Jun 27, 2013 10:40
Dulu, waktu rumah lama saya (baca: Multiply) masih ada, saya pernah mengikuti tantangan meme 30 Days Movie Challenge. Sebulan penuh saya ngeblog, mencari film yang sesuai dengan tema harian memenya. Saya sangat menikmati menggarap meme itu dan merasa sangat kehilangan saat tiga puluh hari berakhir.
Karena ketagihan, saya mencari tantangan meme lain dan menemukan 30 Days Book Challenge. Saya melihat tema-temanya, dan ... baru sadar bahwa saya nggak akan bisa menggarap meme itu.
Walaupun bisa, saya rasa hasilnya nggak akan maksimal, karena sudah terlalu banyak buku yang saya baca. Saya banyak menonton film, tapi buku yang sudah saya baca jauh lebih banyak lagi dan saya tidak ingat semuanya, tentu saja. Jelas, saya akan kesulitan mencari buku yang bisa memenuhi tema-tema harian meme tersebut. Jadilah saya tinggalkan meme itu dan nggak jadi menggarapnya.
Bagi saya pribadi, dunia perbukuan adalah dunia yang sangat kompleks, betapapun saya sangat menyukainya. Seperti yang pernah saya tuliskan di Twitter, selalu ada buku yang pengin kita baca tapi tidak bisa. Itu benar banget. Di samping rasa excited, sakit hati adalah perasaan yang kerap kali saya rasakan setiap ke toko buku, saking mirisnya melihat harga buku yang mahal-mahal. Buku-buku baru semakin banyak, baik buku lokal maupun terjemahan .... Buku-buku yang selalu ingin saya baca, tetapi belum tentu punya kesempatan membacanya seumur hidup. Kalaupun ada, mungkin baru bertahun-tahun lagi. Tak lupa, banyak buku keren di luar negeri yang kecil kesempatan akan ada edisi Indonesia-nya.
Kompleksitas dunia buku bagi saya tidak berhenti sampai di situ. Sampai sekarang, kalau saya ditanya apa buku atau siapa novelis favorit saya, saya pasti akan terdiam lama untuk mencari jawaban. Itu pun entah pada akhirnya saya jawab atau tidak--mungkin saya hanya akan menjawabnya dengan, "Nggak tahu."
Karena saya memang nggak tahu. Dari ratusan buku yang sudah saya baca, saya nggak bisa memutuskan mana buku yang benar-benar bisa dinobatkan sebagai buku favorit. Tidak akan pernah ada satu jawaban untuk itu, apalagi saya menyukai banyak serial (yang notabene terdiri dari banyak buku).
Untuk novelis juga begitu. Saya menyukai karya banyak novelis, tapi tidak bisa menentukan manakah yang paling saya suka. Namun, pada akhirnya, saya memilih seorang novelis menjadi favorit. Hanya dialah satu-satunya novelis favorit saya yang terpampang di akun Goodreads saya, yang juga menyimbolkan bahwa kalau saya ditanya siapa novelis favorit saya, saya tak akan ragu menyebutkan namanya.
Agatha Christie.
Alasan saya memfavoritkan beliau lebih karena saya sudah sangat familier dengan karya-karyanya. Novel-novel beliau adalah satu-satunya novel yang tidak pernah membuat saya tidak mood membaca. Dalam kondisi apa pun, saya akan dengan senang hati membaca novel Agatha Christie yang tokohnya bukan Miss Marple. Beliau sendiri novelis yang hebat dalam karakterisasi dan kerap bereksperimen dalam gaya penulisan, tapi bukan berarti karya-karyanya sempurna. Bahkan, beliau memiliki inkonsistensi--terkadang karyanya bagus, bagus sekali, kemudian buruk, buruk sekali. Sama seperti saya sendiri, yang kadar kebagusan dalam hasil karyanya sering naik turun.
Beliau memberi pengaruh yang sangat kuat dalam gaya penulisan saya beberapa tahun belakangan, sejak saya mulai rajin membaca karya-karyanya. Novel terakhir yang saya garap, pengaruh beliau terasa kental sekali di dalamnya--mungkin sampai sembilan puluh persen. Saya tetap menjadi diri sendiri tentu saja, tapi jelas sekali novel itu kental sekali pengaruh Agatha Christie-nya.
Dan saya berharap, jika novel itu nanti terbit (aamiiin), saya bisa menuliskan beberapa patah kata ucapan terima kasih untuk Mrs. Christie, my one and only favorite author.
like,
me