia harus melalui gedung-gedung ini. Ia terus memaksakan dirinya untuk berlari sepanjang derap sepatu masih menggaung-gaung di telinganya, membuat jantungnya merosot hingga ke batas pinggul.
Setelah 25 menit berlari tanpa henti, ia akhirnya berada di sebuah pedesaan. Ada air terjun tinggi dengan secercah pelangi 7 warna di perbatasan sungai dan ujung tombak air terjunnya.
Yuto sekarang berada di jembatan sungainya, siap menyebrang.
Setelah melewati gedung-gedung suram penuh dengan pasukan, ia sekarang berhadapan dengan desa sunyi sepi yang terlalu damai.
Tetapi berbalik adalah hal yang tidak mungkin. Hari sudah menjelang sore dan ia berada di negeri antah berantah, tertatih-tatih tanpa arah.
Yuto terus berjalan, menelusuri desa yang tampak porak-poranda, seperti habis diserang atau mengalami perang saudara yang parah sekali sampai menewaskan seluruh warga desanya.
Yang ini masih agak lebih baik karena suasananya masih sangat Jepang. Atapnya yang melengkung, pohon sakura yang gugur, dan jalan bebatuan.
“Ssshhhhh...”
Yuto berhenti bernafas. Ia memejamkan mata, mencoba mendengarkan suara sekitarnya.
“Si..siapa yang itu mendesis?”
Yuto mulai putus asa. Apa yang mereka inginkan dari anak umur 14 tahun ini??Apa salahnya?Kenapa harus dia??
“HOAHHHHH!!!”
“AAAAAAA!!!!”
Ada yang berteriak. Keras sekali. Entah darimana sumber suaranya, tetapi teliganya jelas bisa mendengar dengan jelas. Bulu kuduknya berdiri serempak, memutuskan untuk memberi peringatan padanya bahwa ia sedang berada dalam bahaya yang tak kelihatan.
Matahari sudah benar-benar tidak kelihatan. Yuto sekuat tenaga memaksimalkan sel batangnya dalam kegelapan. Ia sudah hampir menangis sekarang. Meskipun begitu, ia terus berlari, tidak peduli pada apapun yang sudah ia injak sepanjang jalan. Sepatu converse-nya sudah basah kuyup, berlumpur, terinfeksi berbagai kuman dan bakteri.
Yuto bersyukur sekali masuk klub atletik yang adalah klub paling ganas di sekolahnya. Setiap minggunya setiap anggota harus menambah setidaknya 5 km untuk waktu 10-20 menit selama satu bulan berturut-turut.
Setidaknya Yuto masih punya harapan hidup agak lebih panjang karena faktor x ini..
Suara-suara mengerikan terus-menerus menggemparkan telinganya, membangkitkan hormon adrenalinnya untuk bekerja 100 kali lebih berat dari biasanya. Tidak hanya suara-suara aneh yang terdengar seperti orang terjepit kepalanya di dalam guiltine selama seharian, tetapi juga suara picik-picik air, suara buaya bergelimpangan di sungai, suara orang menangis..
Lama sekali rasanya Yuto berlari. Jika pada track pertama nafasnya sudah habis, maka kali ini, paru-parunyalah yang menciut.
“Hah..hah..hah..,”Yuto gelagapan mencari-cari oksigen.
Ia tidak sanggup lagi. Setidaknya ia harus bernafas lega selama satu menit sebelum kembali berjuang untuk tidak mati.
‘Syukurlah..suaranya sudah tidak terdengar,’Yuto membatin, merasa bahwa momen ini adalah satu momen terbaik dalam hidupnya karena tidak jadi mati dibunuh setan.
“HAAAT!!”
PRANG! PRANG! DUAK!
Glek.
Yuto yang sedang berdiri di puncak bukit desa, mengintip dari balik pohon ek besar.
“EHHH???”
Ada sekelompok orang yang sedang berperang dihadapannya. Berbeda dengan desa yang penuh dengan tumbuhan hijau, dihadapannya sekarang adalah lapangan tandus yang sedang dipenuhi oleh ratusan orang yang sedang berperang.
Yuto mengeluh. Ia yakin sepenuhnya bahwa ini hanya mimpi. Tetapi ini sudah terlalu lama! Kenapa tidak ada yang membangunkannya??Apa ia harus mati dulu baru bisa bangun?
