Title: Edge of The World ~ To the Fairest of Them All ~
Author: cethoel-cakep
Installment: 1/???
Ratings: ...PG-15
Warnings: in Bahasa. Deal with it! XDDD. Author tidak bertanggung jawab terhadap kram otak dan tukak lambung yang bakal dialami oleh pembaca.
Disclaimer: Mine. Unless the Snow White thing, Greek's Golden Apple myth, and the Norse myth
Summary: This apple is only and only for the fairest of them all, seriously...!
Notes: Merupakan spin-off dari Battle Chapter, lanjutan dari Over the Edge of The World ~ Groundland chronicle
#1.
Sebentuk apel berwarna emas bergulir dari satu tangan ke tangan lainnya milik seorang wanita cantik luar biasa yang tengah duduk di suatu singgasana megah. Punggung kursi singgasananya yang berornamen ukiran metal bewarna merah-emas itu menjulang tinggi dengan bentuk bagai cangkang kerang mutiara.
Ruangan singgasana itu sendiri sewarna ruangan yang ditimpa cahaya matahari pagi hari yang keemasan, dengan berkas2 sinar yang mengambang di beberapa tempat dan kadang mengerjap menyilaukan.
Wanita cantik luar biasa itu berambut merah indah panjang dan bergulung2 bagaikan ombak lautan, sementara matanya berwarna kelabu cemerlang. Kedua matanya menatap nanar pada suatu ukiran yang melingkar di sekeliling apel bewarna emas itu.
Ukiran melingkar itu merupakan suatu bahasa lampau dengan huruf2 kuno yang telah punah dan hanya sedikit orang yang bisa membacanya. Namun wanita itu mampu membacanya tanpa kesulitan sama sekali... arti dari tulisan kuno itu terbaca jelas olehnya ’To the Fairest of Them All’...
Akan tetapi… ukiran huruf2 lampau melingkar itu kini tak lagi setajam dahulu…
Gemuruh menggelegar terdengar sangat keras, sepertinya berasal tepat dari langit di atas istana sang wanita cantik itu. Tak hanya sekali, gelegar2 terdengar bersahut2an di seluruh penjuru kerajaannya.
Warna kelabu tua dan berkas2 keperakan petir mewarnai angkasa kerajaannya… sudah sejak beberapa tahun terakhir ini.
Salju turun perlahan dari langit…
Sang ratu bersinggasana cangkang kerang itu menutup matanya dengan gundah. Sejak musim dingin 3 tahun lalu, salju tak pernah berhenti turun, langit mendung kelabu tak pernah beranjak dari angkasa, dan matahari hampir tak bisa menghangatkan permukaan bumi lagi sejak saat itu.
Dengan satu dengusan panjang, sang ratu berambut merah itu hengkang meninggalkan ruang singgasana, dengan langkah2 panjang menuju suatu ruangan yang terletak tinggi di atas menara tertinggi di bangunan istana yang berupa kastil batu itu.
Tangga melingkar2 bagai tak ada habisnya ditanjakinya untuk bisa mencapai ruangan di atas menara.
Saat mencapai suatu pintu besar dari metal yang juga berukir ornamen2 kerang-koral-tumbuhan laut, dibukanya pintu berat itu, menampakkan suatu ruangan yg bagian dalamnya bagaikan lautan dangkal yang membiaskan sinar matahari.
Dihampirinya salah satu sudut ruangan yang tak begitu besar itu.
Sebuah cermin besar lebih tinggi daripada sosok ratu berambut merah itu bertengger bangga di salah satu sisi dinding ruangan. Bingkainya pun dihiasi sulur2 metal sewarna keemasan, dengan permukaan cermin yang tadinya bagai cermin biasa, namun begitu sang ratu mendekat, permukaan cerminnya beriak bagai ada setetes air jatuh ke permukaan kolam tenang.
”Mirror, mirror on the wall... who’s the fairest of them all...” diucapkannya sebait mantera yang membuat sang cermin yang menampakannya pantulan dirinya itu beriak semakin dahsyat.
Dan saat permukaan cermin tenang kembali, apa yang terlihat di sana, di tempat dimana seharusnya sang ratu terpantul, menampakkan sesosok gadis remaja yang cantiknya tak terperi, dengan kulit seputih salju, bibir merah merekah sewarna kelopak mawar, dan rambut hitam sekelam bulu gagak...
