Aku duduk di sebuah bangku di halaman sekolahku sementara orang-orang berlalu lalang menikmati puncak acara Olimpiade Haneul ini. Beberapa panitia juga terlihat lalu lalang di depanku.
Aku memegangi ponsel di depan dadaku, memeluknya. Jantungku berdetak cepat. Aku yakin yang baru aku hubungi adalah nomor Yesung, tapi kenapa dia yang mengangkatnya? Pernah mendengar suara itu hampir setiap malam di telepon membuat aku yakin bahwa tadi yang menjawab teleponku adalah Hyukjae. Aku menghela nafas. Aku sudah sengaja hanya menghubungi nomor Yesung untuk urusan ini agar aku tidak berurusan dengan dia, tapi mengapa semakin aku menghindarinya justru semakin ia dapat muncul sekonyong-konyong di hadapanku?
“Kau memikirkan apa?” tanya seseorang yang entah kapan datangnya, berdiri di hadapanku.
Aku mendongak dan menemukan Kyuhyun tersenyum padaku. Aku membalas senyumnya dan menurunkan ponsel yang tadinya kupeluk, “Oppa! Kau datang juga!”
“Kau memikirkan apa? Ada apa dengan ponselmu?”
Aku menggeleng, “Tidak ada apa-apa, oppa.”
Kyuhyun mengernyit.
Aku bangkit dari dudukku lalu meraih tangan Kyuhyun, “Bukan apa-apa, oppa! Karena kau sudah kesini, ayo, kau harus melihat-melihat semuanya!”
Aku menarik tangan Kyuhyun dengan bersemangat dan mengajak Kyuhyun berkeliling stand-stand makanan dan beberapa pameran hasil karya siswa-siswa Haneul. Acara sekolahku itu terbilang cukup ramai dan Kyuhyun terlihat menikmatinya. Aku tersenyum senang melihatnya. Paling tidak Kyuhyun tidak lagi merasa terbuang setelah selama seminggu ini aku sibuk menjadi panitia olimpiade.
“Hyemin, artismu sudah datang,” tegur Minho yang kebetulan lewat di dekatku saat Kyuhyun dan aku sedang makan eskrim di bangku panjang menghadap panggung. Saat itu beberapa siswi sedang menunjukkan kemampuan dancenya di panggung.
Terlalu kaget, aku langsung berdiri dan Kyuhyun tercengang melihatku. Aku tersenyum padanya, “Oppa, aku kerja dulu,” pamitku dan langsung berlari ke belakang panggung. Yang paling penting adalah Kyuhyun tidak tahu apa tugasku dan siapa yang aku tangani hari ini.
*****
-Hyukjae POV-
Aku sudah 15 menit berada di dalam tenda backstage ketika Hyemin akhirnya terengah-engah masuk ke dalam tenda.
“Kemana saja kau?” tanyaku spontan. Aku duduk dan kedua tanganku terlipat di depan dadaku.
Ia hanya melirikku sekilas, lalu bicara kepada Yesung yang berdiri paling dekat darinya, “ Yesung-ssi, maaf membuat kau dan band-mu menunggu.”
Yesung tersenyum kepadanya. Aku mendengus.
Hyemin mengeluarkan kertas dari sakunya dan pandangannya menyusuri sesuatu yang sepertinya adalah rundown acara, “Kalian akan tampil satu jam lagi. Dua penampil setelah ini, kemudia…”
“Mana makanan untuk kami?” tanyaku sambil memandang berkeliling ke tenda itu. Ada beberapa pengisi acara yang sedang memakan makanan kecilnya.
“Makanan kecil kalian akan saya berikan setelah kalian tampil,” jawab Hyemin dengan ujung bibirnya, tanpa melihatku sama sekali. Ia kembali memandang Yesung yang menunggu informasi selanjutnya darinya, “Dua penampil setelah ini, kemudian giliran kalian…”
“Kami penampil keberapa dari terakhir?” tanyaku lagi. Aku sebenarnya juga tidak tahu apa esensi dari pertanyaan yang aku tanyakan. Aku hanya ingin Hyemin bicara padaku.
Kali ini Hyemin mengabaikanku, “…untuk tampil sebagai salah satu dari 5 penampil utama pada acara hari ini. Setelah itu kalian ikut naik keatas panggung saat kembang api dan penutupan acara.”
Yesung, Donghae dan Henry mengangguk-angguk tanda mengerti. Tapi aku masih tidak puas.
