-Hyemin POV-
“Noona,” panggil Taemin yang tiba-tiba kepalanya muncul dari balik pintu kamarku.
“Astaga Taemin. Kau membuatku kaget,” sahutku, nyaris melonjak di dalam selimutku. Sekarang sudah jam 12 malam. Aku baru saja akan tidur ketika tiba-tiba pintu kamarku terbuka dan Taemin muncul di baliknya. “Ada apa?”
Tanpa menjawab Taemin masuk ke dalam kamarku dan menutup pintu di belakangnya. Dan yang membuatku kaget adalah dia langsung menyusup masuk ke dalam selimutku.
“Hey, ada apa?” tanyaku lagi. Aku menggeser tubuhku agar Taemin mendapat tempat berbaring lebih luas. Aku memandangnya. Taemin berbaring menghadapku tapi ia memejamkan matanya.
“Aku mau tidur disini malam ini,” kata Taemin singkat.
Aku membiarkannya. Ini memang kebiasaannya sejak kecil. Jika ada yang ingin disampaikannya padaku tetapi segan, maka dia akan berpura-pura seolah ingin tidur di kamarku. Aku tak membalas kalimatnya namun aku membetulkan selimut diatas tubuh Taemin.
“Jaljayo,” ujarku kemudian membalikkan tubuhku membelakangi Taemin, berpura-pura langsung tertidur. 10 menit aku tetap terjaga, bertaruh dengan diri sendiri bahwa beberapa saat lagi Taemin akan mengatakan sesuatu. Dan akhirnya dugaanku benar.
“Noona, sudah tidur?” tanya Taemin pelan. Aku tak menjawab. Tapi ternyata Taemin tetap meneruskan kalimatnya. “Maafkan aku soal tadi sore. Maafkan aku soal semuanya.”
Aku tak tahan lagi berpura-pura tertidur dan akhirnya aku menoleh padanya, “Aku tidak marah kok. Hanya kesal.”
Taemin memandangku. Ada rasa bersalah di matanya yang dapat kubaca, “Maaf noona.”
“Aku kesal karena kau sok tahu. Untung saja IU eonni tadi menamparmu. Sakit ga?” tanyaku mengejek, tak bisa menutupi kekesalanku pada kelabilannya dan kegegabahannya.
“Lebih sakit dari sekedar sakit,” jawab Taemin datar, tapi terdengar menyakitkan.
Aku terdiam sejenak. Sepertinya Taemin benar-benar terpukul karena tamparan itu, “Aku yakin IU eonni sebenarnya menghargai perlakuanmu kepadanya. Siapa yang tidak suka jika ada yang membelanya? Tapi, kau bertindak terlalu ceroboh dan terbawa emosi.”
“Aku tahu, noona. Dan aku merasa tidak berguna,” ujar Taemin pelan.
“Hey,” tegurku. “Sudah kubilang IU eonni sebenarnya pasti menghargaimu. Tapi caramu salah.”
Taemin mengangguk dengan tatapan putus asa, “Aku tahu.”
Aku menepuk-nepuk pundak Taemin, “Jangan putus asa gitu dong. Ini bukan Taemin yang aku kenal.”
Taemin memaksakan senyumnya untukku. Aku membalas senyum itu. Selama beberapa saat kami terdiam. Taemin sepertinya masih tenggelam dalam penyesalannya dan aku hanya memandangnya dengan tatapan kosong.
“Noona,” ujar Taemin tiba-tiba. “Apa aku sudah menyakiti Jieun noona?”
“Jika dilihat dari tindakannya hingga menamparmu, sepertinya kau memang sudah kelewat batas,” jawabku.
“Lalu apa aku juga sudah meyakitimu?” tanya Taemin lagi. “Apa larangan dariku untuk tidak dekat-dekat dengan Hyukjae lagi sudah menyakitimu?”
Aku berpikir sejenak, “Sedikit,” jawabku kemudian. Aku masih ingat seberapa sakit hatiku saat akan memutuskan untuk meninggalkan Hyukjae demi Taemin. Bahkan aku tidak jadi melakukannya karena aku tahu aku akan menjadi lebih sakit dari sebelumnya.