Sekali lagi dengusan panjang terdengar dari sang ratu.
”Snow White...” desisnya.
Ini bukan pertama kalinya sang cermin menampakkan gadis remaja itu pada permukaannya.
Hal ini sudah berlangsung sejak beberapa tahun lalu... 3 tahun tepatnya... dan sejak saat itu salju tak pernah berhenti turun di seluruh penjuru kerajaan...
”Sepertinya sudah saatnya...” sebuah suara menyeruak. Suara yang menggaung di dalam ruangan.
Sang ratu tahu pasti asal suara, itu dari sang cermin.
”To the Fairest of Them All...” desisan sang ratu bersamaan dengan suara sang cermin yang berat namun berwibawa.
Sang ratu mengangkat apel emas yang sedari tadi ada di tangannya, ke depan cermin. Apel itu berpendar, dan bagian ukiran huruf2 kunonya, berpijar lebih terang.
Sang ratu berputar, berjalan pelahan menuju sebuah kotak yang bagai dipahat dari mutiara, berpendar lembut dengan cahaya bagaikan rembulan. Diusapnya udara di atas kotak itu, dan bagai semacam sihir, kotak itu membuka bagai cangkang kerang. Dan diletakkannya apel emas itu di dalamnya, dan tanpa aba2, bagai kerang marah, kotak itu berdebam menutup rapat.
#2.
Ruang singgasana sudah riuh rendah oleh beberapa pria berbaju zirah dan berjubah kain. Baju zirah mereka berwarna hitam atau kelabu, dengan emblem cangkang kerang terbuka terpahat di bagian dadanya, berwarna keemasan.
Ada pula seorang pria yang terlihat tua, karena penampilannya dengan rambut panjang dan jenggot panjang berwarna putih nyaris perak, jangkung dan sedikit bungkuk, namun sang ratu yg baru saja memasuki ruang singgasana tahu, dibalik kerentaan itu, ada sesuatu yang luar biasa kuat.
Pria tua berambut dan berjenggot panjang putih-perak itu berjubah kain putih mutiara dengan sebuah tongkat panjang yang bagai terbuat dari koral sewarna dengan jubahnya.
“Sudah tak bisa kau sembunyikan lagi, Yang Mulia Freja” kata sang pria tua bertongkat itu “Kekuatanmu, dan kekuatan apel emasmu sudah mulai memudar.. dan berimbas ke seluruh penjuru kerajaan ini… dan akan segera mencapai negeri2 tetangga…”
“Ini tidak bisa dibiarkan… Sudah 3 tahun ini dan akan semakin memburuk” timpal salah seorang pria berzirah hitam atau kelabu itu.
“Apakah tidak ada yang bisa kita lakukan? Apakah kita memang mutlak tergantung kepada apel emas itu?” seru panglima lain, disambut nada serupa dari yang lain.
Sang pria tua bertongkat memejamkan matanya dengan gundah ”Hmmmh... andai kau memiliki penerus, Yang Mulia Freja...”
”Apa maksudmu, Thressillian??? Bukankah YM Freja memiliki seorang putra, walaupun tidak berada di negeri ini?” para panglima menyuarakan ketidak mengertian mereka.
Thressillian, sang tetua penyihir sekali lagi menghela nafasnya yang dirasakannya semakin berat ”Pewaris apel emas, hanyalah seorang puteri... itu yang YM Freja tidak miliki...”
Sang ratu sedari tadi berdiam, dan baru saja kembali menempatkan dirinya di singgasana cangkang kerangnya. Banyak sungguh yang ingin dia suarakan, namun dia merasa tak layak untuk mengucapkannya. Sama seperti tak layaknya lagi dia untuk memiliki apel emas yang menjadi duduk permasalahan negerinya, dan negeri2 lain di sekeliling kerajannya.
Yang Mulia Freja menatap para panglimanya yang masih sibuk mempertanyakan dan memperdebatkan tentang apa yang harus dilakukan. Kondisi kerajaan ini semakin memburuk, ditambah lagi dengan desakan dari beberapa negeri tetangga yang menginginkan adanya hubungan ’lebih’ dengan negeri ini. Sudah pasti yang mereka inginkan hanya satu. Wilayah kerajaan ini...