“Kami tidak ada rehearsal?” tanyaku lagi.
Hyemin akhirnya menoleh padaku. Wajahnya kesal, “Semua pengisi acara hanya diberikan waktu checksound 5 menit sebelum tampil.”
Aku memandangnya, “Bagaimana mungkin kau membiarkan penampil utama tampil tanpa rehearsal?”
Hyemin menarik nafasnya, “Sudah peraturannya begitu, Hyukjae-ssi.”
Aku terdiam sejenak. Dia bicara menggunakan bahasa formal dan seingatku ini pertama kalinya ia bicara seperti itu padaku, “Aku ingin rehearsal. Paling tidak berikan waktu lebih dari 5 menit.”
“Hyukjae…” Donghae menegurku tapi aku tidak menggubrisnya.
“Kalian, panitia, menginginkan kami untuk tampil baik kan? Kalau begitu berikan kami waktu rehearsal,” kataku.
“Kau pikir kau siapa? Dongbangshinki? Big Bang?” balas Hyemin. Ia sudah tidak lagi menggunakan bahasa formalnya. “Kau bahkan bukan artis terkenal, jadi jangan sok penting. Lagipula apa masalahmu sebenarnya? Member band mu yang lain tidak ada yang protes kenapa kau protes?”
“Aku…”
“Hanya itu yang ingin saya sampaikan sekarang,” Hyemin beralih pada Donghae, Yesung dan Henry. “Permisi.”
Lalu Hyemin pergi begitu saja.
*****
-Hyemin POV-
Tuhan!!! Apa maunya orang itu? Aku menghela nafasku keras-keras seraya menghempaskan tubuhku ke bangku di pojok koridor sekolah yang cukup tersembunyi. Seolah tidak cukup penderitaanku menjadi LO band-nya sekarang dia bertingkah semaunya. Aku tidak habis pikir. Dia pikir dia siapa, minta rehearsal hanya untuk acara sekolah seperti ini. Dan dia memang bukan siapa-siapa! Jika dia memang dewa dari musik Korea mungkin aku akan mengabulkan permintaannya. Tapi ini?
Aku seolah sedang menghadapi Hyukjae yang dulu, yang super sombong dan keras kepala. Hyukjae yang selalu berlawanan denganku. Aku mengakui suasana seperti ini lebih baik jika dibandingkan kami tidak saling bicara. Lebih sakit melihat Hyukjae hanya diam memandangku dengan tatapan yang tidak pernah aku mengerti, jika dibandingkan menghadapi Hyukjae yang sangat bawel seperti ini. Tapi tetap saja, menghadapi Hyukjae yang seperti ini sangat menjengkelkan.
Aku menghela nafas lagi kemudian aku menenggelamkan wajahku ke dalam telapak tanganku, meminta kesabaran lebih kepada Tuhan. Aku masih harus menanganinya sampai akhir acara dan itu masih 2 ½ jam lagi. Selama beberapa menit aku masih berusaha menenangkan diriku sampai akhirnya aku merasa ada seseorang duduk di sebelahku.
Aku mengangkat kepalaku dan menoleh. Hyukjae sudah duduk di sebelahku, tapi pandangannya lurus ke depan. Seolah ia hanya duduk sendiri disana. Aku menghela nafasku lagi.
“Maaf aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu,” kataku.
Lama tidak ada jawaban. Hyukjae tetap pada posisinya memandang ke depan tanpa menggubris sekelilingnya. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk meninggalkan nya karena tidak ada gunanya pula kami sama-sama disana tanpa berkata apa-apa.
Saat itulah tiba-tiba ia memegang pergelangan tanganku. Menahanku. Tanpa sadar, aku menahan nafasku.
“Maaf,” ujarnya pelan. Suara pelan dan lemah yang mulai familiar di telingaku belakangan ini.
“Aku cuma tidak mau mengulang kesalahan yang sama. Tapi kau tahu bagaimana aku selalu bersikap bodoh di depanmu,” lanjut Hyukjae masih dengan suara lemah yang sama.
Aku merasa Hyukjae mempererat genggaman tangannya dan aku menarik nafasku, “Hyemin… Aku tidak mau kehil…”
“Jadi ini yang kau bilang kerja?” tanya sebuah suara familiar tak jauh dari tempat kami.
Aku dan Hyukjae menoleh bersama. Kyuhyun sedang berjalan mendekati kami.