Taemin menghela nafas, “Jadi aku sudah menyakiti dua dari tiga wanita yang paling penting bagiku di dunia ini…”
Aku tahu tiga wanita itu maksudnya adalah ibu, aku dan IU.
“Kau mencintainya ya?” tanya Taemin setelah beberapa saat kami kembali diam dalam pikiran masing-masing.
“Eh?” sahutku tersadar dari lamunanku. “Siapa?”
“Lee Hyukjae,” jawab Taemin. “Iya kan?”
Aku tertegun. Aku tidak bisa menjawab pertanyaan ini. Aku sendiri tidak mengerti apa perasaanku ini. Aku seharusnya membencinya karena kami sudah berselisih bahkan di saat pertama bertemu. Dan aku membenci wajahnya yang sok dan angkuh itu. Tapi kenapa sekarang perasaan itu seolah kalah dan menghilang? Aku tidak ingin jauh darinya. Aku selalu senang berada di dekatnya sekalipun hatiku selalu berdebar karenanya. Aku tidak bisa berhenti memandangnya dari jauh. Aku selalu ingin melihatnya tersenyum. Ah, cukup. Sepertinya aku memang jatuh cinta padanya. Aku mengacak rambutku dengan bingung, tidak sadar bahwa Taemin sedang menunggu jawabanku.
“Hey, kenapa kau?” tanya Taemin heran melihatku malah kebingungan sendiri.
“Aku tidak suka padanya. Aku tidak mencintainya,” gumamku tanpa sadar.
“Kalau tidak cinta padanya kenapa sekarang kau tersipu-sipu seperti itu?” tanya Taemin lagi.
Aku memandangnya, “Apa?” Di kamar ini yang menyala hanya lampu tidur, apa sebegitu jelasnya wajahku memerah hingga Taemin bisa melihatnya?
“Kau tidak cinta padanya tapi kau sakit saat aku larang untuk menemuinya?” tambah Taemin lagi. Ia tersenyum makin lama makin lebar.
“Tapi aku tidak cinta padanya!” balasku kelas kepala. Aku bisa mengakuinya dalam hati, tapi tidak kepada orang lain. Atau mungkin, belum.
Taemin tertawa. Ia menarik selimut diatasku hingga menutupi kepalaku, “Tidur sana. Kau pasti sudah tidak sabar datang ke ulangtahun temanmu itu besok malam.”
*****
-masih Hyemin POV-
“Hyemin-ah~~!!!”
Aku menggeliat dalam tidurku. Mataku masih terpejam rapat dan rasa kantuk masih menguasai tubuhku. Ini mimpi atau apa? Siapa yang memanggilku pagi-pagi begini? Tunggu. Aku tahu itu suara siapa. Aku mengintip dari balik kelopak mataku.
“Jiyeon...” balasku masih dengan suara yang sangat bantal. Jiyeon berdiri di ujung tempat tidurku.
“Banguuuun~” seru Jiyeon sambil menarik-narik selimutku.
“Tidak mau,” sahutku seraya malah memutar badanku menghadap Taemin yang masih terlelap nyenyak dan mempertahankan selimut yang sedang dicoba dilucuti oleh Jiyeon.
“Kita kan harus mempersiapkan malam ini!” seru Jiyeon. “Cepat!!!”
Aku menoleh melihat jam dindingku lalu memandang Jiyeon tak percaya, “Demi Tuhan, Jiyeon. Ini masih jam 10 pagi.”
“Tapi kita perlu banyak persiapan!” balas Jiyeon lagi. Ia kini menarik-narik jempol kakiku di balik selimut.
“Oke aku bangun aku bangun,” ujarku akhirnya. Dengan malas aku bangkit duduk, lalu memandang Jiyeon lengkap dengan muka dan suara bantalku. Aku menggosok-gosok mataku, “Emang mau persiapan apa?”