Para panglimanya ini sungguh tak tahu menahu mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Mereka hanya tahu kekuatan sang ratu dan apel emasnya melemah, tanpa tahu apa penyebabnya.
Namun sang penyihir mengetahuinya dengan pasti. Tatapan matanya, yang bola matanya pun sewarna mutiara itu tajam menusuk ke arah sang ratu.
”Panglima-panglimaku...” akhirnya YM Freja bersuara. ”Aku akan segera memberikan jawaban... namun apakah bisa sejenak kalian meninggalkanku berdua saja dengan wizzard Thressillian?”
Walau dengan berat hati, para panglima itu undur diri, meninggalkan sang ratu dan sang penyihir berdua.
”Yang Mulia Freja... anda datang ke negeri yang dari semula berselimut salju ini, dan apabila negeri ini kembali berselimut salju, ini sudah sewajarnya... Namun... ini menjadi tidak wajar, karena negeri ini menjadi lebih buruk dari semula, dan membawa serta seluruh permukaan dunia ikut bersamanya...”
”Dan cermin yang anda bawa serta itu pun juga tidak akan bisa memberikan penyelesaian apapun juga...” lanjut Thressillian ”walau aku mempercayai segala perkataannya... To the fairest of them all, kepada dialah apel emas itu seharusnya berada”
“Tidak” sahut YM Freja “Tidak. Bukan dia. Bukan Snow White”
Thressillian mendengus “Tuan puteri Snow White lah penyebab kekuatan anda dan apel emas memudar. Tuan puteri Snow White lah yang diperlihatkan oleh sang cermin, sebagai yang tercantik diantara yang tercantik, yang telah membatalkan kekuatan apel emas. Keberadaannyalah yang memudarkan kekuatan anda dan apel emas. Putuskan, Yang Mulia Freja… putuskanlah apa yang hendak anda lakukan…”
Belum sempat sang ratu menarik nafasnya yang berikutnya, sebuah keributan terdengar dari arah luar ruang singgasana yang pintu kayu besarnya tertutup. Dan seketika pintu itu terhempas terbuka, disusul masuknya seorang pelayan perempuan setengah baya yang diikuti oleh para panglima yang kebingungan.
Ada apa ini???
“Ada apa ini???” sang ratu berseru tak mengerti, kaget dan kesal karena ketidaksopanan sang pelayan tersebut. Benar pelayan itu membawahi seluruh pelayan di istana ini dan sudah berada di istana ini jauh lebih lama sebelum kehadiran sang ratu, dan bahwa sang pelayan juga - tak seorangpun memungkiri - membenci sang ratu. Dalam situasi seperti ini, tak seorangpun juga akan menyangkal kalau sang ratu berhak merasa gusar.
“Yang Mulia Freja! Tuan puteri Snow White, dia belum kembali juga dari hutan!” seru sang pelayan.
YM Freja membeliak “Dan apa yang dia lakukan di hutan?!!!” serunya dengan nada tinggi.
Sang pelayan menunduk “Tuan puteri Snow White… dia suka bermain di hutan… dengan hewan2… mengumpulkan bunga…”
Itu benar. Walau YM Freja sudah melarang sang puteri untuk tidak pergi terlalu jauh dari istana, namun sang puteri sepertinya tak mengacuhkannya. Tetap saja sang puteri suka menyelinap keluar dari istana untuk pergi ke hutan. Entah apa saja yang tuan puteri itu lakukan di hutan! Selalu meninggalkan pelajaran2nya, sering melupakan makan malam bersama, hanya untuk berjalan2 keluar istana, ke hutan, bermain dengan hewan??? Mengumpulkan bunga??? Apakah dia tak menyadari siapa dirinya itu???
YM Freja menyadari kalau mendiang raja sungguh memanjakan puteri semata wayangnya itu, puteri satu2nya dari mendiang ratu terdahulu. Mendiang raja selalu menuruti permintaan sang puteri, karena tuan puteri tak pernah melakukan hal buruk, selalu baik pada siapapun, hidup menuruti kata hatinya...
Sang ratu menghela nafas panjang, dan menghembuskannya kuat2. Sudah cukup buruk situasi yang dihadapinya tanpa harus mendengar berita bahwa sang puteri mahkota tak kunjung pulang dari bermainnya.