“O-oppa,” balasku tergagap. Kyuhyun berhenti di hadapanku, melirik tajam ke arah tanganku yang masih di genggam Hyukjae. Dengan gugup aku melepaskan tanganku dari genggaman Hyukjae.
Kyuhyun hanya memandangku tajam dengan alis terangkat sebelah.
Aku mendekati Kyuhyun, “Oppa, maaf, aku cuma…”
Tiba-tiba aku merasa Hyukjae bangkit dari duduknya dan ia kembali menggenggam tanganku, kali ini lebih erat dari sebelumnya. Aku menoleh kearahnya ketika ia beranjak ke sebelahku dengan pandangan menantang Kyuhyun, sambil tetap memegang tanganku, “Maaf. Dia LO band-ku hari ini,” ujar Hyukjae.
Dan ia menarikku pergi, tanpa aku sempat berkata apapun pada Kyuhyun.
*****
Satu persatu band Hyukjae turun dari panggung setelah menyelesaikan penampilannya. Aku duduk sendirian di backstage, di dekat tas-tas dan perlengkapan mereka diletakkan. Donghae menyuruhku untuk menonton penampilan mereka dari depan panggung, tapi aku menolaknya. Aku beralasan bahwa aku harus menjaga barang-barang mereka di backstage, tapi sebenarnya itu hanya alasan saja. Aku tidak mau melihat muka Hyukjae lebih banyak lagi. Sudah cukup orang itu menjengkelkanku.
Aku tidak tahu apa maksudnya menarik tanganku dan membawaku pergi begitu saja dari Kyuhyun. Dia tidak bicara padaku sepatah katapun setelah itu. Tapi dia selalu memandangku dengan pandangan yang seolah berbicara ‘jangan-pergi-kemana-mana’. Dia pikir dia siapa? Aku kesal dengan sikapnya, makanya sudah cukup aku melihat wajahnya.
Donghae berjalan kearahku lalu mengambil botol air mineralnya di dekatku, lalu meminumnya. Yesung dan Henry menyusul di belakangnya melakukan hal yang sama. Tapi tidak begitu dengan orang terakhir yang turun dari panggung. Hyukjae hanya mendekatiku, lalu berhenti di hadapanku.
Aku memandangnya dengan tatapan menantang.
“Aku mau minum,” katanya padaku.
“Minummu disitu,” jawabku sambil menunjuk tempat dimana Donghae, Yesung dan Henry mengambil minumnya. Tempat itu sama sekali tidak jauh dari tempatnya berdiri. Dia hanya perlu melangkah satu kali dan sedikit membungkuk.
“Ambilkan,” katanya lagi. Nadanya cenderung memerintah.
Aku tercengang memandangnya, aku naik darah, “Kau menyuruh aku atau apa?”
“Aku memintamu,” jawabnya dengan ekspresi tak berdosa.
“Kau tidak punya tangan? Kau pikir aku siapa?”
“Setahuku tadi kau bilang kalau ada yang aku butuhkan bilang saja ke kamu,”
“Tapi bukan begini caranya!”
“Lalu apa?”
“Kau pikir aku asistenmu?”
Hyukjae memutar matanya, “Mengambilkan minum untukku saja tidak bisa?”
“Bukan tidak bisa, tidak mau!” balasku ketus.
Tiba-tiba Donghae menyodorkan sebotol air minum ke depanku. Aku menoleh memandang Donghae yang tersenyum sambil menungguku mengambil botol itu. Aku melotot tidak percaya, Donghae menyuruhku memberikan ini ke dia? Kenapa tidak dia kasih sendiri?
“Aku mau minum~” ulang Hyukjae dengan nada yang sangat menyebalkan.
Akhirnya aku menyambar botol air minum yang dipegang Donghae lalu menyerahkannya pada Hyukjae. Hyukjae mengambilnya sambil tersenyum lebar lalu membuka tutupnya dan meminumnya.
Aku menghela nafas meminta kesabaran, “Tugasku untuk kalian sudah selesai. Sekarang kalian bisa menikmati sisa acaraya. Permisi.”
“Kau mau kemana?” tanya Hyukjae tiba-tiba ketika aku membalikkan badanku untuk pergi. Ia nyaris tersedak air minumnya.
Aku menoleh. “Tugasku sudah selesai,” ulangku jengkel.
“Belum,” jawab Hyukjae. Ia menutup botol minumnya sembarangan dan buru-buru menaruhnya di meja terdekat. Ia meraih tanganku. “Kau masih harus membantuku.”