‘Tidak..Itu Cuma di film..,’batin Yuto, mengingat sebaris bagian dari film Inception yang ditontonnya bersama kakaknya sebulan yang lalu.
Tetapi tidak mungkin ia harus berdiri disini selamanya. Ia harus mengakhirinya, segera.
Maka dengan tekad sekuat seorang samurai sejati, Yuto berdiri tegak, menuruni bukit untuk maju ke medan perang..
Bau anyir kematian memenuhi hidungnya. Yuto gentar sejujurnya. Meskipun begitu, ia menguatkan niatnya untuk segera keluar dari neraka ini.
Yuto menarik nafas panjang, kemudian berteriak lepas,”AAAAA!!!”
Ah!
Yuto pusing, mendadak sulit menangkap oksigennya sendiri. Matanya mulai gelap..
******
Yuto yakin sepenuhnya bahwa ia sekarang sedang tertidur. Ketika bangun, tentu saja ia akan melihat kamarnya lagi! Dan ia bisa menyiapkan malam halloweennya bersama teman-temannya yang lain!
“Hmph..”
Ada yang membelai pipinya. Tangannya sangat halus dan aroma tubuhnya menggoda. Ujung-ujung rambutnya menyentuh hidung Yuto, perlahan menyusuri wajahnya.
Yuto membuka kedua matanya perlahan. Ia melihat sebuah pancaran gammbaran seorang wanita dengan rambut panjang kecoklatan, menubruknya, setengah jatuh dalam pelukannya. Bibirnya merah merona, sesekali berdecak seakan menawarkan sebuah kecupan yang dalam.
Ketika kesadaran Yuto sudah mencapai 80%, ia kaget setengah mati menyadari bahwa seniornyalah yang ada dihadapannya.
“Itano-san!”
Gadis itu tampak tidak kaget, nyaris tidak bergeming. Yuto ingin sekali mendorongnya menjauh. Tetapi melihat pundak yang tidak berselimutkan satu benangpun, Yuto mengurungkan niatnya. Ia memilih untuk mundur dibanding mendorong.
“Ah, sudah bangun ya?”tanya gadis itu, ia belum menyetujui dengan panggilan Yuto bagaimanapun,”Kenapa kaget begitu?Semalam kau tidak begitu..”
Yuto ingin berteriak marah, bertanya-tanya apa yang terjadi. Tetapi ia kembali mengurungkan niatnya saat melihat seniornya duduk dengan menutupi dadanya menggunakan selimut.
Pikiran Yuto mulai bercabang 2, antara benar dan tidak. Antara lurus dan berbelok. Suaranya mendadak hilang.Bagaimanapun, melihat orang yang disukai dalam keadaan seperti ini membuatnya separuh senang, separuh shock.
“Itano-san, apa..apa yang terjadi..?”tanya Yuto takut, langsung menutup mata saat gadis itu berbalik dan mengambil kimono putih bunga-bunganya yang tergantung disisi pintu.
“Hmph..?”dia mendesah.
Yuto sudah mau mati mendengarnya.
“Kau ingat namaku ya?Aku kira shogun tidak ada yang pernah mengingat nama geisha-nya..”
Terjadi desingan besar dalam perut Yuto. Ia baru saja mendengar 2 kata ajaib tadi. Shogun dan geisha. GEISHA???
“Hari ini akhirnya ya..Nakajima-san?”ia bertanya dengan sarana yang dalam dan serak, membuat semacam getaran elektrik berkekuatan 10 juta MGHz jauh di dalam pembuluh kapiler Yuto,”..mungkin sudah seharusnya bersiap. Mati atau Jepang, ya kan? Hahahaha..”
Itano tertawa renyah. Menurut Yuto, itu adalah tertawa paling seksi yang pernah didengarnya selama ia menjadi manusia di bumi.
“Shogun?Apa maksdnya sogun?Apa yang akan saya hadapi?”tanya Yuto polos.
Ia sudah membuka kedua matanya perlahan, bersyukur bahwa Itano sudah menutupi seluruh tubuhnya.