Jiyeon nyengir girang sambil berkacak pinggang memandangku, “Kita mulai dari kamu sms Hyukjae.”
Aku mematung, mencerna kata-kata Jiyeon baik-baik lalu akhirnya aku mendongak menatapnya dengan histeris, “APA???”
Aku baru bangun, dikagetkan dengan kedatangan Jiyeon yang tiba-tiba menyuruhku bangun untuk mempersiapkan sesuatu yang dimulai masih sekitar 10 jam lagi dan sekarang dia tiba-tiba menyuruhku sms Hyukjae duluan? Apa ini???
“Kau ucapkan salam, kau tanya kabarnya, dan tujuan terakhirnya adalah kau tanya jam berapa dia akan mjputmu!” ujar Jiyeon sumringah.
“Jangan bilang ini rencanamu dengan Donghae lagi,” balasku, curiga melihat sikap Jiyeon yang kelewat sumringah dan semangat.
“Tidak!” sahut Jiyeon membela diri. “Lagipula kalaupun ini rencana aku dan Donghae, kau suka kan? Kemarin kau pergi dengannya kan? Kau senang kan?”
“Diam kau,” kataku. Seketika aku mengingat saat dimana Hyukjae memegang tanganku dan saat Hyukjae berdiri dibelakangku mengalihkanku dari seorang cowok. Dan sepertinya wajahku memerah karena mengingatnya.
“Apapun yang terjadi kemarin aku tahu kau menyukainya karena wajahmu merah sekarang,” goda Jiyeon. Cengirannya melebar.
Sial, ia benar-benar menyadarinya. Aku diam saja, memonyongkan bibirku dan tidak menatap Jiyeon.
“Jadi, sekarang sms dia. Cuma ucapin selamat pagi atau semacamnya dan aja! Kalo dia ngerespon baru kita jalan lebih jauh,” sambung Jiyeon lagi.
“Tidak mau,”
“Pengecut,”
“Biar saja. Tapi aku tidak akan sms dia duluan. Kalau dia tidak mau jemput ya sudah, kita kan bisa berangkat berdua,” balasku.
“Tapi kan aku berangkat sama Donghae,” balas Jiyeon dengan sedikit nada minta maaf, dan membuat aku jatuh ke dari harapanku yang setinggi awan. Berarti aku terancam berangkat sendirian.
“Makanya kamu sms Hyukjae sana,” kata Jiyeon, menyadari kekecewaan di wajahku.
“Tidak mau,” jawabku tetap keras kepala.
“Tenang saja sudah aku sms,”
Bukan aku ataupun Jiyeon yang bicara seperti itu. Dan itu suara cowok dari sebelahku. Aku menoleh kaget, lupa sama sekali bahwa Taemin tidur denganku tadi malam. Tunggu.... DIA SUDAH SMS APA MAKSUDNYA???
Taemin mengacungkan ponselku yang entah bagaimana caranya bisa ada di tangannya, “Aku sudah sms Hyukjae.”
“APA???” jeritku seraya merebut kembali ponselku. Tepat saat itu ponselku mengeluarkan bunyi beep kecil dan aku melihat bahwa itu adalah laporan terkirim ke nomor Hyukjae. Aku memukul lengan Taemin yang masih berbaring di sebelahku, “Kau sms apa???”
“Lihat saja,” balas Taemin santai.
Dengan kalut aku membuka folder pesan terkirim di ponselku. Jiyeon melesat mendekatiku dan duduk ekstra dekat denganku untuk melihat sms yang ditulis Taemin. Dan aku ternganga melihat sms itu.
Hyukjae oppa, selamat pagi dan semoga harimu menyenangkan! ^^
Aku melempar ponselku entah kemana dan aku beralih kearah Taemin, membungkuk diatasnya dan sedikit mencengkeram lehernya. Kalau aku tidak mengingat bahwa dia adikku satu-satunya yang paling aku sayang, pasti aku sudah mencekiknya, “Kau...!!! Sejak kapan aku memanggil dia oppa!!!”
