(Fan Fiction) If Only / chapter 3

Nov 12, 2009 19:42




Title: If Only
Genre: Romance, Angst
Type: Chaptered (1/??)
Pairings: Ruki/Reita, Aoi/Ruki, Aoi/Uruha
Rating: NC-17
Warnings: written in Indonesian
Summary :Dalam kehidupan, ada saatnya kita harus memilih. Itulah yang Reita rasakan sekarang; dia harus memilih 2 pilihan dimana keduanya adalah arti dia untuk hidup. Lalu apa yang akan dia pilih? Cinta atau teman dan ketenarannya?
Notes: Mungkin ada yang pernah baca ini tapi dalam versi Dir en grey. Tapi entah kenapa gue mood bikin Reituki sekarang 8DDDD



Jam di dinding menunjukkan pukul dua siang, namun Reita dan Ruki sama sekali belum keluar dari apartemen mereka untuk latihan. Tubuh Ruki terkapar di atas ranjang. Ia merasa begitu lelah hingga tidak dapat menggerakkan satu pun anggota tubuhnya. Ia menarik nafas dengan cepat lalu langsung menghelanya.

“Sakit kah?”

Reita sudah menutupi tubuh bagian bawahnya dengan handuk yang Ruki berikan padanya tadi.

“Enggak kok!” , jawabnya pasti sambil tersenyum kecil.

Perlahan Reita luruskan kakinya dan menutupi tubuhnya dengan sehelai selimut putih tipis. Sangking lelahnya, matanya langsung terpejam setelah ia merasa cukup nyaman. Dengan wajahnya yang tetap manis seperti dulu.

Diam-diam Reita mengambil ponselnya yang terdapat di atas meja kerjanya. Ternyata banyak-sekali- pesan singkat yang Aoi kirimkan ke ponselnya dan setelah ia baca semua isinya sama. “CEPATLAH KEMARI!!!!!!”

Dasar, Aoi. Dari dulu tak pernah berubah. Entah kenapa, dia tak pernah bisa meninggalkan Ruki berdua saja denganku. Aneh.

Reita melangkahkan kakinya ke arah Ruki yang sedang tertidur pulas. Ia arahkan kamera ponselnya ke wajah Ruki lalu mengambilnya.

Aku ingin selalu dapat melihat wajahnya yang manis seperti ini selamanya. Mungkin bagus jika ku jadikan wallpaper ponselku, pikir Reita. Dan mulai sekarang, aku dapat melihat wajah manisnya itu setiap aku melihat ponselku.

Reita kembali menaruh ponselnya di atas meja kerjanya lalu masuk ke dalam kamar mandi. Ia tak bisa mebayangkan betapa marahnya Aoi dan lainnya karena mereka berdua sudah amat sangat terlambat.

Dari ujung kakinya Reita redamkan ke dalam bathtub. Airnya kini tak hangat lagi, mungkin karena sudah terlalu lama dibiarkan. Senyum kecil pun terbingkai di bibir Reita. Tangannya pun mengambil boneka bebek kuning milik Ruki yang sedari tadi mengapung diatas afuro. Memandangnya tajam seakan ia sedang memandangi wajah Ruki. Lalu menciumnya perlahan.

Entah mengapa , Ruki merasa bahagia. Di dalam tidurnya. Ia merasa tenang sekali. Seakan Reita sedang mencium keningnya. Seperti yang ia selalu lakukan diam-diam di malam hari.
“Reita..” , ucapnya pelan dengan senyum kecil terbingkai di bibirnya.

Namun kebahagiaan itu hanya datang hinggap sekejap di hati Reita. Ia kembali teringat akan mimpinya tadi.

Aku akan kehilangan Ruki, seseorang yang menyebabkanku dengan kuatnya tetap mempertahankan band ini dan untuk selamanya.
Pusing. Aku terlalu pusing dan sakit hati untuk membayangkan jika mimpi itu benar-benar menjadi kenyataan.

Reita pun menenggelamkan kepalanya ke dalam air. Berharap itu akan dapat menghapus gundahnya. Gelembung udara itu meluap dari hidungnya seperti kegelisahan yang selalu menyelimutinya.

Haruskah aku kehilangannya?

Tanpa ia sadari ia telah meneteskan air mata diantara air itu. Sesekali ia menggelengkan kepalanya. Tak rela kehilangan Ruki.

“....kamu bisa menukarkan sisa hidupmu untuknya...”

A-aku tak mau kehilangan Ruki. Sama sekali tidak. Dia terlalu penting untuk ku. Aku tak sanggup kehilangannya sekarang. Tapi... jika aku menggantikannya, bagaimana dengan Dir en grey nanti?? Aku juga tidak ingin perjuangan selama 5 tahun lebih ini akan sia-sia. Tapi... jika aku tak menggantikannya, aku tak mungkin mempertahankan Dir en grey tanpa Ruki. Aku..

“Suara apa itu??” , tanya Ruki mengigau karena mendengar suara yang aneh.Perlahan ia membuka matanya yang masih terlalu berat untuk dibuka.