“Nakajima-sama bercanda?”Itano berbalik, suaranya terdengar manja tetapi kuat,”Beberapa hari yang lalu, pasukanmu sudah menghadapi mereka di Okinawa, kemudian mereka menghancurkan desa Konoba dan sekarang mereka sudah sampai disini. Tertulis di legenda, bahwa jika 1000 ksatria telah terbunuh, maka dewa matahari akan memberikan kemenangan,”jelas Itano, memandang Yuto seakan ingin menerkamnya,”..sudah hampir 700an orang yang tewas, hanya tinggal 300 lagi, maka kemenangan akan datang..,”ia menambahkan, berjalan menuju Yuto yang mulai was-was,”..kau adalah pemimpinnya, Nakajima-sama.”
“Tapi...tapi kenapa??”
Itano menyunggingkan senyum. Ia sudah berada di depan Yuto sekarang.
“Menurutmu?”
Itano sudah akan menaruh tangannya di punggung Yuto sebelum akhirnya seseorang menggedor pintu berkali-kali.
“Ya ya ya!’Yuto berdiri terhuyung, gemetar bukan main.
Yuto membuka pintu, senang luar biasa menemukan seorang pria lain disini.
Pria ini kelihatan lebih tua daripada Yuto, tetapi Yuto merasa bahwa ia setidaknya 20 cm lebih tinggi darinya. Apakah pertumbuhannya secepat itu ya?Atau dia menua lebih cepat?
“Nakajima Keito desu!”ia memperkenalkan diri, menunduk rendah.
Yuto jelas kaget saat mendengar nama ini.
“K..kau! Bukankah kau meminjam buku yang terakhir itu!”
Keito tampak berbinar, seperti bertemu saudara yang puluhan tahun berpisah.
“Apakah kau..?Kau juga meminjam buku itu ya??!”ia bertanya, benar-benar tersenyum.
“Ia!”Yuto menegaskan,”Aku punya banyak hal yang harus ditanyakan!”
Keito mengangguk dan berkata,”Tentu! Tetapi apakah tidak apa-apa?”
Keito melirik ke arah Itano yang ganti melempar pandang padanya. Itano menatap Keito datar saja, berbeda ketika saat ia memandang Yuto. Ia memandang Yuto seperti seekor harimau yang sedang mengawasi rusa-nya. Ganas dan berhasrat.
“Oooh..,”Yuto mengangguk mengerti.
Ia berjalan menuju Itano, bergumam padanya,”Itano-san..”
“Tomomi-chan,”ia meluruskan dengan suara manja yang tinggi.
“Baiklah, Tomomi-chan,”Yuto setuju,”Aku sedang ada tamu, kau boleh keluar.”
“Baiklah, Nakajima-san,”Itano berdiri,”Aku akan disini saat kau pulang nanti,”ia berbisik pelan, mencium leher Yuto sekilas.
Itano beranjak pergi. Keito kemudian masuk ke dalam. Yuto buru-buru menutup pintu sebelum ia berubah pikiran untuk menyeret Itano kembali ke kamar karena ia ingin terus memandang wajahnya.
Mereka berdua duduk di tempat minum teh yang berada di samping tempat tidur, saling berhadapan. Keito adalah pria hampir paruh baya dengan wajah lelah dan kertan di sekitar matanya. Kedua matanya tampak besar, berbeda dengan Yuto yang memiliki sleepy eyes, seperti yang dikatakan kakaknya.
“Jadi…,”Yuto memulai grogi, kepalanya penuh dengan pertanyaan dan sekarang sudah terlalu banyak yang ingin ia tanyakan sampai membuatnya kehilangan kata-kata.
“Pertama, mungkin kau bingung, bagaimana kau bisa sampai kesini?”Keito memulai bertanya.
Yuto mengangguk. Separuh otaknya masih menentukan apakah mengangguk apakah reaksi yang tepat mengingat begitu banyaknya kebingungan yang muncul dalam kepalanya.
“Buku itu belum selesai,”Keito menerawang,”..ada seribu kesatria yang harus dikorbankan untuk menyelesaikan buku itu. Ceritanya hanya sampai pada peperangan terakhir dimana shogun terbaik dari distrik ini akan mengorbankan segalanya untuk menendang para penjajah, membumihanguskan para pengkhianat, dan mengamankan wilayahnya.”