“Ini sempurna,” kata Jiyeon yang ternyata mengambil ponselku dan membaca sms buatan Taemin itu. “Aku yakin Hyukjae pasti akan teregerak jika seorang Hyemin yang memanggilnya oppa.”
Aku kembali ke posisi duduk ku yang semula, melirik Jiyeon dengan tajam sementara Taemin batu-batuk karena cengkeraman tanganku, “Dia tidak akan perduli.”
“Mau taruhan denganku?” balas Jiyeon yakin, lalu dia menekankan, “Dia perduli.”
*****
-Hyukjae POV-
Dering tanda pesan masuk berbunyi di ponselku. Aku melenguh kesal dan justru menarik selimut sampai kepalaku dan meringkuk di dalamnya. Tapi aku lupa bahwa aku memiliki nada pesan yang cukup panjang sehingga mau tak mau aku meraih ponselku yang berada tak jauh dari bantalku, masih diatas ranjang itu juga. Aku menariknya masuk ke dalam selimut.
Tadinya aku tidak mau membacanya, tapi mataku langsung terbuka 100% saat aku melihat pengirim sms itu. Dengan gerakan super cepat, aku menyingkap selimutku dan langsung duduk tegak diatas ranjang sambil memegang ponsel. Layar ponselku mengatakan pengirim pesan itu adalah Lee Hyemin.
Jantungku berdebar. Hyemin mengirim sms untukku. Apa isinya? Haruskah aku baca? Terakhir kali dia meneleponku duluan, dia justru mau aku menjauhinya. Bagaimana kalau hari ini dia tiba-tiba mengatakann dia tidak mau pergi denganku nanti malam?
Oke, apapun yang terjadi, aku harus membukanya. Aku siap. Aku menarik nafas, kemudian memencet tombol yang membawaku masuk ke isi sms Hyemin. Aku memicingkan mata, mengantisipasi hal terburuk yang akan aku baca. Lalu aku membacanya.
Hyukjae oppa, selamat pagi dan semoga harimu menyenangkan! ^^
Aku membuka mataku ke ukuran normal, tapi aku kembali mematung. Dia memanggilku oppa? Detik berikutnya, aku menyadari diriku bahwa sendiri sedang tersenyum tolol dengan ponsel di tangaku.
*****
-Hyemin POV-
'Dia tidak akan membalas. Itu sms sampah. Hyukjae tidak akan membalasnya,' pikirku. Aku bangkit dari tempat tidurku lalu menuju kamar mandi untuk sikat gigi dan mencuci muka, meninggalkan Taemin dan Jiyeon yang cekikikan sambil membayangkan balasan yang akan dikirim Hyukjae.
Aish, si Taemin itu. Kemarin dia masih melarangku untuk bertemu Hyukjae dan sekarang dia sudah bergabung dengan kubu Jiyeon. Dasar labil.
Aku menggosok gigiku sambil bercermin. Sebenarnya mau tidak mau, aku juga berharap Hyukjae akan membalas sms itu. Tapi mengingat kata 'oppa' yang ditambahkan Taemin dalam smsku, aku yakin Hyukjae akan jijik melihatnya. Maksudku, biasanya aku selalu menjaga image ku yang seolah tidak tertarik padanya di hadapan dia, tapi sekarang aku memanggilnya oppa. Tentu akan menjadi tanda tanya besar di kepalanya.
Tapi bagaimana kalau ternyata dia suka? Bagaimana kalau dia membalas dan dia suka dipanggil oppa? Aku seharusnya tidak memikirkan kemungkinan ini. Ini mustahil. Tapi...aku tidak memungkiri aku berdebar memikirkannya, pikirku sambil menghela nafa.
“Hyemin!!!” aku mendengar Jiyeon menjerit. “Cepat keluar!!! Hyukjae membalas!!!”
Aku mematung. Hyukjae membalas? Tanpa sadar, aku mempercepat gerakan sikat gigiku dan tanpa mencuci muka kembali keluar kamar. Aku menemukan wajah Jiyeon dan Taemin yang sumringah memandangku. Aku tak bisa menebak Hyukjae membalas apa, tapi sepertinya ini pertanda baik.