”Cari dia. Sekarang!”
#3.
Snow White hanya bisa pasrah saat dirinya digelandang kembali ke istana. Dia sudah memohon-mohon kepada para pengawal istana untuk membiarkannya bermain sebentar di kota, dia ingin menikmati segelas butterbeer hangat. (Butterbeer eh?? XDDD whateverlah). Biasanya bujukan dan permohonannnya ini selalu bisa meluluhkan para pengawal istana. Dengan matanya yang besar berwarna cokelat susu yang hangat, terbelalak indah, dibingkai dengan bulu mata panjang, halus, lebat dan lentik tiada tara, siapa yang tak akan jatuh luluh padanya?
Salah satu pengawal istana mengatakan ini adalah perintah sang ratu. Snow White mengerutkan dahinya bingung. Sejak kapan ibu tirinya itu peduli akan keberadaannya? Selama ini, semenjak ayahandanya meninggal, sang ibu tiri tak pernah menggubris dirinya, hanya sibuk dengan urusannya dalam rangka menjadi seorang ratu.
Snow White selama ini dibiarkan untuk tumbuh sendiri, bersama bimbingan para pengasuh2 dan pelayan istana yang sudah ada sejak masa ibundanya masih hidup. Mereka membesarkan Snow White menjadi seorang putri yang halus, pengasih dan bisa dibilang polos, sesuai dengan amanat sang mendiang ratu terdahulu, untuk membesarkan Snow White menjadi seorang puteri yang layak.
Sang puteri cantik ini tumbuh dengan tanpa tersentuh sama sekali oleh tetek-bengek masalah kerajaan. Sudah pasti urusan itu ada di wilayah kekuasaan sang ratu baru, yang walau agak tak cocok dengan hampir seluruh penghuni istana, namun harus diakui, di bawah kepemimpinannya yang mungkin sedikit terlalu keras, kaku, dengan peraturan2 ketat dan teramat tegas, negeri ini menjadi lebih baik, bahkan daripada ketika negeri ini ada di bawah kepemimpinan sang mendiang raja.
Seisi negeri dan istana pun sedikit banyak merasa heran, negeri mereka yang notabene adalah negeri musim dingin, dimana salju akan turun selama lebih dari 2/3 masa dalam setahun, sejak kedatangan ratu baru mereka, rasio musim tanpa salju dan dengan salju bisa berimbang.
Yang lebih mengherankan lagi, seimbangnya musim ini bagai mempengaruhi negara2 sekitar mereka, dan sedikit lebih jauh, lebih jauh lagi...
Hal ini membuat siapapun di negeri ini mengingat legenda kuno yang mengatakan bahwa negeri mereka ini adalah jantung daratan, dimana kondisi negeri ini akan berpengaruh sedikit banyak ke negara2 lain. Bagai jantung yang berdetak memompa darah segar penuh nutrisi ke seluruh bagian tubuh, seperti itulah legenda kuno menceritakan tentang negeri ini. Entah apa yang mengawali legenda itu...
Namun, beberapa tahun terakhir ini, kondisi entah mengapa menjadi buruk. Lebih buruk dari yang sudah2 yang pernah menerpa negeri ini. Paling tidak sudah 3 tahun negeri ini tertutup salju, hampir tak pernah melihat matahari lagi. Langit yang bergumpal-gumpal berwarna kelam yang seringkali ditingkahi cahaya petir yang bagai sinar pembelah langit, membuat siapapun heran akan keadaan ini.
Tak ada seorangpun yang mampu menjelaskan mengenai perubahan drastis yang terjadi pada negeri ini. Bahkan sang penyihir Thressillian, satu dari segelintir orang yang dibawa serta masuk ke negeri ini oleh sang ratu baru, juga tak memiliki penjelasan mengenai memburuknya cuaca dan kondisi negeri ini.
Atau.. sebenarnya sang penyihir mengetahui sesuatu, namun menyembunyikannya? Tak sedikit penghuni istana yang kadang berpikiran seperti itu.
Dan yang cukup menakjubkan adalah sang ratu, yang tampaknya sama sekali tak terpengaruh oleh kondisi negeri ini. Tak ada kepanikan, kekhawatiran, atau hal yang lemah apapun yang tampak pada dirinya pada kondisi krisis semacam ini.