Yuto tidak bergeming. Ia merasa sedang berada di museum sekarang. Diceritakan seperti itu, sudah seharusnya memang Yuto merasa kembali kea bad 18 atau 19. Tetapi ini nyata. Yutolah yang sedang duduk dihadapan seorang laki-laki botak dengan gaya kasual khas Jepang zaman dahulu.
“Kau yang harus menyelesaikannya karena kau adalah ksatria terakhir. Karena kau menyelesaikan membaca bukunya,”Keito meneruskan,”..bukunya dibuat tanpa ending. Jadi dia mengambil jiwa-jiwa ingin tahu untuk menyelesaikannya. Dia mengambil rohmu. Rohmu tidak akan kembali jika kau tidak menang.”
Jantung Yuto merosot sampai pinggulnya. Kerongkongannya kering luar biasa. Apa-apaan dengan mengambil roh seenaknya dengan alas an keingintahuan??
“..tetapi jika tidak berhasil, roh satunya akan menggantikanmu. Kembaranmu,”Keito menambahkan, membuat secercah harapan abu-abu muncul dalam benak Yuto,”Kau tahu. Setiap individu memiliki roh penjaga byang tahu benar apa kebiasaanmu, menjagamu sejak kau lahir. Dia yang akan menggantikianmu. Hampir tidak ada perubahan sebenarnya. Entahlah, aku tidak tahu bagaimana diriku yang sebenarnya.”
Yuto tercekat. Tidak ada perubahan katanya…jelas harapan palsu.
“Bagaimana nasib roh asli ini kalau sampai kalah?”Tanya Yuto takut, memandang Keito ngeri.
Keito mengangkat bahu,”Menunggu ksatria terakhir selanjutnya. Sampai menang. Sudah 700 orang yang meninggal. Sebenarnya kita masih punya ribuan pasukan hidup yang lain, tetapi tidak satupun dari mereka sanggup memenangkan perangnya...”
Yuto menenggak ludahnya dalam. Perasaannya berkecamuk. Ia belum sanggup memikirkan apa jadinya kalau ia terperangkap dalam novel tak berending ini, menunggu sesuatu yang tak pasti menyelematkannya..
“Kenapa aku?Kenapa anak 14 tahun seperti aku?”tuntut Yuto marah, entah kepada siaoa ia juga tidak mengerti. Ia terlalu frustasi dan belum siap untuk menghadapi semua ini.
“Aku dulu juga begitu,”sambut Keito lesu,”Tapi umurmu lebih tua 20 tahun disini,”Keito menambahkan,”..soal kenapa harus kau..itu..ada di bagian kata pengantar buku, kau tidak baca?”
Yuto menggeleng lemah. Menyesali diri.
“Bukulah yang memillih pembacanya. Meskipun akan ada banyak penghalang, buku itu akan jatuh ke tangan yang diinginkannya. Entah bagaimana caranya, kau yang mereka mau,”Keito berkata lirih,”Kau tidak punya pilihan lain selain melanjutkan ceritanya.”
‘Melanjutkan cerita...’Yuto mengulang menderita. Mengingat ini ia miris sekali. Rasanya lebih baik mati tertembak peluru ketimbang tertusuk tombak di medan perang nanti.
“Tomomi?Bagaimana dengan dia?”tanya Yuto, nyaris berbisik.
“Oh..dia..dia sudah lama disini,”Keito menjawab,”Dia selalu melayani shogun baru.”
“Er..melayani shogun baru?”ulang Yuto ngeri. Bayang-bayang seniornya menerkam banyak pria sungguh menjijikkan.
Dan kalimat ‘sudah lama disini’ itu..berarti..berarti selama ini dia menyukai roh seniornya yang lain??Nah, teori bahwa diantara 200 orang, 2 lainnya adalah hantu adalah benar faktanya kalau begitu.
“Yah begitu. Aku juga dulu begitu..”
Yuto sudah ingin berdiri dan menendang Keito jika ia tidak mengingat bahwa misinya adalah menyelesaikan ini secepatnya dan sesempurna mungkin. Tangannya terkepal marah, semburat merah muncul di wajahnya, menahan amarah.
“Ah..sudahlah!”Keito mengibaskan tangan tak peduli, jelas tidak memandang Yuto,”Kita akan berangkat sebentar lagi. Sebaiknya kau bersiap-siap!”