“Ternyata ponselnya Rei ya!” , ucapnya setelah Ruki melihat ponsel Reita terus bergetar.

Ruki bangkit dari ranjang dengan menutupi tubuhnya dengan sehelai selimut yang Reita berikan padanya tadi. Langkahnya pun masih lemas.

“Moshi-moshi..” , ucapnya menjawab panggilan yang ada di ponsel Reita.

“Ruki??? Kenapa kamu yang angkat ponsel Reita??? Reita-nya dimana??” , respon Aoi.

“Rei?” Ruki pun menguap. “Ku rasa dia sedang mandi. Ada apa?”

“Kamu tanya ‘ada apa’ ?? Kamu tahu, sekarang sudah pukul setengah tiga sore!!”

Ruki pun menatap jam dinding yang tergantung tak jauh dari tempatnya berdiri. Ternyata benar, pukul setengah tiga sore. “Gomenne..”

“Sekarang kamu sedang apa??” , tanya Aoi lagi.

“Aku? Aku baru bangun tidur.”

“Tidur lagi??” , Aoi heran. “Lebih baik kalian cepat kemari!”

Aoi memutusnya.

Ruki pun menekan tombol merah yang ada di keypad ponsel Reita.

“Ini bukannya aku???” , tanya Ruki heran melihat foto wallpaper ponsel Reita. Setelah ia perhatikan, foto itu Reita ambil ketika ia sedang tertidur.

Iseng sekali dia.

Ruki pun mengambil handuknya yang terdapat didalam laci di lemari pakaian Reita lalu pergi ke kamar mandi kamar sebelah, kamar Uruha. Mungkin Reita lagi enak-enaknya berendam di afuro, jadi aku tak berani mengganggunya, pikir Ruki.

***************************** ******************************

“Rei-chan, sedang apa kamu didalam sana?? Kamu tidak sadar kalau kamu sudah berendam selama satu jam, ya??” , tiba-tiba terdengar suara Ruki memanggilnya.

“Ruki??” , Reita pun mengeluarkan kepalanya dari dalam air. “Sedang apa kamu disini??”

“Siapa yang tidak khawatir meninggalkan seseorang berendam selama satu jam tanpa suara sedikit pun??? Makanya aku langsung masuk saja.” , oceh Ruki yang menyandarkan dirinya dipinggir afuro. “Ayo sarapan!”

“Apa yang kau lakukan?!!!!” , ucap Reita keras karena kaget tiba-tiba Ruki mengambil fotonya dengan kamera ponsel miliknya.

“Tadi, ketika aku sedang tertidur, kamu mengambil fotoku dengan kamera ponselmu kan? Jadi, sekarang giliranku!”

Reita pun bangkit dan mengeringkan badannya dengan handuk yang Ruki bawakan tadi. Lalu ia berjalan ke dalam kamar dan memakai pakaian yang sudah disiapkan Ruki untuknya. Sedangkan, Ruki menyiapkan sarapan untuk mereka berdua.

Reita pun keluar dari kamar dan kaget melihat si kecil memakai celemek seperti pelayan restoran.

"Kau terlihat manis seperti itu." , ucap Reita sambil tersenyum kecil. Pipi ruki pun merah padam karna Reita tak juga melepaskan pandangannya darinya sedikit pun.

Reita mulai menyantap hidangan yang Ruki hidangkan. Entah kenapa, ia semakin takut kehilangan Ruki. Jika mimpi itu benar-benar terjadi, apa yang harus ia lakukan?

“Rei, kenapa?” , tanya Ruki setelah tiba-tiba mencium pipinya. “Ada masalah?”

“T-tidak. Aku tak punya masalah kok. Tenang saja!” , dustanya diiringi sebuah senyum tersungging di wajahnya.

“Ada apa?” , tanya Ruki sekali lagi. “Aku tidak pernah melihat wajah Rei segundah ini. Katakan saja!”

“Benar. Aku tidak apa-apa.”

“Benarkah?” , tanya Ruki meyakinkan. “Rei selalu bilang, jika aku punya masalah-serumit apa pun itu- aku harus menceritakannya. Agar aku tak lagi sedih. Aku selalu ingat itu dan selalu ku turuti. Tapi, aku ingin Rei melakukannya juga. Menceritakan apa masalah Rei pada ku karena aku tak ingin melihat Rei tersiksa.”

“Aku tidak punya masalah kok!” , ucap Reita mencoba meyakinkannya.

Ruki pun tersenyum kecil dan meneruskan sarapannya.

Mana mungkin aku rela kehilanganmu, Ruki. Kamulah satu-satunya orang yang dapat menenangkanku selama ini. Yang ingin selalu mendengarkan perkataanku. Aku sama sekali tak ingin kehilanganmu walaupun sekejap..
   A/N :
Akhirnya di update juga~
Pemalas sekali ya saya lol
comment dong

entry! public, fanfictions!, fandom! the gazette

Previous post Next post
Up