“Mana? Balas apa?” tanyaku dengan nada sok-ga-mau-tahu.
Jiyeon menyodorkan ponselku ke hadapanku, “Baca sendiri.”
Aku mengambil ponselku dengan ragu. Haruskah aku membacanya? Bagaimana kalau isinya tidak seperti yang aku harapkan? Tapi ternyata layar ponselku sudah berada di halaman sms Hyukjae sehingga aku langsung dapat membacanya.
Selamat pagi dan semoga harimu menyenangkan juga Hyemin! Terimakasih sudah menemaniku membeli kado kemarin, aku sangat senang bisa bersamamu seharian. Tidurmu nyenyak?
Aku meneguk air liurku. Ini sms yang cukup standar, tapi kenapa aku merasa wajahku memanas tak karuan?
“Cepat balas!” seru Jiyeon.
“Apa perlu aku yang membalas lagi? Aku bisa kok. Sekalian aku menebus dosa kemarin,” tambah Taemin.
“Aku bisa sendiri,” jawabku. Aku sok memulai mengetik sesuatu di ponselku padahal latar ponselku masih berada di halaman bukan untuk menulis sms.
“Tanya dia mau jemput jam berapa,” ujar Jiyeon.
“Iya, iya,” balasku. Aku menarik nafas dan akhirnya menekan tombol untuk ke menu membuat sms.
“Aku yakin sebenarnya kau belum menulis apapun,” kata Taemin beberapa menit kemudian karena masih melihatku mematung di tempatku sejak tadi.
“Enak saja. Ini sedang dalam proses,” jawabku membela diri. Padahal tebakan Taemin 100% benar.
“Bilang saja, 'Aku juga senang seharian denganmu, oppa. Aku bahkan memimpikanmu. Lalu nanti malam kau mau jemput jam berapa?' Begitu saja,” ujar Taemin.
“Aku sangat tidak akan menulis itu,” balasku. Mendengarnya saja aku merasa geli. “Dan aku tidak memimpikannya ya. Tolong.”
“Tapi aku bisa mendengar kau mengigau nama Hyukjae,” kata Taemin lagi.
“Benarkah?” tanyaku panik. Apa aku benar-benar memimpikan Hyukjae? Tapi aku tidak mengingatnya.
“Bohong sih,” jawab Taemin. “Tapi dari reaksimu kelihatan kalau kau--paling tidak--pernah memimpikan Hyukjae.”
Aku mengerucutkan bibirku sambil menatap Taemin sinis. Taemin dan Jiyeon tertawa. Huh. Jiyeon sepertinya senang sekali kubunya bertambah. Jangan sampai saja Jiyeon, Donghae dan Taemin bergabung.
“Sudah belum smsnya?” tanya Jiyeon.
“Sedang kuketik,” jawabku, kali ini aku tidak bohong. “Lagipula ini bukan urusanmu.”
Aku menarik nafasku seraya menekan tombol kirim. Akhirnya aku benar-benar mengirim sms itu.
Tidurku nyenyak. ^^
Nanti malam mau berangkatnya gimana? Jam berapa?
Aku tersenyum memandang tulisanku. Paling tidak ini lebih kasual dari sms buatan Taemin tadi. Aku masih memandang puas sms yang aku ketik saat tiba-tiba ponselku sudah berbunyi lagi. Aku terkejut. Apa dia membalas begini cepat?
Taemin tertawa, “Lihat, bahkan Hyukjae semangat sekali membalasmu.”
Aku tak bereaksi pada pernyataan Taemin. Aku terlalu sibuk memperhatikan sms yang baru masuk ke ponselku yang ternyata benar dari Hyukjae.
Tunggu aku. Aku akan menjemputmu jam 7 malam.
Aku tak bisa menyembunyikan senyumku. Dan sekarang aku berharap agar malam cepatlah datang.
*****