Para abdi istanapun sebenarnya harus mengakui, bahkan mungkin mendiang raja dan ratu terdahulu mungkin juga tidak akan setenang sang ratu baru ini dalam menghadapi situasi saat ini.
Oh, well, para abdi sampai saat ini pun masih sering membahasakan sang ratu Freja yang bertahta saat ini sebagai ’sang ratu baru’...
”Aku suka salju.. sangat suka.. tapi...” Snow White berkata lirih sembari menangkupkan tangannya ke gelas tebal berisi butterbeer buatan salah satu pelayan dapur ”Tapi... aku rasa ini sudah berlebihan. Aku tadi berjalan2 di hutan.. tumbuhan2 mulai tak mampu lagi untuk bertahan hidup, hewan2 pun semakin kehilangan sumber makanan mereka... dan tadi aku sebentar pergi ke kota... rakyat pun mengutuk musim dingin berkepanjangan ini... ternak mereka mati, panen mereka gagal... Sebenarnya, apa yang tengah terjadi...?”
Tak seorangpun di dapur, tempat yang menurut Snow White adalah tempat terhangat di dalam istana ini, tempat dia seringkali menghabiskan waktunya selain di kamarnya yang berbalkon dan hutan... tak seorangpun menjawab. Tepatnya, tak seorangpun bisa menjawab...
#4.
”Tidak akan kuserahkan apel emas ini kepadanya, kau tahu itu Thressillian!” akhirnya sang ratu berseru. Dia berani berseru hanya karena dia tahu, bahwa dia aman untuk berseru di ruangan atas menara.
Kemarin dia hanya memberikan jawaban ambigu kepada para panglimanya yang terus terang bukannya menjadi mengerti situasi yang tengah mereka hadapi, tetapi lebih bingung. Namun sang ratu Freja tak membiarkan para panglimanya tenggelam dalam kebingungan mereka terlalu lama, atau hal itu bisa menjadi masalah fatal.
Tentunya pengetatan pertahanan negeri mereka ini bisa menyibukkan para panglima itu dari kebingungan mereka, dan sudah pasti akan menyelamatkan negeri mereka dari ancaman serangan negara2 lain. Sang ratu bahkan sudah mendengar kabar bahwa perbatasan paling selatan mereka yang paling jauh, terpencil, terisolasi, hampir tak terjangkau dari pusat pemerintahan itu, hampir saja berhasil diduduki oleh negara tetangga kecil namun amat sangat ahli dalam mendesak itu.
”Tapi tak ada gunanya lagi kau simpan apel itu! Sudah saatnya apel itu diwariskan!” Thressillian tak mengerti kekeraskepalaan sang ratu. Sudah jelas sekali pemecahan dari masalah ini, namun sang ratu masih keras kepala.
Wajah YM Freja semakin mengeras, bagai batu granit sekarang ”Tidak. Bukan Snow White. Tidak akan kuserahkan apel emas itu kepadanya. Apapun akan aku lakukan, asal apel itu tak pernah disentuhnya”
”Dan apa yang akan kau lakukan, untuk memastikan bahwa apel itu tak pernah jatuh ke tangan Snow White...? To the fairest of them all, hanya kepadanyalah sang apel akan mendengarkan”
“To the fairest of them all…..” sang ratu memicingkan matanya, lalu dialihkannya pandangannya ke sang cermin di sisi dinding sebelah kanannya ”Wahai cermin... apa yang bisa membuatmu tak lagi menampakkan siapapun, selain diriku, yang tercantik diantara yang tercantik…???”
Sang cermin bergetar, dan suara beratnya menggema di seluruh ruangan “…tentu saja, ketidakberadaan yang tercantik diantara yang tercantik, yang bahkan lebih cantik dari andalah, yang membuat hamba hanya akan menampakkan diri anda satu-satunya…”
Sang ratu menghela nafas. Sepertinya menghela nafas adalah hal esensial yang harus dilakukannya akhir2 ini agar dia dapat bernafas dengan semestinya. “Panggil Ottar untuk menemuiku… segera!”
***TBC to the Second Installment***
PS: silaken~~
bagarahnyoDilarang memburu2 author untuk 2nd installment nya, diharapkan sekali untuk kesabarannya.