“Bantu apalagi?”
Hyukjae menarikku ke depan tas dan perlengkapannya, “Bantu aku bereskan semuanya.”
“Apa???” seruku tak percaya.
“Ayo!” balas Hyukjae. Ia mulai membereskan barang-barangnya.
Karena sesungguhnya barangnya tidak banyak, akhirnya aku ikut membantunya. Aku hanya ingin menyelesaikan urusanku dengan secepat mungkin. Dan jalan tercepat adalah dengan menurutinya dan tidak banyak berdebat dengannya. Yesung, Donghae dan Henry-yang bahkan tidak meminta bantuanku untuk membereskan barang mereka-pamit duluan keluar dari tenda backstage itu.
“Sudah kan?” tanyaku pada Hyukjae setelah semua barangnya rapih masuk tasnya, dan gitarnya juga sudah aman masuk tas gitarnya. “Aku pergi dulu.”
“Kau mau kemana?” tahan Hyukjae lagi-lagi saat aku sudah berbalik akan pergi.
“Apa lagi???” tanyaku kesal. Aku menoleh memandangnya dan ekspresi wajahnya tiba-tiba membuat kesalku hilang begitu saja.
Hyukjae memandangku dengan ragu-ragu, ia berkali-kali melihat ke arah lain selain mataku, tapi aku masih bisa melihat ada pandangan memohon diantaranya. Hyukjae masih diam untuk beberapa saat. Aku juga diam, menunggunya bicara.
Dan sejujurnya aku mulai merasa jantungku berdetak lebih cepat.
“Ja…Jangan pergi,” ujar Hyukjae pelan. Terlalu pelan dan sebenarnya aku tidak bisa mendengarnya karena suaranya tertelan oleh suara penampil di panggung sekarang. Tapi aku bisa membaca gerakan bibirnya. Ia memandangku masih dengan pandangan ragu-ragunya.
“A-aku…” aku berusaha menjawab.
“Kau harus mengantarku pulang!” seru Hyukjae, kali ini suaranya kembali keras dan seolah memerintahku.
“Apa???” Aku memutar tubuhku kembali menghadapnya.
“Kau harus tetap bersamaku lalu mengantarku pulang! Aku tidak bawa mobil, dan kau tega melihatku mebawa gitar sebesar ini naik kendaraan umum?” tanyanya lagi.
Aku memutar bola mataku, “Ada yang lain yang bisa mengantarmu kan?”
“Siapa?”
“Ya aku tidak tahu. Donghae mungkin? Yesung? Henry?”
“Donghae pulang bersama Jiyeon. Yesung dan Henry pulang bersama naik motor Yesung. Aku harus pulang dengan siapa, aku tanya?”
“Pacarmu? IU? Kenapa tidak pulang dengannya???”
Hyukjae terdiam sejenak saat aku menyebut IU sebagai pacarnya, “Dia sibuk. Sudahlah apa gunanya kau disini jika kau tidak bisa membantuku?”
“Kau pikir aku hidup hanya untuk membantumu? Sudahlah, aku masih banyak urusan,” aku kembali berbalik dan melangkah cepat meninggalkannya.
“Lalu aku pulang sendiri?” tanya Hyukjae. Ia mensejajari langkahku yang sudah keluar dari tenda backstage.
“Kau punya banyak teman kan,” aku menoleh sekilas sambil terus melangkah.
“Bukankah kau juga temanku?”
Aku berhenti melangkah lalu kembali memutar tubuhku ke arahnya. Kami berpandangan selama beberapa saat sebelum akhirnya aku bicara dengan dingin, “Sejak kapan aku setuju denganmu?”
Hyukjae diam. Ia masih memandang mataku dalam-dalam.
“Lee Hyukjae,” aku menarik nafas mengumpulkan kekuatanku. “Kau menyuruhku meninggalkanmu, dan aku sudah mengabulkan permintaanmu. Sekarang biarkan aku hidup tanpamu. Aku tidak mau jatuh ke lubang yang sama.”
Hyukjae masih memandang mataku. Aku menangkap ekspresi menyesal dari matanya, tapi aku berusaha tidak memperdulikannya. Kali ini logika harus mengalahkan hatiku. Aku masih terluka dan aku tidak mau lukaku tambah parah. Aku mati-matian menahan airmataku untuk jatuh.
“Aku…” Hyukjae mulai bicara, suaranya kembali melemah. Aku menunggunya menyelesaikan kalimatnya. “Aku hanya memintamu menemaniku pulang. Apa salah?”
