I envy them. (edited version)

Apr 21, 2014 14:53


Tonight is my departure to Atlanta. Yeah, I'll be staying at Atlanta for a week. I'll write about it in the next post. It feels like they're leaving me behind with all their achievement already. It seems that I have to work harder, then.

Ini agak-agak diedit ya hehe berhubung Posting nya agak-agak gajelas gitu. Ditulisnya pas aku lagi galau maksimal sih. Dan ditulisnya penuh penyesalan juga :")) Langsung aja aku ceritain kenapanya mungkin. In Indonesia ya (dengan beberapa kata-kata in English), berhubung lagi meminimalkan grammar abuse XD


Jadi, lebih ke temen-temen SMA sih. Ada salah satunya yang dia mahasiswa aktif di BEM fakultasnya, tapi masih bisa pertahanin IPnya tetep 4. Literally 4.Terus kemarin ikut PIMNas dan dapet emas (correct me if I'm wrong) dan juga tahun kemarin baru aja ke Hongkong jadi perwakilan dari Indonesia gitu. The most recent update, kemarin dapet kabar kalau dia nanti September bakal ke Jepang untuk Jenesys. God. Aku kagum banget sama dia. Dia tinggalnya di asrama gitu kan beasiswa, which means hidupnya juga teratur banget.

Terus temen seangkatan (SMA juga) dengan Jurusan yang sama, tapi dia di UI. Dia udah pernah ikut konferensi di Poland apa ya? Dan terakhir April kemarin ke ANU di Canberra! ANU! Itu impian masa kecilku pas dari tinggal di Queanbeyan (dan masih, sampai sekarang) dia dengan Papernya udah nyampe sana.

Terus temen-temen SMA ku kan banyak yang beasiswa S1/D3nya di Japan, entah itu beasiswa Monbusho atau ILA. Sebenernya harusnya aku bersyukur. SMA ku alhamdulillah SMA yang anak-anaknya keren-keren as in otak dan kemauannya untuk belajar. Dulu pas pengumuman SNMPTN Tulis (Tahun 2012 nama jalurnya masih SNMPTN undangan dan SNMPTN tulis), di SMA ku UGM biasa banget. Banget banget. ITB normal. UI normal. Yang keren itu kalau kita dapet beasiswa ke luar. Padahal di SMP ku dulu, masuk UGM ataupun PTN itu sesuatu yang prestige nya tinggi banget. Banyak yang gagal dan akhirnya (maaf-maaf aja; universitas-universitas swasta gak jelas, akademika something, or universitas negeri tapi somewhere entahlah).

Sejujurnya, masalah tempat aja sih. Makin kita ada di kota, belajar disana, di tempat yang daya saingnya tinggi, kita belajar untuk nggak narrow minded lagi. Atau malah dituntut untuk itu haha :p. Soalnya emang persaingan sangat sangat ketat dan menuntut kita untuk kompetitif. Not only jago kandang di tempat sendiri. Kebanyakan yang aku kasian sebenernya dari temen-temen SMP ku dulu, mereka tipe-tipe jago kandang. Dunia ini luas. Banyak banget orang hebat. Tapi ya kalau kita nggak keluar dari comfort zone kita (entah itu tempat belajar, atau bahkan temen) ya kita bakal stagnan-stagnan aja. Merasa hebat padahal itu lingkupnya kalau dibandingin sama yang lebih luas sedikit aja, nggak ada apa-apanya. Di Indonesia kondisi stagnan ini yang banyak ditemuin.

Kenapa aku pengen kayak temen-temen SMA ku? Ya karena aku pengen keluar dari lingkaran setan bernama comfort zone ini. Dan alesan lain, yah namanya juga manusia. Nggak akan pernah puas. Including me.

Dan di Kampusku juga ada kakak kelas yang aku kagum banget (sama otak dan smart workingnya dia). Sekarang dia keterima exchange selama 6 bulan ke Rijksuniversiteit Groningen di Holland. Dia berangkat August nanti. Dulu dia atasanku waktu FSDE 2013 (jadi Chairman dan aku Assistant of General Administration 2 di Pengurus Harian FSDE 2013) Jujur, emang keren banget pemikirannya. Inspite of sometimes pemikiran dan perilakunya susah diterima sama average people kebanyakan. Cuma gara-gara dulu di SMA ku banyak orang kayak gitu juga, aku ngerti. Emang pinter sih dia dari sananya. Tapi aku tau, cuma pinter nggak akan ngebawa dia sampai ke Holland. Dia emang punya goals untuk kesana, dan dia emang berusaha lebih untuk capai hal itu. Entah itu lewat les bahasa asing, benerin IPK, ngembangin hard skills maupun soft skills. From what I knew, dia emang berusaha keluar dari comfort zone dia. And guess what? he succeed in doing that.

This is just me being a jerk. Aku pengen kayak mereka tapi dari diri aku juga belum berusaha maksimal. I'm always living in my comfort zone. This won't take me anywhere. Sifatku yang ngerasa nyaman ada di comfort zone ini bahaya. And I'm in danger for being like that. Mulai sekarang, aku harus keluar dari yang namanya comfort zone. Go beyond your comfort zone, dils. Make your own story of a life time. Sebelum aku nyesel dan keluar pertanyaan-pertanyaan, "If only that, if only this"

Dils, berubah.

man insan cendekia serpong, random, faculty of economics and business

Previous post Next post
Up