Yuto mengangguk setuju, mencoba berkonsentrasi penuh dengan perjuangannya nanti ketimbang memikirkan ‘melayani shogun yang baru’ dan kenyataan bahwa selama ini sia menyukai seorang roh asing.
“Tunggu!”
Yuto tiba-tiba teringat sesuatu..buku yang lain!
“Bagaimana dengan buku yang lain?Pasangannya?”
‘Kakakku membacanya...,’Yuto teringat miris.
“Buku yang berlawanan?Itu yang akan menjadi lawanmu nanti!”Keito berteriak keras, tepat sebelum ia menutup pintu kamar Yuto keras.
“Aku membacanya juga! Bagaimana?!”Yuto berteriak ketus, mulai putus asa.
Keito terhenti. Ia melempar pandang pada Yuto, kembali membuka pintu, tersenyum simpul dan berkata,”Akan ku beritahu kau sesatu..”
*****
Sudah hampir 5 bulan semenjak mimpi panjang Yuto yang berat namun tak terlupakan. Meskipun berat dan tentu saja membahayakan nyawanya, ia dengan luar biasa berhasil! Ini juga berarti bahwa ia menyelamatkan 10 generasi shogun diatasnya untuk kembali ke dunia nyata.
Yuto pernah bertemu dengan Nakajima Keito di suatu tempat, di perpustakaan Nasional tepatnya. Keito tersenyum kecil padanya, memandang Yuto terus-menerus sampai ia membalas senyumnya. Keito berkata bahwa ia tidak terlalu mengingat kejadian sampai Yuto akhirnya berhasil menyelamatkannya untuk kembali ke dunia nyata. Selebihnya, yang ia ingat adalah masa-masa hidupnya di dunia nyata.
Bagaimanapun, Keito mengerti bahwa itu memang benar-benar terjadi, bahwa mereka telah menyelsaikan novelnya.
Novelnya sendiri telah dikembalikan oleh Yuto ke perpustakaan secara ilegal. Karena petugas perpustakaan sendiri mati-matian berkata bahwa buku macam itu tidak pernah ada di kampus. Yuto sudah ingin menunjukkan para peminjamnya, tetapi entah kenapa nama-nama itu hilang begitu saja.
Akhir dari novel itu sendiri sesuai dengan apa yang telah Yuto lakukan selama dalam mimpi terdalamnya. Namanya juga tertera disana sebagai shogun penyelamat.
Yuto benar-benar melakukannya dengan luar biasa dan menakjubkan. Tidak hanya mengembalikan 10 generasi shogun, ia juga melakukan ini..
“Selamat hari halloween! Ini novel yang kemarin dan kue buatanku. Mau coba?”
Itano Tomomi! Akhirnya tiba masa dimana gadis ini menyapa Yuto meskipun memang tujuannya adalah memberikan novelnya yang saat itu ingin dipinjamnya.
Seharusnya, seniornya berubah menjadi gadis binal yang gemar menerkam banyak lelaki, seperti yang ia temui di mimpi. Setidaknya tidak terlalu jauh dari karakternya disana...minimal Tomomi pasti mengingat malam terakhirnya bersama Yuto..tetapi tidak..nyatanya sama sekali tidak. Ia masih sama seperti Itano Tomomi, seniornya yang mempesona seperti image-nya di mata Yuto.
“Yutoooo!!!! Kita hari Cuma berdua di rumah. Ayah dan ibu akan pergi ke Okinawa sampai selesai libur!”
Itu kakaknya! Kakak Yuto yang seperti biasanya!
Cerewet, tetapi baik hati dan menyayangi Yuto seperti biasanya.
Dalam mimpinya..Yuto memang membunuh kakaknya untuk menyelamatkan dirinya dan sekian banyak orang. Tetapi sebelumnya ia telah menukar roh kedua Tomomi sebagai seorang geisha dengan roh kakaknya. Beruntung bahwa ia pernah membaca buku yang kedua meskipun belum selesai. Karena itu ia memiliki kemampuan yang lain yang baru diketahuinya dari Keito sebelum mereka berperang.
Tomomi sebagai geisha mati dalam tubuh kakaknya. Kakaknya sebagai musuh Yuto dalam tubuh Tomomi selamat.
“Ending yang mengesankan,”Yuto berkata pada dirinya sendiri, tersenyum penuh kemenangan.
TAMAT
* lomba fanfic