Aku mendengus tertawa dengan putus asa dan mengalihkan pandanganku darinya. Saat itulah aku melihat Kyuhyun sedang memandangi kami berdua. Aku tertegun. Hyukjae mengikuti arah pandangku lalu ia mengawasi Kyuhyun yang sedang berjalan ke arah kami. Kyuhyun balas menatap Hyukjae dengan sorot matanya yang sangat dingin.
“Jangan sentuh apa yang sudah bukan milikmu lagi,” desis Kyuhyun tajam. Ia meraih tangan kiriku dan menarikku pergi.
Di detik yang sama aku merasa tangan kananku ditahan oleh Hyukjae.
*****
-Nichkhun POV-
Victoria memegang kepalanya di dalam rangkulanku. Wajahnya pucat. Aku menyibakkan poni dari wajahnya yang sudah berkeringat dingin.
“Sudah kubilang jangan telat makan. Kau sibuk sekali sejak pagi,” ujarku padanya. Aku merangkulnya, membantunya berjalan menuju tenda panitia medic.
Victoria tersenyum lemah, “Aku tadi sudah makan. Ini sepertinya cuma kecapekan.”
“Aku tidak mau kau sakit, Victoria,” kataku pelan.
Victoria mendongak memandangku. Aku mengalihkan wajahku yang mulai terasa panas, “Kau tidak pernah sekhawatir ini padaku.”
“Be-benarkah?” balasku gugup. “Mungkin hanya perasaanmu saja. Mana mungkin aku tidak mengkhawatirkan tunanganku yang sakit.”
Victoria tersenyum lebar dan aku merasa jantungku berdebar semakin cepat. Ia melepaskan diri dari rangkulanku dan berusaha berdiri sendiri walaupun awalnya agak sempoyongan, “Aku cuma sakit ringan, Khunnie. Kau tidak perlu mengkhawatirkanku.”
“Aish,” aku kembali merangkulnya. “Jangan banyak tingkah.”
Tapi Victoria menahan dirinya dari rangkulanku. Matanya terpaku pada sesuatu di sebelah kiri kami. Aku mengikuti pandangannya dan melihat sosok Kyuhyun sedang berjalan mendekati Hyemin dan Hyukjae. Pandangan Hyukjae dan Kyuhyun sama sekali tidak menandakan ada perdamaian diantara mereka. Justru pertanda buruk.
Aku bertukar pandang dengan Victoria. Kami sama-sama tahu akan ada yang tidak beres diantara mereka.
“Pergilah,” Victoria mendorong dadaku dengan tangannya yang tadi digunakan untuk menahan dirinya dari rangkulanku.
“Apa?”
“Pergilah,” ulang Victoria.
“Dengan keadaanmu sakit seperti ini?” balasku.
Victoria memegang wajahku dengan tangannya dan memandang mataku, “Khunnie, aku cuma sakit ringan. Aku pergi ke medik, minta obat, lalu istirahat dan aku akan sehat kembali. Hyemin yang lebih membutuhkanmu saat ini. Luka hatinya belum sembuh dan dua orang itu tanpa mereka sadari justru akan menambah luka Hyemin. Sekarang Hyemin membutuhkan seseorang untuk membantu menyembuhkan luka itu, sementara aku hanya butuh obat.”
Aku masih ragu-ragu.
“Khunnie,” Victoria mendorongku lebih kuat dan akhirnya aku pergi mendekati Kyuhyun, Hyemin dan Hyukjae tepat pada saatnya.
Kyuhyun baru saja menarik tangan Hyemin ketika Hyukjae juga langsung menahan tangan Hyemin yang lainnya.
“Lee Hyemin,” panggilku. Ketiga orang itu menoleh bersamaan.
“Panitia kumpul di ruang rapat,” lanjutku.
Hyemin masih tidak bergerak. Dua orang yang mengapitnya masih belum melepaskan tangannya.
“Sekarang,” Aku memandang Kyuhyun dan Hyukjae bergantian, meminta mereka melepaskan tangannya dari Hyemin.
Kyuhyun melepaskan genggaman tangannya, diikuti Hyukjae. Hyemin perlahan berjalan mendekatiku. Aku membiarkan Hyemin berjalan lebih dulu sebelum akhirnya aku berjalan di belakangnya dan kami berdua meninggalkan Kyuhyun dan Hyukjae masih di tempatnya.
*****